Kebijakan Politik Luar Negeri Saddam Hussein

31 kawasan ini. Ketiga persenjataan ini adalah symbol status, sebagai sebuah negara NBC, khususnya senjata nuklir, Irak di bawah rejim Saddam dapat mengancam Israel dan harus ditanggapi secara serius oleh pihak Barat. Oleh karena itu kebijakan luar maupun dalam negeri yang dilakukan banyak menuai kontroversi. 21 D.Kondisi Kehidupan antar EtnisMazhabSekte. Segera setelah terjadi perang Irak antara Kuwait itu selesai tahun 1991. Kondisi keadaan etnismazhabsekte tidak adanya tanda-tanda kehidupan yang membaik. Segera pasca Operasi Badai Gurun, suku minoritas Kurdi Irak memberontak terhadpa rejim Baath. Pada 22 maret 1991, rejim ini melakukan serangan balasan terhadap rejim Saddam yang otoriter semenjak awal karir ia menjadi presiden pada tahun 1970-an. Yang melakukan serangan-serangan terhadap suku minoritas Kurdi di Irak Utara. Angkatan Darat Irak menyerang para pemberontak dan warga sipil di Irak Utara yang menyebabkan jatuh korban dalam jumlah yang besar dan penderitaan di antara suku Kurdi Irak. Puluhan ribu suku Kurdi meninggalkan daerahnya ketika pemrintahan pusat dapat mengambil alih kekuasaan di sana dan lebih dari satu juta suku Kurdi meninggalkan desa-desa mereka ke arah Iran dan Turki. Banyak di antara mereka hidup tanpa makanan atau perlindungan yang memadai di gunung-gunung Irak Utara. Untuk meringankan krisis dan beban suku Kurdi. AS mulai memanfaatkan situasi dengan mengirim pasukan pada bulan April 1991 untuk menciptakan rasa aman agar para pengungsi kembali ke kampung halaman mereka. Resolusi DK 21 Muhammad Safari dan Almuzammil Yusuf, ed., h. 33-34. 32 PBB No.688 memberi kewenangan dalam menggunakan kekuatan untuk melindungi upaya pertolongan di wilayah utara Kurdi. Pasukan AS, Perancis dan Inggris mendirikan “Safety Zone” atau zona keselamatan dan mengamankan kamp-kamp pengungsi di Irak Utara. Sekitar akhri Mei 1991, banyak suku Kurdi di Turki telah kembali ke Irak dan suku Kurdi yang terusir telah kembali ke rumah-rumah mereka. Pada Mei itu juga PBB, mengeluarkan kewenangan pada AS untuk melakukan operasi pertolongan secara langsung, tetapi enggan, untuk mengintervensi untuk melindungi suku Kurdi. Lebih dari 10.000 personil Angkatan Darat,Laut, dan Udara AS berpartisipasi dalam operasinya. Dan negara-negara sekutu memberik kontribusi sekitar 11.000 personil militer. Ketika pauskan Amerika dan sekutu- sekutunya hendak memasuki negara ini, kampanye Irak berhenti. Selain berupaya mengamankan wilayah yang mesti diselamatkan. Amerika juga menempatkan pasukan di Turki guna mencegah penyerbuan Irak dan melindungi suku Kurdi. Bahkan setelah PBB melakukan kontrol atas upaya pertolongan, komitmen militer AS secara implisit masih berlaku. Setelah zona yang dilindungi itu tersebut dibuat, konfrontasi ternyata tak berakhir juga. Pada Agustus dan September, Irak mulai mengancam zona keselamatan tersebut dengan mengerahkan pasukan ke wilayah utara dan melakukan invasi terhadap suku Kurdi. Pasukan Irak dan kelompok paramiliter suku Kurdi acapkali terjadi. Akan tetapi, setelah AS mengancam melakukan pembalasan, Saddam menarik mundur dan tak lagi mengganggu wilayah zona ini secara langsung hingga tahun 1996. 22 22 Muhammad Safari dan Almuzammil Yusuf, ed., h. 62-63. 33 Pada 1991 setelah lama kelompok sesame suku Kurdi yang berseteru karena ingin memperebutkan kekuasaannya. Maka usai Perang Teluk I, UPK Uni Patriotik Kurdistan dan PDK-Irak Partai Demokratik Kurdistan-Irak, mereka kembali bersatu karena sama-sama menjadi kaum tertindas, dengan bersatunya suku Kurdi maka mereka menjadi kekuatan yang baru di Irak utara. Apalgai dalam pemilu pada tahun 1992, kedua partai ini meraih 50 kursi di pemerintahan regional Kurdistan dengan ibu kota Arbil Erbil. Namun yang menjadi masalah perseteruan terus terjadi, UPK menguasai wilayah tengah dan tenggara. Setelah menduduki Arbil pada tahun 1994, UPK menyatakan menguasai separuh wilayah Kurdista dan 70 persen wilayah penduduknya di bawah kekuasaanya. Belakangan PDK-Irak menuduh UPK mendapat bantuan militer dari Iran. Sejarah mencatat bahwa “perang” antar Kurdi untuk memperebutkan wilayah kekuasaan dan pengaruh di Irak utara menjadi salah satu penyebab mudahnya Saddam menguasai daerah itu. Selalu ada kelompok atau partai politik yang dapat dipengaruhi oleh Baghdad. Saat ini ada dua wilayah Kurdi yang saling bersaing. Kedua wilayah itu adalah Barzanistan di Irak utara bagian timur laut dan Talibanistan di barat daya. “Barzanistan” dikuasai oleh Partai Demokratik Kurdistan- Irak, sedangkan “Talibanistan” ada di bawah kekuasaan Uni Patriotik Kurdistan. 23 Tiga tahun kemudian, kedua partai tersebut terlibat pertarungan dan pertempuran sengit sejak 1994 hingga 1997 untuk memperenutkan wilayah itu. UPK pimpinan Jalal Talabani meminta bantuan Iran untuk memerangi PDK-Irak pimpinan Massoud Barzani pun pada tahun 1996 meminta bantuan AS. Akan 23 Trias Kuncahyono, Bulan Sabit di atas Baghdad Jakarta: Kompas, 2005, h. 174. 34 tetapi karena bantuan yang diharapkan tidak datang-datang, ia menoleh meminta bantuan kepada Saddam Hussein. Ini kesempatan bagi Massoud Barzani dengan menjalin hubungan militer dengan Saddam. Dengan bermodalkan minyak yang dihasilkan wilayahnya, Massoud Barzani membeli senjata dan amunisi dari Baghdad. Pada bulan September 1998, akhirnya Jalal Talabani dan Massoud Barzani bersepakta untuk bersatu dan bersama-sama menyelenggrakan pemilihan umum pada bulan Juli 1999. Sejak saat itu disepakati genjatan senjata, tetapi langkah-langkah reunifikasi untuk mempertegas dan memperteguh penyatuan merek tidak juga dilakukan. Walaupun demikian, langkah konkrit kedua partai politik terbesar di Kurdistan itu memberikan harapan baru bagi terciptanya kesatuan dan persatuan Kurdi. Ini adalah sebuah langkah bersejarah dan sebuah langkah menuju arah yang lurus. Upaya untuk menegaskan kembali bersatu itu terus digencarkan. Misalnya, tanggal 7-8 September 2002 dilakukan pertemuan antara Massud Massoud Barzani dari PDK-Irak dengan Jalal Talabani dari UPK di Salahudin, Kurdistan selatan. Dalam pertemuan tersebut, menurut laporan Kurdish Media, mereka bersepakat untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi guna membahas isu Kurdistan regional, dan internasional. Mereka juga sepakat untuk memerangi terorisme, fanatisme, diktator. Kedua belah pihak menegaskan bahwa kesempatan baru harus direbut dan dimanfaatkan sehingga bermanfaat bagi rakyat Irak dan Kurdistan. Masalah Syiah dan Sunni kondisi tersebut memang sering terpecah-pecah. Rasanya dalam hal ini perlu penulis jelaskan. Trias Kuncahyono wartawan 35 Kompas dalam bukunya Bulan Sabit Di Atas Baghdad , menjelaskan yang dimaksude dengan Sunni adalah mazhab mayoritas kaum muslim yang melandasi ajaran-ajarannya pada sunnah Nabi Saw. Dalam hal akidah. Mereka tidak banyak berbeda dengan kaum Syiah, tetapi mereka tidak mengharuskan kepemimpinan kaum muslimin dipangku oleh keturunan Nabi dan menantunya Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Syiah adalah mazhab minoritas kaum muslim yang secara teologis sebetulnya tidak banyak berbeda dari mayoritas Sunni. Ciri utama kaum Syiah adalah sangat mengagumi dan menghormati keluarga Nabi Muhammad Saw Ahlu Bayt. Secara politis dan historis, mereka adalah pengikut Ali bin Abi Thalib sepupu dan menantu Nabi Muhammad Saw. Jelaslah Sudah bahwa sejak semula di dalam diri Irak terkandung “magma” yang memiliki kekuatan demikian dahsyat dan sewaktu-waktu bisa meledak karena alasan politik. Pembagian Syiah-Sunni lebih kepada alasan politik ketimbang kultur yang mencerminkan kompetisi antara kedua kelompok mengenai hak untuk memerintah dan mendefiniskan arti nasionalisme di Irak. oleh karena itu elite Sunni lebih memilih nasionalisme Arab yang lebih luas sebagai idelogi utamanya. Maka Syiah lebih memilih nasionalisme Irak. Berdasarkan perkiraan per Juli 2002, jumlah penduduk Irak adalah 24.001.816 jiwa. 75-80 persen etnis Kurdi. Turkoman, Assirian, Dll 5 persen. Apabila ditilik dari mazhab agama yang dianut kelompok etnis Arab terbagi dua: sebanyak 60-65 persen menganut mazhab Syiah dan 32-37 persen mazhab Sunni. Sisanya Kristen, Dll sebanyak 3 persen. 24 24 Trias Kuncahyono, Bulan Sabit di atas Baghdad. H, 130-131. 36

BAB III PENYERBUAN AS ATAS IRAK 2003-2007

A. Masalah Kepemilikan Senjata Pemusnah Massal

Perihal senjata kimia dan biologi maupun senjata pemusnah massal lainnya, senantiasa mendapat perhatian besar dari Amerika Serikat AS sebagai alasan kuat untuk memerangi kejahatan yang dialamatkan kepada Irak atau rezim Saddam Hussein. Polemik inipun berkesinambungan baik sebelum dan sesudah berhentinya aktivitas tim inspeksi senjata pemusnah massal PBB di Irak UNSCOM pada bulan Desember 1998. Menyimak tentang hakikat isu senjata pemusnah massal, ada baiknya kita flashback mengetahui sejauh mana kemajuan yang dicapai Baghdad di bidang dua senjata itu, serta proses tim inspeksi PBB menghancurkannya serta hengkangnya tim inspeksi PBB itu pada tahun 1998. Program riset, pengembangan dan produksi senjata kimia dan biologi telah mendapat perhatian pemimpin Irak sejak awal tahun 1970-an. Curahan perhatian tersebut merupakan awal dari revivalisasi perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan Irak pada masa itu. Selain itu program senjata kimia dan biologi Irak itu sebagai bagian pula dari rivalitas militer yang kuat dengan perlombaan senjata dengan Iran, serta berkaitan juga dengan isu konflik Arab-Israel. Di samping itu, Irak merasa harus memilih senjata biologi sebagai unsur kekuatan pengimbang strategis di kawasan Teluk maupun Timur Tengah, menyusul reaktor nuklir yang telah digempur melalui pesawat tempur pasukan Israel pada tahun 1981. Oleh karena itu, program senjata kimia dan biologi Irak 37 mengalami kemajuan pesat sejak awal tahun 1980-an. Pemimpin Irak pada masa itu memberi kemudahan berupa uang, ilmu pengetahuan, teknis, dan sumber daya manusia untuk program senjata kimia dan biologi yang membantu tercapainya kemajuan di bidang pembangunan dan infrastuktur untuk program tersebut. Lebih dari itu, Irak juga berhasil membuka hubungan kerjasama dengan negara-negara sahabat di antaranya dunia Arab, Eropa Barat dan Timur untuk proses pengalihan teknologi senjata kimia dan biologi. 25 Irak diketahui berhasil memproduksi jenis gas ganda dari jenis VX yang dikenal merupakan jenis gas yang paling efektif dan memiliki kekuatan penghancur terdahsyat. Gas ganda terdiri atas dua unsurzat yang tergabung itu menghasilkan daya ledak yang sangat dahsyat. Irak secara implisit mengakui memiliki jenis gas ini pada April tahun 1990 melalui ancaman presiden Saddam Hussein bahwa akan membakar separuh negara Israel jika mencoba menyerang Irak. Di bidang senjata biologi, Irak memfokuskan untuk melakukan riset dan produksi atas beberapa jenis, terutama jenis batolinium, aflatoksin, dan anthrax. Kasus larinya dua menantu Saddam Hussein, Hussein Kamel Hassan dan Saddam Kamel Hassan, ke Jordania pada Agustus 1995 memaksa Irak untuk pertama kalinya mengakui bahwa program senjata biologinya telah masuk ke tingkat produksi untuk tujuan militer sebelum meletusnya Perang Teluk II tahun 1991. Di antara pengakuan Irak adalah memasang bakteri biologi pada 166 bom dan 25 rudal balistik tipe al-Hussein. 25 Musthafa Abd. Rahman, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam, h. 65-66. 38 Irak diketahui belum pernah menggunakan senjata biologi dalam konflik dalam negeri ataupun luar negeri. Namun memakai luas senjata kimia dalam perang dengan Iran dan ketika menghadapi pemberontakan suku Kurdi yang berada di Irak ketika itu. Pada Perang Teluk II, Irak tidak berani menggunakan senjata kimia dan biologi terhadap pasukan multinasional karena takut reaksi AS yang telah mengancam akan menggunakan senjata nuklir sebagai aksi balasan atas senjata kimia atau biologi Irak. Sesuai dengan resolusi PBB No. 687 yang menyangkut pemusnahan senjata massal Irak, tim inspeksi PBB UNSCOM memfokuskan upaya penghancuran senjata kimia, biologi, dan kekuatan rudal balistik Irak. kedua belah pihak antara Baghdad dan UNSCOM saat itu sama-sama memiliki kekeliruan yang sangat fatal dalam proses aktivitas penghancuran senjata pemusnah massal Irak. Di satu pihak, berusaha menyembunyikan kekuatan senjata pemusnah massalnya atau melakukan penghancuran secara sepihak tanpa pengawasan tim inspeksi PBB yang membawa dampak dan citra negatif setelah diungkap oleh menantu Saddam Hussein, Hussein Kamel Hassan, sewaktu lari ke Jordania. Di pihak lain, tim inspeksi PBB terlibat kegiatan mata-mata spionase di Irak untuk kepentingan CIA dan Mossad. 26 Tim inspeksi PBB juga sengaja mengulur-ulur waktu proses penyidikan hingga seolah-oleh tanpa akhir agar sanksi PBB atas Irak terus berlanjut. Karena itu, meskipun tim inspeksi PBB telah mencapai kemajuan besar dalam menghancurkan senjata kimia, biologi, dan rudal balistik Irak, mereka terus mengajukan tuntutan baru yang tidak habis-habisnya mereka lancarkan. Tim 26 CIA adalah agen rahasia Amerika Serikat yang memata-matai negara atau individu yang dianggap teroris dan membuat kekacauan. Sebaliknya Mossad, tidak beda jauh dengan CIA. Mossad adalah agen rahasia Israel. 39 tersebut masih saja terus bersikeras menolak dan mengakui Baghdad telah memenuhi semua resolusi Dewan Keamanan DK PBB, jika tidak melaksanakan tuntutan baru tersebut. 27 Dengan begitu pihak oknum PBB, AS, dan sekutunya mempunyai opini dan alasan kuat untuk melakukan manuver kejahatan politiknya di Timur Tengah terutama untuk menggempur negara Irak. Awal Perang Teluk I dan II merupakan awal kejayaan negara Irak memiliki persenjataan lengkap dalam melawan negara yang dianggapnya musuh. Berbagai kalangan negara bahkan yang pernah bersekutu dengannya melakukan aksi kecaman terhadap negara Irak dengan menindak musuh-musuhnya menggunakan senjata yang amat membahayakan apa yang disebut Barat sebagai weapons of mass destruction senjata pemusnah massal. Tetapi kejayaan itu tidak berlangsung lama. Waktu berlalu, di mana masa kekuasaan Saddam Hussein telah mengalami defisit yang begitu tajam sekitar tahun 1995-2002-an. Masa keemasan Saddam mulai lenyap karena ketidakpercayaan masyarakat serta para negara-negara yang dulu bersahabat padanya menjadi apatis ketika ia mulai ditunggangi oleh asing terutama AS. Namun bagaimanapun, negara-negara lain khusunya Islam tidak serta merta mendukung tindakan AS dan sekutunya melakukan aksi serangan membabi-buta tanpa mengindahkan hak-hak rakyat sipil tidak berdosa. Sampai-sampai PBB yang dulunya antipati terhadap Irak menjadi simpati dan empati atas terjadinya krisis Irak selang antara 2003-2007-an. Di sini AS melakukan aksi pengalihan isu masa lampau dengan kontemporer, dengan melakukan statement bernada kurang bersahabat terhadap Baghdad dengan membangkit-bangkitkan senjata lengkap 27 Musthafa Abd. Rahman, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam, h.67-68.