1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Suatu entitas bisnis membutuhkan modal untuk melakukan aktivitas operasional usahanya. Sementara terdapat pihak yang memiliki kelebihan dana
investor-kreditor yang bermaksud menginvestasikan dananya ke perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan keamanan atas investasinya.Untuk itu
investor memerlukan informasi yang akurat dan relevan untuk mendukung pengambilan keputusan pendanaan yang aman dan menguntungkan. Pelaporan
keuangan merupakan informasi yang menghubungkan komunikasi entitas bisnis dengan investor, kreditor dan pihak lain yang berkepentingan terhadap informasi
tersebut. Pelaporan keuangan di samping sebagai laporan pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik juga berfungsi sebagai informasi yang akan
digunakan oleh investor, kreditor dan pihak lain untuk mengambil keputusan ekonomi.
Laporan tahunan dan laporan keuangan merupakan salah satu informasi yang secara formal wajib dipublikasikan sebagai sarana pertanggungjawaban
pihak manajemen terhadap pengelolaan sumber daya pemilik, serta jendela informasi yang memungkinkan bagi pihak-pihak diluar manajemen, mengetahui
kondisi perusahaan. Namun sejauh mana informasi yang dapat diperoleh sangat tergantung pada tingkat pengungkapan disclosure dari laporan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2 Pengertian dari pengungkapan menurut Evans 2003 adalah “penyediaan
informasi dalam statemen keuangan termasuk statemen keuangan itu sendiri, catatan atas statemen keuangan, dan pengungkapan tambahan yang berkaitan
dengan statemen keuangan”. Pengungkapan yang tepat mengenai informasi yang
penting bagi para investor dan pihak lainnya hendaknya bersifat cukup adequate, wajar fair, dan lengkap full Chariri dan Ghozali, 2003: 235.
Pengungkapan cukup adequate ini mencakup pengungkapan minimal yang harus dilakukan mandatory disclosure. Pengungkapan secara wajar fair
menunjukkan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan. Sedangkan pengungkapan
yang lengkap full mensyaratkan perlunya menyajikan semua informasi yang relevan.
Pengungkapan laporan keuangan memiliki 2 dua jenis pengungkapan. Pertama adalah pengungkapan wajib mandatory disclosure, yaitu pengungkapan
minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku peraturan mengenai pengungkapan laporan keuangan yang dikeluarkan oleh pemerintah
melalui keputusan ketua BAPEPAM No. SE-02PM2002. Dan kedua adalah pengungkapan sukarela voluntary disclosure, yaitu pengungkapan butir – butir
yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku Darrough, 1993 dalam Naim dan Rachman, 2000.
Setiap perusahaan diwajibkan untuk membuat laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh auditor independen sebagai sarana pertanggungjawaban,
terutama kepada pemilik modal. Sebagai upaya untuk menarik minat konsumen
Universitas Sumatera Utara
3 dan membentuk public image yang optimal, perusahaan dituntut untuk
memberikan pengungkapan yang minimal sama dengan pesaingnya, atau dengan kata lain memenuhi pengungkapan yang diwajibkan oleh standar akuntansi yang
berlaku mandatory disclosure. Pada umumnya, konsep pengungkapan yang digunakan adalah
pengungkapan cukup. Hal tersebut dikarenakan pengungkapan cukup adequate ini mencakup pengungkapan minimal yang harus dilakukan agar laporan
keuangan tidak menyesatkan. Bagi beberapa pihak, pengungkapan yang terlalu lengkap full dianggap sebagai penyajian informasi yang berlebihan, sehingga
tidak bisa dikatakan layak. Terlalu banyak informasi akan membahayakan karena penyajian rincian yang tidak penting justru akan menyembunyikan informasi yang
signifikan dan membuatnya sulit dipahami. Oleh karena itu peneliti memfokuskan penelitian ini terhadap pengungkapan wajib mandatory disclosure.
Tingkat luas pengungkapan informasi antar perusahaan dalam industri yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Perbedaan ini dikarenakan adanya
perbedaan risiko dan karakteristik yang dimiliki oleh setiap sektor industri tersebut. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib mandatory disclosure pada perusahaan di sektor industri manufaktur.
Pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik tercantum dalam Lampiran Surat Edaran Ketua Bapepam No.
02PM2002 tanggal 27 Desember 2002, yang mulai berlaku efektif untuk laporan keuangan tahun 2003. Peraturan ini memiliki 13 tigabelas pedoman untuk
Universitas Sumatera Utara
4 masing-masing jenis industri, yaitu industri manufaktur, perdagangan,
transportasi, hotel, investasi, jalan tol, konstruksi, perkebunan, peternakan, real estate, restoran, rumah sakit, dan telekomunikasi. Total item pengungkapan
laporan keuangan untuk industri manufaktur adalah sebanyak 68 item dengan rincian sebagai berikut:
a. 40 item neraca b. 14 item laporan laba rugi
c. 6 item laporan perubahan modal d. 3 item laporan arus kas
e. 5 item catatan atas laporan keuangan Penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan
pengungkapan wajib sudah pernah dilakukan antara lain penelitian Fitriani 2001 terhadap signifikansi perbedaan tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dan
sukarela pada laporan keuangan. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 102 perusahaan dengan periode penelitian pada laporan keuangan tahun 1999. Dalam
penelitian tersebut, peneliti membuktikan adanya pengaruh faktor ukuran perusahaan, jenis perusahaan, status perusahaan, net profit margin dan Kantor
Akuntan Publik KAP terhadap kelengkapan pengungkapan wajib mandatory disclosure. Sedangkan tingkat leverage dan likuiditas tidak mempengaruhi
kelengkapan pengungkapan wajib mandatory disclosure. Penelitian lain juga dilakukan oleh Nugroho 2011 yang meneliti
pengaruh karakteristik perusahaan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan pada sektor industri makanan dan minuman yang terdaftar di
Universitas Sumatera Utara
5 Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik secara
simultan maupun parsial, variabel ukuran perusahaan, likuiditas, leverage, profitabilitas, dan saham publik mempunyai pengaruh signifikan terhadap indeks
skor pengungkapan laporan keuangan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Rahmawati et al. 2007 mengenai
pengaruh ukuran perusahaan, likuiditas, leverage dan profitabilitas terhadap pengungkapan wajib laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur dengan
sampel 71 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2004. Penelitian ini menunjukkan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap luas
mandatory disclosure, nilai likuiditas berpengaruh negatif terhadap luas mandatory disclosure, nilai leverage dan profitabilitas dan tidak mempengaruhi
luas mandatory disclosure. Sedangkan ukuran perusahaan, likuiditas, leverage, dan profitabilitas secara simultan tidak mempengaruhi mandatory disclosure.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pada hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Fitriani 2001 yang menyatakan bahwa
variabel likuiditas tidak mempengaruhi kelengkapan pengungkapan wajib tidak konsisten dengan penelitian Rahmawati et al. 2007 dan Nugroho 2011 yang
menyatakan bahwa luas pengungkapan wajib dipengaruhi oleh variabel likuiditas. Kemudian penelitian Nugroho 2011 yang menyatakan bahwa variabel leverage
mempunyai pengaruh terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan tidak konsisten dengan penelitian Rahmawati et al. 2007 yang menyatakan
bahwa variabel luas pengungkapan wajib tidak dipengaruhi oleh variabel leverage, namun penelitian Nugroho 2011 konsisten dengan Rahmawati et al.
Universitas Sumatera Utara
6 2007 dalam hal pernyataan bahwa variabel likuiditas mempengaruhi tingkat
keluasan pengungkapan wajib. Perbedaan hasil penelitian sebelumnya dapat disebabkan karena perbedaan
dasar acuan yang dipakai seperti metode statistik untuk analisis, populasi dan sampel penelitian, ataupun tahun penelitian yang berbeda. Adanya
ketidakkonsistenan terhadap penelitian sebelumnya memungkinkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk
meneliti lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib mandatory disclosure.
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian Rahmawati et al. 2007 yang meneliti pengaruh ukuran perusahaan, likuiditas, leverage, dan
profitabilitas terhadap mandatory disclosure. Namun ada beberapa perbedaan penelitian ini dengan penelitian Rahmawati et al. yaitu :
1. Periode penelitian Rahmawati et al. adalah tahun 2003 – 2004, sedangkan penelitian ini menggunakan periode pengamatan tahun 2008 – 2010.
2. Penelitian Rahmawati et al. menggunakan 4 variabel, ukuran perusahaan, likuiditas, leverage, dan profitabilitas, sedangkan penelitian ini tidak
menyertakan variabel profitabilitas karena dalam penelitian Rahmawati et al. variable profitabilitas tidak memiliki pengaruh terhadap mandatory disclosure.
3. Dalam penelitian Rahmawati et al. ukuran perusahaan diukur dengan kapitalisasi pasar, sedangkan dalam penelitian ini diukur dengan logaritma
natural total asset. Nilai total aset dipilih sebagai proxy atas ukuran perusahaan
Universitas Sumatera Utara
7 dengan mempertimbangkan bahwa nilai aset relatif lebih stabil dibandingkan
dengan nilai kapitalisasi pasar dan penjualan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul: “Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, dan Leverage terhadap Mandatory Disclosure Pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI” .
1.2 Perumusan Masalah