PENUTUP Penyerbuan Amerika Serikat atas Irak dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat Irak 2003-2007
                                                                                3 sipil tidak berdosa menjadi tumbal dari kebiadabannya, sehingga beban psikilogis
sosial masyarakatnya pun menjadi taruhannya. Rakyat  Irak,  paling  khususnya  warga  Baghdad,  merasakan  bahwa
penyingkiran Saddam tidak menyelesaikan masalah. Penyingkiran Saddam, untuk beberapa  waktu,  tidak  memberikan  kedamaian,  ketenteraman,  keamanan,  dan
kenyamanan  hidup.  Aktivitas  di  Baghdad  mulai  hidup  ketika  matahari  muncul dari ufuk timur, jalan-jalan pada siang hari padat, dan pada saat mentari persis di
puncak langit, panasnya begitu terasa, betapa kegiatan transaksi jual beli di pasar di sana cukup terlihat ramai walaupun kondisi was-was selalu menghantui warga
sipil yang hendak berdagang ataupun membeli. Setelah berakhirnya Perang Teluk I antara Irak dan Iran terjadi Perang Teluk
II.  Perang  Teluk  II  ini  merupakan  peperangan  antara  Irak  dengan  Kuwait.  Di mana rezim Saddam Hussein yang mengklaim diri sebagai pemimpin negara Arab
atau  Timur  Tengah  ketika  itu  mencaplok  negara  Kuwait  dan  menjadikannya bagian  dari  propinsi  Irak.  Penyebab  utama  daripada  terjadinya  Perang  Teluk  II
diakibatkan karena perbatasan tanah yang selalu menjadi sengketa di antara kedua negara.  Apalagi  Saddam  Hussein  berupaya  melakukan  kilas  balik  sejarah  tanah
negara  Kuwait  yang  merupakan  bagian  dari  teritorial  Irak  di  masa  lalu  dengan merujuk  pada  sejarah  Mesopotamia.  Sekitar  tanggal  31  Juli-1  Agustus  1990
delegasi  Kuwait  dan  Irak  melakukan  perundingan  damai  di Jeddah.  Perundingan gagal karena Kuwait bersikap keras menolak permintaan dan tuntutan Irak. Lantas
tanggal  2  Agustus  1990  mulailah  Irak  menyerbu  Kuwait  sekitar  jam  03.00  pagi dan  berhasil  menguasai  negeri  itu  dalam  beberapa  jam,  dan  bisa  dibilang  tanpa
4 perlawanan  berarti.  Emir  Kuwait  sempat  melarikan  diri  ke  Saudi  Arabia.  Raja
Fahd ibn Abdul Aziz mengecam tindakan invasi Irak atas Kuwait.
3
Tidak  hanya  itu,  Riza  Sihbudi  dalam  bukunya  Bara  Timur  Tengah  pun memiliki asumsi lain terkait Perang Teluk II terjadi bukan hanya sengketa lahan.
Dikatakannya,  pemerintah  Baghdad  menderita  kerugian  sekitar  US  450  milyar akibat  perang  Iran-Irak  dan  terjerat  utang    US  80  milyar  sebagian  besar  dari
negara-negara  GCC  Gulf  Cooperation  Council,  khususnya  Saudi  Arabia  dan Kuwait. Padahal pendapatan tertinggi Baghdad diperkirakan hanya US 12 milyar
per  tahun.  Artinya,  untuk  kembali  membangun  negaranya,  Saddam  Hussein sedikitnya harus memiliki waktu 40 tahun lamanya. Bagi Saddam menyerbu dan
mencaplok  negara  Kuwait  merupakan  jalan  pintas  mengatasi  masalah  ekonomi negaranya.
Hingga  saat  itu  kecaman  dari  seluruh  dunia  pun  berdatangan.  Dewan Keamanan PBB pun ikut andil mengesahkan Resolusi 661, yang memberlakukan
sanksi  terhadap  Irak.  Ekspor  minyak  Irak  pun  mulai  terhenti  akibat  Irak menganeksasi Kuwait. Mulailah pasukan udara AS tiba di Saudi Arabia bergerilya
menyerang  Irak  sambil  menunggu  pasukan  multinasional  untuk  mendukungnya. Pada  21  Agustus  1990  melihat  konflik  ini  Eropa  melakukan  pertemuan  negara-
negara  Eropa  Barat  di  Paris  untuk  sepakat  mendukung  pengiriman  pasukan multinasional, di antaranya Inggris, Perancis, dan Belanda ke Teluk Persia Arab.
Gempuran  bertubi-tubi  pun  mulai  terdengar  keras  di  bumi  Irak  ketika  itu. Irak melakukan aksi perlawanan sendiri terhadap serangan pasukan multinasional.
beberapa ladang minyak Baghdad di antaranya ludes terbakar akibat sasaran rudal
3
Satrio  Arismunandar,  Catatan  Harian  Dari  Baghdad  Jakarta:  PT  Gramedia  Pustaka Utama, 1991, h. 174-175.
                                            
                