b. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Tempat place
21, 22
Hasil SDKI pada tahun 1991 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia di daerah perkotaan sebesar 9 per 100 balita dan di daerah pedesaan sebesar 10 per 100
balita dan prevalensi tersebut berdasarkan wilayah diperoleh prevalensi didaerah Jawa-Bali 9 per 100 balita dan diluar pulau Jawa- Bali sebesar 11 per 100 balita.
21
Hasil SDKI pada tahun 1994 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia di daerah perkotaan dan di daerah pedesaan sama yaitu sebesar 9 per 100 balita dan
prevalensi tersebut berdasarkan wilayah diperoleh prevalensi di daerah Jawa-Bali dengan di luar Jawa-Bali adalah sama yaitu sebesar 10 per 100 balita.
21
Hasil SDKI pada tahun 1997 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia di daerah perkotaan dan daerah pedesaan sedikit mengalami penurunan yaitu daerah
perkotaan sebesar 8 per 100 balita dan daerah pedesaan sebesar 9 per 100 balita sedangkan berdasarkan wilayah juga mengalami sedikit penurunan yaitu pada
wilayah Pulau Jawa-Bali prevalensinya adalah 8 per 100 balita dan wilayah luar pulau Jawa-Bali prevalensinya adalah sebesar 10 per 100 balita.
21
Hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia di daerah pedesaan yaitu sebesar 11 per100 balita dan di daerah perkotaan yaitu sebesar
8 per 100 balita.
22
c. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Waktu time
21, 22
Dari data SDKI tahun 1991, tahun 1994, tahun 1997 dan 2001 dapat diketahui prevalensi pneumonia pada balita masing-masing tahun yaitu 10 SDKI tahun 1991,
10 SDKI tahun 1994, 9 pada tahun 1997 dan 7,6 pada tahun 2001 . Dari data
di atas diketahui bahwa prevalensi pneumonia pada balita mengalami penurunan.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Faktor Determinan Pneumonia a.
Umur
23, 24
Bayi dan anak balita memiliki sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna dan saluran udara yang sempit adalah kelompok yang sangat beresiko tinggi untuk
terserang pneumonia dari pada individu remaja dan dewasa.
23
Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi pada anak berumur di bawah 3 tahun dan kemudian terbanyak terjadi pada bayi yang
berusia kurang dari 2 bulan.
23
Faktor umur merupakan salah satu faktor determinan untuk menyebabkan kematian pada balita yang sedang menderita pneumonia. Menurut penelitian Sukar
Agustina Lubis dkk di Indramayu bahwa semakin tinggi umur balita yang sedang menderita pneumonia maka akan semakin kecil resiko terkena pneumonia.
24
b. Jenis Kelamin
20, 25
Anak laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk terserang pneumonia dibandingkan dengan perempuan.
20
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dewi, NH.dkk 1995 di Klaten, Jawa Tengah, menyebutkan bahwa proporsi kasus ISPA-
Pneumonia menurut jenis kelamin tidaklah sama antara anak laki-laki dengan anak perempuan yaitu laki-laki sebesar 59 sedangkan perempuan sebesar 41.
25
c. Status Gizi
22, 30
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk ISPA. Tinjauan kepustakaan oleh Martin yang dikutip oleh Djaja 1999
membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dengan infeksi paru sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Penyakit infeksi
Universitas Sumatera Utara
yang menurunkan nafsu makan anak, sehingga konsumsi makanan menurun, padahal kebutuhan anak akan gizi waktu sakit akan meningkat. Jadi anak yang berulangkali
terkena penyakit infeksi dan kronis akan mengalami gangguan gizi.
22
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi, dkk 1995 di Kabupaten Klaten menemukan bahwa faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia
pada anak balita adalah status gizi. Parameter antropometri merupakan dasar dari
penilaian status gizi. Penggolongan status gizi yang digunakan yaitu indeks antropometri Berat Badan menurut Umur BBU.
30
d. BBLR Berat Badan Lahir Rendah