Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
pembiayaan di sektor-sektor riil yang potensial. Namun, sebagai bank yang belum memiliki pangsa pasar yang besar, bank syariah akan lebih hati-hati lagi dalam
memberikan pembiayaan. Saat ini pembiayaan pada bank syariah lebih mahal daripada kredit di bank konvensional. Ini adalah tantangan bagi bank syariah. Bank syariah selain
harus menghadapi persaingan antar bank syariah yang saat ini banyak bermunculan, tapi juga harus menghadapi persaingan dari bank-bank konvensional.
Pada surat Al- Isra’ 17 ayat 30 disebutkan:
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi
Maha Melihat akan hamba-hamba- Nya.”
Allah menegaskan dalam ayat tersebut bahwa Dia lah yang menjamin atau telah menyediakan rezeki untuk manusia. Di sinilah manusia tinggal berusaha secara optimal
sebagai media untuk meraih rezeki tersebut. Bank syariah saat ini terus berkembang pesat dengan mulai bertambahnya Bank
Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan BPRS yang semakin banyak dari segi kuantitas membuat persaingan semakin ketat. Data perkembangan bank syariah di Indonesia dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
3
Tabel 1.1 Data Perkembangan Bank Syariah di Indonesia:
Indikator Desember
2009 2010
2005 2006
2007 2008 Sep
Des Jan
Feb Mar
Apr Mei
Bank Umum Syariah BUS Jumlah Bank
3 3
3 5
5 6
6 7
8 9
10 Jumlah Kantor
304 349
401 581
660 711
820 852
934 918
970 Unit Usaha Syariah UUS
Jumlah Bank 19
20 26
27 24
25 25
25 25
25 24
Jumlah Kantor 154
183 196
241 264
287 288
294 299
312 298
BPR Syariah Jumlah Bank
92 105
114 131
137 138
140 142
143 144
144 Jumlah Kantor
92 105
185 202
220 225
262 265
266 271
271
Total Kantor 664
765 925
1187 1310
1392 1541
1585 1675
1679 1717
Sumber:Statistik Perbankan Syariah Islamic Banking Statistics Bank Indonesia Mei 2010
Persaingan dalam industri perbankan berkembang dengan cepat. Pada awalnya keunggulan teknologi telah menjadi keunggulan kompetitif bagi bank-bank pelopor
teknologi. Hingga dekade 1990-an, bank yang unggul secara teknologi seperti on-line system dan menggunakan ATM secara atraktif mampu menjaring nasabah jauh lebih
banyak daripada bank lain yang masih menggunakan off-line system. Saat ini sudah hampir semua bank besar dan menengah menggunakan teknologi tersebut. ATM dan on-
line system saat ini tidak lagi dapat menjadi faktor penentu keunggulan kompetitif sebuah bank, karena fasilitas tersebut saat ini telah berubah menjadi suatu keharusan dan menjadi
standar pelayanan bank. Pada saat kondisi bank menjadi standar pada tingkatan yang lebih tinggi, maka persaingan antar bank saat ini telah kembali mengarah ke persaingan
4
harga. Harga harus menjadi sangat kompetitif agar dapat menarik minat untuk nasabah dan calon nasabah. Agar bank dapat memberikan harga yang kompetitif dan juga laba
yang dihasilkan optimal, maka efisiensi pengelolaan dana sangatlah penting.
3
Di tengah persaingan yang cukup ketat dengan banyaknya bank-bank syariah yang bermunculan, efisiensi suatu bank syariah akan menjadi modal agar dapat menjadi
yang terbaik di antara bank-bank syariah yang lainnya. Pendapatan bank syariah yang utama adalah dari pembiayaan. Dengan efisiennya bank syariah, maka bank syariah akan
dapat memberikan persentase fee atau margin yang lebih kecil bagi para peminjam dana di bank syariah, sehingga ini menjadi daya tarik utama bagi nasabah yang ingin
meminjam dana bank syariah. Dengan pengelolaan dana yang efisien, bank syariah akan dapat bersaing. Dengan demikian market share bank syariah dapat meningkat.
Untuk lebih menjaga kesehatan bank dan juga untuk lebih menjaga likuiditas bank, termasuk Bank Syariah, BI mengeluarkan peraturan yaitu menaikan persentase
GWM Giro Wajib Minimum yang saat ini berkisar 8 yang akan diberlakukan mulai November 2010.
4
Peningkatan GWM ini bertujuan agar likuiditas bank dapat lebih terjaga. Dengan naiknya GWM berarti biaya operasional meningkat. Ditambah lagi bank
diharuskan tetap harus memenuhi rasio LDRFDR pada bank syariah yaitu minimal 78. Artinya perbankan harus bisa menyalurkan dananya yang ada minimal 78 dalam bentuk
pemberian pinjaman. Hal tersebut sangat menurunkan keuntungan pada bank. Pihak bank juga tidak
dapat menaikan margin atau fee kepada para nasabah yang ingin mendapatkan
3
Ferry N. Idroes dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006, hal. 23
4
Peraturan Bank Indonesia No. 1219PBI2010 tentang Giro Wajib Minimum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing.
5
pembiayaan. Jika margin dinaikan maka akan beresiko nasabah akan tidak mampu membayar kembali pembiayaan yang telah diberikan oleh bank, yang akan berakibat
naiknya rasio NPF Non Performing Financing. Selain itu, dengan menaikan margin atau fee pada pembiayaan, dikhawatirkan tidak ada nasabah yang tertarik untuk
mendapatkan pembiayaan pada bank tersebut dan beralih pada bank syariah lain yang lebih rendah margin atau fee-nya. Untuk itu, bank syariah harus lebih menekan biaya-
biaya yang ada, sehingga tidak perlu menaikan tingkat marginnya. Di tengah ketatnya persaingan margin antar bank syariah dan juga semakin
mengekangnya peraturan-peraturan yang ada, efisiensi pada bank syariah semakin diperlukan. Dengan demikian bank syariah dapat menghasilkan output yang maksimal
dengan input yang ada atau bank syariah dapat tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu.
Menurut Berger dan Humprey 1992 – dalam Arganta Yuwana
5
bahwa dalam industri perbankan, untuk mengukur kinerja efisiensi, dikenal dua pendekatan yang
secara umum sering digunakan, yaitu pendekatan tradisional traditional approach dan pendekatan frontier frontier approach. Pendekatan tradisional merupakan pendekatan
yang membandingkan rasio-rasio keuangan yang ada pada bank. Pendekatan ini merupakan pendekatan parsial yang digunakan dalam metode CAMELS. Sedangkan
frontier approachfrontier efficiency merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi aset input-output dalam sebuah standar ukuran tertentu.
Selama ini kinerja bank diukur menggunakan standar akuntansi, misalnya dari return on equity ROE, return on asset ROA, asset turn over maupun return on
5
Arganta Yuwana, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Bank Go-Public di Indonesia Periode 2002-
2007 Dengan Menggunakan Metode Stochastic Frontier Approach,” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran, Bandung, 2008, h. 4.
6
permanent capital. Namun, dengan mengukur efisiensi dari standar akuntansi sumber- sumber inefisiensi pada manajerial perbankan dan faktor-faktor eksternal dan internal
yang mempengaruhi terjadinya inefisiensi pada bank tidak dapat diketahui.
6
Dalam mengukur tingkat efisiensi, terdapat 2 pendekatan. Pertama, melalui pendekatan parametric diantaranya Stochastic Frontier Approach SFA, Thick Frontier
Approach TFA, dan Distribution Free Approach DFA. Yang kedua, melalui pendekatan non parametric diantaranya Data Envelopment Analysis DEA dan Free
Disposable Hull. Pengukuran efisiensi dengan pendekatan non parametric DEA menghasilkan
kesimpulan yang tidak dapat dianalisis secara statistika dan dapat menyebabkan kesalahan dalam ukuran dan outliers. Pendekatan parametric menghasilkan stochastic
cost frontier yang memperhitungkan random error dan menghasilkan kesimpulan secara statistika.
Untuk itu, peneliti akan menggunakan pendekatan parametrik yaitu Stochastic Frontier Approach SFA dalam penelitian ini. Metode SFA ini dikembangkan oleh
Aigner, Lovell, Schmidt 1977. Selama ini dari berbagai penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa bank
syariah belum maksimal mencapai tingkat efisiensi. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Suswandi 2007 menunjukan bahwa tingkat efisiensi profit pada bank
syariah di Indonesia pada periode Januari 2003 sampai Desember 2006 belum maksimal. Hal tersebut ditunjukan oleh rata-rata efisiensi yang belum mencapai 100. Begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh M. Dadi Sutisna 2010 menunjukan bahwa
6
Adrian Sutawijaya Etty Lestari, “Efisiensi Teknik Perbankan Indonesia Pascakrisis Ekonomi: Sebuah
Studi Empiris Penerapan Model DEA,” Jurnal Ekonomi Pembangunan, vol. 10, no. 1, Juni 2009, hal.51
7
tingkat efisiensi profit pada 21 bank syariah di Indonesia pada periode 2006 sampai 2008 juga belum mencapai hasil yang maksimal. Hal ini semakin menunjukan bahwa bank
syariah harus benar-benar bersikap rasional agar dapat terus bersaing di tengah ketatnya persaingan antar bank yang lain. Untuk itu permasalahan efisiensi sangatlah penting
untuk diteliti agar bank syariah semakin optimal dalam mencapai tingkat efisiensinya. Seperti yang telah diuraikan di atas, dengan semakin meningkatnya biaya-biaya
yang harus dikeluarkan oleh bank syariah diantaranya biaya dana pihak ketiga yang terus meningkat dan seiring dengan banyaknya persaingan serta bertambahnya pula biaya
operasional, apalagi dengan akan dinaikannya rasio GWM menjadi 8 yang membuat bank syariah harus lebih meningkatkan kinerjanya agar keuntungan yang didapat tetap
optimal. Dengan demikian penulis ingin melakukan penelitian mengenai hal tersebut yang dituangkan penulis dalam skripsi berjudul
“EFISIENSI PENGELOLAAN DANA BANK SYARIAH DI INDONESIA Dengan Pendekatan Parametrik”