Pembedahan Terapi Rinitis Alergi

2.12.2 Imunoterapi spesifik

Secara umum indikasi imunoterapi adalah penderita RAP dengan gejala menetap yang tidak responsif terhadap terapi konvensional. Rute pemberian imunoterapi yang predominan adalah subkutan Subcutaneus ImmunoterapiSIT. Imunoterapi subkutan sudah secara luas dilakukan termasuk di Indonesia dengan hasil yang memuaskan dalam mengurangi gejala RA dalam jangka panjang. Imunoterapi dikemukakan sebagai upaya yang efektif untuk mencegah timbulnya serangan asma pada penderita rinitis. Meskipun SIT terbukti banyak manfaatnya akan tetapi teknik ini mempunyai kelemahan karena sifatnya yang invasif, dapat menimbulkan reaksi anafilaktik pada beberapa kasus, serta tidak menyenangkan terutama bagi anak. Rute sublingual Sublingual Immunotherapy SLIT akhir-akhir ini mulai dilakukan terutama pada kasus rinitis dan asma. Sub Lingual Immunotherapy SLIT pertama kali diteliti secara buta ganda dengan kontrol pada tahun 1966 dan semenjak itu mulai banyak dilakukan karena cukup aman dan efektif serta cukup menyenangkan terutama untuk anak. Dalam berbagai penelitian SLIT dilaporkan cukup efektif untuk mengurangi gejala rinokonjungtivitis dan mencegah serangan asma. Salah satu hasil penelitian melaporkan bahwa SLIT dapat menurunkan IgE spesifik terhadap tungau debu rumah serta menurunkan eosinofil darah sedangkan secara klinis menurunkan konsumsi obat secara bermakna. Namun demikian dari suatu review terhadap berbagai penelitian yang membandingkan SIT dengan SLIT pada penanganan rino-konjungtivitis dan asma disimpulkan bahwa efektifitas SLIT terhadap rino-konjungtivitis dinilai masih rendah atau sedang dan SLIT saat ini belum dapat direkomendasikan sebagai alternatif pengganti SIT. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sebelum imunoterapi dilakukan sensitivitas penderita terhadap alergen yang spesifik harus ditentukan dengan cermat melalui tes kulit cukit maupun dengan RAST agar dapat dirancang terapi dengan tepat pada penderita secara individual. Disamping itu dipersyaratkan agar imunoterapi dilakukan oleh tenaga yang sudah terlatih Mulyarjo, 2006.

2.12.3 Pembedahan

Patar L.H. Lumbanraja : Distribusi Alergen Pada Penderita Rinitis Alergi Di Departemen THT-KL FK USU RSUP…, 2007 USU e-Repository © 2008 Terapi pembedahan khususnya dilakukan pada penderita RA dengan buntu hidung yang berat yang tidak responsif pada pengobatan farmakologi. Disamping itu pembedahan juga dilakukan bila terjadi penyulit seperti rinosinusitis kronik. Bila ada kelainan anatomis pada penderita RA seperti deviasi septum, pembedahan mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi keluhan buntu hidung. Pada penderita RAP yang sudah lama dan parah, akan terjadi resistensi terhadap medikamentosa yang sering digunakan. Di samping itu terjadi perubahan pada mukosa hidung diantaranya terjadi peningkatan struktur kelenjar di konka inferior. Kedua kondisi tersebut menyebabkan buntu hidung yang menetap sehingga diperlukan terapi yang lebih agresif yakni pembedahan. Turbinektomi inferior merupakan tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengecilkan konka inferior merupakan tindakan yang diperkirakan efektif mengurangi keluhan buntu hidung dan rinore pada RAP Mulyarjo, 2006. Berbagai teknik turbinektomi telah dilaporkan dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Teknik turbinektomi yang dilaporkan antara lain adalah : reseksi sebagian konkka, kauter laser, kauter listrik, cryosurgery, reseksi submukosa dan reseksi submukosa dengan lateral displacement. Talmon et al, melaporkan dalam penelitiannya terhadap 357 penderita bahwa turbinektomi inferior total bilateral yang dilakukan merupakan pembedahan yang relatif aman dan efektif. Akan tetapi laporan lain dari sebuah penelitian random yang dilakukan oleh Passali et al terhadap 382 penderita yang dilakukan turbinektomi dengan berbagai teknik, dalam evaluasi selama 6 tahun pasca bedah menghasilkan temuan bahwa hanya reseksi submukosa yang menghasilkan perubahan optimal jangka panjang terhadap patensi rongga hidung, restorasi klirens mukosilier dan kadar IgA mukosa. Meskipun demikian dilaporkan juga bahwa komplikasi perdarahan dapat terjadi pada reseksi, baik sebagian konka maupun submukosa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa turbonektomi dapat menjadi alternatif solusi untuk mengatasi buntu hidung yang berat pada RAP. Perlu dipilih teknik pembedahan yang tepat serta dilakukan oleh tenaga yang terlatih agar didapatkan hasil yang efektif Mulyarjo, 2006.

2.13 Komplikasi