1.1. Surat Kabar Kota Medan sebagai Kota Perkebunan

dalam segi ideal dan komersialnya, mengingat saat itu pers pemeintah maupun pers asing masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya. Pers surat kabar atau majalah merupakan sarana komunikasi publik yang utama untuk memantapkan kebangkitan nasional dalam rangka mencapai cita-cita perjuangan. Pers nasional terus menyiarkan berita tulisan perlawanan terhadap kolonialisme dan menentang siasat Belanda untuk memecah-belah bangsa Indonesia. Pers Republiken mendukung upaya diplomasi internasional atas dasar kemerdekaan penuh, baik menghadapi Persetujuan Linggajati 15 November 1946 maupun Persetujuan Renville 17 Januari 1948, apalagi terbukti pihak Belanda sendiri telah menginjak-injak persetujuan tersebut dengan melancarkan agresi militer pertamanya pada bulan Juli 1947 dan agresi militer kedua pada bulan Desember 1948. Selain itu, selama perundingan Indonesia-Belanda berlangsung di Den Haag, pers Republiken secara tegas menolak pembentukan negara-negara kecil yang didukung Belanda, seperti Negara Indonesia Timur 1946, Negara Sumatera Timur 1947, Negara Madura 1948, Negara Pasundan 1948, Negara Sumatera Selatan 1948, Negara Djawa Timur 1948 dan lain-lain. 33 Awal kemerdekaan tahun 1945, pers merupakan ujung tombak dalam menyampaikan berita proklamasi. Sebagaimana yang terjadi di Medan, ketiadaan pers yang berhaluan republiken pada awal proklamasi - sebagai akibat larangan yang dilakukan oleh Dai Nippon terhadap surat kabar selama Jepang berkuasa di Medan -

4. 1.1. Surat Kabar

33 Ibid. hal 132. Universitas Sumatera Utara berimbas pada terlambatnya berita proklamasi mengalami di Kota Medan. Oleh karena itu, ketika Indonsia merdeka para tokoh pergerakan di Medan segera menerbitkan surat kabar yang berhaluan Republiken 34 Para tokoh pers segera mendirikan kembali Pewarta Deli yang sempat berhanti pada masa pemerintahan Jepang, Surat kabar ini dipimpin oleh Mohammad Said dan Amarullah Ombak Lubis. Ini terjadi pada bulan September 1945. . Pada akhir tahun 1945 sampai awal tahun 1946, tentara sekutu dan tentara Belanda telah berhasil merebut Kota Medan sehingga badan perjuangan rakyat harus mengungsi ke luar. Pada saat itu, Kota Medan menjadi daerah yang dikuasai sepenuhnya oleh pasukan sekutu dan tentara Belanda, sedangkan para tentara dan badan perjuangan rakyat mengatur perjuangan dari luar Kota Medan. Selain itu, para pejuang pers di kota Medan harus berjuang menghadapi berbagai propaganda yang merugikan perjuangan. Propaganda ini sengaja dilakukan melalui surat kabar Aneta yang merupakan surat kabar milik pemerintah Belanda. Untuk membendung propaganda yang dilakukan oleh Belanda tersebut, para pejuang juga melakukan hal yang sama dengan memuat berbagai tulisan yang bernada provokatif mengajak rakyat untuk membela kemerdekaan Republik Indonesia. 35 34 Wawancara dengan Muhammad TWH tanggal, 22 Juni 2009. 35 Prabudi Said, Berita Peristiwa 60 Tahun Waspada. Medan : PT. Prakarsa Abadi Press, 2006.Op. cit hal. 182. Kemudian Mimbar Oemoem dengan redaktur Abdul Wahab Siregar, Sinar Deli oleh Mohammad Saleh Umar dan M. Yunan Nasution. bulan November, Buruh dan Islam Berdjuang, serta Kedualatan Rakjat pimpinan Adinegoro dengan dibantu Anwar Luthan, T. Sjahril, Zuwir Universitas Sumatera Utara Djamal, Zubir Salam, Sjamsuddin Lubis, Darwis Abbas, Maisir Thaib, dan lain-lain. Dengan demikian, peran media massa surat kabar sangatlah besar dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat . Berdirinya surat kabar republiken membutuhkan tenaga kerja untuk keberlangsungan surat kabar tersebut. Oleh karena itu para pendiri surat kabar ini segera membuka lowongan kerja. Dalam penerimaan pekerja pihak pendiri menerima pekerja yang bersedia bekerja dengan penuh tanggungjawab dan rela menanggung resiko pekerjaan. Pada masa itu bekerja dalam sebuah surat kabar merupakan pekerjaan yang beresiko tinggi karena surat kabar merupakan sarana perjuangan sehingga sering menjadi incaran pihak musuh. Lowongan pekerjaan yang ditawarkan oleh pendiri surat kabar tersebut telah menarik minat para pekerja baik pria maupun wanita dengan segala resiko yang dimilikinya. Masuknya para pekerja ini pada umumnya merupakan bentuk kepedulian mereka terhadap usaha perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan. Keterlibatan wanita dalam perjuangan pers merupakn suatu bentuk perwujudan kebulatan tekad wanita itu sendiri untuk turut ambil bagian dalam perjuangan. Wanita yang mendaftarkan diri pada surat kabar yang baru berdiri itu umumnya adalah wanita yang berpendidikan dan sudah pernah bekerja dalam surat kabar sebelum Indenesia merdeka baik pada masa kolonial Belanda maupun pada masa pendudukan Jepang. Diantara mereka seperti seperti T.A. Subariah, Butet Sutijah, Siti Rohana, dan Setiaman Harahap bahkan sudah pernah menduduk i jabatan redaktur maupun sebagai penulis dalam majalah Perempoean Bergerak 36 36 Ensklopedi Pers Nasional Indoneisa pimpinan Parada Harahap. Selain itu Maria Universitas Sumatera Utara Hartiningsih, Herwati Pardede, Ani Idrus juga pernah menjadi redaktur di surat kabar Pewarta Deli bersama Muhammad Said. Pada masa pergerakan 1945-1949, mereka kemudian bekerja pada surat kabar yang berhaluan Republikan. Para pejuang pers wanita bersama para pejuang pers lainya pada saat itu berhasil membangkitkan kembali kegiatan jurnalistik di Medan, mereka juga sangat gencar menggunakan pers sebagai alat untuk menuangkan segala pikiran, informasi, serta semangat perjuangan bagi rakyat di Medan melalui tulisan- tulisannya dalam Beberapa surat kabar republikan sengaja memuat tulisan-tulisan yang membakar semangat rakyat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan misalnya, seperti yang dilakukan s urat kabar dan majalah. Pewarta Deli edisi 27 Oktober 1945 yang menurunkan tulisan yang tentang “Sumpah Pemuda” sebagai bukti nyata tonggak bersatunya Indonesia. Penulisnya adalah “Omega” yang sebenarnya adalah Ani Idrus sendiri. Isi tulisan tersebut secara terselubung mengajak para pemuda-pemudi untuk turut berjuang dalam membela kemerdekaan. Adapun isi tulisan itu berbunyi : Masih segar dalam ingatan kita bahwa Soempah Pemoeuda, jang dilahirkan sebagai hasil Kongres Pemoeda II jang dilaksasnakan tanggal 27-28 Oktober 1928 di DJakarta adalah manifestasi jang gemilang dari hasrat koeat kaoem moeda Indonesia, jang terdiri dari berbagai soekoe dan agama, oentoek menggalang persatoean bangsa dalam perjoeangan melawan kolonialisme Belanda. Mereka ini adalah wakil-wakil angkatan moeda jang tergaboeng dalam Jong Java, Jong Islamieten Bond, Jong Soematranen Bond, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Ambon, Minahasa Bond, Madoera Bond, Pemoeda Betawi dan lain-lain. Atas prakarsa Perhimpoenan Pelajar-pelajar Indonesia PPPI inilah kongres pemoeda itoe telah melahirkan Soempah yang berbunyi : Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah-darah jang satoe : tanah Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe : bangsa Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia menjoenjoeng bahasa jang satoe : Universitas Sumatera Utara D bahasa Indonesia. Jadi, keagoengan Soempah Pemoeda adalah adanja kenjataan bahwa ia meroepakan prodoek bersama jang diciptakan oleh sekelompok anak moeda dari berbagai soekoe, agama, dan aliran politiek. Di antara mereka terdapat banjak orang-orang jang telah mengorbankan diri dengan berbagai cara dan bentoek. Indikator inilah jang mengafirmasikan betapa benarnja dan betapa indahnja atau betapa agoengnja lambang kita Bhinneka Toenggal Ika. Kita berbeda-beda, namoen kita satoe : Indonesia. DJadi, Soempah Pemoeda memiliki relevansinja jang erat, ataoe, bahkan satoe dan senjawa, dengan Bhinneka Toenggal Ika.. 37 ”Omega” 38 Tulisan ini sengaja di muat seiring dengan momen peringatan sumpah pemuda yang oleh banyak tokoh perjuangn dijadikan sebagai momen untuk membangun semangat pemuda untuk berjuang demi tegaknya kemerdekaan yang telah dicapai itu. Selain bersifat mengajak pemuda untuk berjuang, pers juga sering memuat tulisan yang bersifat sangat ekstrim yang secara terang-terangan menentang pejajahan Belanda. Seperti tulisan yang dibuat oleh Ani Idrus Dalam Pewarta Deli Edisi, 03 Maret 1946, yang berisi 37 Ani Idrus In Memoriam 38 Ibid : Sekarang kita telah Merdeka. Kita telah mempoenjai Negara. Kita telah mempoenjai Repoeblik. Bagaimanakah kaoem pemoeda- pemoedi di dalam perdjoangan Repoeblik kita itoe? Inilah soal jang amat penting, jang diinsjafi soenggoeh-soenggoeh oleh semoea pemimpin pemoeda-pemoedi Indonesia. Malahan bila moengkin, djangan ada seorang poen diantara kita jang tidak insjaf, djangan ada seorang poen di antara mereka jang ketinggalan Dengan tiada berfaham komoenis saja dapat mengagumi oecapan Lenin: Tiap-tiap koki haroes dapat mendjalankan politikMaka saja berkata: Hai pemoeda- pemoedi Indonesia, djadilah revoloesioner,-tiada kemenangan revoloesioner, djika tiada tindakan revoloesioner, dan tiada tindakan revoloesioner, djika tiada pedoman revoloesioner Tiap-tiap pergerakan jang menghantam, melemahkan, menggempoer imperialisme adalah pergerakan-pergerakan revoloesioner. Universitas Sumatera Utara ”Omega” Tulisan ini jelas-jelas merupakan pemikiran yang menentang serta ajakan terhadap pemuda pemudi Indonesia agar bertindak nyata dalam menetang setiap negara Imprealis dalam hal ini pemerintah Belanda yang dianggap sebagai negara penjajah yang harus diusir dari Indonesia. Akibat dimuatnya tulisan ini maka sekutu memanggil Muhammad Said sebagai pimpinan harian Pewarta Deli untuk menghadap kekantor penanggungjawab keamanan dikota Medan. Dalam pemanggilan sekutu memperingatkan pemimpin surat kabar republiken tersebut agar tidak memuat tulisan yang sifatnya dapat memicu terjadinya tindakan yang mengacaukan keamanan di Kota Medan. Sekutu kawatir dengan dimuatnya tulisan-tulisan seperti ini dapat menghasut rakyat untuk memberontak. Tetapi, peringatan yang dilakukan oleh sekutu tersebut tidak membuat para insan pers berhenti berjuang. Para pejuang pers tetap menanamkan sikap pantang menyerah. Dukungan terhadap perjuangan tetap dilakukan meskipun harus menghadapi kekerasan yang dilakukan oleh Sekutu maupun oleh Belanda. Pada masa perjuangan kemerdekaan sering sekali para penulis, redaktur, dan wartawan harus bekerja sampai larut malam, hingga harus menginap di kantor penerbitan. 39 39 Prabudi Said,. Op.cit hlm193. Bekerja dalam didalam surat kabar merupakan pekerjaan yang penuh tekanan baik dari pekerjaan itu sendiri maupun tekanan yang datang dari penguasa yang selalu mengawasi gerak-gerik insan Pers. Hal lain menurut Herawati perdede yang menjadi tantangan bagi insan pers bahwa Bekerja sebagai insan pers sering kali menjadi dilema bagi para pekerja surat kabar itu sendiri. Hal ini dikarenakan pekerjaan ini tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pekerja. Kesulitan lain yang dihadapi oleh wanita yang Universitas Sumatera Utara bekerja disurat kabar ialah waktu kerja yang terbilang sangat diluar kewajaran bagi seorang wanita. 40 . Oleh Belanda tindakan para pejuang pers pada saat itu dianggap sebaga tindakan kejahatan Delik Pers Herawati Pardede sebagai seorang anggota redaksi surat kabar Waspada, mengisahkan bahwa insan pers berusaha bekerja sekuat tenaga untuk membangkitkan semangat juang rakyat melalui berbagai tulisan disurat kabar, dan harus selalu siap akan tindakan kekerasan, apabila surat kabar tersebut dinilai memuat suatu tulisan yang mendiskreditkan Belanda. Dalam melakukan tugasnya para pekerja pers harus pandai berkucing-kucingan dengan pengawasan yang dilakukan oleh Belanda. Pada saat itu bekerja dalam surat kabar Republiken menjadi sangat berbahaya karena tulisan-tulisan ataupun berita dari luar kota Medan yang dimuat dalam surat kabar republiken sering kali menjadi pemicu semangat rakyat dalam memperjuangkan kemerdekaan 41 yang sengaja dilakukan dengan menggunakan pers sebagai alat perjuangan. Untuk itu para pelaku dapat di jerat dengan undang-undang tentang Pers Delik yang diancam dengan ”Pers Breidel Ordonnantie” . 42 40 Ibid, hlm. 189 41 Suatu tidakan yang menggunakan pers atau media massa untuk menyampaikan suatu ide yang dapat menimbulakan keresahan ,kekacauan atau sifatnya yang dapat menimbulkan kebencian terhadap pihak yang disangkakan dalam delik pers tersebut. 42 Persbreidel Ordonnantie. Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa Gubernur Jendral diberi hak untuk melarang terbit penerbitan tertentu yang dinilainya bisa “mengganggu ketertiban umum.” Selain lembaga persbreidel, pemerintah juga menerapkan haatzaai artikelen, yang memberikan ancaman hukuman terhadap siapa pun yang menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap pemerintah Nederland atau Hindia Belanda Pasal 154 dan 155 dan terhadap sesuatu atau sejumlah kelompok penduduk di Hindia Belanda Pasal 156 dan 157. Akibatnnya surat kabar pada masa pergerakan menghadapi ranjau pemberangusan oleh penguasa kolonial. Akan Universitas Sumatera Utara tetapi banyak wartawan serta penulis yang pernah dihukum pemerintah kolonial Belanda karena berita atau pikiran mereka selalu mendukung kepentingan Republik Indonesia Pada bulan Maret 1946 di Medan, harian Sinar Deli dan Pewarta Deli dipaksa Inggris untuk berhenti terbit, sementara A.O. Lubis dan pemimpin percetakan Syarikat Tapanuli, Rachmat, ditahan selama tiga minggu. Begitu pula, Wahab Siregar dari Mimbar Oemoem, dan percetakan Soeloeh Merdeka diduduki oleh pasukan Inggris. Sedangkan Harian Waspada dibawah pimpinan Muhammad Said dari tahun 1947-1949 mengalami 4 empat kali pemberedelan. Pemberedelan demi pemberedelan yang dialami oleh harian Republikan tidaklah menyurutkan minat para pejuang pers untuk tetap memberikan dukungan yang besar bagi perjuangan. Kedudukan pejuang pers pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan sangat disegani oleh masyarakat terutama oleh para pejuang, karena peran dan fungsi mereka sangat besar pengaruhnya dalam memberikan Informasi tentang kemajuan perjuangan Indonesia secara keseluruhan. Bahkan pejuang pers sering sekali sangaja di undang dalam berbagai pertemuan, atau bahkan menjadi tempat bertanya para tokoh-tokoh pemuda. Hal ini dikarenakan para pejuang pers sering kali mengikuti berbagai acara penting menyangkut perjuangan. Sebagai contoh, pada tahun 1949 ketika Presiden Soekarno di diasingkan kepulau Bangka, Muhhamad Said sebagai pimpinan Harian Waspada berkunjung ketempat tersebut untuk mengetahui dengan jelas mengenai kondisi Presiden 43 43 Drs. H. Muhammad. T.W.H, Peranan Radio Di Masa Perang Kemerdekaan Di Sumatera Utara, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Sejarah Kemerdekaan Indonesia,2000. hlm.19. . Universitas Sumatera Utara Peran pejuang pers juga sangat besar artinya karena mereka banyak sekali berhubungan dengan para tokoh pers lainnya yang berada diluar kota Medan, khususnya dari pulau jawa atau bahkan dengan pers asing sehingga terjadi pertukaran informasi diantara mereka.

4. 1 . 2. Radio