Pencemaran Udara Dalam Ruangan Status Ekonomi dan Pendidikan Diagnosis Pneumonia

sesuai dengan penelitian-penelitian yang dilakukan 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa ASI kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi bakteri dan virus. Penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa ASI melindungi bayi terhadap infeksi saluran pernapasan berat. Menurut penelitian Heryana dkk menyatakan bahwa pemberian ASI dan lamanya pemberian ASI merupakan faktor yang sangat penting terhadap kejadian pneumonia pada bayi .

f. Status Imunisasi

25,26,28 Faktor resiko lain yang mempengaruhi terjadinya peningkatan insidens dan kematian pneumonia pada bayi dan anak balita yaitu imunisasi yang tidak memadai atau tidak lengkap. Anak yang belum pernah mendapat imunisasi campak mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kematian pada bayi dan balita yang sedang menderita pneumonia. 28 Penelitian di Klaten yang dilakukan oleh Dewi, dkk 1995 menemukan anak yang diimunisasi tidak lengkap lebih banyak pada kasus pneumonia. 25 Imunisasi yang dianjurkan sesuai dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG pada usia 0-3 bulan, DPT I-III pada usia 2,4,6 bulan, Polio I-IV pada usia 2,4,6,18 bulan dan campak pada usia 9-12 bulan. 26

g. Pencemaran Udara Dalam Ruangan

24 Pengaruh lingkungan dalam rumah terhadap kegiatan sehari-hari tidaklah terjadi secara langsung. Lingkungan yang kelihatannya tidak memiliki potensi bahaya ternyata dapat menimbulkan gangguan kesehatan penghuninya. Secara klinis gangguan kesehatan akibat lingkungan dalam rumah yang tidak memenuhi Universitas Sumatera Utara standardapat mengakibatkan gangguan akut, kronis maupun gangguan yang sepertinya tidak ada artinya. Penelitian yang dilakukan Sukar,dkk 1996 di Kabupaten Indramayu menemukan beberapa pencemar udara seperti CO, NO2, SO2, NH3 dan formaldehida dalam ruangan ,dan hal ini merupakan kontribusi tidak kecil terhadap terjadinya ISPA.

h. Status Ekonomi dan Pendidikan

7,28 Status sosial ekonomi dan pendidikan dianggap sebagai faktor resiko penting untuk ISPA. Hasil penelitian oleh Kartasasmita 1993 di Cikutra Bandung, menyebutkan bahwa prevalensi ISPA ringan dan sedang pada balita yang berasal dari kelompok berpenghasilan rendah lebih tinggi secara bermakna, dibandingkan dengan yang berasal dari kelompok keluarga yang berpenghasilan lebih tinggi. 28 Hasil penelitian Sarimawar Djaja dkk 2001 menyebutkan bahwa ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak membawa anaknya untuk berobat ke fasilitas kesehatan, tetapi ibu dengan pendidikan rendah akan lebih memilih anaknya untuk berobat ke dukun atau mengobati sendiri. 7

2.5. Klasifikasi Pneumonia

20

2.5.1. Klasifikasi Pneumonia pada anak usia 2 bulan - 5 tahun

a. Pneumonia berat Ditandai dengan nafas cepat dan sesak nafas yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Universitas Sumatera Utara b. Pneumonia Anak dengan nafas cepat dan tidak disertai dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Patokan nafas cepat adalah 50 kali permenit atau lebih untuk anak umur 2 -12 bulan dan untuk anak umur 1-5 tahun adalah 40 kali permenit atau lebih. c. Bukan Pneumonia Anak tanpa tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan nafas tidak cepat

2.5.2. Pneumonia pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan

a. Pneumonia berat Bayi berumur kurang dari 2 bulan yang nafasnya cepat atau dengan tarikan dinding dada ke dalam. Batas nafas cepat untuk golongan umur kurang dari 2 bulan adalah 60 kali permenit atau lebih. b. Bukan pneumonia Bayi kurang dari 2 bulan yang nafasnya kurang dari 60 kali per menit dan tidak mengalami tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke dalam.

2.6. Diagnosis Pneumonia

29 Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, penentuan klasifikasi pneumonia berat dan pneumonia sekaligus merupakan penegakan diagnosis, sedangkan penentuan klasifikasi bukan pneumonia tidak dianggap sebagai penegakan diagnosis. Jika seorang balita keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia Universitas Sumatera Utara maka diagnosis penyakitnya adalah : batuk pilek biasa common cold, pharyngitis, tonsillitis, otitis atau penyakit ISPA non-pneumonia lainnya. Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang dipakai oleh Program P2 ISPA, diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi napas napas cepat sesuai umur. Adanya napas cepat fast breathing ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernapasan. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada usia 2 bulan - 1 tahun dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun - 5 tahun. Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam chest indrawing pada anak usia 2 bulan - 5 tahun. Untuk kelompok umur 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat, yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam severe chest indrawing.

2.7. Pencegahan Pneumonia