ditemukan virus Dengue tipe-3 yang memilki pasangan basa 290 bp. Rangkuman dari persentase nyamuk yang mengandung DEN-3 dapat dilihat dari Tabel 4 di
bawah ini.
Tabel 4. Rangkuman Hasil Penelitian Kecamatan
Jumlah ekor Positif DEN-3
Medan Helvetia 20
- 0,0
Medan Amplas 20
- 0,0
Medan Selayang 20
- 0,0
Medan Sunggal 20
- 0,0
Medan Baru 20
- 0,0
Total 100 0,0
IV.2. Pembahasan
Virus dengue sebagai penyebab Demam Berdarah Dengue yang ditularkan melalui nyamuk A. aegypti penting untuk dapat segera didiagnosa. Hal ini
berkaitan dengan semakin meningkatnya jumlah penderita DBD setiap tahunnya terutama di kota Medan dan dapat menimbulkan kematian Sulani, 2004.
Tujuan pemeriksaan dengan RT-PCR ini adalah untuk menentukan adanya RNA virus Dengue pada tubuh nyamuk dan sekaligus menentukan serotipe virus
Dengue yang ditemukan. Laporan dari WHO menyatakan bahwa seluruh wilayah tropis di dunia telah menjadi hiperendemis dengan keempat serotipe virus secara
bersama-sama di wilayah-wilayah Amerika, Asia Pasifik dan Afrika Hariadhi, 2007.
75
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan ternyata tidak ditemukan virus Dengue tipe-3 DEN-3 dari 100 sampel nyamuk yang diambil dari 5 kecamatan
di Kota Medan. Akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan ditemukannya virus Dengue tipe lain dalam tubuh nyamuk-nyamuk tersebut, karena primer yang
digunakan pada saat PCR adalah primer khusus untuk Dengue tipe-3 DEN-3. Berdasarkan penelitian Nisalak, dkk. 2003 di Bangkok, ternyata serotipe
virus Dengue bersirkulasi berbeda-beda seiring kurun waktu yang berbeda pula. Untuk DEN-3 terutama pada tahun 1987, 1995-1999, dan virus tipe ini sering
berkaitan dengan terjadinya wabah. Hariadhi, dkk. 2007 melakukan penelitian dari sampel darah penderita DBD
pada daerah endemik di Jawa Timur. Dari penelitian ini hanya ditemukan 1 orang 10 dari 10 penderita DBD yang menderita virus Dengue serotipe DEN-3 yang
dijumpai bersamaan dengan DEN-2 mix infection dan ternyata penderita ini mengalami infeksi DBD derajat IV SSD.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya DBD, antara lain faktor hospes host, lingkungan dan virus itu sendiri. Bahkan dari beberapa penelitian
menunjukkan adanya pergeseran genotipe virus sehingga menyebabkan terjadinya SSD Suhendro, 2006; Hariadhi, 2007.
Di Indonesia, faktor lingkungan musim juga mempengaruhi angka kejadian infeksi virus Dengue serta tipe virus yang berjangkit pada periode waktu tertentu.
Hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini.
76
Gambar 15. Pola Dominasi Serotipe Virus Dengue dari serum manusia dari tahun 2004-2007 Sumber : Depkes RI, 2007
Walaupun Gambar 14 di atas menunjukkan serotipe virus Dengue yang berasal dari serum manusia, tetapi dapat dipastikan bahwa gambaran infeksi yang
terjadi pada tubuh manusia berasal dari infeksi virus yang ditularkan oleh nyamuk. Gambar 14 juga menunjukkan bahwa infeksi virus Dengue dijumpai
puncaknya sekitar awal tahun dan serotipe yang paling dominan adalah DEN-2 diikuti DEN-3. Selain itu dapat juga kita lihat DEN-3 terutama ditemukan pada
KLB, yaitu peningkatan secara tiba-tiba pada tahun 2007 setelah menurun pada tahun 2006.
Suwandono, dkk. 2006 melaporkan bahwa di Indonesia terjadi KLB kasus DBD pada tahun 2004 dan saat itu ditemukan serotipe virus Dengue yang paling
dominan adalah DEN-3, diikuti DEN-2 dan DEN-1. Hal senada juga dilaporkan oleh Noguiera, dkk. 2001 pada peristiwa KLB DBD di Brazil, dimana
77
ditemukan serotipe virus DEN-3 sebagai serotipe virus Dengue yang paling dominan yaitu 99. Begitu juga laporan dari Bharaj, dkk. 2008 di India yang
menemukan serotipe virus DEN-3 sebagai serotipe yang paling dominan, diikuti DEN-1, DEN-2 dan DEN-4. Dari laporannya dikatakan pada KLB umumnya
ditemukan multiple virus serotipe sehingga dapat memperburuk gejala klinis penderita dan cenderung menyebabkan kematian.
Dari seluruh serotipe virus Dengue yang terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di banyak
daerah, yang diikuti DEN-2, DEN-1 dan DEN-4. Dan diketahui pula bahwa DEN- 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit Hariadhi, 2007. Virus Dengue tipe-3 DEN-3 yang ditemukan pertama kali pada tahun 1978
di Puerto Rico dan menghilang selama 16 tahun, kemudian muncul lagi pada tahun 1994 di Nikaragua, dan diindikasikan sebagai penyebab utama epidemik
DBD. Sedangkan tipe lain yaitu DEN-1, 2 dan 4 ditemukan secara endemik. Salah satu alasan mengapa DEN-3 sebagai penyebab timbulnya KLB kasus DBD adalah
bahwa pada situasi endemik yang biasanya muncul adalah DEN-1, 2 dan 4, sehingga secara imunologi tubuh masih ’virgin’ dengan DEN-3. Jadi, bila DEN-3
muncul akan meningkatkan kemungkinan terjadinya gejala klinis yang lebih parah. Tetapi tidak diketahui pasti mengapa secara tiba-tiba DEN-3 muncul
setelah menghilang selama beberapa tahun. Berdasarkan data yang ada dari seluruh dunia, diperkirakan peristiwa KLB umumnya terjadi 1 sampai 5 tahun.
78
Hal ini sesuai dengan peristiwa KLB di Indonesia yaitu pada tahun 1995, 2000 dan 2004 CDC, 1995; Virus Weekly, 2003; Sulani, 2004.
Menurut data dari P2P Dinas Kesehatan Kota Medan 2009 pada bulan September dan Oktober 2008, yaitu saat pengambilan sampel, berturut-turut
ditemukan 215 kasus dan 130 kasus DBD dari seluruh kecamatan di Kota Medan. Sedangkan jumlah keseluruhan penderita DBD dari bulan Januari sampai
November 2008 adalah 1440 kasus. Jumlah penderita DBD ini lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah penderita DBD pada tahun 2007 yaitu 1917 kasus.
Jadi dari data ini dapat disimpulkan bahwa pada saat pengambilan sampel, di Kota Medan tidak terjadi KLB DBD, sehingga hal ini dapat menjadi sebab tidak
ditemukannya virus Dengue tipe-3 DEN-3. Kekurangan
penelitian ini sehingga tidak ditemukannya virus Dengue tipe-3
DEN-3 adalah waktu pengambilan yang dilakukan kurang tepat yaitu pada saat tidak terjadi KLB DBD, atau di awal tahun dimana sering dijumpai lonjakan
kasus seperti Gambar 14 di atas.
Sehubungan dengan perkiraan epidemik kasus DBD di Indonesia dan hampir di seluruh dunia yang berlangsung kira-kira setiap 5 tahun, ada baiknya lebih
ditingkatkan kewaspadaan akan munculnya KLB DBD pada tahun 2009 ini, karena kasus KLB DBD terakhir di Indonesia adalah tahun 2004.
Dengan tidak ditemukannya DEN-3 dari tubuh nyamuk A.aegypti pada penelitian ini, seharusnya menjadi hal yang patut dikhawatirkan, karena
79
kemungkinan timbulnya gejala klinis yang lebih parah seperti SSD bila DEN-3 kembali muncul. Sehingga peneliti berpendapat hal ini patut menjadi perhatian
dari pemerintah untuk mencegah timbulnya kasus DBD dengan gejala klinis yang lebih parah atau bahkan dapat menimbulkan kematian.
80
81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN