pengaturan keseimbangan cairan tubuh inilah yang merupakan fungsi osmoregulasi Yuwono, 2001.
Menurut Watanabe 1988, secara signifikan, sejumlah mineral dapat diabsorbsi dari air secara langsung. Lebih jauh lagi, sebagian besar vertebrata
hanya mampu mengekskresikan regulasi minimal dari mineral yang terabsorbsi melalui makanan. Walaupun demikian, sebagian besar spesies dapat melakukan
regulasi apabila konsentrasi ion-ion dalam cairan tubuhnya demikian dijaga, agar lingkungan internalnya tetap konstan. Hal ini dicapai oleh ikan melalui proses
pengaturan ion dan osmotik pada ginjal dan insang.
2.9 Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran panjang, berat, dan volume dalam jangka waktu tertentu Effendie, 1979. Menurut
Watanabe 1988, pertumbuhan pada hewan didefinisikan sebagai korelasi antara pertambahan bobot tubuh pada waktu tertentu, bergantung pada spesies.
Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal seperti spesies, genetic strain, jenis
kelamin dan faktor eksternal seperti kualitas pakan, serta lingkungan yaitu suhu, ketersediaan oksigen, zat-zat terlarut, dan faktor lingkungan lainnya. Laju
pertumbuhan adalah karakteristik setiap spesies dan termasuk ke dalam tahap perkembangan.
Pertumbuhan dapat diungkap sebagai pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan nisbi Effendie, 1979. Pertumbuhan mutlak adalah ukuran rata-rata
ikan pada umur tertentu, sedangkan pertumbuhan nisbi adalah panjang atau berat yang dicapai dalam satu periode waktu tertentu yang dihubungkan dengan
panjang atau berat pada awal periode tersebut. Pertumbuhan maksimum baik bobot maupun ukuran tercapai jika ditunjang oleh nutrisi yang optimum.
Pertumbuhan yang sesungguhnya meliputi peningkatan dalam struktur jaringan seperti otot dan tulang serta organ-organ Watanabe, 1988.
Kelangsungan hidup secara langsung dipengaruhi oleh lingkungan perairan Holiday, 1969
dalam Dewi 2006. Salinitas merupakan salah satu faktor penting untuk kelangsungan hidup dan metabolisme ikan. Selain itu pada
konsentrasi tertentu, garam juga berfungsi mematikan bakteri air tawar, parasit, dan jamur ikan tertentu. Kelangsungan hidup ikan air tawar di dalam lingkungan
bergantung pada: jaringan insang, laju konsentrasi oksigen, daya tahan atau toleransi jaringan terhadap garam-garam, dan kontrol permeabilitas.
2.10 Kualitas Air
Air merupakan media hidup ikan, sehingga kuantitas dan kualitas air yang digunakan dalam kegiatan budidaya ikan harus memenuhi kebutuhan hidup ikan.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan organisme akuatik adalah suhu, pH, oksigen terlarut, amonia, dan nitrit Weatherley, 1972
dalam Sitio 2008.
2.10.1 Suhu
Menurut Hardjodjo 2005, suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air. Kenaikan suhu pada air akan menimbulkan menurunnya jumlah
oksigen terlarut dalam air, meningkatkan reaksi kimia, dan bersifat mematikan jika nilainya melebihi batas toleransi ikan. Suhu air normal adalah suhu air yang
memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembangbiak. Menurut Hardjamulia 1978
dalam Khairuman dan Amri 2003, pertumbuhan ikan gurame relatif cepat pada suhu 24.9–28
o
C.
2.10.2 pH
Nilai pH atau puissance negatif of hidrogen didefinisikan sebagia logaritma
negatif dari aktifitas ion hidrogen. Pada perairan alami, nilai pH berkisar antara 6.5-9 Boyd, 1982. Nilai pH perairan 5-9 tidak bersifat toksik akut bagi
kebanyakan spesies ikan, walaupun beberapa kontaminan air seperti logam berat dapat merubah kualitas air pada selang pH ini Alabaster dan Iloyd, 1980
dalam Leatherland dan Woo 1998. Nilai pH merupakan parameter lingkungan yang bersifat mengontrol laju metabolisme melalui kontrol terhadap aktifitas
enzim. Swingel 1969 dalam Boyd 1982 menjelaskan pengaruh pH terhadap
pertumbuhan ikan, pada pH 4-6.5 dan pH 9-11 pertumbuhan ikan lambat, pada pH 6.5-9 pertumbuhan ikan optimum, sedangkan pada pH4 dan pH11 akan
menyebabkan kematian pada ikan. PH lingkungan akan mempengaruhi pH cairan tubuh dan organ pernafasan
insang. Pada pH media yang rendah atau dibawah kisaran toleransi ikan, akan menurunkan kinerja enzim yang bekerja dalam proses pengikatan oksigen pada
insang, sehingga tubuh ikan kekurangan oksigen. Hal tersebut mengakibatkan ketersediaan energi untuk aktifitas hidup ikan menjadi rendah akibat dari
penurunan laju konsumsi pakan, pencernaan, dan penyerapan makanan sehingga tingkat pertumbuhan menjadi rendah. Begitupun jika pH media nilainya
diatas kisaran toleransi ikan akan menyebabkan sekresi mukus berlebihan pada sel epitel insang yang akan menurunkan difusi oksigen ke dalam tubuh ikan.
2.10.3 Oksigen Terlarut
Menurut Boyd 1982, oksigen terlarut merupakan faktor kritis pada kegiatan budidaya intensif. kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu.
Kelarutan oksigen dalam air terbaik pada suhu 0
o
C dan semakin menurun kelarutannya seiring dengan peningkatan suhu. Kelarutan oksigen dalam air
menurun dengan meningkatnya kadar salinitas air. kelarutan oksigen di air juga digambarkan sebagai tekanan oksigen. Pada lamela-lamela insang, tekanan
oksigen lebih tinggi dibandingkan di dalam air dan dibandingkan di dalam darah, sehingga oksigen bisa terikat oleh hemoglobin
oxyhemoglobin. Laju konsumsi oksigen atau respirasi berbeda tiap jenis ikan, ukuran,
aktifitas, suhu, status nutrisi, dan banyak faktor lainnya. Menurut Swingel 1969 dalam Boyd 1982, kandungan oksigen 1 mgL bersifat
lethal bagi ikan bila terpapar dalam waktu beberapa jam, dalam air yang mengandung oksigen 1-5
mgL ikan dapat bertahan tetapi pertumbuhannya lambat, sedangkan pada air dengan kandungan oksigen terlarut 5 mgL ikan dapat hidup dan tumbuh secara
normal.
2.10.4 Daya Hantar Listrik
Menurut Boyd 1982, nilai daya hantar listrik mengindikasikan derajat relatif dari salinitas. Air tawar lebih bervariasi dalam hal proporsi ion-ion
utamanya, sehingga nilai konduktivitas biasanya tidak berbanding lurus dengan nilai salinitasnya. Nilai konduktivitas digunakan untuk mengestimasi nilai kadar
salinitas pada air tawar Swingel, 1969 dalam Boyd 1982. Faktor yang
mempengaruhi daya hantar listrik air tawar adalah suhu, partikel-partikel tersusupensi dan terlarut Pentury, 1987
dalam Sternin et al. 1972. Daya hantar listrik konduktivitas adalah ukuran kemampuan suatu zat
menghantarkan arus listrik dalam temperatur tertentu yang dinyatakan dalam micromohs per centimeter
o
C μmohscm
o
C. Satuan yang lebih umum digunakan adalah mikroSiemens
μS Yuwono, 2001. Dilihat dari partikelnya daya hantar listrik dibagi menjadi dua jenis, pertama daya hantar listrik elektronik
dan daya hantar listrik jenis ion Pentury, 1987 dalam Sternin et al. 1972. Daya
hantar listrik elektronik meliputi semua logam, campuran logam, dan semikonduktor. Daya hantar listrik jenis ion dimana muatan listrik yang dihasilkan
bertujuan untuk mengatur gerak ion. Konduktor jenis ini misalnya larutan elektrolit. Menurut Yuwono 2001, untuk menghantarkan arus listrik, ion-ion bergerak
dalam larutan memindahkan muatan listriknya ionic mobility yang bergantung
pada ukuran dan interaksi antar ion dalam larutan. Nilai konduktivitas merupakan fungsi antara temperatur, jenis ion-ion terlarut, dan konsentrasi ion terlarut.
Peningkatan ion-ion yang terlarut menyebabkan nilai konduktivitas air juga meningkat. Sehingga dapat dikatakan nilai konduktivitas yang terukur
merefleksikan konsentrasi ion yang terlarut pada air.
2.10.5 Amonia
Amonia dalam air berasal dari buangan metabolit ikan, pemupukan, dan busukan hasil aktifitas bakteri pengurai komponen nitrogen Boyd, 1982. Dalam
air, kandungan amonia tidak terionisasi NH
3
dipengaruhi oleh pH dan suhu tertentu membentuk kesetimbangan dengan ion amonium NH
4 +
. NH
3
+ H
2
O NH
4 +
+ OH
-
Amonia bersifat toksik pada ikan sedangkan ion amonium relatif tidak
bersifat toksik pada ikan. Total nilai dari NH
3
dan NH
4 +
dikenal dengan Total Amonia Nitrogen TAN. Nilai pH lebih berpengaruh terhadap toksisitas amonia
Tabel 1. Menurut Colt dan Amstrong 1979 dalam Boyd 1982, jika kadar
amonia meningkat dalam air maka amonia yang akan disekresikan oleh tubuh ikan akan menurun sehingga kadar amonia dalam darah dan jaringan tubuh akan
meningkat. Keracunan amonia pada ikan akan mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen, kerusakan pada insang, dan mereduksi kemampuan darah
dalam mentransfer oksigen. Tabel 2. Prosentase nilai amonia tidak terionisasi yang terlarut dalam air pada
suhu dan pH yang berbeda Boyd, 1982 :
Temperatur pH
24 28 32 7 0.5 0.7
1.0 8.0 5.0 6.6 8.8
8.2 7.7 10.0 13.2
8.4 11.6 15.0 19.5
Menurut The European Inland Fisheries Advisory Commision 1973 dalam
Boyd 1982, konsentrasi amonia yang bersifat toksik pada paparan singkat adalah 0.6-2 mgL NH
3
- N untuk semua spesies. Toksisitas amonia lebih tinggi saat kandungan oksigen yang terlarut dalam air rendah Merkens dan Dowling,
1957 dalam Boyd 1982. Robinette 1976 dalam Boyd 1982 melaporkan bahwa
kadar NH
3
0.12 mgL akan mengakibatkan pertumbuhan rendah dan kerusakan insang pada
channel catfish. Namun, pada kadar 0.06 mgL NH
3
tidak menimbulkan efek pada kesehatan ikan. Kadar amonia 1 mgL NH
3
masih
layak untuk budidaya ikan Boyd, 1990. Kadar amonia dalam air sebesar 0.0- 0.12 ppm, pertumbuhan benih gurame masih baik Affiati dan Lim, 1986
dalam Haryati 1995.
2.10.6 Alkalinitas
Alkalinitas total menunjukkan total konsentrasi basa dalam air yang digambarkan sebagai miligram per liter kalsium karbonat Boyd, 1982. Kadar
alamiah air mengandung 40 mgL CaCO
3
atau lebih total alkalinitas yang dianggap lebih produktif dibandingkan air yang mengandung nilai alkalinitas yang
lebih rendah Moyle, 1945; Mairs, 1966 dalam Boyd 1982.
Menurut Moyle 1946 dalam Boyd 1982, produktifitas air yang lebih baik
tidak langsung berdasarkan alkalinitasnya yang lebih tinggi, tetapi hal tersebut berasal dari fosfor dan nutrien lainnya yang turut meningkat sejalan dengan
peningkatan total alkalinitas.
2.10.7 Kesadahan
Kesadahan didefinisikan sebagai konsentrasi ion-ion logam divalen dalam air yang digambarkan sebagai miligram per liter kalsium karbonat Boyd, 1982.
Kesadahan total biasanya berhubungan dengan alkalinitas total karena anion dari alkalinitas dan kation dari kesadahan berasal dari peluruhan mineral
karbonat. Menurut Sawyer dan Mc Carty 1967 dalam Boyd 1982, jenis air
terbagi berdasarkan nilai kesadahannya sebagai berikut : Tabel 3. Jenis perairan berdasarkan nilai kesadahan
Kesadahan mgL CaCO3 Jenis Perairan
0-75 Lunak 75-150 Sadah
moderat 150-300 Sadah
300 Sangat sadah
2.10.8 Nitrit
Menurut Hollerman dan Boyd 1980 dalam Boyd 1982, nitrit alami
berasal dari reduksi nitrat oleh bakteri dalam keadaan anaerob. Ketidakseimbangan reaksi nitrifikasi menyebabkan akumulasi nitrit. Kadar nitrit
pada air kolam berkisar antara 0.5-5 mgL NO2
-
- N. Menurut Konikof 1975
dalam Boyd 1982 Lethal concentration LC 50 selama 96 jam adalah pada konsentrasi nitrit 4.6 mgL NO2
-
- N pada suhu 21
o
C.
Nitrit yang diabsorbsi ikan akan bereaksi dengan hemoglobin membentuk methemoglobin. Hal tersebut menyebabkan oksigen tidak dapat terikat oleh
hemoglobin dan mengakibatkan ikan menderita hypoxia dan cyanosis sehingga
nitrit bersifat toksik bagi ikan. Ikan yang mengalami keracunan nitrit akan menderita
Brown Blood Disease dimana darah ikan akan berwarna cokelat Boyd, 1982. Menurut Speare dan Backman 1988
dalam Leatherland dan Woo 1998, Bubble Gas Disease BGD pada rainbow trout mengikuti paparan sublethal nitrit.
Penemuan ini secara umum memberi masukan bahwa toksisitas nitrit dapat secara langsung atau tidak langsung menekan kekebalan tubuh ikan.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 Mei hingga 4 Juli 2008 di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan ikan terdiri dari 12 unit akuarium berdimensi 20 x 20 x 20 cm
3
, instalasi aerasi, 4 buah lampu bohlam berdaya 5 watt, dan alat yang digunakan untuk menghasilkan medan listrik yang
terdiri dari 1 unit transformator DC 5 A, 4 unit dioda, 1 unit kapasitor 500 μF, 1
unit P rint Circuit Board PCB, 3 unit potensiometer, dan 24 buah lempeng
alumunium berdimensi 10 cm x 15 cm, sedangkan alat yang digunakan dalam kegiatan sampling dan pengukuran kualitas air terdiri dari jangka sorong,
timbangan pocket digital kapasitas 200 gram dengan ketelitian 0.01 gram, alat
tulis, spektrofotometer, conductivitymeter, salinometer, termometer raksa, DO
meter, pH meter, buret, gelas piala, dan pipet. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan gurame ukuran panjang tubuh total 5.77
±0.45
cm, pakan ikan pellet berkadar protein 30, reagent pengukuran kualitas air,
dan media pemeliharaan berupa air bersalinitas 3 ppt.
3.3 Rancangan Percobaan