rahasia pengolahan tuak tersebut. Tapi biasanya, tidak ada paragat perempuan, mungkin karena kegiatan paragat sehari-hari yang turun ke jurang, menaiki pohon aren dan
membawa tuak yang tertampung ke kampung sangat keras untuk perempuan..Sebagian paragat membuka kedai tuak sendiri, tetapi pada umumnya sebagian besar paragat
menjual tuak kepada kedai atau agen tuak.
2.2.2 Tuak dari batang kelapa
Produksi dan distribusi tuak dari batang kelapa hampir sama dengan yang di ambil dari batang aren. Di Medan Pohon aren tidak dapat tumbuh karena sejajar dengan
permukaan air laut,maka tuak di sadap dari batang kelapa, untuk membuat tuak harus terlebih dahulu memanjat pohon kelapa.
Manggar ialah bakal buah kelapa yang umurnya sekitar tiga bulan. Artinya, manggar sudah tua, tetapi belum muncul kelapanya. Manggar muda belum banyak
niranya, sementara yang sudah keluar kelapanya sudah tidak bisa disadap. Penyadapan dilakukan dengan memotong ujung manggar sekitar lima sentimeter. Setelah itu, selama
tiga hari setiap pagi dan sore ujung manggar tersebut dipotong lagi sekitar satu sentimeter hingga akhirnya mengeluarkan nira. Nira baru dapat keluar kira-kira tiga hari setelah
pemotongan pertama Setelah mengeluarkan nira, pelepah yang membungkus manggar dapat dibuka. Manggar selanjutnya disatukan dan diikat kuat lalu diarahkan ke bawah
supaya nira dapat menetes. Tetesan nira itulah yang kemudian ditampung di jerigen- jerigen.
Manggar yang baik, dapat terus meneteskan nira hingga satu bulan. Sementara yang kurang baik, penyadapan hanya bisa berlangsung dua minggu. Manggar yang baik
Universitas Sumatera Utara
biasanya dimiliki pohon kelapa lokal berumur di atas enam tahun yang daunnya tampak mengkilap dan turun ke bawah. Di setiap pohon, dalam waktu yang sama sebaiknya
hanya ada dua manggar yang disadap. Sebab, jika terlalu banyak manggar yang disadap, kualitas dan kuantitas nira yang dihasilkan akan berkurang, Setiap pagi antara pukul
08.00 hingga 10.00, nira yang sudah ditampung itu diambil para peragat dan kemudian diolah. Sorenya para peragat harus kembali memanjat untuk memotong manggar agar
nira tetap menetes. Dalam sehari para paragat biasanya hanya bisa memanjat menyadap 20 pohon. Lebih dari itu, mereka mengaku tidak kuat
Untuk memaksimalkan nira yang didapat, setiap dua minggu sekali mereka mencari manggar baru untuk disadap. Jadi, meski pohon yang disadap terbatas, jumlah
tuak yang mereka peroleh relatif stabil, setiap hari antara 25 sampai 30 liter, tuak hasil sadapan yang berwarna putih seperti susu itu lalu disaring hingga benar-benar bersih.
Penyaringan kadang harus dilakukan sampai tiga kali karena tuak yang diambil dari pucuk pohon kelapa sering bercampur dengan sisa-sisa potongan manggar atau lebah
pencari tuak Setelah bersih, di dalam tuak yang rasanya manis itu lalu dimasukkan potongan
kulit pohon kulit raru. Kulit raru dapat digunakan hingga empat kali. Setelah itu harus dibuang karena sarinya sudah habis, hal ini bias diketahui dengan melihat bahwa kulit
raru tersebut telah layu dan warnanya berubah dari cokelat segar menjadi keputih-putihan. Setelah direndam selama enam sampai delapan jam di dalam tuak, kulit raru diambil lagi
dan dicampurkan dengan tuak. Jika kulit pohon raru yang direndam terlalu banyak, tuak akan berwarna cokelat dan rasanya terlalu pahit. Dan kalau kurang, tuak akan manis dan
berwarna putih. Menurut para paragat dari 30 liter nira hasil sadapan, dapat dibuat 45
Universitas Sumatera Utara
botol tuak, biasanya tuak akan bertahan sekitar dua hari. Setelah itu, tuak harus dibuang karena rasanya sudah masam.
2.3 Sejarah Perkembangan Sake