BAB III DINAMIKA PERGERAKAN MASYUMI
DALAM PERPOLITIKAN DI INDONESIA
E. Masyumi Sebagai Wahana Perjuangan Politik Islam
Pendeknya usia piagam Jakarta dalam sejarah konstitusionalisme Indonesia tidak mengendorkan semangat perjuangan politik umat Islam di
alam kemerdekaan. Bila selama ini kesatuan gerak politik di kalang organisasi dan partai-partai Islam yang dirasakan tidak memadai sebagai wahana
perjuangan, maka dipandang sudah sangat mendesak agar umat merapatkan barisan dalam satu partai politik. Partai politik itu ialah Masyumi, tapi bukan
Masyumi buatan Jepang, “seperti yang dibentuk pada 1943, atas kebaikan” penguasa Jepang di Indonesia. Masyumi yang berdiri pada tanggal 7-8
November 1945 sepenuhnya merupakan hasil karya pemimpin-pemimpin umat Islam dalam sebuah konggres yang bertempat di gedung Madrasah
Muallimin Muhammadiyah Jogjakarta. Dilihat dari data sosiologis umat, pendukung utama partai Masyumi
adalah Muhammadiyah dan NU. Jadi jelas secara ideologis, Masyumi adalah kelanjutan dari MIAMI, tapi kali ini menghususkan perjuangan dibidang
p[olitik dalam rangka menegakkan ajaran Islam dalam wadah Indonesia merdeka. Selain Muhammadiyah dan NU, hampir semua organisasi Islam di
Indonesia kecuali Perti, mendukung kehadiran Masyumi sebagai satu-satunya
partai umat Islam di Indonesia. Kemudian Masyumi tampil sebagai pembela demokrasi yang tangguh dalam negara demokrasi Indonesia.
Dalam konggres November itu, tercatat sebagai ketua panitia adalah Mohammad Natsir dengan anggota-anggota: Soekiman Wirjosendjoyo,
Abikusno Tjokrodjujoso, A. Wahid Hasyim, Wali Al-fatah, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sri Paku Alam VIII dan A. Gaffar Ismail. Dalam
konggres diputuskan bahwa Satu, Masyumi adalah satu-satunya partai politik Islam di Indonesia, Dua, Masyumilah yang akan memmpejuangkan nasib
politik uamt Islam Indonesia. Dengan ikrar ini, berati eksistensi partai Islam yang lain tidak diakui lagi. Masyumi priode awal terdiri dari Majlis Syura
yang diketuai oleh K.H. Hasyim Asyari, dan pengurus besar Badan Eksekutif yang diketuai oleh Soekiman Wirdjosenjojo.
Sejarah pembentukan Masyumi tidak terlepas dari motif sejarah sebuah gerakan, yang bersifat sosial, pendidikan, dan politik. Partai Masyumi lahir 7
November 1945 yang berdasarkan keputusan kongres Muslimin Indonesia di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah, Yogyakarta. Muhammadiyah adalah
salah satu organisasi yang turut mensponsori berdirinya partai Masyumi.
24
dalam pembentukan partai-partai politik, tampak jelas dalam pengorganisasian partai-partai politik, yang terpengaruh oleh ikatan primordial, seperti Agama,
suku, dan kedaerahan. Dalam hal ini sangat kentara pada waktu pemilihan umum 1955. Pada waktu paska kemerdekaan Indonesia merupkan perwujudan
dari aliran pemikiran yang ada dalam masyarakat politik Indonesia. Masyumi,
24
Jurnal Pemikiran Agama dan Peradaban TANWIR, Perjalanan Politik Muhammadiyah dari ahmad Dahlan hingga Syafi’i Ma’arif, edisi Perdana, Vol. 1, mei 2003
Muhammadiyah dan NU merupakan perwujudan aliran pemikiran Islam, PNI merupakan perwujudan aliran nasionalisme Radikal, PKI merupakan
perwujudan aliran Komunis, dan PSI merupakan perwujudan aliran sosialisme-Demokrat.
25
Kekuatan sekaligus kelemahan Masyumi menurut analisis, yaitu terletak pada sifatnya yang federatif. Menurut A.R. Bawesdan 1909-1986 salah
seorang pemimpin penting Masyumi dan mantan pendiri PAI Partai Arab Indonesia. Masyumi, berhasil menarik hampir semua organisasi Islam
Indonesia, sedangkan mereka tetap mempunyai otonomi dalam kegiatan sosio- keagamaan mereka. Kelemahan Masyumi juga terletak pada semangat
golongan mereka yang selalu lebih dominan dalam partai ketimbang semangat persatuan. Kenyataan seperti inilah yang sering menempatkan Masyumi pada
posisi yang sulit dalam menyusun badan eksekutif yang kuat dan handal. Kegagalan dalam mengarahkan dan mengteluarkan semangat golongan yang
hedrogen telah membawa partai Masyumi berhadapan dengan masalah- masalah intern yang serius. Apalagi posisi-posisi politik formal dalam negara
yang baru merdeka tidak jarang mempunyai daya tarik tersendiri bagi pemimpin-pemimpin partai yang berasal dari berbagai golongan umat.
Tampilnya Masyumi sebagai partai Islam yang bercorak satu kesatuan dalam kemerdekaan Indonesia bukan suatu kebetulan dalam sejarah an
historical accident yang tidak dilatarbelakangi kesadaran yang dalam dan
25
Herbert Feith dan Lance castle, pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, Jakarta, P.T. LPES, 1988 h. 34
panjang. Kelahiran Masyumi dapat dikatakan sebagai suatu keharusan sejarah an historical necessity bagi perjalanan politik umat Islam Indonesia.
Inisiatif pembentukan Masyumi adalah inisiatif para tokoh partai politik dan gerakan sosial keagamaan Islam sejak zaman pergerakan, seperti Agus
Salim, Prof. Abdul Kahar Muzakkir, Abdul Wahid Hasim, Muhammad Nasir, Muhammad Roem, Prawoto Mangkusasmito, Dr. SoekimanWirosandjojo,
Kibagus Hadikusumo, Mohammad Mawardi, dan Dr. Abu Hanifah. Keputusan pembentukan Masyumi oleh sejumlah tokoh Islam tersebut tidak
hanya sekedar keputusan, akan tetapi sebuah keputusan dari seluruh umat Islam melalui wakil-wakilnya. Penilaian seperti ini cukup beralasan apabila
Masyumi dilihat dari susunan kepengurusannya, yang merupakan sebuah cerminan wakil-wakil sejumlah partai politik dan gerakan sosial keagamaan
Islam tersebut.
26
Secara eksplisit sistematika politik yang disusun Masyumi, adalah sebagai politik yang tidak terlepas dari fungsi-fungsi lain, seperti artikulasi
kepentingan, seleksi kepentingan, dan komunikasi politik. Secara implisit upaya pendidikan politik Masyumi adalah usaha untuk mencapai tujuan, yang
dengan cara menginsafkan dan memperluas pengetahuan kecakapan umat Islam Indonesia dalam perjuangan politik. Perjuang politik Masyumi yang
sangat kuat adalah perjuangan ideologi untuk menghadapi komunis yang diperjuangkan oleh PKI berdasarkan “teori-teori Marx, Engles Lenin, Stalin
dan Mao Tse Tung. Keyakinan Masyumi sebagai propaganda ideologi yang
26
Samsuri, Politik Islam Anti Komunis, Jogjakarta, P.T. Safira Insani Press, 2004 h.9-10
bisa menyesatkan adalah PKI, yang disebar luaskan melalui media cetak sepeti buku-buku tentang Marxise.
Untuk mengantisipasi
propaganda tersebut
Partai Masyumi
mengeluarkan sebuah kebijakan bagi para anggotanya, kebijakan itu adalah buku-buku yang bertemakan “sosialisme-religius” atau lebih dikenal dengan
buku-buku bacaan keluaga Masyumi.
27
Pada awalnya pendukung Masyumi terdiri dari empat organisasi yaitu Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama NU, Perserikatan Umat Islam, dan
Persatuan Umat Islam. Dalam perkembengan Masyumi hampir semua organisasi Islam bergabung menjadi anggota. Ketua umum partai Masyumi
yang pertama adalah DR. Soekiman, dia adalah pemimpin muslim yang terkenal dari Syarikat Islam, dan dia dibantu oleh pemikir-pemikir intelektual
muslim muda, seperti Syarifuddin Prawiranegara, Muhmmad Roem, Mr. Kasman Singodimedja, Yusuf Wibisana, Abu Hanifah dan Mohammad Nasir.
Dilihat dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana tercantum diatas partai Masyumi adalah sangat toleran artinya, Masyumi ingin
mewujudkan Negara Republik Indonesia yang berdaulat, toyyibatun warobbun ghofur
, dengan demikian Masyumi tidak meniggalkan kelompok minoritas selain Islam di Negara Republik Indonesia. Mereka diajak bersama-
sama berjuang untuk kepentinagn Negara dengan tidak mencampuri urusan peribadatan mereka sedikitpun, bahkan mereka diajak kerja sama untuk
menegakkan kedaulatan negara.
27
Samsuri, Politik Islam Anti Komunis, Jogjakarta, P.T. Syafira Insani Press, 2004 h. 96-97
Pemimpin-pemimpin partai Masyumi menafsirkan konsep Syura dalam Al-qur’an dengan demokrasi parlementer sebagaimana yang telah berkembang
di Barat, meski tidak selalu pararel dengan partai Masyumi, sikap Masyumi seperti ini memberikan kesan bahwa Masyumi benar-benar partai Islam yang
konsisten dengan visi dan misinya benar-benar Islami. Dari uraian tentang visi misi secara umum tampaknya Masyumi cukup idealis dan moderat dalam
konsep, namun dilihat dari perjalanan partai terdapat kondisi kemandegan, ini berarti keempat macam tujuan usaha yang diungkapkan pada anggaran dasar
yang begitu ideal tidak terimplementasikan dengan baik. Pada kegiatan partai selama lima belas tahun nampak ada kelemahan dalam pelaksanaan program-
programnya. Mungkin penyebabnya adalah lemahnya sistem menejerial keorganisasian anggota yang banyak tidak ditangani dengan sugguh-sungguh.
Masyumi telah merumuskan tujuan jangka panjang yang hendak diraihnya dalam perjuangan politik. Dalam anggaran dasar tujuan itu
dirumuskan secara terbuka sebagai berikut: “tujuan partai adalah terlaksananya ajaran dan hukum Islam di dalam kehidupan orang seorang,
masyarakat, dan negara Republik Indonesia, menuju Keridhaan Ilahi. Dengan rumusan ini, Masyumi melalui cara-cara dan saluran-saluran demokratis yang
ingin menciptakan Indonesai yang bercorak Islam. Akan tetapi memberikan kebebasan
penuh kepada
golongan-golongan lain
untuk berbuat
memperjuangkan inspirasi politik sesuai dengan agama dan ideologinya masing-masing. Hak bebas bagi golongan-golongan lain ditegaskan dalam
tafsiran anggaran dasar partai. Dalam perjalanan sejarahnya orang memang
meragukan kejujuran Masyumi dalam membela dan mempertahankan prinsip- prinsip demokrasi dalam suatu pluralisme ideologi, sekalipun umat Islam
secara kuantitatif merupakan mayoritas mutlak dari penduduk Indonesia. Mayoritas tidak berarti seluruhnya menjadikan Islam sebagai ideologi politik.
Secara ideologis, hanya partai-partai saja yang di kategorikan sebagai wakil Islam pada waktu itu, karena ideologi itu telah mempersempit ruang gerak
Islam.
F. Masyumi dan Kabinet Syahrir 1945-1947