VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory menghasilkan dua jenis produk kopi, yaitu kopi instan dan kopi mixes. Pada dasarnya proses produksi kedua
jenis produk kopi ini terdiri dari penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi dan pengeringan semprot spray drying. Perbedaan antara kedua
kopi ini terletak pada proses setelah pengeringan semprot. Kopi instan mengalami proses aglomerasi, sedangkan proses ini tidak dilakukan pada kopi
mixes. Menurut Clarke dan Macrae 1989, aglomerasi pada kopi instan
merupakan bentuk granula yang dihasilkan dari bubuk kopi hasil pengeringan semprot. Rata-rata ukuran granula adalah 1.4 mm. Granula pada umumnya
berwarna lebih gelap dari pada bubuk kopi. Proses aglomerasi ini bertujuan memperbaiki warna kopi dan meningkatkan kelarutan kopi instan.
Prinsip dari proses aglomerasi yaitu partikel keringbubuk yang merupakan hasil dari pengeringan semprot masuk ke dalam zona aglomerasi.
Selanjutnya permukaan partikel dibasahi oleh uap panas kondensasi. Pada akhirnya partikel tersebut dikeringkan sehingga diperoleh partikel kopi
teraglomerasi. Adanya tuntutan perdagangan global agar produk mampu berdaya saing
tinggi, antisipasi terhadap masyarakat yang dinamis dan kreatif, serta dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya, menggerakkan
PT. NI-PF, umumnya Nestlé di dunia, untuk menerapkan Integrated Management System IMS.
Sejak berdirinya PT. NI-PF, perusahaan ini telah menerapkan sistem manajemen internal yang terdiri dari sistem manajemen mutu yang disebut
Nestlé Quality System NQS, sistem manajemen lingkungan yang disebut sebagai Nestlé Environmental Management System NEMS, dan sistem
manajemen K3 yang disebut Operational Safety, Health, and Risk Management System OSHRMS. Ketiga sistem manajemen ini ekuivalen
dengan ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001 yang ketiganya dikenal sebagai IMS.
Dokumen yang digunakan di PT. NI-PF terdiri dari level 1 hingga level 4. Dokumen level 1 adalah Kebijakan dan Manual Nestlé, dokumen level 2
adalah prosedur yang menjabarkan proses-proses dan aktivitas-aktivitas utama yang ada di pabrik Panjang dengan ruang lingkup antar departemen. Dokumen
level 3 adalah instruksi kerja yang merupakan dokumen praktis dan operasional di tiap-tiap line atau mesin dengan ruang lingkup di departemen
tertentu, sedangkan dokumen level 4 adalah record yang terdiri dari form, checklist, logbook, logsheet, standar, job description, EA HIRA, dsb.
Proses penerapan IMS di PT. NI-PF terdiri atas penyusunan dokumen Process Mapping beserta Environmental Aspects EA dan Hazard
Identification and Risk Assessment HIRA, pemenuhan persyaratan undang- undang dan persyaratan lainnya, penyusunan dokumen dari level 1 hingga
level 4, sosialisasi dan penerapan IMS, internal audit, management review meeting, serta continual improvement. Proses sertifikasi ini dibantu oleh
konsultan InQuest Consulting yang memberikan pelatihan serta membantu dalam penyusunan dokumen. Sampai saat kegiatan magang berakhir, proses
sertifikasi baru mencapai tahap audit internal pertama. Berdasarkan hasil audit internal, didapatkan temuan-temuan yang berupa
minor, mayor, dan improvement. Temuan yang berupa temuan minor diantaranya terdapat log book yang tidak ditandatangani, tidak ada record
hasil kalibrasi, Quality Monitoring Scheme yang belum update, prosedur keadaan darurat tidak diuji coba secara teratur, terdapat aktivitas yang
memiliki aspek penting namun tidak diidentifikasi, ICP tidak dikalibrasi, dsb. Temuan improvement yaitu berupa dokumen eksternal Nestec belum
didstribusikan, beberapa form dan dokumen elektronik belum diregistrasi, terdapat dokumen lama yang belum distempel “obsolete”, beberapa checklist,
log book, dan log sheet belum diberi nomor, dokumen masih berada di meja SO, dsb.
Terdapat pula temuan yang termasuk temuan mayor, yaitu adanya aktivitas tanpa dokumen, tidak adanya surat pengangkatan MR, tidak adanya
dokumen komunikasi internal, tidak adanya dokumen audit terhadap supplier, dan belum tersedianya dokumen mengenai pengendalian dokumen eksternal.
Berdasarkan literatur, temuan mayor dapat menyebabkan suatu organisasi tidak lolos sertifikasi. Sehingga apabila dikaitkan dengan temuan
mayor di PT. NI-PF dapat dikatakan bahwa PT. NI-PF belum dapat lolos dalam sertifikasi IMS. Namun, hal ini terjadi pada tahap audit internal
pertama, sehingga apabila PT. NI-PF melaksanakan continual improvement dengan sungguh-sungguh maka perusahaan ini akan lolos pada audit eksternal
yang berarti berhasil dalam sertifikasi IMS. Batas waktu yang dibutuhkan
untuk memperbaiki setiap temuan berbeda-beda, disesuaikan dengan jenis temuan dan tingkat keparahan temuan. Secara keseluruhan, persentase
implementasi IMS sudah mencapai 95,20.
B. SARAN