Masalah Kepemilikan Senjata Pemusnah Massal
39 tersebut masih saja terus bersikeras menolak dan mengakui Baghdad telah
memenuhi semua resolusi Dewan Keamanan DK PBB, jika tidak melaksanakan tuntutan baru tersebut.
27
Dengan begitu pihak oknum PBB, AS, dan sekutunya mempunyai opini dan alasan kuat untuk melakukan manuver kejahatan politiknya
di Timur Tengah terutama untuk menggempur negara Irak. Awal Perang Teluk I dan II merupakan awal kejayaan negara Irak memiliki
persenjataan lengkap dalam melawan negara yang dianggapnya musuh. Berbagai kalangan negara bahkan yang pernah bersekutu dengannya melakukan aksi
kecaman terhadap negara Irak dengan menindak musuh-musuhnya menggunakan senjata yang amat membahayakan apa yang disebut Barat sebagai weapons of
mass destruction senjata pemusnah massal. Tetapi kejayaan itu tidak berlangsung
lama. Waktu berlalu, di mana masa kekuasaan Saddam Hussein telah mengalami defisit yang begitu tajam sekitar tahun 1995-2002-an. Masa keemasan Saddam
mulai lenyap karena ketidakpercayaan masyarakat serta para negara-negara yang dulu bersahabat padanya menjadi apatis ketika ia mulai ditunggangi oleh asing
terutama AS. Namun bagaimanapun, negara-negara lain khusunya Islam tidak serta merta
mendukung tindakan AS dan sekutunya melakukan aksi serangan membabi-buta tanpa mengindahkan hak-hak rakyat sipil tidak berdosa. Sampai-sampai PBB
yang dulunya antipati terhadap Irak menjadi simpati dan empati atas terjadinya krisis Irak selang antara 2003-2007-an. Di sini AS melakukan aksi pengalihan isu
masa lampau dengan kontemporer, dengan melakukan statement bernada kurang bersahabat terhadap Baghdad dengan membangkit-bangkitkan senjata lengkap
27
Musthafa Abd. Rahman, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam, h.67-68.
40 milik Irak sebagai senjata perang melawan Iran dan Kuwait beserta memberantas
suku Kurdi ketika itu. Tuduhan terus menerus dari AS dan beberapa negara Barat bahwa Irak
kembali mengaktifkan program senjata kimia dan biologinya sejak berhenti kerjanya tim inspeksi PBB pada bulan Desember 1998. AS dan Inggris saat itu
khususnya, melempar berbagai macam serangan tuduhan terhadap Irak. AS dan Inggris misalnya menuduh Irak terus memproduksi senjata kimia dan biologi
untuk tujuan militer dan senjata tersebut sudah bisa digunakan dalam jangka waktu 45 menit saja jika ada instruksi dari pemimpin Irak. Irak juga dituding
mengembangkan laboratorium tidak permanen yang bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Irak dituduh pula melakukan transaksi ilegal
mendapatkan jenis-jenis barang dari luar negeri. Maka dari itu AS di sini sangat meragukan tentang komitmen Irak
melaksanakan semua resolusi DK PBB yang menyangkut senjata pemusnah massal agar sanksi PBB tetap berlanjut terhadap Baghdad. Apalagi pasca tragedi
11 September 2001 di AS. Presiden George Walker Bush secara terang-terangan ingin menyerang Irak untuk menumbangkan rezim Saddam Hussein di Baghdad.
Tidak berlebih-lebihan kalau kini muncul anggapan bahwa AS akan menabur kerikil-kerikil serta menabuh keras genderang untuk kinerja tim inspeksi PBB jika
kembali lagi ke Irak, sehingga tidak ada cara lain melainkan melancarkan serangan militer ke Irak.
28
Hingga akhirnya menimbulkan kontroversi mendalam mengenai hal ini, sebab di saat Irak mengalami kemunduran di sektor kepemerintahannya mana
28
Musthafa Abd. Rahman, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam, h.70.
41 mungkin Irak memiliki senjata pemusnah massal, dengan terpuruknya kondisi
ekonomi serta ketidakstabilan politik di masa akhir rezim Saddam, Irak laksana negara bola panas yang diperebutkan berbagai negara di antaranya AS yang begitu
mesra dengan Inggris ingin menggulingkan Saddam serta mengambil alih dan mengintervensi pemerintah Irak yang ketika itu dipimpin Saddam Hussein.
Ada salah satu pengamat AS bernama James Moore di antaranya melakukan uji investigasi serta melakukan analisa terhadap senjata pemusnah massal yang
intens disuarakan George Walker Bush dan sekutunya, tetapi fakta membuktikan belum ditemukannya sampai saat ini materi yang dialamatkan oleh Gedung Putih
untuk Baghdad. Semua berita yang didendangkan pemerintah AS hanya berupa kampanye
perang untuk mengeksploitasi opini agar sesuai dengan alasan AS. Di antara sumber yang obyektif dilakukan oleh pekerja jurnalistik AS yang tidak berat
sebelah dalam menanggapi masalah yang sedang dialami Irak, mengatakan dalam bukunya: Ini didasarkan atas tuduhan bahwa rezim yang berkuasa di negara
tersebut merupakan pendukung jaringan terorisme internasional, dan tuduhan soal kepemilikan senjata pemusnah massal yang dikembangkan rezim Saddam
Hussein . Tetapi menurut sumber lain yaitu buku Blood Money karya tim
investigasi perang Irak yang berasal dari AS bernama Christian Miller mengatakan: bahwa pada tanggal 3 Mei 2003 pasukan bersenjata AS
menganugerahkan kontrak senilai 7 milyar US kepada perusahaan Halliburton diniatkan untuk merehabilitasi industri minyak di Irak. Kemudian perusahaan
Halliburton memperoleh kucuran minyak Irak untuk pertama kalinya sejak
42 Invasi.
29
Ini mengakibatkan adanya indikasi yang kuat bagaimana latar belakang pendudukan AS atas Irak yang sebenarnya: tidak lain ingin menguasai minyaknya,
karena kita mengetahui bahwa negara Irak merupakan penghasil minyak ketiga terbesar di dunia.
Dengan dalih untuk menghentikan terorisme dan menghancurkan senjata pemusnah massal di Irak, itu semua terbantahkan setelah David Kay, ketua
inspektur persenjataan AS di Irak pada tanggal 28 Januari 2004, mengatakan pada seluruh dewan senat AS bahwa mereka tidak pernah menemukan senjata
pemusnah massal yang selalu menjadi alasan dari peperangan ini, dan hasilnya, bahwa intelijen pra-perang telah keliru.
30
Dengan begitu apa yang disematkan presiden Bush terhadap Irak merupakan pengalihan isu agar upaya dan ambisinya
bisa terimplementasi.