Pengaruh Terhadap Kehidupan Ekonomi

66 Bagan 1 Jika kita melihat kondisi perekonomian Irak yang paling urgen ialah masalah ketiadaan listrik pra ataupun pasca perang. Sejak Perang Teluk II di tahun 1991 di zaman Bush Sr, rudal Tomahawk menghantam kompleks besar ini. Dalam penyerangan di suatu hari di bulan Februari 1991 itu, AS menyebabkan suplai listrik Irak berkurang sepuluh persen. Sebuah foto menunjukkan sepasang travo listrik seukuran tong sampah tampak kusut seperti gulungan kertas tisu. Foto lainnya menampakkan menara transmisi dengan bentuk yang bengkok- bengkok seperti pohon yang tercerabut akibat badai padahal itu semua akibat serangan rudal AS. Pagi harinya setelah serangan itu, para insinyur Irak bekerja di lokasi bencana. Ajaibnya mereka dapat memperbaiki dan mengoperasikan kembali pembangkit listrik dalam tempo kurang dari tiga bulan. Seluruh kebutuhan rakyatpun terpenuhi sementara dengan adanya listrik. Namun setelah kedatatangan AS kembali ke Irak pada tahun 2003 dengan dalih ingin menangkap teroris dan lain sebagainya di Irak, maka ancaman 67 kehancuran perekonomian Irak kembali menghantui. Invasi AS kedua pada tahun 2003 ini lagi-lagi membuat roda perekonomian Irak kembali lumpuh. Walaupun AS mempunyai program untuk merekonstruksi kembali Irak, namun semuanya itu memakan waktu lama dan menimbulakan rasa frustasi pada warga sipil Irak sendiri. Terbukti tidak ada tugas yang lebih sulit selain membuat listrik kembali menyala. AS menghabiskan lebih dari 6 milyar US untuk membangun kembali sistem kelistrikan di Irak. Namun tiga tahun pasca-invasi, tingkat produksi listrik masih terbilang menurun dibandingkan era Saddam Hussein. Pada Februari 2006, Irak memproduksi kira-kira 3.700 megawatt listrik per harinya. Untuk menerangi kota- kota di Irak, mengatur suhu udara di rumah rakyat, dan menjalankan industri dibutuhkan listrik sebesar 9.000 megawatt. Dengan selisih seperti itu berarti rakyat Irak terpaksa hidup dalam kegelapan. Singkat kata suplai listrik tidak mencukupi permintaaan. Kesulitan mengalihkan tugas tidak terbatas pada pembangkit listrik saja. AS-lah yang mengurus fasilitas pengolahan air dan limbah. Menurut Becthel, dari 40 lebih fasilitas yang dijalankan rakyat Irak, tidak satupun dioperasikan secara benar. Dikatakan bahwa fasilitas yang telah direnovasi, rusak dengan cepat hingga ke tahap yang membahayakan dan tidak bisa dioperasikan lagi. Maka dampak perekonomian di Irak begitu sangat kompleks tidak hanya terjadi pada pembangkit listrik tetapi juga masalah air dan limbah menjadi tidak menentu hingga pasca perang. 53 53 Miller, Blood Money, h. 382-384. 68

C. Pengaruh Terhadap Kehidupan Politik

Hingga awal pasca penyerbuan AS ke Irak iklim perpolitikan di Irak pun menjadi kacau dan carut-marut tak terkendali. Akibatnya hukum dan peraturan yang telah menjadi traktat politik di Irak menjadi tidak menentu. Lebih parahnya lagi AS mengintervensi dengan melakukan perombakan sistem hukum yang tadinya didasarkan atas asas Islam menjadi demokrasi. AS sebenaranya ingin menawarkan visi dan misi bagaimana indahnya demokrasi, tetapi tentunya dengan kepentingan dan skenario gelap yang sudah dirancang rapi olehnya. Menurut AS, jika Irak melakukan perombakan sistem ke arah demokrasi sesuai dengan apa yang diharapkan AS, maka Timur Tengah khususnya negara-negara Arab akan memberikan inspirasi yang nyata bagaimana nikmatnya negara dengan nuansa demokrasi tetapi sesuai dengan apa yang dimauinya. Sungguh ironis bukan? Demikianlah diharapakan bahwa lahirnya Irak baru yang demokratis lebih mengedepankan kedaulatan rakyat ketimbang keotoriteran di era Saddam, demi memberikan pengaruh yang positif bagi negara-negara lain. Tetapi itupun menurut AS, yang sampai saat ini ingin sekali berambisi untuk melakukan kampanye sistem demokrasi di negara-negara Timur Tengah khususnya di negara Irak yang momennya tepat karena sedang ia invasi. Pertanyaannya ialah apakah jika dilakukan perombakan dari sistem otoriter era Saddam menjadi sistem demokrasi di Irak, akan menjadi harapan atau mimpi untuk kebahagiaan rakyat sipil? 54 Di masa transisi perpolitikan ini paling tidak ada dua skenario yang akan diterapkan pada Irak jika AS menginvasinya tanpa dukungan dunia internasional karena Irak dianggap tidak terbukti melanggar dan menabrak aturan main yang 54 Kuncahyono, Irak Korban Ambisi Kaum Hawkish, h. 150. 69 telah diratifikasi oleh PBB melalui Resolusinya No. 1441, yakni memiliki senjata pemusnah massal, seperti nuklir, senjata kimia, dan biologi. 55 Skenario pertama, invasiserbuan AS akan sukses dan berlangsung singkat serangan blietzkrieg sebagaimana yang telah terjadi terhadap Afghanistan. Sehingga reaksi kecaman dunia tidak akan signifikan memengaruhi aksi militer AS tersebut. Selanjutnya AS melengserkan Saddam Hussein dengan cara membunuh ataupun menawannya dan menggantinya dengan pemerintahan boneka seperti Hamid Karzai di Afghanistan. Hal ini merupakan sesuatu agenda yang diimpi-impikan oleh rezim Bush Jr. Skenario kedua, serbuan AS berujung pada kegagalan. Faktor tersebut berasal dari perang yang berlangsung alot, tidak dapat menjatuhkan rezim Saddam dan pada saat yang sama, terciptanya histeria dan kecaman keras dunia internasional kepada AS akibat pemberitaan korban tragedi kemanusiaan oleh media massa dan desakan daripada negara-negara Muslim khususnya. 56 Dengan begitu, skenario yang digelorakan oleh rezim Bush Jr ini membuktikan betapa kejamnya tindakan yang ia lakukan terhadap kehidupan politik khususnya warga sipil Irak dan dunia, membuat kalimatun sawa atau kesepakatan global tentang hubungan perpolitikan dunia menjadi tercederai akibat 55 Resolusi ini disahkan oleh Dewan Keamanan PBB pada 8 November 2002. Resolusi Irak No. 1441 didukung oleh semua 15 negara anggota DK-PBB. Inti resolusi ini adalah utusan memiliki mandat dari Dewan Keamanan PBB untuk mencari senjata biologi, kimia, dan nuklir yang menurut AS diduga dikembangkan oleh rezim presdien Irak Saddam Hussein. Jika Irak tidak bekerjasama, negara itu akan mengahadapi konsekuensi keras yaitu aksi militer yang dipimpin langsung oleh AS. Para menlu Arab, pada sidang darurat Liga Arab pada November 2002 silam menyatakan, menyambut baik itikad resolusi yang digagas oleh Dewan Keamanan PBB Nomor 1441 dan tidak melihat resolusi tersebut sebagai dasar bagi aksi militer di Irak. Sidang darurat Liga Arab tingkat Menlu Arab itu lalu mengungkapkan kegembiraanya atas kesediaan pemerintah Irak menerima tim inspeksi PBB tanpa syarat. Mereka meminta pakar Arab agar diikutsertakan dalam keanggotan tim inspeksi PBB itu. Para Menlu Arab menegaskan komitmennya atas keamanan, kesatuan, dan keselamatan teritorial negara Irak serta menolak keras serangan militer AS atas Irak yang merupakan ancaman atas keamanan bangsa Arab secara keseluruhan 56 Safari dan Almuzammil Yusuf, h .202-212. 70 hegemoni AS di Irak. Beberapa negara menolak hegemoni tersebut di antaranya Inggris, walaupun telah mengirim pasukan ke Irak, tetapi publik Inggris kebanyakan tidak mendukungnya bahkan mencekam. Lihat prosentase bagan berikut ini: Masalah Januari 2003 2002 Menolak Perang Irak 47 37 Mendukung Aksi Militer ke Irak 30 42 ICM Survey untuk The Guardian Sumber: The Guardian N= 1.002 dewasa usia 18+ Polling Perang Irak-AS Sumber: Koran Tempo 22-01-2003 Tetapi walau bagaimanapun, opini publik yang sifatnya reaktif tarhadap serangan AS atas Irak tidak akan menjadi pengaruh seperti yang dikatakan oleh pengamat Timur Tengah asal Indonesia Sayidiman Suryohadiprodjo. Yang penulis kutip dari artikel internet koran Suara Pembaruan. Opini publik dunia yang menentang perang terhadap Irak makin kuat, namun kehendak presiden Bush Jr masih tetap kukuh menyerang Irak. Maka sekarang dunia menunggu mana yang lebih kuat pengaruhnya kepadanya. Opini publik dunia yang begitu keras menentang perang atau pendukungnya untuk terus maju perang, bahkan bergerak sendiri kalau PBB dan negara lain tidak mendukung. Masalah yang dihadapi sekarang, apa akibatnya kalau perang dilaksanakan? Dengan supremasi kekuatan militernya, AS dapat memaksakan satu perang cepat. Namun serangan yang cepat mengalahkan kekuatan militer Irak tidak dengan sendirinya disertai penangkapan atau likuidasi Saddam Hussein. Hal itu sudah terbukti jelas di Afghanistan, AS hingga kini belum dapat menangkap 71 Osama bin Laden dan menghancurkan Al-Qaeda. Padahal itu tujuan perang Afghanistan. Selain itu, kemenangan perang di Irak yang cepat belum tentu juga memenangkan damai, yaitu menjadikan Irak kekuatan baru yang memperkuat kepentingan AS dalam segala bidang. Sekarang AS selalu mengatakan bahwa setelah melikuidasi Saddam Hussein, Irak akan dijadikan negara demokrasi yang makmur dan maju yang menjadi kekuatan damai di Timur Tengah dan teladan bagi negara lain di kawasan itu. Akan tetapi sama sekali tidak ada jaminan bahwa mudah untuk menciptakan gambaran ideal itu, sekalipun Saddam Hussein sudah tersingkirkan. Berbagai masalah politik akan timbul karena kepentingan yang berbeda dari rakyat Irak. Pertentangan baru antara etnis Kurdi dan penguasa Irak, mudah terjadi kalau kaum Kurdi tidak mendapat bagian yang mereka anggap sepadan dalam susunan politik baru. Demikian pula pertentangan kaum Shiah dan Sunni mungkin sekali berkobar, karena masing-masing ingin memperoleh tempat yang lebih baik dalam susunan Irak baru, dan masalah-masalah lain yang akan menimbulkan banyak persoalan bagi stabilitas politik. Demikian pula kepentingan Rusia dan Prancis, yang tidak akan begitu saja menerima penguasaan AS atas Irak, tidak akan membuat usaha stabilisasi mudah. Padahal, stabilisasi politik amat diperlukan, karena sudah jelas dari semula AS begitu gigih hendak menyerang Irak, terutama untuk penguasaan minyaknya yang kedua terbesar di Timur Tengah setelah Saudi Arabia. 57 Dengan demikian sudah dan akan terbukti akibat invasi AS ke Irak akan mengalami stabilitas politik yang tidak kenal arah. Suasana baru perpolitikan Irak akan mengalami masalah- masalah baru yang nantinya akan lebih rumit. 57 Sayidiman Suryodiprodjo, Akibat Perang Irak yang Perlu diwaspadai, artikel diakses pada 24 Februari 2003 http:www.suarapembaruan.comNews.