114 Kelima, merupakan pengertian sumber daya manusia dari beberapa
segi serta menguraikan hakekat manusia sebagai individu. Dan menguraikan juga tujuan peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Keenam, menjelaskan mengenai nilai.
Ketujuh, menggambarkan tentang bagan alur penelitian dari penelitian pelatihan keterampilan bagi remaja putus sekolah di
Panti Sosial Bina Remaja PSBR “Taruna Jaya” sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
BAB III Gambaran umum Panti Sosial Bina Remaja Jakarta Selatan,
menguraikan tentang
identitas, sejarah
singkat dan
perkembangannya, letak geografis, visi dan misi, strukrur
organisasi, tugas pokok dan fungsi, sasaran garapan dan
persyaratan menjadi warga binaan sosial di PSBR “Taruna Jaya” Tebet, proses pelayanan, dan sumber dana.
BAB IV Hasil penelitian, menguraikan tentang cara pemberian pelatihan
keterampilan di Panti Sosial Remaja “Taruna Jaya” Jakarta Selatan. Dan analisis dari pelatihan dan keterampilan yang
diadakan oleh PSBR “Taruna Jaya” sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.
BAB V Penutup, menguraikan kesimpulan dan saran.
115
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pelatihan 1. Pengertian Pelatihan
Pelatihan memiliki kata dasar “latih” yang mendapatkan awalan pe- yang berarti pendidikan untuk memperoleh kemahiran atau kecakapan.
14
Pelatihan ialah merupakan bagian dari suatu proses yang tujuannya untuk
meningkatkan kemampuan
psikomotorik meskipun
didasari pengetahuan dan sikap.
15
Dalam pelatihan peserta pelatihan dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuannya setelah mengikuti suatu pelatihan.
Ife, di dalam Isbandi Rukminto Adi
16
, menyatakan bahwa pelatihan merupakan peran edukasional yang paling spesifik, karena secara mendasar
memfokuskan pada upaya mengajarkan pada komunitas sasara bagaimana untuk melakukan sesuatu.
Pelatihan adalah usaha untuk memperbaiki performa pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, supaya
efektif biasanya pelatihan harus mencakup pengalaman belajar, aktivitas- aktivitas yang terencana dan didasari sebagai jawaban atas kebutuhan yang
berhasil diindetifikasi secara ideal.
17
14
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1988, h. 502.
15
Soekidjo Notoadmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia Jakarta: PT Rineka Cipta. 2003, h. 28.
16
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2002, h. 213.
17
Gomes Faustino Cordoso, Manajemen Sumber Daya Manusia Yogyakarta: Andi Offset, 1995, h. 197.
116 Sejatinya, pelatihan merupakan bagian dari proses pendidikan. Dalam
pendidikan terdapat sejumlah filosofi diantaranya filosofi Islam yaitu konsep ayat:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya.” QS. Asy Syams : 8
Falsafah ini mempunyai implikasi dalam pendidikan bahwa manusia pada dasarnya disamping memiliki fitrah yang baik juga mempunyai fitrah
yang buruk. Agar yang buruk tersebut tidak berkembang, maka dibutuhkan proses pendidikan juga agar fitrah yang baik dapat berkembang dengan baik.
Dengan demikian proses pendidikan tersebut harus benar-benar berlandaskan pada tujuan pendidikan yang paling mendasar yaitu pendidikan untuk
memanusiakan manusia.
18
Dalam melakukan pelatihan terdapat beberapa unsur yang diperlukan, antara lain sebagai berikut
19
: 1.
Peserta pelatihan Penetapan calon peserta pelatihan erat kaitannya dengan keberhasilan
pelatihan yang pada gilirannya menentukan efektivitas pelatihan. Karena itu perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang
baik berdasarkan kriteria antara lain : a.
Akademik, yaitu jenjang dan keahlian.
18
Ibnu Anshori, Modul Pelatihan Guru Lintas Agama Berbasis HAM Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2007, h. 2.
19
Oemar Hamalik, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan, Pendekatan Terpadu: Pengembangan SDM
Jakarta: Bumi Aksara, 2005, h. 35.
+, - +
117 b.
Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu atau akan ditempatkan pada pekerjaan tertentu.
c. Pengalaman kerja, pengalaman yang diperoleh dalam pekerjaan.
d. Motivasi dan minat yang bersangkutan terhadap pekerjaannya.
e. Pribadi yaitu aspek moral, moril dan sifat-sifat untuk pekerjaan
tertentu. f.
Intelektual, tingkat berpikir dan pengetahuan yang dapat diketahui melalui tes seleksi.
2. Pelatih atau instruktur
Pelatih memegang peranan penting dalam setiap pelatihan keterampilan. Karena itu ada beberapa persyaratan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan pelatih atau instruktur, yaitu : a.
Telah disiapkan secara khusus sebagai pelatih yang ahli dalam bidang spesialisasi tertentu.
b. Memiliki kepribadian yang baik yang menunjang pekerjaannya
sebagai pelatih. c.
Pelatih berasal dalam organisasi atau lembaga sendiri lebih baik dibandingkan dengan yang dari luar.
3. Lamanya pelatihan
Lama tidaknya pelatihan harus didasari pada: a.
Jumlah banyaknya suatu kemampuan yang hendak dipelajari dalam pelatihan tersebut lebih baik dan bermutu, kemampuan yang ingin
diperoleh mengakibatkan lebih lama waktu yang diperlukan.
118 b.
Kemampuan belajar peserta dalam mengikuti kegiatan pelatihan. Kelompok peserta yang ternyata kurang mampu belajar
memerlukan waktu lebih lama. c.
Media pengajaran yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih. Media pengajaran yang serasi dan canggih akan membantu
kegiatan pelatihan dan ikut mengurangi lamanya pelatihan tersebut. Dalam strategi pemberian pelatihan, dikenal adanya trilogi latihan
kerja, yaitu sebagai berikut
20
: a.
Latihan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan kesempatan kerja.
b. Latihan kerja harus senantiasa mutakhir sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. c.
Latihan kerja merupakan kegiatan yang bersifat terpadu dalam arti proses, kaitan dengan pendidikan, latihan dan pengembangan satu dengan yang
lain. Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan pada saat melakukan
pelatihan. Metode tersebut adalah sebagai berikut: a.
Metode ceramah, adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan uraiannya,
guru dapat menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar. Metode ini pada dasarnya berhubungan dengan interaksi berbicara antara
narasumber dan peserta.
20
Basir Barthos, Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Makro Jakarta: Bumi Aksara, 2004, Cet. Ke 7, h. 98-99.
119 b.
Metode tanya jawab, dalam metode ini narasumber umumnya berusaha menanyakan apakah peserta mengetahui fakta tertentu yang sudah
diajarkan, dapat juga dilakukan dengan cara apersepsi, tanya jawab selingan dan tanya jawab di akhir sesi. Hal ini diharapkan terjadi interaksi
di dalam kelas yang aktif sehingga peserta mempunyai peran di dalam kelas.
c. Metode demonstrasi, adalah mempraktekkan hal-hal yang terkait dengan
materi. Tujuan dari metode ini adalah membuat suasana kelas aktif dan dinamis karena proses pelatihan akan menjemukan apabila hanya dilakukan
dengan cara ceramah. Demonstrasi merupakan kegiatan yang melibatkan peserta aktif sehingga partisipasi peserta akan berjalan secara maksimal.
d. Metode sosiodrama, adalah bermain peran. Dalam hal ini peserta
memainkan sebuah kasus bersama, kemudian peserta diharapkan dapat mendiskusikan apa saja yang harus dimunculkan, setelah selesai peserta
diharapkan dapat merefleksikan permainan drama tersebut dalam materi yang akan disampaikan atau telah disampaikan.
e. Metode diskusi, adalah memusyawarahkan masalah-masalah yang ada di
lapangan untuk dicarikan solusinya. Format dari diskusi ini dapat dilakukan secara kelompok maupun individual.
21
Dalam melakukan pelatihan terdapat prinsip-prinsip yang harus diketahui, yaitu sebagai berikut
22
: a.
Latihan hanya dilakukan dengan maksud untuk menguasai bahan pelajaran tertentu, melatih keterampilan dan penguasaan simbol-simbol rumus.
21
Ibnu Anshori, Modul Pelatihan, h. 10-12.
22
Oemar Hamalik, Manajemen Pelatihan, h. 31.
120 Latihan tidak dilakukan terhadap pengertian atau pemahaman, sikap dan
penghargaan. b.
Peserta menyadari bahwa latihan itu bermakna bagi kehidupannya. c.
Latihan harus dilakukan terhadap hal-hal yang telah diperoleh peserta, misalnya fakta-fakta hafalan dan keterampilan yang baru dipelajari.
d. Latihan berfungsi sebagai diagnosis melalui reproduksi usaha membaca
berkali-kali, mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang timbul, latihan juga merupakan self-guidance dan mengembangkan pemahaman
dan kontrol. e.
Latihan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: latihan dilakukan untuk mendapatkan ketepatan, selanjutnya keduanya dicari keseimbangan antara
pelatihan dan ketepatan. f.
Latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu latihan yang singkat, misalnya: latihan untuk penguasaan dan latihan untuk mengulang hasil
belajar. g.
Kegiatan latihan harus hidup, menarik dan menyenangkan. h.
Latihan juga dianggap sebagai upaya sambilan untuk dilakukan seenaknya secara insidental. Maksudnya latihan dapat dilakukan dengan semaunya
dan kapan saja dalam kapasitas lebih kecil untuk mengulang suatu materi. i.
Latihan dapat mencapai kemajuan berkat ketekunan dan kedisiplinan yang tinggi.
j. Latihan yang dilaksanakan lebih berhasil, bila unsur emosi sedapat
mungkin dikurangi.
121 Pemahaman mengenai pelatihan dan keterampilan dapat disimak dari
penjelasan Henry Minamora yang mengatakan bahwa program pelatihan dan pengembangan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk
meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan kinerja individu dan seluruh organisasi.
23
2. Peran Pelatih atau Instruktur
Dalam setiap pelatihan, unsur dari setiap pelatih sangat berperan dalam menciptakan baik buruknya hasil dari pelatihan tersebut. Pelatih bukan hanya
sebagai pemberi materi bagi peserta tetapi juga harus dapat melakukan
bimbingan dengan baik. Dr. Oemar Hamalik menjelaskan peran pelatih adalah sebagai berikut:
24
1. Peranan sebagai pengajar, menyampaikan pengetahuan dengan cara
menyajikan berbagai informasinya. Diperlukan berupa konsep-konsep, fakta-fakta dan informasi lainnya yang memperkaya wawasan
pengetahuan para peserta.
2. Peranan sebagai pemimpin kelas, maka setiap pelatih perlu menyusun
perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan
penilaian selama
berlangsungnya proses pembelajaran.
3. Peranan sebagai pembimbing, pelatih perlu memberikan bantuan kepada
peserta yang mengalami kesulitan atau masalah khususnya dalam kegiatan belajar, yang pada gilirannya diharapkan peserta lebih aktif membimbing
dirinya sendiri.
23
Henry Sinamora, Manajemen Sumber Daya Manusia Jakarta: PT Bumi Aksara, 1994, h. 49.
24
Oemar Hamalik, Manajemen Pelatihan, h. 145.
122 4.
Peranan sebagai fasilitator, berperan menciptakan kondisi lingkungan yang
memungkinkan peserta belajar aktif.
5. Peranan sebagai peserta aktif, pelatih sering melaksanakan diskusi
kelompok dan kerja kelompok dalam rangka memecahkan masalah,
misalnya: merumuskan masalah, mencari data dan membuat kesimpulan.
6. Peranan sebagai ekpeditor, melakukan pencarian, penjelajahan dan
penyedian mengenai sumber-sumber yang diperlukan oleh kelas atau
kelompok peserta.
7. Peranan sebagai pembelajaran, berperan menyusun perencanaan
pembelajaran, mulai dari rencana materi pelatihan disusun berdasarkan garis besar pedoman pendidikan pelatihan, perencanaan harian dan
perencanaan satuan acara pertemuan.
8. Perananan sebagai pengawas, pelatih harus mengawasi kelas secara terus
menerus supaya pembelajaran senantiasa terarah.
9. Peranan sebagai motivator, pelatih perlu terus menggerakkan motivasi
beajar para peserta, baik selama berlangsungnya proses pembelajaran
maupun di luar kelas pada setiap kesempatan yang ada.
10. Peranan sebagai evaluator, pelatih berkewajiban melakukan penilaian pada
awal pelatihan dan selama berlangsungnya proses pelatihan.
11. Peranan sebagai konselor, jika diperlukan dan memungkinkan maka
pelatih dapat juga memberikan penyuluhan tentang kesulitan pribadi dan
sosial.
12. Peranan sebagai penyidik sikap dan nilai, sistem nilai yang dijadikan
panutan hidup dan sikap para peserta pelatihan perlu diselidiki.
123
3. Manfaat Pelatihan
Banyak hal yang bisa didapat dalam melakukan pelatihan. Baik untuk peserta pelatihan maupun penyelenggara pelatihan. Ada sedikitnya tujuh
manfaat yang dipetik melalui penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan, yaitu
25
: 1.
Peningkatan produktifitas kerja organisasi. 2.
Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan. 3.
Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat. 4.
Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dan organisasi. 5.
Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui paparan gaya manajerial yang partisipatif.
6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif.
7. Menyelesaikan konflik secara fungsional.
Sedangkan menurut Dr. Oemar Hamalik, kegiatan pelatihan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta yang
menimbulkan perubahan aspek-aspek kognitif, keterampilan-keterampilan dan sikap.
26
Contoh kemampuan tersebut antara lain: 1.
Kemampuan membentuk dan membina hubungan antar perorangan dan organisasi.
2. Kemampuan menyesuaikan diri dengan keseluruhan lingkungan kerja.
3. Pengetahuan dan kecakapan untuk melakukan suatu pekerjaan.
4. Kebiasaan, pikiran, dan tindakan serta sikap dalam pekerjaan.
25
Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1997, h. 183-184.
26
Oemar Hamilik, Manajemen Pelatihan, h. 12.
124 Dalam hal ini, tujuan pelatihan secara umum adalah pengembangan
kualitas sumber daya manusia yang bersumber dari kualitas manusia seperti yang diharapkan antara lain dari aspek-aspek sebagai berikut:
27
1. Meningkatan semangat kerja.
2. Pembinaan budi pekerti.
3. Meningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Meningkatan taraf hidup.
5. Meningkatkan kecerdasan.
6. Meningkatkan keterampilan.
7. Meningkatkan derajat kesejahteraan.
8. Meningkatkan lapangan pekerjaan.
9. Meningkatkan pembangunan dan pendapatan.
B. Pengertian Keterampilan
Keterampilan memiliki kata dasar “terampil” yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Sedangkan keterampilan mempunyai
arti kecakapan untuk menyelesaikan tugas.
28
Menurut W. Gulo, keterampilan tidak mungkin berkembang kalau tidak didukung oleh sikap, kemauan dan pengetahuan. Manusia merupakan pribadi
yang unik, dimana aspek rohaniah, mental intelektual dan fisik merupakan suatu ketautan yang utuh.
29
Sudirman A. M. menjelaskan bahwa keterampilan ada 2 macam, yaitu sebagai berikut:
27
Ibid., h.14.
28
Tim Penyusun, Kamus Besar, h. 935.
29
W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Grafindo, 2002, h. 51.
125 a.
Keterampilan jasmani. Yaitu keterampilan yang dapat dilihat, diamati sehingga akan
menitikberatkan pada keterampilan gerak atau keterampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar.
b. Keterampilan rohani.
Yaitu keterampilan yang menyangkut persoalan-persoalan penghayatan. Keterampilan berfikir serta kreatif untuk menyelesaikan dan merumuskan
masalah.
C. Pengertian Remaja
Istilah remaja dalam Islam tidak ada. Di dalam Al Qur’an ada kata alfityatu, fityatun
yang artinya orang muda. Ada pula kata baligh yang menunjukkan seseorang tidak kanak- kanak lagi atau juga bisa berarti penentuan
umur awal kewajiban melaksanakan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Golinko yang dikutip oleh Rice, kata “remaja” berasal dari bahasa latin
yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity. Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun dalam Rice yang
mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Sedangkan Papalia dan Olds tidak memberikan pengertian
remaja adolescent secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja adolescence.
30
Menurut Hurlock, 1992, istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas
30
“Remaja,” artikel diakses tanggal 29 Agustus 2009 dari http:rumahbelajarpsikologi
.com index.phpremaja.html .
126 lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik.
31
Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan
anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon dalam Monks, dkk 1994 bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas
sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia remaja memiliki arti mulai dewasa.
32
Masa remaja ialah suatu periode dari masa anak-anak menjadi dewasa ketika manusia menguji berbagai peran yang mereka mainkan dan
mengintegrasikan peran-peran itu ke dalam suatu persepsi diri, suatu identitas.
33
Secara psikologis usia remaja merupakan umur yang dianggap “gawat”, oleh karena yang bersangkutan sedang mencari identitasnya.
34
Remaja lebih banyak memerlukan pengertian daripada sekedar pengetahuan saja.
35
Karena remaja masih bersifat labil dalam keadaan apapun dan memerlukan pendampingan dalam
setiap kesempatan. Menurut Papalia dan Olds sebagaimana dikutip O’Donnell, masa remaja
adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia
akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Erikson yang dikutip oleh Papalia, Olds Feldman, mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah
31
Fitri, “Psikologi Remaja,” artikel diakses tanggal 29 Agustus 2009 dari http:
duniapsikologi.dagdigdug.com20081127pengertian-remaja
32
Tim Penyusun, Kamus Besar, h. 739.
33
Tim Penyusun, Intervensi Psikososial Intervensi Pekerja Sosial Profesional, Jakarta: Departemen Sosial Direktoral Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, 2006, h.13.
34
Soerjono Sekanto, Sosiologi suatu pengantar Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001, Cet. Ke-32 h. 495.
35
Ibid., h.496
127 menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam
tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Menurut Adams Gullota yang dikutip oleh Aaro, masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun.
Sedangkan Hurlock membagi masa remaja menjadi masa remaja awal 13 hingga 16 atau 17 tahun dan masa remaja akhir 16 atau 17 tahun hingga 18 tahun.
Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa
dewasa.
36
1. Remaja Putus Sekolah
Pengertian putus sekolah adalah seseorang yang telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik itu pada tingkat SD, SMP, maupun SMA
untuk belajar dan menerina pelajaran tetapi tidak sampai tamat atau lulus kemudian mereka berhenti atau keluar dari sekolah.
37
Kemudian seseoramg juga bisa dikatakan putus sekolah dan dapat pula diartikan sebagai Drop-Out DO yang artinya bahwa seorang anak didik yang
karena sesuatu hal, biasa disebabkan karena malu, malas, takut, sekedar ikut- ikutan dengan temannya atau karena alasan lain sehingga mereka putus
sekolah di tengah jalan atau keluar dan tidak lagi masuk untuk selama- lamanya.
38
Sedangkan menurut penulis, yang dikatakan remaja putus sekolah adalah seorang yang berusia di bawah 18 tahun tidak mampu menyelesaikan
36
“Remaja,” artikel diakses tanggal 29 Agustus 2009 http:rumahbelajarpsikologi.
comindex.phpremaja.html
37
Abied, “Faktor Penyebab Putus Sekolah,” artikel diakses tanggal 01 November 2009 dari
http:meetabied.wordpress.com20091030faktor-penyebab-putus-sekolah
38
Ibid.,
128 suatu jenjang pendidikan, dengan kata lain meninggalkan sekolah sebelum
menyelesaikan keseluruhan masa belajar yang telah ditetapkan. Karena dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang nomer 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dikatakan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Dan masa remaja adalah sebuah fase dimana seorang anak akan menuju masa dewasa, artinya seorang remaja dipastikan belum berumur 18
tahun. Banyak remaja yang putus sekolah disebabkan oleh tidak mampu
memenuhi tuntutan sistem sekolah karena keharusan bekerja. Anak-anak lainnya menjadi pekerja anak karena tidak tersedianya sekolah, karena mereka
tidak mampu membayar biaya sekolah, karena pendidikan yang ditawarkan berkualitas rendah atau dipandang tidak relevan atau karena lingkungan
sekolah tidak bersahabat.
39
Sementara sebagian anak terampas hak atas pendidikannya karena mereka mulai masuk ke pasar kerja terlalu dini,
sementara yang lain masuk ke lapangan kerja secara prematur karena hak mereka untuk memperoleh pendidikan tidak secara efektif dijamin.
Sangatlah mungkin bagi seorang anak untuk bekerja dan tetap bersekolah, namun hanya sedikit yang dapat melakukan keduanya itu. Hanya
tujuh persen anak yang berusia 5-9 tahun, 10 anak yang berusia 10-14 tahun dan 11 anak yang berusia 15-17 tahun yang tetap bersekolah sambil
bekerja.
40
39
Mr. Dan O’Donnell, Perlindungn Anak, Sebuah Panduan Bagi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
UNICEF, 2006, h.128.
40
Ibid., h. 128.
129 Penyebab utama pekerjaan di bawah umur bersifat struktural, dan
berkaitan dengan kelemahan dalam sistem pendidikan, sistem sosial dan sistem ekonomi. Program-program penyesuaian sosial, privatisasi dan transisi
ke ekonomi pasar telah memberi dampak yang sangat signifikan pada tingkat bersekolah dan pekerjaaan anak di beberapa negara.
41
Meskipun demikian, faktor budaya dan hukum juga ikut memainkan peran. Di banyak negara,
minimum usia untuk bekerja lebih rendah dibanding usia wajib masuk bangku sekolah, yang menyebabkan keadaan paradoks dimana anak memiliki hak
untuk mendapatkan pekerjaan sementara pada saat yang sama secara hukum diwajibkan sekolah.
42
Konvensi ILO no. 138 menetapkan tiga batas usia anak dan pekerjaannya
43
: 1.
18 tahun untuk pekerjaan berbahaya, 2.
15 tahun untuk pekerjaan penuh-waktu di lingkungan pekerjaan yang tidak berbahaya,
3. 13 tahun untuk pekerjaan yang tidak menganggu pendidikan anak.
Masing-masing negara harus menetapkan daftar jenis-jenis pekerjaan yang dianggap berbahaya. Negara-negara yang keadaan ekonomi dan sistem
pendidikannya kurang baik akan membuat pembagian usia di atas tidak realistis dan mungkin akan menurunkan usia minimum untuk pekerjaan
“ringan” ke 12 tahun dan untuk pekerjaan yang tidak berbahaya lainnya ke 14 tahun.
44
Konvensi ILO No. 182 tentang Penghapusan Pekerjaan-pekerjaan
41
Ibid., h. 128.
42
Ibid., h. 128
43
Ibid., h. 130
44
Ibid., h. 130
130 yang Terburuk untuk Anak juga melarang mempekerjakan seseorang yang
berusia di bawah 18 tahun di jenis pekerjaan yang berbahaya. Konvensi ini tidak membolehkan adanya pengecualian dalam bentuk apapun.
45
2. Ciri-ciri Masa Remaja
46
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa
perubahan yang terjadi selama masa remaja. 1.
Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm stress. Peningkatan
emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan
emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan
tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan
bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir
yang duduk di awal-awal masa kuliah. 2.
Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin
akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi,
45
Ibid., h. 130
46
Ibid.,
131 pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti
tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan
orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya yang dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal
menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja
diharapkan dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain.
Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa
kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. 5.
Kebanyakkan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi
lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul
tanggung jawab tersebut.
3. Tantangan dan Masalah Remaja
47
Masalah penting yang dihadapi oleh remaja cukup banyak, diantaranya adalah dengan timbulnya berbagai konflik dalam diri remaja.
47
Sri Wahyuni, “Remaja Tantangan dan Harapan,” artikel diakses pada tanggal 29 Agustus 2009 dari
http:smp1wonosari.wordpress.com20071201remaja-harapan-dantantangan
132 1.
Konflik antara kebutuhan untuk mengendalikan diri dengan kebutuhan untuk bebas dan merdeka. Remaja membutuhkan penerimaan sosial
dan penghargaan serta kepercayaan orang lain kepadanya. Di lain pihak dia membutuhkan rasa bebas, karena dia merasa telah besar,
dewasa dan tidak kecil lagi. Konflik antar kebutuhan tersebut menyebabkan rusaknya keseimbangan emosi remaja.
2. Konflik antara kebutuhan akan kebebasan dan ketergantungan
terhadap orangtua. Di lain pihak remaja ingin bebas dan mandiri, yang diperlukannya dalam mencapai kematangan fisik, tetapi membutuhkan
orangtua untuk memberikan materi guna menunjang studi dan penyesuaian sosialnya. Konflik tersebut menimbulkan kegoncangan
kejiwaan pada remaja sehingga mendorongnya mencari pengganti selain orangtuanya biasanya teman, guru ataupun orang dewasa
lainnya dari lingkungannya. 3.
Konflik antara kebutuhan seks dan ketentuan agama serta nilai sosial. Kematangan seks yang terjadi pada remaja menyebabkan terjadinya
kebutuhan seks yang mendesak tetapi ajaran agama dan nilai-nilai sosial menghalangi pemuasan kebutuhan tersebut. Konflik tersebut
bertambah tajam apabila remaja dihadapkan pada cara ataupun perilaku yang menumbuhkan rangsangan seks seperti film, sandiwara
dan gambar. 4.
Konflik nilai-nilai, yaitu konflik antara prinsip-prinsip yang dipelajari oleh remaja dengan prinsip dan nilai yang dilakukan orang dewasa di
lingkungannya dalam kehidupan sehari-hari.
133 5.
Konflik menghadapi masa depan. Konflik ini disebabkan oleh kebutuhan untuk menentukan masa depan. Banyak remaja yang tidak
tahu tentang hari depan dan tidak tahu gambarannya. Biasanya pilihan remaja didasarkan atas pilihan orangtua atau pekerjaan yang populer di
masyarakat.
D. Pengertian Kualitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “kualitas” berarti tingkat baik buruknya sesuatu, sedangkan berkualitas adalah mempunyai kualitas,
bermutu baik.
48
Davis dalam Yamit membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan Davis menegaskan bahwa
kualitas bukan hanya menekankan pada aspek akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan.
Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan produk yang berkualitas.
49
E. Pengertian Sumber Daya Manusia
Manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang kompleks dan unik, dan dicipakan dalam integrasi dua substansi yang tidak dapat berdiri sendiri.
48
Tim Penyusun, Kamus Besar, h. 502.
49
Arianto, artikel diakses tanggal 30 Agusutus 2009 dari http:smileboys.blogspot.com
2008 07pengertian-kualitas.html
134 Substansi pertama disebut tubuh fisik atau jasmani sebagai unsur materi, sedang
substansi kedua adalah jiwa rohani atau psikis yang bersifat non materi.
50
Sumber daya manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah potensi manusia yang dapat dikembangakan untuk proses produksi.
51
Sedangkan Ahmad S. Ruky mengatakan bila kualitas yang dimaksud adalah sumber daya
manusia, maka pada dasarnya pengertian sumber daya manusia adalah tingkat pengetahuan, kemampuan dan kemauan yang dapat ditunjukkan oleh sumber daya
manusia.
52
Sumber daya manusia dapat dilihat dari dua aspek yaitu dari segi kualitas dan kuantitas. Di Indonesia sendiri sumber daya manusia sangatlah besar dari segi
kuantitas namun masih sangat kurang dari segi kualitas. Hakekat manusia sebagai individu secara garis besar telah coba dipahami
oleh para ahli psikologi. Kelompok psikoanalisis menganggap bahwa manusia pada dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang
bersifat instinktif.
53
Pandangan dari kelompok Behavioris yang melihat bahwa manusia sebagai makhluk yang reaktif dan berusaha menyesuaikan dengan
lingkungan, sehingga banyak tingkah laku manusia dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar.
54
Sedangkan pandangan yang ketiga adalah dari kelompok Humanistik, yang melihat manusia sebagai makhluk yang rasional dan memiiki
dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif.
55
50
Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk bisnis kompetitif Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005, Cet. ke 6, h. 3.
51
Tim Penyusun, Kamus Besar. h. 95.
52
Ahmad S. Ruky, Sumber Daya Manusia Berkualitas: Menakar Visi Menjadi Realitas Jakarta: Gramedia, 2003, h. 56.
53
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas
Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2003, h. 30.
54
Ibid., h. 32
55
Ibid., h. 33
135 Menurut Sasongko, dkk, dari ketiga pandangan di atas dapat dilihat bahwa
hakekat manusia sangat kompleks dan luas. Tetapi ada beberapa unsur yang dapat dipahami untuk mendapatkan wawasan yang sedikit lebih terpadu mengenai
manusia, antara lain
56
: a.
Manusia pada dasarnya memiliki inner force yang menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Lingkungan merupakan unsur yang dapat menentukan tingkah laku
manusia, dan tingkah laku banyak diperoleh berdasarkan hasil belajar. c.
Di dalam diri manusia terdapat potensi, namun potensi itu terbatas. d.
Manusia merupakan makhluk yang bersifat rasional mencoba menggunakan rasionya, dan mencoba bertanggung jawab atas tingkah laku
sosialnya. e.
Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu mengatur dan mengontrol dirinya, dan mampu menentukan nasibnya
sendiri. f.
Manusia pada hakekatnya adalah individu yang selalu berkembang terus, dan dalam proses pencarian kea rah “kesempurnaan”.
g. Dalam usaha-usaha untuk mewujudkan dirinya, manusia berusaha
membantu orang lain dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih “baik” untuk ditempati.
56
Ibid., h. 34-35
136
1. Tujuan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Setiap pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat
diperlukan pada semua hal. Menurut Sedarmayanti peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk berbagai keperluan antara lain
57
: 1.
Menyiapkan seseorang agar pada saatnya mampu diserahi tugas yang sesuai.
2. Memperbaiki kondisi seseorang yang sudah diberi tugas dan sedang
menghadapi tugas tertentu, sedangkan yang merasa ada kekurangan pada dirinya diharapkan mampu mengemban tugas sebagai mana mestinya.
3. Mempersiapkan seseorang untuk diberi tugas tertentu yang sudah pasti
syaratnya lebih berat dari tugas yang dikerjakan. 4.
Melengkapi seseorang dengan hal-hal yang mungkin timbul di sekitar tugasnya, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berpengaruh
terhadap pelaksanaan tugasnya. 5.
Menyesuaikan seseorang kepada tugas yang mengalami perubahan karena berubahnya syarat untuk mengerjakan tugas untuk pekerjaan secara
sebagian atau seluruhnya. 6.
Menambah keyakinan dan percaya diri kepada seseorang bahwa dia adalah orang yang sesuai dengan tugas yang sedang diembannya.
7. Meningkatkan wibawa seseorang dari pandangan bawahan maupun orang
lain baik teman sejawat maupun para relasinya.
57
Sedarmayanti, Sumber Daya dan Produktifitas Kerja Bandung: CV Mandar Maju, 2001, h.18.
137 Kualitas sumber daya manusia menyangkut dua aspek, yaitu kualitas
fisik dan non fisik yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir dan keterampilan-keterampilan lain.
Tujuan dari peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak luput dari proses pemberdayaan manusia itu sendiri. Menurut Payne yang dikutip oleh
Isbandi dalam Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas mengungkapkan bahwa proses pemberdayaan pada intinya
membantu klien untuk memperoleh daya dalam mengambil keputusan dan mementukan tindakan yang akan dia lakukan antara lain dengan transfer daya
dari limgkungannya.
58
F. Nilai
Nilai menurut
Schwartz dalam
artikel nilai
pada situs
rumahbelajarpsikologi.com adalah suatu keyakinan, berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, melampaui situasi spesifik,
mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian- kejadian, serta tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
59
Sedangkan nilai menurut Rokeach dalam artikel nilai pada situs rumahbelajarpsikologi.com dikatakan bahwa nilai sebagai keyakinan karena nilai
memiliki aspek kognitif, afektif dan tingkah laku dengan penjelasan sebagai berikut:
60
58
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, h. 54.
59
“Nilai,” artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 http:rumahbelajarpsikologi.com index.phpnilai.html.
60
Ibid.,
138 1.
Nilai meliputi kognitif tentang apa yang diinginkan, menjelaskan pengetahuan, opini dan pemikiran individu tentang apa yang
diinginkan. 2.
Nilai meliputi afektif, di mana individu atau kelompok memiliki emosi terhadap apa yang diinginkan, sehingga nilai menjelaskan
perasaan individu atau kelompok terhadap apa yang diinginkan itu. 3.
Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai merupakan variabel yang berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang
ditampilkan. Nilai menurut Kahle dalam Homer Kahle di dalam artikel nilai pada
situs rumahbelajarpsikologi.com mengatakan bahwa di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah laku. Nilai membimbing
individu untuk memasuki suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah laku dalam situasi tersebut.
61
Jadi, nilai merupakan suatu yang sangat penting bagi setiap individu. Di dalam pelatihan nilai mutlak diberikan kepada setiap peserta karena untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan perserta tersebut setelah mengikuti pelatihan.
61
Ibid.,
139
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Identitas Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”
Nama lembaga tempat penelitian ini adalah Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” yang berada di bawah naungan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.
Bertempat di Jalan Tebet Barat Raya nomer 100 Tebet - Jakarta Selatan, PSBR yang didirikan sejak tahun 1962 ini telah menghasilkan 80 angkatan sampai
sekarang.
B. Sejarah Singkat dan Perkembangan
62
Pada tahun 1960, berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI : HUK-7-5-57 tanggal 2 November 1959 Departemen Sosial bersama-sama dengan UNICEF
mengadakan penelitian yang disebut dengan nama “Accesment Planning Community of Indonesian Children Needs
Survey” yang disingkat “APS”, ke daerah lokasi, Tebet Jakarta Selatan, yang pada waktu itu merupakan daerah yang
padat penduduknya dan tingkat perekonomiannya termasuk rendah. Dari masyarakat tersebut ditemukan banyak sekali remaja yang tidak dapat
melanjutkan pendidikannya ketingkat yang lebih tinggi putus sekolah. Dari hasil penelitian tersebut pada tahun 1962 di daerah Tebet Jakarta Selatan, didirikanlah
pusat kursus dengan nama “Pusat Keterampilan Serba Guna” yang memberikan berbagai macam keterampilan seperti montir, menjahit, mengetik, bahasa inggris,
62
Brosur Sasana Penyantunan Anak Tebet 19981999 dan Brosur PSBR “Taruna Jaya” Tebet 2004.
140 dan sebagainya. Karena banyaknya peserta kursus maka dilaksanakan pagi dan
sore hari dan bersifat umum tidak terbatas pada remaja putus sekolah saja. Pada tanggal 20 Mei 1970, Pusat Keterampilan Serba Guna yang disingkat
PKS diganti namanya menjadi Karang Taruna dan merupakan Proyek Laboratorium Karang Taruna Departemen Sosial Republik Indonesia. Pada tahun
1974, nama Karang Taruna Tebet diubah menjadi Panti Karya Taruna, yang disingkat PKT, dan merupakan wadah Pelayanan Kesejahteraan Sosial serta
memusatkan kegiatan untuk remaja putus sekolah. Pada tahun 1979, bersama dengan terbitnya Keputusan Menteri Sosial
Republik Indonesia Nomor: 41HUKKEPXI1979, tentang Struktur Organisasi dan tata kerja Panti dan Sasana, maka nama Panti Karya Taruna mengalami
perubahan menjadi Sasana Penyantunan Anak Tebet. Pada tahun 1980 panti-panti yang pengelolaannya semula berada di bawah Ditjen RPS Departemen Sosial
dilimpahkan kepada Kantor Wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta bersama- sama dengan 10 panti dan sasana lainnya dan merupakan Unit Pelaksana Teknis
dari Kantor Wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta. Pada tahun 1994, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Republik
Indonesia Nomor: 14 tahun 1994, tanggal 23 April 1994, tentang Perubahan Penamaan Unit Pelaksana Teknis PusatSasana di lingkungan Departemen Sosial
Republik Indonesia, nama Sasana Penyantunan Anak Tebet diubah menjadi Panti Sosial Bina Remaja Tebet.
Pada tahun 1995, berdasarkan surat Keputusan Menteri Sosial Nomor: 22HUK95 tanggal 24 April 1995, tentang Organisasi dan Tata Kerja, Panti
Sosial Bina Remaja Tebet mengalami perubahan dari yang ditetapkan berdasarkan
141 Surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia sebelumnya yaitu adanaya
perampingan Jabatan Struktural dan adanya kelompok Fungsional Jabatan Pekerja Sosial.
Namun sejak tanggal 28 Maret 2000 Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” Tebet, menjadi salah satu lembaga atau Unit Pelaksana Teknis UPT dari
Dinas Sosial Propinsi DKI Jakarta dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Sosial Propinsi DKI Jakarta.
PSBR merupakan satu-satunya Lembaga Pemerintah di Propinsi DKI Jakarta yang memberikan pelayanan langsung kepada remaja bermasalah sosial
putus sekolah, terlantar dan anak jalanan untuk dibina dan dilatih dengan model sistem panti selama 6 bulan, sehingga menjadi remaja yang berkualitas mandiri,
bermoral dan dapat berfungsi sosial secara normatif. Di PSBR terdapat lima keterampilan yang bisa dipilih oleh WBS sesuai dengan minat dan kemampuan
yang dimiliki oleh WBS. Kelima keterampilan itu adalah : a.
Otomotif bengkel mobil dan motor b.
Las listrik dan karbit c.
Menjahit pakaian pria dan wanita d.
Salon tata rias dan kecantikan e.
AC air conditioner Kemudian sejak keluarnya Perda nomor 3 tahun 2001, tanggal 21 Agustus
2001, tentang Bentuk Susunan Organisasi Dewan Perwakilan Daerah Propinsi DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 41 tahun 2002 tanggal 7 Maret 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Propinsi DKI Jakarta, maka
142 nama Dinas Sosial berubah menjadi Dinas Bintal dan Kesos Propinsi DKI Jakarta.
selanjutnya dengan keluarnya kep. Gubernur No. 163 Tahun 2002, tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di lingkungan
Dinas Bintal dan Kessos Propinsi DKI Jakarta. maka sejak tanggal 13 November 2002 PSBR “Taruna Jaya” Tebet menjadi UPT dari Dinas Bintal dan Kesos
Propinsi DKI Jakarta.
C. Letak Geografis
Panti Sosial Bina Remaja PSBR Taruna Jaya beralamat di jalan Tebet Barat Raya No. 100 Tebet - Jakarta Selatan. Letak PSBR ini cukup strategis dan
mudah dijangkau. Hal ini dikarenakan PSBR berada dalam kawasan rumah susun Tebet.
D. Visi
PSBR “Taruna Jaya” Tebet memiliki visi yaitu “Menyelamatkan remaja dari ketelantaran agar dapat tumbuh kembang secara wajar dan mampu hidup
mandiri.”
63
E. Misi
Sedangkan misi PSBR “Taruna Jaya” Tebet yaitu
64
: 1.
Membentuk remaja berkepribadian, berdedikasi, percaya diri dan mempunyai keterampilan kerja yang mampu untuk mendukung hidup
mandiri.
63
Wawancara dengan Kepala Bimbingan dan Pelatihan pada tanggal 05 Oktober 2009.
64
Ibid.,
143 2.
Melakukan pembinaan fisik, mental dan sosial serta keerampilan kerja. 3.
Melakukan resosialisasi bagi remaja bermasalah menuju perilaku hidup normatif.
F. Struktur Organisasi
Berdasarkan Keputusan Gubernur No. 163 Tahun 2002 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Dinas Bintal dan Kesos Provinsi DKI Jakarta, maka sturuktur organisasi di PSBR sebagai berikut.
Bagan 2. : Struktur Organisasi PSBR KEPALA PANTI
Drs. H. Acep Bunyamin
SUBBAGIAN TATA USAHA
Drs. Saebun
Seksi Bimbingan dan Latihan
Dra. Wiwik Widyati, M.Si
Seksi Penyaluran dan Bimbingan Lanjut
Achmad Cherid
Sub Kelompok Jabatan Fungsional
144
G. Landasan Hukum
65
Landasan hukum dalam pembentukan PSBR adalah: 1.
Undang-Undang Dasar 1945. 2.
Konvensi Hak Anak. 3.
Undang-undang No. 61974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.
4. Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
5. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
6. Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Pertimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Jo Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonomi.
H. Kondisi Fasilitas Lembaga
Kondisi fasilitas di PSBR untuk melakukan pelatihan keterampilan sudah menunjang namun masih kekurangan alat-alat dengan jumlah daya tampung yang
mencapai 120 orang WBS. Fasilitas dan alat-alat kantor cukup memadai dan juga tersedianya ruang untuk konseling, ruang kantor, ruang bimbingan sosial, ruang
asrama, ruang aula dan ruang mushola serta ruang dapur. Sedangkan untuk fasilitas olahraga bagi para WBS sangat kurang walaupun terdapat dua lapangan
yang berada di samping dan belakang gedung PSBR.
65
Pedoman Penyelenggaraan Panti Sosial Bina Remaja PSBR, Departemen Sosial Republik Indonesia. 2002.h.2.
145 Di dalam buku pedoman penyelenggaran PSBR yang diterbitkan oleh
Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak Departeman Sosial Republik Indonesia tahun 2002, setiap PSBR seyogyanya memiliki:
66
1. ruangan untuk kantor
2. ruangan untuk registrasi
3. ruangan untuk olah data
4. ruangan untuk fasilitas olahraga dan rekreasi
5. ruangan untuk identifikasi dan assesmen
6. ruangan untuk pembahasan kasus
7. ruangan untuk konselingkonsultasi
8. ruangan untuk sheltered work shop
9. ruangan untuk studio dan pendidik
10. ruangan untuk vocational
11. ruangan untuk bimbingan social
12. ruangan untuk penelitian dan pengkajian
13. ruangan untuk asrama
14. ruangan untuk poliklinik
15. ruangan untuk tempat ibadah
16. ruangan untuk pelayanan advokasi
17. ruangan untuk perpustakaan
18. ruangan untuk makan
19. ruangan untuk dapurmasak
20. ruangan untuk gudang
66
Ibid., h. 12
146 21.
ruangan untuk pengelolaan sistem informasi 22.
ruangan untuk aula
I. Tugas Pokok dan Fungsi
67
Tugas pokok PSBR “Taruna Jaya” Tebet adalah: Menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial remaja
bermasalah sosial, putus sekolah, yang meliputi identifikasi dan asesmen, bimbingan dan penyaluran serta bina lanjut.
Sedangkan fungsi PSBR “Taruna Jaya” Tebet adalah: a.
Melaksanakan pendekatan awal meliputi penjangkauan, observasi, identifikasi, motivasi dan seleksi.
b. Melaksanakan penerimaan meliputi registrasi, kelengkapan
administrasi dan penempatan dalam panti. c.
Melaksanakan asesmen meliputi penelaahan, pengungkapan, dan pemahaman masalah dan potensi.
d. Melaksanakan pembinaan fisik, bimbingan mental, social, dan
pelatihan keterampilan kerja usaha kemandirian. e.
Melaksanakan resosialisasi meliputi praktek belajar kerja, reintegrasi dengan kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, persiapan dan
pelaksanaan penyaluran ke lapangan kerja. f.
Melaksanakan pembinaan lanjut meliputi monitoring, konsultasi, asistensi, pemantapan dan terminasi.
Sedangkan tujuan dari pelayanan yang dilakukan PSBR adalah:
68
67
Brosur PSBR “Taruna Jaya” Tebet 2004.
147 a.
Terhindarnya remaja dari berbagai masalah sosial sebagai akibat putus sekolah dan terlantar.
b. Terwujudnya kemandirian remaja atas dasar kekuatan dan kemampuan-
nya sendiri dalam memilih, menetapkan dan memutuskan cara terbaik terhadap berbagai upaya pemecahan masalah yang dihadapinya.
c. Terwujudnya kemampuan dan kekuatan remaja dalam mengembangkan
berbagai potensi yang dimiliki, yang memungkinkan bersangkutan dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara memadai.
J. Sasaran Garapan dan Persyaratan menjadi Warga Binaan Sosial di PSBR “Taruna Jaya” Tebet
69
Sasaran garapan dari PSBR “Taruna Jaya” Tebet adalah para remaja yang putus sekolah, terlantar dan atau anak jalanan, baik yang datang langsung maupun
yang dikirim melalui Sudin Bintal dan Kesos lima wilayah Kotamadya, Kasie Bintal dan Kesos Kecamatan, Lurah, LSM, PSM dan unsur masyarakat serta hasil
penertiban dari wilayah Propinsi DKI Jakarta. Sedangkan untuk menjadi warga binaan PSBR bagi yang datang langsung
memiliki beberapa persyaratan, yaitu sebagai berikut : a.
Laki-laki ataupun perempuan berusia 15-21 tahun. b.
Sehat jasmani dan rohani. c.
Belum pernah menikahfotocopy KTP. d.
Pas foto 4x6 = 2 lembar dan 2x3 = 2 lembar. e.
Putus sekolah belum bekerjamenganggur.
68
Pedoman Penyelenggaraan Panti Sosial Bina Remaja PSBR, Departemen Sosial Republik Indonesia. 2002 h.15.
69
Brosur PSBR “Taruna Jaya” Tebet 2004.
148 f.
Bebas narkoba keterangan dokter Puskemas. g.
Surat pengantar dari RtRw, Lurah setempat keterangan tidak mampu dan tidak terlibat kriminal.
h. Surat
rujukan dari
institusi pelayanan
kesejahteraan sosial
pemerintahswasta. i.
Bersedia mengikuti aturan dan tata tertib di PSBR “Taruna Jaya” Tebet.
K. Jumlah Peserta Pelatihan
Dalam setiap angkatan di PSBR terdapat 120 orang yang menjadi Warga Binaan Sosial, dan setiap tahunnya terdapat dua angkatan. Berikut ini adalah
jumlah Warga Binaan Sosial setiap jurusan dari masing-masing angkatan mulai angkatan 73 tahun 2006 sampai dengan angkatan 79 tahun 2009.
Tabel 1. Jumlah WBS di PSBR
2006 2007
2008 2009
73 74
75 76
77 78
79 Otomotif
32 34
31 34
31 33
33 Las
22 31
34 30
30 25
28 Menjahit
16 24
25 16
11 21
12 Salon
27 18
16 13
20 20
15 AC
24 23
24 27
23 21
32
Sumber: Bagian data PSBR
149
L. Proses Pelayanan
Prinsip dasar dari proses pelayanan sosial di PSBR adalah:
70
1. Penerimaan artinya bahwa setiap pelayanan yang diberikan selalu didasarkan
pada kondisi objektif dalam memahami sasaran. Kondisi tersebut bersangkutan dengan berbagai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh
remaja. 2.
Individualisasi artinya setiap pelayanan yang diberikan adalah unik, spesifik yang didasarkan pada kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh remaja,
bukan berorientasi pada kepentingan pelaksanaan. Oleh sebab itu, penyediaan keanekaragaman pelayanan sosial adalah lebih memberikan
peluang kepada penerapan individualisasi daripada pelayanan yang bersifat tunggal.
3. Partisipasi artinya bahwa setiap pelayanan haruslah melibatkan remaja
secara proaktif dalam setiap proses pelayanan yang dilakukan terhadapnya. Termasuk di dalamnya adalah memberikan peluang seluas-luasnya kepda
remaja untuk menentukan berbagai pilihannya. 4.
Kerahasian artinya setiap pelayanan sosial yang diberikan haruslah didasarkan pada confidential sasaran.
5. Mawas diri artinya bahwa setiappelayanan yang dilakukan seharusnya
didasarkan pada kepentingan pribadi. 6.
Kontabilitas artinya setiap pelayanan yang dilakukan harus dapat dipertanggungjawabkan pada public.
70
Pedoman Penyelenggaraan Panti Sosial Bina Remaja PSBR, Departemen Sosial Republik Indonesia. 2002. h. 16.
150 Sedangkan proses pelayanan yang diberikan oleh PSBR bagi para Warga
Binaan Sosial WBS merupakan sebuah proses yang mencakup:
71
1. Tahap pendekatan awal
Pendekatan awal merupakan tahap awal untuk mengadakan kontak dengan pihak yang akan dilibatkan dalam setiap pelayanan yang diberikan
PSBR : a.
Orientasi, yaitu proses pemberian informasi pelayanan yang terseda di PSBR kepada sasaran potensial maupun masyarakat.
b. Identifikasi terhadap remaja yang memenuhi criteria sebagai sasaran.
Calon penerima pelayanan dapat diperoleh dari hasil penjangkauan petugas PSBR maupun datang sendiri ke PSBR. Calon penerima
pelayanan yang tidak memenuhi kriteria PSBR dirujuk kepada lembaga lain. Tahap penerimaan, meliputi:
1. Pendaftaran 3. Registrasi administrasi
2. Seleksi 4. Penempatan di asrama
c. Motivasi kepada remaja yang akan dijadikan sebagai calon penerima
pelayanan d.
Melakukan kesepakatan kerja anatara PSBR dengan calon penerima pelayanan.
2. Tahap Assesmen
Penelaahan dan pengungkapan masalah asessmen entang kondisi objektif, termasuk di dalamnya kemampuan, perasaan, pengetahuan, nilai
71
Pedoman Penyelenggaraan Panti Sosial Bina Remaja PSBR, Departemen Sosial Republik Indonesia. 2002 dan Brosur PSBR “Taruna Jaya” Tebet 2004.
151 dan psikologis yang diuji melalui tes bakat dan kemampuan serta telaahan
kasus. 3.
Tahap pelaksanaan kegiatan Kegiatan yang dilaksanakan di PSBR antara lain:
a. Penyatuan visi dan misi peserta out bond
b. Bimbingan mental dan agama
c. Bimbingan sosial
d. Bimbingan fisikolahraga
e. Bimbingan keterampilan kerja, sesuai dengan minat peserta antara lain:
1. Otomotif bengkel mobil dan motor
2. Las listrik dan karbit
3. Menjahit pakaian pria dan wanita
4. Salon tata rias dan kecantikan
5. AC air conditioner
f. Program PKL praktek kerja lapanganmagang
g. Bimbingan ekstrakurikuler
1. Vocal group
2. Olahraga
3. Wirausaha
4. Pertamanan, dll
4. Tahap terminasi, penyaluranpembinaan lanjut
Terminasi merupakan kegiatan
pengakhiran yang dilakukan
berdasarkan hasil evaluasi terhadap kemajuan penanganan masalah. Terminasi perlu diikuti oleh bimbingan lanjut untuk memantau
152 perkembangan penerima layanan setelah kembali ke keluarga dan
masyarakat. Sedangkan penyaluran dalam bina lanjut terbagi menjadi dua yaitu:
a. Penyaluran meliputi kegiatan:
1. Pemberian pengarahan dan motivasi kerja
2. Merujuk ke lembaga lain yang lebih spesifik
3. Menghubungkan dengan sumberlapangan pekerjaan program
magang b.
Pembinaan lanjut meliputi kegiatan: 1.
Mengadakan kunjungan rumah home visit kepada ex WBS untuk mengetahui perkembangannya secara langsung.
2. Menjalin hubungan dengan orangtua dan masyarakat atau lembaga
pengiriman WBS. Melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap kelangsungan usaha ex.
WBS, serta terminasi, jika ex. WBS sudah dapat hidup mandiri.
M. Sumber Dana
Dana operasional Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” Tebet, berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
setiap tahunnya, karena PSBR merupakan panti di bawah naungan pemerintah provinsi DKI Jakarta dan anggaran tersebut tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan
Anggaran DPA.
72
72
Wawancara dengan Kepala Tata Usaha PSBR pada tanggal 29 Oktober 2009
153
BAB IV GAMBARAN PELATIHAN DI PANTI SOSIAL BINA REMAJA
“TARUNA JAYA” DALAM MENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
A. Tahapan dan Analisis Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan untuk Menghasilkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas
1. Tahapan Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan
Indonesia merupakan bangsa dengan kuantitas penduduk yang sangat tinggi namun tidak diimbangi dengan kualitasnya. Kemudian akibat dari
rendahnya kualitas tersebut maka banyak angkatan kerja yang tidak terserap oleh sektor formal, selain dari penyebab lain yaitu tingginya inflasi dan larinya
penanam modal asing dari Indonesia. Pemerintah DKI Jakarta menyadari hal tersebut, maka didirikanlah
panti sosial remaja putus sekolah untuk melakukan pelatihan keterampilan bagi remaja putus sekolah. Karena menurut kepala bimbingan dan pelatihan
Dra. Wiwik Widyawati, M.Si, hal ini sesuai dengan visi dari PSBR “Taruna Jaya” sendiri yaitu menyelamatkan remaja dari ketelantaran agar dapat
tumbuh kembang secara wajar dan mampu hidup mandiri.
73
Untuk mengetahui apa saja yang dilakukan PSBR dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka penulis akan
mengutarakan tentang temuan hasil penelitian yang telah dilakukan.
73
Wawancara dengan Dra. Wiwik Widyati, M.Si kepala Bimbingan dan Pelatihan pada tanggal 05 Oktober 2009.
154
a. Masa Penerimaan dan Seleksi Calon Peserta
Dalam mencari atau menerima peserta, PSBR melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui lembaga-lembaga terkait namun untuk sosialisasi
secara khusus tidak ada, seperti yang diungkapkan oleh Drs. Saebun kepala Tata Usaha PSBR kepada penulis:
“Sosialisasi yang dilakukan PSBR itu sebetulnya diawali dengan penjangkauan. Penjangkauan itu artinya kita merekrut calon WBS ya. Itu
dilakukan dengan cara kita menyebarkan surat kepada seluruh instasi yang terkait kayak sudin di lima wilayah kota, BP3S kemudian ada lagi karang
taruna dan sebagainya tuh dikirimi surat dan termasuk dengan para PSM jadi kita namanya penjangkauan ya. Penjangkauan itu upaya mencari calon
klien untuk dididik di sini. Jadi sosialisasi secara khusus masyarakat dipanggil atau PSM dipanggil dan sebagainya itu tidak ada tetapi kalau
secara tidak langsung melalui penyebaran pamflet kemudian pada saat ada pameran itu kan penyebaran informasi ya tapi itu timing nya hanya
tertentu aja. Juga khusus sosialisasi itu masyarakat DKI kan luas jadi dipanggil semua itu gak jadi kita melalaui surat pemberitahuan bahwa
disini sudah saatnya ada penerimaan begitu. Itu juga salah satu cara untuk menjangkau melalui karyawan bisa juga melalui anak dari mulut ke mulut
itu juga bisa kayak gitu. Jadi kalau sosialisasi khusus memanggil masyarakat tidak ada ya.”
74
Setelah melakukan penerimaan peserta, PSBR melakukan seleksi dan wawancara pribadi kepada calon peserta. Seleksi sangat perlu dilakukan
untuk mengetahui kemampuan calon peserta dan dari mana peserta tersebut berasal, juga untuk memenuhi kapasitas atau daya tampung PSBR sendiri.
Menurut Drs. Saebun kepada penulis: “kalau saya lihat seleksi disini karena memang kita ada keterbatasan daya
tampung ya keterbatasan daya tampung seratus dua puluh orang. Sesungguhnya kita lebih dari seratus dua puluh, karena di atas bisa
digunakan tapi dalam prakteknya sesuai dengan anggaran yang tersedia kita terima setiap angkatan seratus dua puluh anak namun pada hasil
penjangkauan tadi itu ya, itu melebihi dari yang daya tampung disini jadi diadakan seleksi. Seleksi yang dilakukan di sini yaitu seleksi fisik kita tes
fisiknya melalui squat jump kemudian lari, push up itu formulirnya udah disiapin. Kemudian juga tes fisik dilakukan juga kemudian juga ada untuk
74
Wawancara dengan Drs, Saebun, kepala Tata Usaha PSBR pada tanggal 29 Oktober 2009.
155 tes fisik administrasi juga, kelengkapan administrasi juga dipertim-
bangkan kelengkapannya di surat penjangkauan tadi itu kan ada persyaratan-persyaratannya nah itu juga jadi seleksi.”
75
Seleksi admistrasi tersebut merupakan seleksi dari kelengkapan surat- surat yang terdiri dari:
j. Fotocopy KTP.
k. Pas foto 4x6 = 2 lembar dan 2x3 = 2 lembar.
l. Surat bebas narkoba surat keterangan dokterPuskemas.
m. Surat pengantar dari RtRw, Lurah setempat keterangan tidak mampu dan
tidak terlibat kriminal. n.
Surat rujukan dari institusi pelayanan kesejahteraan sosial pemerintahswasta.
o. Ijazah terakhir.
Setelah diseleksi surat-surat tersebut, kemudian dilakukan wawancara secara pribadi kepada calon peserta. Wawancara itu biasanya seputar tujuan
masuk PSBR dan wawancara tentang kehidupan calon peserta seperti pernah sekolah sampai tingkat apa dan sudah pernah bekerja atau belum.
76
b. Masa Pelatihan
Adapun yang dilakukan oleh PSBR saat ini adalah memberikan pelatihan keterampilan yang di dalamnya juga diberikan bimbingan sosial dan
bimbingan mental kepada para peserta pelatihan atau yang biasa disebut Warga Binaan Sosial WBS. Pelatihan diadakan selama enam bulan setiap
75
Ibid.,
76
Wawancara dengan Bambang alumni PSBR Jurusan Otomotif angkatan 79 pada tanggal 30 Oktober 2009
156 angkatannya dengan sistem institutional mothering atau pola pengasuhan di
dalam asrama. Dengan satu orang pembina asrama. Adapun macam-macam pelatihan keterampilan yang diberikan di
PSBR tersebut adalah: f.
Otomotif bengkel mobil dan motor g.
Las listrik dan karbit h.
Menjahit pakaian pria dan wanita i.
Salon tata rias dan kecantikan j.
AC air conditioner Selain itu para WBS juga diberikan bimbingan sosial dan bimbingan
mental serta spiritual setiap harinya. Waktu pelatihan keterampilan di PSBR terbagi menjadi dua waktu yaitu pagi dan siang hari. Pada pagi hari jam
pelatihan dimulai pada pukul 10.00 wib sampai pukul 12.00 wib setiap hari Senin sampai dengan hari Sabtu. Sedangkan untuk siang hari pelatihan
dimulai pada pukul 14.00 sampai dengan pukul 16.00 wib setiap hari Senin sampai dengan hari Jum’at, karena pada hari Sabtu siang banyak para WBS
yang meminta izin untuk pulang ke rumah dan biasanya mereka baru kembali ke PSBR pada Minggu sore.
77
Sedangkan untuk bimbingan sosial para WBS mendapatkannya setiap hari Senin sampai dengan Kamis pada pukul 08.30 wib sampai dengan pukul
10.00 wib dengan materi yang berbeda setiap harinya dari hari Senin sampai dengan hari Kamis. Biasanya hari Senin itu diberikan materi sistem usaha
kesejahteraan sosial, hari Selasa materi tentang etika sosial, hari Rabu materi
77
Observasi peneliti.
157 tentang pancasila dan kewarganegaraan, kemudian hari Kamisnya materi
tentang kewirausahaan. Sedangkan untuk pelaksanaan bimbingan mental dan spiritual biasanya dilakukan setelah WBS melakukan shalat Maghrib
berjamaah sampai dengan shalat Isya setiap harinya kecuali hari Sabtu dan Minggu karena banyak WBS yang pulang ke rumahnya masing-masing.
78
Untuk pelatihannya sendiri masing-masing jurusan berbeda instruktur dan jumlahnya. Untuk jurusan keahlian otomotif dan AC terdapat dua orang
instrukur, namun untuk jurusan keahlian las, salon dan menjahit hanya terdapat satu orang instruktur. Tetapi untuk pendamping setiap jurusan
keahlian hanya terdapat satu orang pendamping di luar instruktur. Di dalam memberikan materi kepada para peserta, para pelatih
biasanya lebih banyak menggunakan metode ceramah dengan sesekali memberikan tanya jawab di akhir jam pelatihan.
79
Hal ini seperti yang diugkapkan oleh Dede Supriadi kepada penulis bahwa, “…ya paling kita
metodenya metode seperti biasa kita text book untuk materi setelah itu kita tanya jawab…”
80
Namun ada juga jurusan yang menggunakan metode diskusi sebagai bagian dari penyampaian materi. Jurusan salon merupakan jurusan
yang menggunakan metode tersebut, dan metode itu dilakukan setiap Senin pagi yang disebut dengan briefing.
81
Peraanan sebagai pelatih di PSBR sangat beragam, karena bukan hanya sebagai penyusun dan pemberi materi, namun juga sebagai motivator
dan evaluator serta pengawas bagi para peserta pelatihan. Karena ada pelatih
78
Ibid.,
79
Observasi peneliti
80
Wawancara dengan Dede Supriadi Instruktur AC pada tanggal 29 Oktober 2009.
81
Observasi peneliti.
158 yang tinggal di lingkungan PSBR namun ada juga yang tinggal di luar
lingkungan PSBR. Menurut Dede Supriadi kepada penulis bahwa, “…tapi selain di kelas kita pun sering berinisiatif untuk mendidik anak-anak di luar
sana jadi tanggung jawab kita, itu yang khususnya hanya empat jam tapi kalau kita dua puluh empat jam karena kita di dalam.”
82
Untuk jumlah materi yang diberikan kepada peserta sesuai dengan jurusannya masing-masing. Menurut Drs. Saebun dan Bapak Taufik
pendamping untuk jurusan salon kepada penulis mengatakan bahwa kurikulum pelatihan yang dipakai di PSBR dan pembagian waktu dalam
pelatihan sesuai dengan instruktur masing-masing setiap jurusan jadi tidak ada kurikulum untuk pelatihan dari PSBR sendiri ataupun Dinas Sosial DKI
Jakata. Sedangkan menurut kepala bimbingan dan pelatihan Ibu Dra. Wiwik Widyati M. Si, “Yang ada di PSBR hanya kurikulum untuk pembinaan Warga
Binaan Sosial yang diterbitkan oleh Dinas Sosial DKI Jakarta.”
83
Sedangkan menurut Dede Supriadi instruktur dari jurusan AC kepada penulis menerangkan untuk jurusan AC bahwa: “Satu bulan kita kan di teori.
Itu satu bulan lebih lah satu bulan setengahan kotornya ya. Kalau kotornya itu dua bulan anak-anak harus menguasai materi dari mulai pengenalan sampai di
intinya kerusakan ataupun komponen nah setelah itu baru kita teruskan di praktek. Biasanya praktek materi dua bulan itu semuanya kita representasikan
di praktek sampai anak-anak menjelang PKL.”
84
82
Wawancara dengan Dede Supriadi Instruktur AC pada tanggal 29 Oktober 2009.
83
Wawancara dengan Dra. Wiwik Widyati, M.Si kepala Bimbingan dan Pelatihan pada tanggal 04 November 2009.
84
Wawancara dengan Dede Supriadi Instruktur AC pada tanggal 29 Oktober 2009.
159 Namun banyak dari alumni PSBR sendiri yang mengeluhkan bahwa
apa yang didapat selama mengikuti pelatihan di PSBR hanya merupakan dasar dari jurusan tersebut, sehingga pada saat praktek di luar PSBR atau berada di
dunia kerja mereka tertinggal jauh. Penulis juga melihat sendiri bahwa materi yang diberikan oleh PSBR cukup lengkap. Namun dengan waktu yang hanya
enam bulan dan banyak terpotong oleh libur serta kegiatan-kegiatan lain di PSBR sehingga pemberian materi terkadang tidak selesai.
85
Hal ini sesuai dengan pernyataan salah seorang alumni PSBR angkatan 79 kepada penulis
dia mengatakan bahwa, “pembagian waktunya nggak jelas karena materi- materinya kadang belum selesai sudah dilongkapin beralih ke materi baru-
pen terus juga kadang-kadang langsung praktek”
86
Kemudian untuk
kemampuan pesertanya
sendiri, PSBR
memberlakukan hal yang sama kepada semua pesera. Artinya PSBR menyamakan tingkat kemampuan semua peserta dalam mengikuti, padahal
setiap peserta di PSBR berasal dari tingkat pendidikan yang bebeda-beda.
87
Hal ini akan membuat peserta yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah akan tetinggal dalam memahami materi yang diberikan.
Di PSBR sendiri terdapat ruangan yang cukup untuk melakukan pelatihan keterampilan yang masing-masing ruangan terpisah satu dengan
yang lainnya, untuk jurusan otomotif ruangan teori dan praktek berbeda, sedangkan untuk jurusan yang lain teori dan praktek dilakukan di ruangan
yang sama. Sedangkan bimbingan sosial dilakukan di ruangan tersendiri PSBR juga terdapat asrama tempat para WBS tinggal dengan asrama putra
85
Observasi peneliti.
86
Wawancara dengan alumni PSBR angkatan 79.
87
Observasi peneliti.
160 dan putri yang dipisahkan oleh lorong kantor. Terdapat juga musholla yang
biasa digunakan shalat berjamaah dan bimbingan mental dan spiritual. Serta terdapat juga lapangan dan aula.
c. Masa Terminasi
Para WBS juga mendapat program Praktek Belajar Kerja PBK atau yang biasa dikenal dengan Praktek Kerja Lapangan PKL di luar PSBR
selama satu bulan di setiap bulan terakhir menjelang dari pelatihan tersebut berakhir. Dan untuk mencari tempat PKL tersebut, setiap WBS dibebaskan
untuk mencarinya dengan sebelumnya melakukan survey ke lembaga tersebut dan kemudian setelah itu datang kembali dengan membawa surat dari PSBR
untuk lembaga tersebut. Untuk mencari tempat PKL para WBS diberikan waktu selama dua minggu. Tetapi jika menjelang PKL ada WBS yang belum
mendapatkan tempat PKL dan berdasarkan pemantauan instruktur bahwa WBS tersebut benar-benar mencari tempat PKL, tidak main-main, maka
instruktur memberikan alamat PKL untuk WBS tersebut.
88
Pada saat melakukan PKL para instruktur melakukan monitoring kepada para WBS. Monitoring ini biasanya dilakukan oleh instruktur masing-
masing jurusan. Menurut Dede Supriadi monitoring dilakukan kepada para WBS ketika melakukan PKL dan melakukan perjanjian dengan pihak bengkel
mengenai hal-hal yang mungkin diperlukan.
88
Observasi peneliti
161
2. Analisis Terhadap Pemberian Pelatihan Keterampilam di PSBR untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
Pelatihan yang dilakukan di PSBR sudah memenuhi semua unsur untuk mengadakan suatu pelatihan seperti yang dikemukan oleh Oemar
Hamalik, yaitu: a.
Peserta pelatihan b.
Instruktur atau pelatih c.
Lamanya waktu pelatihan d.
Metode pelatihan Dari keempat unsur di atas dapat kita lihat satu per satu apa yang
kurang dalam pelatihan yang dilakukan di PSBR. Misalnya dari segi para pesertanya yang kurang peduli akan begitu pentingnya pelatihan tersebut
untuk dirinya agar mampu bersaing di masa yang akan datang. Juga adanya keterbatasan sarana dan prasarana pelatihan seperti banyak yang diungkapkan
kepada penulis bahwa sarana dan prasaran sebagai penunjang pelatihan sangat kurang. Karena menurut Bapak Saebun, PSBR sendiri sangat keterbatasan
dana karena dana tersebut merupakan alokasi dari Pemerintah DKI Jakarta.
a. Peserta
Peserta pelatihan di PSBR yang berjumlah 120 orang setiap angkatan, sebenarnya sudah cukup dan tidak terlalu banyak bila dibagi dengan jumlah
jurusan yang ada. Numun setiap jurusan tidak merata jumlah pesertanya. Setiap peserta juga memiliki latar belakang pendidikan yang bebeda-beda, ada
yang hanya lulusan SD, SMP dan ada juga yang telah lulus dari SMA. Dari
162 latar belakang pendidikan yang berbeda itu dapat mempengaruhi suasana
pelatihan, maksudnya peserta yang satu dengan yang lain akan berbeda dalam menangkap materi yang diberikan. Hal ini harus diperhatikan benar oleh
instruktur pelatihan, karena jika peserta tidak mengerti apa yang disampaikan instruktur maka akan membuat pelatihan itu gagal.
Jurusan otomotif menjadi jurusan favorit dan banyak dipilih oleh calon peserta. Jurusan tersebut menurut data angkatan 73 sampai dengan angkatan
79 selalu memiliki peserta di atas 30 peserta. Berbeda dengan jurusan lain yang tidak stabil kadang banyak kadang sedikit.
Tabel 2. Jumlah WBS di PSBR
2006 2007
2008 2009
Jurusan 73
74 75
76 77
78 79
Otomotif 32
34 31
34 31
33 33
Las 22
31 34
30 30
25 28
Menjahit
16 24
25 16
11 21
12
Salon 27
18 16
13 20
20 15
AC 24
23 24
27 23
21 32
Sumber: Bagian Data PSBR
Menurut data tersebut di atas untuk angkatan 79 peserta yang mempunyai minat di jurusan menjahit paling sedikit. Sedangkan yang
mempunyai peserta terbanyak kedua di angkatan 79 adalah jurusan AC.
163
Tabel 3. Jumlah Ketersaluran WBS
2006 2007
2008 2009
Jurusan 73
74 75
76 77
78 79
Otomotif 10
15 12
17 15
20 -
Las 13
14 14
15 15
12 -
Menjahit
12 12
17 11
10 16
-
Salon 15
11 10
10 9
14 11
AC 10
10 15
17 12
17 16
Jumlah 60
62 68
70 61
74 27
Keterangan: Penyaluran ke lapangan kerja sektor informaldunia kerja swasta.
Bengkel mobil, motor, las, konveksi, garmen, taylor, salon kecantikan bengkel AC split dan wirasasta.
Sumber: Bagian Data PSBR.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata sekitar 50 lebih peserta pelatihan dapat tersalurkan. Alumni PSBR yang juga mantan Presiden
WBS angkatan 79 kepada penulis mengatakan bahwa, “...anak-anak yang secara dengan kesadarannya akan masa depan akan mempergunakan pelatihan
itu dengan sebaik-baiknya.”
89
Jika benar dilakukan monitoring setelah para peserta keluar PSBR atau melakukan bimbingan lanjut atau bimjut, maka PSBR juga dapat mengetahui
para peserta yang telah menjadi alumni ke mana mereka selanjutnya kalau tidak bekerja di sektor yang disebutkan di atas. Atau mungkin PSBR hanya
melakukan monitoring hanya kepada sebagian WBS saja dan tidak secara
89
Wawancara dengan Sugiharto Alumni PSBR Jurusan Las dan juga Presiden WBS angkatan 79 pada tanggal 30 Otober 2009.
164 keseluruhan. Karena menurut seorang alumni PSBR angkatan 79 dari jurusan
las kepada penulis bahwa: “…nggak ada monitoring sama sekali setelah lulus.”
90
Ketika di dalam pelatihan ada saja para peserta yang seringkali berulah dengan tidak mengikuti aturan. Hal ini menjadi tantangan PSBR agar dapat
mengubah perilaku para peserta tersebut.
b. Instruktur atau Pelatih
Dalam melakukan pelatihan unsur pelatih merupakan unsur yang sangat penting. Karena merupakan ujung tombak suatu pelatihan, hal ini
disebabkan pelatihlah yang berhubungan langsung dengan para peserta untuk mengubah pengetahuan dan pola pikir peserta tersebut bukan penyelenggara
pelatihan. Pelatih atau juga bisa disebut guru mempunyai berbagai peranan dalam suatu pelatihan seperti yang diungkapkan Dr.Oemar Hamalik dalam
bab dua adalah sebagai berikut
91
: 13.
Peranan sebagai pengajar. Para pelatih di PSBR sudah menjalankan peranan ini dengan baik, karena sama di PSBR pelatih sama saja dengan
guru yang mengajar di kelas seperti sekolah formal.
92
14. Peranan sebagai pemimpin kelas. Para pelatih di PSBR juga bisa disebut
sebagai pemimpin kelas karena telah melaksanakan perancanaan, pelaksanaan dan penilaian. Namun dari segi pengawasan sebagai sisi
pemimpin kelas yang diungkapkan dalam teori ini kurang dilaksanakan,
90
Wawancara dengan Lucky Bayu Hidayat Alumni PSBR Jurusan Las angkatan 79 pada tanggal 30 Otober 2009.
91
Oemar Hamalik, Manajemen Pelatihan, h. 145.
92
Observasi Peneliti.
165 hal ini terlihat masih banyaknya peserta yang bercanda dan tidak serius
ketika pelatihan berlangsung sehingga menganggu suasana kelas.
93
15. Peranan sebagai pembimbing. Peranan ini sudah dilakukan oleh pelatih di
PSBR, namun tidak semua pelatih menjalankannya dengan baik. Ada pelatih yang hanya memberikan bimbingan kepada peserta yang benar-
benar aktif dan mau bertanya kepadanya sedangkan peserta yang acuh tak acuh dibiarkan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sugiarto
bahwa, “…sebenarnya kalau disana kita lebih efektif kesadaran..”
94
16. Peranan sebagai fasilitator. Peranan ini kurang dijalankan dengan baik
karena banyak peserta yang terlihat pasif dan hanya menerima materi yang diberikan. Untuk peranan ini sama dengan perananan di atas.
95
17. Peranan sebagai peserta aktif. Peranan ini hanya dilakukan oleh beberapa
pelatih.
96
18. Peranan sebagai ekpeditor. Peranan ini sudah dilakukan oleh para
pelatih.
97
19. Peranan sebagai pembelajaran. Peranan ini sudah dilakukan oleh setiap
pelatih. Karena materi yang diberikan untuk peserta di PSBR disusun oleh pelatih sendiri. Namun, untuk waktu pemberian materi kadang tidak
tepat.
98
20. Perananan sebagai pengawas. Peranan ini sangat kurang dilaksanakan
karena dapat dilihat dari banyaknya peserta yang tidur di asrama pada saat
93
Ibid.,
94
Wawancara dengan Sugiharto
95
Ibid.,
96
Observasi Peneliti.
97
Ibid.,
98
Wawancara dengan instruktur dan pendamping jurusan.
166 jam pelatihan berlangsung. Tetapi pelatih juga mengandalkan petugas
piket dalam hal pengawasan ini.
99
21. Peranan sebagai motivator. Untuk di dalam kelas pelatih sudah melakukan
peranannya sebagai motivator, namun untuk di luar kelas hanya peserta yang dekat dengan pelatih yang kadang diberikan motivasi oleh pelatih.
100
22. Peranan sebagai evaluator. Peranan ini sudah dilakukan oleh setiap pelatih
karena para pelatih sendiri yang melakukan evaluasi terhadap pesertanya.
101
23. Peranan sebagai konselor. Untuk peranan ini, ada pelatih yang
melakukannya namun ada juga pelatih yang tidak melakukannya.
102
24. Peranan sebagai penyidik sikap dan nilai. Untuk peranan ini pelatih hanya
melakukan penyelidikan terhadap sikap para peserta tanpa melakukan penyelidikan terhadap sistem nilai yang dijadikan panutan hidup seorang
peserta.
103
Begitu banyaknya peranan tersebut yang dapat menciptakan kondisi pelatihan menjadi kondisi yang baik. Jika pelatihan itu baik pasti akan
menghasilkan para alumni yang berkualitas. Secara keseluruuhan di PSBR, pelatih selain sebagai pemberi materi kepada para WBS, pelatih juga
menyusun materi yang akan diberikan serta sebagai pembimbing dan motivator di dalam kelas.
Tetapi jika dilihat dari beberapa jurusan seperti jurusan otomotif dan las untuk angkatan 79, seakan peran pelatih tersebut sangat kurang dalam segi
99
Observasi Peneliti.
100
Wawancara dengan Sugiarto.
101
Observasi Peneliti.
102
Ibid.,
103
Ibid.,
167 bimbingan dan pengawasan karena pada jam pelatihan siang hari masih
banyak para WBS dari jurusan tersebut yang tidur di asrama dan tidak mengikuti pelatihan.
104
Hal demikian tersebut mengakibatkan WBS yang tidur tersebut tidak akan mengerti tentang materi yang disampaikan pada saat itu. Kemudian efek
dari hal itu akan mengganggu kegiatan pelatihan tersebut, dengan misalnya mereka yang tidur tidak akan bisa mengerjakan tugas untuk praktek yang
diberikan oleh instruktur. Namun, tanggung jawab seakan tidak berimbang antara pelatih yang
tinggal di lingkungan PSBR dengan pelatih yang tinggal di PSBR karena pelatih yang tinggal di lingkungan PSBR harus menerima “resiko” tugas
tambahan yaitu sebagai pengawas peserta pelatihan setelah jam pelatihan selesai.
c. Lamanya Waktu Pelatihan
Pelatihan yang dilakukan di PSBR selama enam bulan setiap angkatan seharusnya bisa menghasilkan lulusan yang benar-benar siap menghadapi
pekerjaan yang sesuai dengan jurusannya. Karena di dalam lembaga-lembaga pelatihan swasta atau kursus, biasanya hanya diberikan waktu sangat singkat
yaitu antara satu sampai dengan tiga bulan setiap angkatannya. Jadi, dengan kata lain waktu yang diberikan PSBR kepada peserta pelatihan lebih panjang
dari lembaga pelatihan swasta atau kursus singkat yang sedang marak akhir- akhir ini.
104
Observasi Peneliti.
168 Untuk lamanya waktu pelatihan Dr. Oemar Hamalik dalam bab dua
menjelaskan bahwa lama tidaknya waktu pelatihan didasarkan pada pertama jumlah banyaknya suatu kemampuan yang hendak dipelajari karena semakin
banyak pengetahuan yang dipelajari semakin lama pula pelatihan tersebut. Untuk di PSBR materi yang diberikan untuk pelatihan keterampilan sudah
cukup lengkap. Namun, karena waktu yang diberikan banyak terpotong dengan kegiatan lain maka seakan kurang cukup untuk mendapatkan materi
tersebut secara menyeluruh. Kedua, kemampuan belajar peserta artinya setiap peserta pasti
memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Namun di PSBR semua peserta disamaratakan kemampuannya, sehingga peserta yang memiliki
tingkat pendidikan rendah seakan kesulitan untuk mengikuti materi yang diberikan. Hal ini bisa menjadi baik jika peserta tersebut menjadi lebih aktif
untuk mengetahui tentang materi yang tidak diketahuinya itu. Kemudian hal tersebut bisa menjadi buruk apabila peseta tersebut menjadi tidak percaya diri
karena dengan tingkat pendidikannya. Ketiga, media pengajaran yang menjadi alat bantu artinya sarana dan
prasarana penunjang pelatihan. Untuk hal yang ketiga ini, di PSBR sangat kurang.
Dari waktu enam bulan tersebut, waktu yang efektif untuk mendapatkan teori dan praktek di PSBR adalah sekitar empat bulan. Hal ini
dikarenakan para peserta melakukan program PKL selama satu bulan di bulan terakhir dari pelatihan tersebut. Dalam kurun waktu empat bulan tersebut
setiap pelatih akan membaginya ke dalam beberapa bagian. Dede Supriadi
169 instruktur AC mengatakan kepada penulis bahwa, “Satu sampai dua bulan
untuk jurusan AC adalah pengenalan dan pengusaan teori dan setelah itu baru praktek.”
Dengan waktu 6 bulan tersebut, beberapa alumni mengatakan bahwa mereka di PSBR hanya mendapatkan dasar dari jurusan mereka. Kemudian
pengembangnya mereka lakukan di tempat PKL maupun tempat kerja mereka selanjutnya. Hal senada juga diungkapkan oleh instruktur salon, beliau
mengatakan bahwa, “Apa yang didapat di PSBR merupakan dasar sehingga untuk mendapatkan gaya atau style yang cocok bagi mereka, mereka akan
dapatkan sendiri di lapangan kerja yang akan mereka geluti nanti.”
d. Metode Pelatihan
Ada berbagai macam metode yang terdapat dalam melakukan pelatihan. Semua metode tersebut dapat dilakukan di PSBR agar para peserta
tidak merasa bosan dengan hanya satu metode saja yang dilakuakn yaitu metode ceramah. Hampir semua jurusan melakukan metode tersebut.
Namun ada juga jurusan yang melakukan metode lain agar suasana kelas tidak bosan. Seperti yang dilakukan oleh jurusan salon yaitu melakukan
metode diskusi atau yang mereka sebut dengan briefing setiap Senin pagi sebelum pelatihan dimulai dengan melibatkan semua WBS jurusan salon.
105
Selanjutnya menurut Bapak Uke Agustian bahwa, “…hal ini dilakukan agar para WBS terbiasa dengan briefing yang dilakukan di dunia kerja sebelum
105
Observasi peneliti.
170 mereka melakukan pekerjaan dan juga untuk mempererat rasa kepercayaan di
dalam diri mereka.” Sedangkan metode lain menurut Ibnu Anshori dalam modul
pelatihan
106
dalam bab dua adalah sebagai berikut: f.
Metode ceramah. Metode ini sudah dilakukan di PSBR oleh setiap pelatih maupun guru dalam bimbingan sosial serta bimbingan mental dan spiritual.
g. Metode tanya jawab. Untuk metode ini sudah digunakan, namun tidak
secara maksimal. Metode ini biasanya dilakukan di akhir sesi dengan pelatih atau guru menanyakan apakah ada pertanyaan dari peserta, jika
tidak ada pertanyaan dari peserta maka pelatih tidak mamancingnya dan hanya mengakhiri pertemuan tersebut.
h. Metode demonstrasi. Metode ini bisa juga disebut metode praktek. Di
PSBR sendiri metode praktek sudah dilakukan tetapi tidak secara maksimal, karena adanya keterbatasan sarana dan prasarana untuk
melakukan praktek terhadap semua peserta. i.
Metode sosiodrama. Metode belum dilakukan sama sekali oleh setiap jurusan. Apabila metode ini akan digunakan, bisa saja para peserta
mempraktekkan keadaan di kelas seakan berada di lingkungan kerja. j.
Metode diskusi. Metode ini sudah dilakukan oleh jurusan salon pada setiap Senin pagi. Diskusinya bukan hanya seputar materi yang diberikan, tetapi
juga terhadap permasalahan pribadi yang sedang dihadapi setiap peserta. Kemudian hal tersebut diungkapkan di dalam forum yang nantinya untuk
dipecahkan secara bersama-sama. Dalam diskusi tersebut juga dilakukan
106
Ibnu Anshori, Modul Pelatihan, h. 10-12
171 penilaian satu sama lain sesama peserta dan juga kepada instruktur. Hal ini
sangat baik dilakukan untuk memperkuat rasa kebersamaan di kalangan peserta.
Jika metode di atas digunakan secara bergantian, kemungkinan setiap peserta dapat mengetahui secara jelas apa yang diberikan instruktur di kelas.
Karena terkadang ada peserta yang bosan dengan metode ceramah dan mengajak teman lain berbicara saat penyampaian materi berlangsung dan hal
ini akan mengganggu proses pemberian materi tersebut. Menurut kepala bimbingan dan pelatihan, “PSBR melakukan sistem 75
praktek dan 25 teori.” Jadi, seharusnya dengan porsi yang lebih besar untuk praktek, para peserta seharusnya juga lebih cepat memahami dan
mengerti dari materi tersebut. Artinya peserta pelatihan seharusnya lebih cakap dalam melakukan praktek.
Namun beberapa alumni PSBR juga berkata kepada penulis bahwa yang mereka dapatkan di PSBR hanya merupakan dasar-dasar dari jurusan-
jurusan tersebut sedangkan untuk pengembangannya dilakukan di tempat kerja seperti PKL dan saat bekerja itu sendiri. Oleh karena itu saat keluar dari PSBR
mereka sangat merasakan bahwa apa yang didapat di PSBR masih sangat jauh tertinggal bila dibandingkan dengan yang terjadi di lapangan kerja sebenarnya.
Sebenarnya hal ini sudah sering diperingatkan kepada para WBS oleh instruktur bahwa apa yang akan ditemukan di lapangan pekerjaan sangat
berbeda yang terjadi di dalam pelatihan. Tetapi untuk materi bimbingan sosial serta bimbingan spiritual dan
mental sangat baik karena dapat membentuk peserta menjadi lebih saling
172 menghargai antara peserta satu dengan yang lainnya. Materi tersebut bukan
hanya memberikan motivasi untuk menjadi peserta lebih baik namun juga dapat mengubah pandangan dan pola pikir di kalangan para WBS. Hal ini
diungkapkan oleh alumni PSBR angkatan 79 kepada penulis bahwa, “…jadi gue bisa ngerasain mereka mereka yang butuh. Yang apa lah orang kayak gitu
pasti ada pelariannya. Jadi gue gak nganggep orang itu gini-gini nih. nah gitu, kalau itu dapet di sosialnya bang, bagus gue seneng sama ceramahnya
bang…”
107
Dengan kata lain, selain membangun sumber daya manusia yang berkualitas dari segi keterampilannya juga dibutuhkan membangun sumber
daya manusia dari segi emosional dan spritualnya, begitulah yang PSBR lakukan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini
sejalan dengan tujuan pelatihan yang dijelaskan oleh Dr. Oemar Hamalik dalam bab dua.
Para alumni angkatan 79 sendiri yang setelah mengikuti pelatihan merasa bahwa rasa kebersamaan dalam kehidupan bersosial di PSBR sangat
tinggi sehingga mereka terbawa sampai dengan mereka keluar dari PSBR.
B. Proses Pemberian Penilaian dan Dasar Penilaian bagi PSBR serta Analisis Terhadap Penilaian yang Diberikan
1. Proses Pemberian Penilaian
Setelah selesai mengikuti pelatihan selama enam bulan, para peserta mendapatkan sertifikat dan daftar nilai dari PSBR. Di dalam daftar nilai ini
107
Wawancara pribadi dengan alumni PSBR angkatan 79.
173 peserta mengetahui berapa nilai yang mereka peroleh selama mengikuti
pelatihan tersebut. Penilaian yang didapatkan oleh para peserta adalah penilaian setelah
mereka melakukan semua kegiatan yang diberikan oleh PSBR. Mulai dari teori, praktek sampai dengan praktek kerja lapangan yang dilakukan di
lembaga di luar PSBR. Setelah melakukan PKL biasanya para peserta menuliskan laporannya kepada pihak PSBR yang disebut karya tulis dan
setelah itu baru kemudian para peserta melakukan ujian atau tes secara tertulis mengenai materi-materi yang bukan merupakan materi jurusan.
2. Dasar pemberian Penilaian kepada Peserta
Yang menjadi kriteria PSBR dalam melakukan penilaian terbagi menjadi lima kelompok materi. yaitu sebagai berikut
108
: 6.
Kelompok dasar yang terdiri dari: 1. Pendidikan Moral Pancasila
2. Pembinaan Keagamaan 3. Sistem Usaha Kesejahteraan Sosial
4. Etika Sosial 5. Manajemen Kewirausahaan
7. Kelompok inti. Dalam kelompok ini materi diberikan oleh jurusannya
masing-masing. 8.
Karya tulis. Karya tulis dibuat setelah para peserta melakukan PBK atau PKL dan bersifat individu.
108
Bagian data PSBR.
174 9.
Praktek belajar kerja. Nilai dari materi ini diberikan oleh lembaga yang menerima para peserta untuk melakukan PBK ini.
10. Kelompok penunjang, yang terdiri dari:
1. Tanggung jawab kerja
2. Disiplin
3. Kerajinan
4. Kejujuran
5. Kerjasama
Sedangkan untuk kelompok inti dari penilaian setiap jurusan berbeda- beda. Untuk kelompok otomotif penilaian inti tersebut meliputi penilaian
materi: I. Teori Otomotif
II. Praktek Otomotif 1. Roda Dua
1. Roda Dua a. Engine
a. Engine b. Rangkachasis
b. Rangkachasis c. Kelistrikan
c. Kelistrikan 2. Mobil
2. Mobil a. Engine
a. Engine b. Rangkachasis
b. Rangkachasis c. Kelistrikan
c. Kelistrikan Untuk jurusan las penilaian inti tersebut meliputi penilaian materi:
I. Teori II. Praktek
1. Teori las listrik 1. Praktek dasar las listrik
2. Teori las otogen 2. Praktek dasar las otogen
175 3. Praktek membuat tralis, pagar,
jemuran dll. Untuk jurusan AC penilaian inti t terbagi menjadi penilaian materi:
I. Teori PendinginAC 1.
Teori dasar pendinginAC 2.
Teori jenis dan fungsi bahan pendingin 3.
Teori penggunaan peralatan 4.
Teori pemvakuman sistem pengisian bahan pendingin 5.
Teori analisa gangguan 6.
Teori pengenalan komponen dasar elektronika II. Praktek PendinginAC
1. Praktek pengenalan komponen dasar elektronika
2. Praktek kelistrikan
3. Praktek penggunaan peralatan
4. Praktek pemvakuman sistem pengisian bahan pendingin
5. Praktek analisa gangguan.
Kemudian untuk jurusan salon penilaian inti terdiri dari materi: I. Teori Tata Rias
II. Praktek Tata Rias 1. Teori keramas
1. Praktek keramas 2. Teori pengeritingan
2. Praktek pengeritingan 3. Teori creambath
3. Praktek creambath 4. Teori pewarnaan
4. Praktek pewarnaan 5. Teori penataan rambut
5. Praktek penataan rambut 6. Teori blowdry
6. Praktek blowdry
176 Sedangkan untuk jurusan menjahit yang menjadi penilaian inti adalah
materi: I. Teori Menjahit
II. Praktek Menjahit 1. Teori dasar menjahit
1. Praktek memotong bahan 2. Teori membuat pola
2. Praktek menjahit pakaian 3. Teori menggunakan mesin
3. Praktek mengobras 4. Teori mengobras 4. Praktek mengesom dan
membuat lubang kancing Dari materi-materi penilaian di atas dapat disimpulkan bahwa yang
menjadi bahan penilain setiap jurusan adalah penilain teori dan praktek. Jadi, tidak hanya penilaian terhadap praktek saja namun teori juga diperlukan. Baik
buruknya nilai yang diterima oleh peserta adalah akibat dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh PSBR kepada peserta tersebut. Jika peserta tersebut
jarang mengikuti pelatihan tetap diberi nilai namun dengan nilai yang kecil.
109
Setelah keluar dari PSBR untuk para alumni masih dilakukan monitoring
menurut bapak Taufik kepada penulis, “Kita pantau bisa melalui by phone
bisa juga melalui kita dapet informasi dari perusahaan. Yang paling telat ya tiga bulan ya. Setelah mereka selesai satu bulan paling cepet karena
begitu selesai mereka kan ada yang bekerja ada juga yang tidak mendapat pekerjaan sedang berusaha dan menunggu panggilan nah kita bisa nelihat
siapa saja yang sudah bekerja siapa saja yang belum siapa saja yang saat ini sedang menunggu panggilan kerja.”
110
109
Observasi peneliti.
110
Wawancara dengan Bpk. Taufik Hidayat pendamping jurusan Salon di PSBR pada tanggal 29 Oktober 2009.
177
3. Analisis tentang Penilaian
Setiap pelatihan yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga pelatihan, pasti akan memberikan sertifikat kepada para pesertanya di akhir masa
pelatihan tersebut. Begitu juga dengan PSBR yang memberikan sertifikat dan daftar nilai kepada para pesertanya. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya
pada bab empat ini, untuk materi yang menjadi dasar pemberian penilain di PSBR terbagi menjadi lima kelompok materi.
Dalam memberikan nilai kepada peserta haruslah memiliki tiga aspek seperti yang dikemukan oleh Rokeach dalam bab dua, yaitu:
1. Aspek kognitif. Yang menjadi aspek kognitif dalam pemberian nilai di
PSBR adalah kelompok materi praktek belajar kerja dan karya tulis. Karena dalam dua kelompok ini, para peserta dapat dapat menjelaskan
pengetahuannya melalui materi praktek belajar kerja dan kemudian dapat memberikan opini serta pemikirannya yang dituangkan dalam bentuk
karya tulis. 2.
Aspek afektif. Yang menjadi aspek afektif dalam pemberian nilai di PSBR adalah kelompok materi inti atau kelompok materi dari jurusan masing-
masing. Karena dalam kelompok materi ini dapat mewakilkan perasaan peserta pelatihan apa yang diinginkannya terhadap pelatihan tersebut.
3. Aspek tingkah laku Yang menjadi aspek tingkah laku dalam pemberian
nilai di PSBR adalah kelompok materi dasar dan kelompok materi penunjang. Karena dalam dua materi ini dapat berpengaruh dan
mengarahkan tingkah laku para peserta pelatihan.
178 Jadi, dalam penilain yang diberikan oleh PSBR kepada para pesertanya
dapat dikatakan sudah memenuhi ketiga aspek nilai yang dikemukakan oleh Rokeach tersebut.
179
BAB V PENUTUP