terhadap vasodilatasi vaskuler juga kecil saja, namun peran leukotrien LTC4, LTD4 pada vasodilatasi adalah sepuluh kali lebih kuat dibanding histamin.
Provokasi hidung dengan LTD4 menyebabkan peningkatan tahanan udara hidung, tanpa rasa gatal, tanpa bersin-bersin dan tanpa beringus. PGD2 dan
bradikinin juga jauh lebih kuat dalam menimbulkan buntu hidung. Demikian tonin-gene related dapat menimbulkan
infeksi intra-sel dihasilkan satu set sitokin yang disebut sitokin tipe 1 yang dip
agai sitokin tipe 2, antara lain IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-10, IL-13 dan GMCF
diproduksi oleh sel Th
2
, sel mast dan sel basofil. Produksi IL-4 cepat dan bersifat transien, dapat dideteksi juga neuropeptida substance P dan calci
vasodilatasi dan karenanya turut dalam terjadinya buntu hidung Sumarman, 2001.
2.8.4 Peran sitokin pada rinitis alergi
Peran sitokin pada penyakit alergi mendapat perhatian para ahli setelah ditemukan oleh Mosmann et al 1986. Dilaporkan bahwa sel Th CD4
+
cenderung memproduksi dua jenis sitokin yang berbeda.
Berdasarkan jenis produk sitokinnya, pada awalnya sel Th dibedakan menjadi sel Th
1
dan sel Th
2.
Perubahanpolarisasi sel Th menjadi sel Th
1
atau Th
2
dipengaruhi oleh jenis antigen yang merangsang, dosis antigen, tipe sel penyaji antigen yang terlibat,
lingkungan mikro sitokin yang ada dan sinyal kostimulator yang diterima sel T serta faktor genetik. Pada
roduksi antara lain oleh sel Th1 yaitu IFN-
∂
dan IL-2. Penelitian lebih lanjut ditemukan berbagai sitokin lain seperti IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13 yang diproduksi oleh
sel Th
2
. Sitokin IFN-
∂
dianggap sebagai prototipe sitokin Th
1
sedangkan IL-4 merupakan protipe sitokin Th
2
. Pada individu yang atopik, sel T CD4
+
Th cenderung akan mengalami
polarisasi menjadi sel Th
2
yang akan melepaskan kombinasi khas berbagai sitokin yang disebut pula seb
yang sifatnya mempertahankan lingkungan proatopik yaitu menginduksi sel limfosit B untuk memproduksi IgE. Pada infeksi intra-sel dihasilkan satu set sitokin yang
disebut sitokin tipe 1 yang diproduksi antara lain yang diproduksi oleh sel Th1, yaitu: IFN-
∂
dan IL-2. Sitokin IL-4 pada manusia merupakan suatu glycoprotein yang
Patar L.H. Lumbanraja : Distribusi Alergen Pada Penderita Rinitis Alergi Di Departemen THT-KL FK USU RSUP…, 2007 USU e-Repository © 2008
dalam w
IL- 12 dan I
sdusikan oleh toll-like- receptor
aktu 1-5 jam dan ekspresinya hilang setelah 24-48 jam. Efek sitokin IL-4 selain pada perkembangan Th
2
adalah mengarahkan sel B untuk memproduksi IgE dan IgG
4
. Seperti diketahui IgE merupakan kunci untuk terjadinya penyakit atopi.
Sitokin IFN-
∂
selain diproduksi oleh sel Th
1
yang teraktifasi juga oleh sel NK dan sel T cytotoxic karena itu sering disebut sitokin tipe 1. Dilaporkan bahwa sebagai
pemicu aktifasi sel Th
1
adalah reaksi silang kompleks reseptor sel T, sedangkan sel NK sebagai pemicunya adalah sitokin yang dihasilkan oleh makrofag berupa TNF-
a
dan FN-
∂
sendiri. Dalam respon primernya terhadap rangsangan antigen, aktifasi sel Th
ditentukan oleh pengaruh lingkungan mikrositokin yang ada. Secara bersamaan IFN-
∂
dan IL-12 terlibat dalam menentukan diferensiasi sel Th untuk menjadi fenotipe Th
1
. Sitokin IL-12, merupakan bioaktif yang yang diproduksi oleh monosit-makrofag
yang teraktifasi dan sel-sel penyaji antigen APC yang lain. Yang merupakan sumber utamanya adalah sel-sel dendrit yang memproses dan menyajikan antigen terlarut
soluble pada sel T. Sel dendrit merupakan sel penyaji antigen kunci yang mengaktifkan sel T naive dan dapat dikatakan sel dendrit merupakan pengatur diferensiasi sel Th
1.
Peran tersebut terutama setelah dendrit mengalami maturasi akibat paparan mikroba atau sinyal bahaya kuat yang lain . Sel dendrit yang sudah matur berkurang kemampuan
endositosisnya, sedangkan kemampuan presentasi antigennya meningkat dengan mengubah ekspresi reseptor, berada di limfonodi regional dan meningkatkan produksi
sitokin imunoregulator termasuk IL-12. Sinyal bahaya ditran TLR yang diekspresikan pada sel dendrit dan sistem imun lain. Sinyal bahaya
ini cenderung memacu respon imun Th
1
dengan memacu sel dendrit untuk memproduksi sejumlah besar IL-12 dan meningkatkan sitokin tipe 1 yang lain.
Produksi sitokin IL-12 sangat dipengaruhi oleh mediator sitokin lingkungan yang terdapat selama berlangsungnya respon imun. Mediator yang meningkatkan
produksi IL-12 adalah IFN-
∂
dan TNF-
ß,
sedangkan yang menghambat produksinya adalah
IL-4, IL-13, TGF-
B
dan IL-10
.
Di antara mediator-mediator tersebut IFN-
∂
merupakan stimulator produksi IL-12 yang paling kuat. Sementara itu diketahui IL-12 mempunyai
efek memicu produksi IFN-
∂
, meskipun secara invitro untuk mendapatkan kadar IL-12 yang terukur diperlukan IFN-
∂
. Produksi IL-12 oleh makrofag dan neutrofil dapat dipicu secara langsung oleh lipopolisakarida LPS dan produk lain dari mikroorganisme
Patar L.H. Lumbanraja : Distribusi Alergen Pada Penderita Rinitis Alergi Di Departemen THT-KL FK USU RSUP…, 2007 USU e-Repository © 2008
patogen. Dengan demikian sitokin IL-12 terbukti merupakan salah satu pengatur sentral imunitas seluler yang mengaktifkan sel NK, juga merupakan mediator esensial utama
untuk diferensiasi sel Th naive ke Th
1
dan secara langsung memacu sekresi IFN-
∂
oleh sel Th
1
dan sel NK. Sementara itu IL-12 secara aktif terpicu di dalam makrofag dan monosit oleh IFN-
∂
sehingga respon Th
1
distabilkan oleh suatu jalur feedback positif. Ganggua
onosit, tetapi pre- inkubasi
cu IFN-
∂
yang poten. Suatu penemuan yang menunjukkan bahwa profil sitokin d
respon imun Th
1
telah didemonstrasikan baik secara in vitro maupun in vivo . Secara in- n kerja sitokin IL-12 mengakibatkan tidak ada respon Th
1
yang persisten, sementara itu produksi IL-12 oleh monosit dapat ditekan oleh sitokin lain termasuk IL-4
dan IL-10 yang merupakan produksi sel Th
2
. Sitokin Th
2
diduga merupakan inhibitor IL-12, tetapi hubungan antara sitokin Th
2
dengan IL-12 sebenarnya lebih kompleks. Misalnya IL-4 dan IL-13 akan menekan produksi IL-12 bila kedua sitokin tersebut ditambahkan saat stimulasi m
yang lama dengan kedua sitokin tersebut IL-4 dan IL-13 akan memicu produksi IL-12 yang tinggi. Mediator lain yang penting pada penyakit alergi, yaitu PGE
2
dan histamin, ternyata juga mempunyai efek menekan produksi IL-12. Heterogenitas sel Th
Th
1
dan Th
2
sekarang dapat diterima secara luas karena perbedaan tersebut menjelaskan penyimpangan imunitas yaitu hubungan timbal balik
antara imunitas humoral dan seluler dan menjelaskan terjadinya penyakit alergi sebagai akibat produksi berlebihan oleh sel Th
2.
Sementara itu diketahui bahwa sitokin Th
1
IFN-
∂
dapat menghambat produksi sitokin Th
2
IL-4 dan sebaliknya, sitokin Th
2
IL-4 dapat menghambat produksi sitokin Th
1
IFN-
∂.
Dilaporkan bahwa sel Th CD
4+
yang sudah mengalami diferensiasi penuh menjadi sel efektor Th
1
atau Th
2
akan memproduksi sitokin yang relatif tetap, demikian juga sel Th memori yang sudah mengalami polarisasi. Akan
tetapi sel Th memori yang belum mengalami polarisasi sel Th resting profil sitokinnya dapat diubah sesuai dengan lingkungan mikro-sitokin yang ada, dengan demikian sel
memori Th
2
menghasilkan sitokin Th
1
jika diaktifkan bersamaan dengan IL-12 yang merupakan pemi
ari populasi sel memori relatif fleksibel dan dapat dirubah reprogrammed merupakan suatu konsep penting dan mempunyai arti yang bermakna untuk pengobatan
penyakit alergi. Kemampuan sitokin IL-12 untuk merubah kembali respon imun Th
2
menjadi
Patar L.H. Lumbanraja : Distribusi Alergen Pada Penderita Rinitis Alergi Di Departemen THT-KL FK USU RSUP…, 2007 USU e-Repository © 2008
vitro diperlihatkan bahwa IL-12 mengahambat produksi IL-4 dalam suatu kultur darah tepi penderita alergi dan menekan produksi IgE oleh monosit darah tepi. Penelitian lain
menunju bahwa IL-12 menekan sintesis IL-4 dan IL-10 secara spesifik dan
si IFN-
∂
pada sel T CD4
+
pada penderita rinitis alergi.
ginya kadar IgE spesifik . Secara umum paparan ulang trhadap antigen tertentu
gambar
n, misalnya debu rumah yang memberi gejala asma bronkial dan asuknya antigen asing ke dalam tubuh, terjadi reaksi yang secara
garis be 1.
. Reaksi ini bersifat non esifik dan dapat berakhir sampai di sini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya
ihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder. kkan
meningkatkan produk
2.9 Antigen
Antigen yang membangkitkan reaksi hipersensitivitas tipe segera disebut alergen. Antigen yang membangkitkan reaksi hipersensitivitas adalah protein atau zat kimia yang
terikat protein terhadap mana individu atopi bersangkutan terpapar secara kronik. Pemaparan antigen sebelumnya secara alami merupakan faktor penting yang akan
menentukan ting diperlukan untuk menghasilkan reaksi atopi terhadap antigen bersangkutan
Kresno, 2001. Belum diketahui mengapa antigen tertentu menimbulkan reaksi alergi kuat dan
antigen lain tidak. Ada kemungkinan bahwa alergen tidak sering disertai adjuvan alami, karena itu gagal merangsang respon imun bawaan yang kuat yang seharusnya dapat
meningkatkan aktivasi makrofag dan sekresi sitokin penginduksi sel Th1, yaitu IL-12 dan IL-8. Sifat alergenik diduga terletak pada antigen itu sendiri, mungkin dalam epitop yang
dikenal oleh sel tertentu. Walaupun tidak ada struktur protein khusus yang dapat digunakan untuk memprediksi secara tepat bahwa protein itu alergenik, ada beberapa
an khas pada alergen yang sering dijumpai. Gambaran itu menyangkut berat molekul kemudian glikosilasi, dan sifat kelarutannya dalam cairan tubuh Kresno, 2001.
Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga memberi gejala campura
rinitis alergi. Dengan m sar terdiri dari:
Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen Ag
sp d
Patar L.H. Lumbanraja : Distribusi Alergen Pada Penderita Rinitis Alergi Di Departemen THT-KL FK USU RSUP…, 2007 USU e-Repository © 2008