30 alkohol 70 . Hasil analisis yang terbaik dari kedua metode tersebut
dipilih dan digunakan sebagai metode sintesis vanilin untuk penelitian utama dengan menggunakan gelombang mikro dan dengan cara
konvensional.
2. Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan untuk meneliti lebih lanjut kondisi optimum sintesis vanilin dari metode modifikasi yang dihasilkan pada
penelitian pendahuluan dengan menggunakan variasi daya tingkat daya 50 setara 400 Watt, 70 setara 560 Watt dan 100 setara 800 Watt.
Variasi waktu reaksi 4, 6 dan 8 menit pada tingkat daya 400 Watt dan 560 Watt serta 2, 3 dan 4 menit pada tingkat daya 800 Watt, dilakukan dua kali
ulangan. Selain mensintesis vanilin menggunakan oven gelombang mikro,
juga dilakukan sintesis vanilin menggunakan cara konvesional dengan menggunakan metode yang sama hasil dari pemilihan metode pada
penelitian pendahuluan. Hanya saja pada prosesnya, pemanasan dengan gelombang mikro digantikan dengan menggunakan refluks pada saat
reaksi oksidasi berlangsung. Namun sintesis dengan cara konvensional ini hanya dilakukan satu perlakuan yaitu pada suhu 130
o
C dengan waktu reaksi 3 jam, dilakukan dua kali ulangan. Hasil sintesis vanilin dengan
cara konvensional ini digunakan untuk membandingkan hasil sintesis vanilin dengan menggunakan oven gelombang mikro.
3. Prosedur Penelitian
a. Tahap Oksidasi Dengan Metode Modifikasi 1
Sebanyak 2,83 ml 0,018 mol isoeugenol ditambahkan dengan 6,7 g 0,12 mol KOH yang dilarutkan dalam 8,8 ml aquades KOH
76 ke dalam gelas piala 300 ml, diaduk dengan pengaduk magnetik
31 magnetic stirrer beberapa saat. Campuran ditambahkan dengan
15,4 ml 0,15 mol nitrobenzene dan 30,8 ml DMSO penggunaan DMSO 2 kali volume nitrobenzene sambil terus diaduk. Kemudian
campuran tersebut dipanaskan dengan menggunakan oven gelombang mikro. Setelah pemanasan selesai, campuran didinginkan dan
dilarutkan dengan 75 ml aquades. Kemudian diasamkan dengan 14 ml HCl 25 sampai pH 2 – 3 disertai pengadukan. Campuran yang telah
diasamkan dimasukkan ke dalam labu pisah 500 ml dan didiamkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan air yang
mengandung vanilin lapisan atas dan lapisan minyak lapisan bawah. Lapisan air yang mengandung vanilin dianalisis kemurniannya
dengan menggunakan kromatografi gas.
b. Tahap Oksidasi Dengan Metode Modifikasi 2
Sebanyak 7 ml 0,046 mol isoeugenol ditambahkan dengan 5,2 g 0,092 mol KOH yang dilarutkan dalam 26 ml air KOH 20 ke
dalam gelas piala 300 ml, diaduk dengan pengaduk magnetik magnetic stirrer beberapa saat. Campuran ditambahkan dengan 9,5
ml 0,092 mol nitrobenzene yang dilarutkan dalam 9,5 ml DMSO penggunaan DMSO 1 kali volume nitrobenzene sambil terus diaduk.
Kemudian campuran tersebut dipanaskan dengan menggunakan oven gelombang mikro.
Setelah pemanasan selesai, campuran didinginkan dan dilarutkan dengan 25 ml air. Kemudian diasamkan dengan 13 ml HCl 25
sampai pH 2 – 3 disertai pengadukan. Campuran yang telah diasamkan, dimasukkan ke dalam labu pisah 500 ml dan didiamkan
beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan air yang mengandung vanilin lapisan atas dan lapisan minyak lapisan
bawah. Lapisan air yang mengandung vanilin dianalisis kemurniannya dengan menggunakan kromatografi gas.
32
c. Tahap Ekstraksi
Hasil oksidasi dari metode modifikasi 1 dan metode modifikasi 2 membentuk dua lapisan. Lapisan atas dipisahkan dari lapisan
bawahnya dengan menggunakan corong pisah. Lapisan atas diekstraksi tiga kali dengan 20 ml dietil eter. Dietil eter digunakan
untuk memisahkan komponen vanilin dari campuran hasil oksidasi yang terdiri dari air, DMSO serta senyawa hasil oksidasi lainnya
seperti azobenzene dan asetaldehid yang ikut tercampur. Vanilin yang terlarut dalam dietil eter diekstrak kembali dengan
34 ml larutan NaHSO
3
Natrium bisulfit 10 sebanyak dua kali. Natrium bisulfit ditambahkan untuk membentuk vanilin bisulfit dan
memisahkan vanilin dari material yang tidak bereaksi lainnya yang ikut terlarut dalam dietil eter seperti nitrobenzene dan azobenzene yang
dapat diperoleh kembali untuk digunakan dalam proses oksidasi berikutnya. Selanjutnya bagian vanilin yang bergabung dengan
bisulfit ditambah dengan 2,7 ml asam sulfat pekat H
2
SO
4
dan dipanaskan pada suhu 50
o
C selama 1 jam untuk menghilangkan SO
2
dan menghasilkan asam vanilin. Asam vanilin dirubah menjadi vanilin melalui ekstraksi kembali dengan dietil eter sehingga vanilin terikat
dengan 20 ml dietil eter sebanyak dua kali. Pelarut dietil eter diuapkan dan produk vanilin mentah berwarna merah kecoklatan mengkristal
sempurna pada suhu kamar. Kemudian vanilin diambil dan ditimbang. Vanilin yang diperoleh adalah vanilin kasar atau mentah. Vanilin
kasar yang dihasilkan dianalisis kemurniannya dengan menggunakan kromatografi gas. Selain itu dilakukan analisis terhadap rendemen,
densitas, titik leleh dan kelarutannya dalam alkohol 70 . Diagram alir proses sintesis vanilin dapat dilihat pada Gambar 12.
33 Gambar 12. Diagram alir proses sintesis vanilin
Pendinginan Dipanaskan dengan oven gelombang
mikro atau refluks
Ekstrak vanilin yang didapat diekstraksi 2 x dengan
larutan NaHSO
3
10 Ekstraksi 3 x dengan 20 ml dietil eter
Terbentuk dua lapisan
Ditambahkan 2,7 ml asam sulfat pekat dan dipanaskan pada suhu 50
o
C, 1 jam
Larutan diekstrak 2 x dengan
20 ml dietil eter
Vanilin mentah mengkristal sempurna
pada suhu kamar Identifikasi
dengan GC
Analisis kemurnian, rendemen, densitas,
titik leleh dan kelarutan dalam
alkohol 70 Pelarut dietil eter diuapkan
Pengadukan Pengadukan
Isoeugenol KOH dan air
Nitrobenzene dan DMSO
HCl 25 hingga pH 2-3
Lapisan bawah fase organik
Lapisan atas fase air
34
4. Perlakuan
Perlakuan yang digunakan pada penelitian utama, yaitu: Tingkat daya 50 400 Watt dengan waktu 4, 6 dan 8 menit.
Tingkat daya 70 560 Watt dengan waktu 4, 6 dan 8 menit. Tingkat daya 100 800 Watt dengan waktu 2, 3 dan 4 menit.
Menggunakan refluks pada suhu 130
o
C dengan waktu reaksi 3 jam
5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan untuk produk vanilin pada penelitian ini meliputi rendemen, kemurnian produk, densitas, titik leleh dan kelarutan
dalam alkohol 70 . Sedangkan pengamatan untuk bahan baku isoeugenol pada penelitian pendahuluan meliputi kemurnian bahan baku,
bobot jenis, indeks bias dan kelarutan dalam alkohol 50 .
1. Pengamatan Produk Vanilin a. Rendemen SNI 06-2387-1998
Prinsip : Banyaknya produk yang dihasilkan dinyatakan dalam
persentase bobot produk terhadap bobot bahan baku yang digunakan. Perhitungan :
Rendemen produk bb =
b. Kemurnian dengan Kromatografi Gas SNI 06-6990.1-2004
Prinsip: Dasar dari pemisahan secara kromatografi gas adalah
penyebaran cuplikan contoh di antara dua fase, yaitu fase diam yang 100
x gram
baku bahan
Bobot gram
produk Bobot
35 mempunyai fase relatif luas dan fase gas yang merupakan fase
bergerak. Bila fase diam pada kromatografi gas merupakan zat cair, maka cara pemisahan ini disebut metode kromatografi gas-cairan.
Pemisahan komponen dengan menggunakan kromatografi gas-cairan didasarkan pada laju gerakan komponen-komponen yang dipisahkan
tersebut. Perbedaan laju gerak ini terjadi akibat adanya perbedaan polaritas dan berat molekul komponen-komponen yang dipisahkan.
Alat kromatografi gas dapat dilihat pada Gambar 13. Analisis kromatografi gas dilakukan di Laboratorium
Instrumen Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen dengan menggunakan:
Instrumen : Hitachi
263-50 Detektor
: Ionisasi
nyala FID
Materi kolom
: OV
17 Panjang
kolom :
3 meter
Diameter kolom : 18 inchi
Zat padat pendukung : Chromosorb
Suhu awal kolom : 150
o
C Waktu
retensi :
13,7-14,4 menit
Suhu kenaikan kolom : 7,5
o
Cmenit Suhu akhir kolom
: 250
o
C Suhu
Injektor :
200
o
C Suhu
detektor :
250
o
C Volume injektor
: 2 µl Kecepatan alir nitrogen : 50 mlmenit
Kecepatan alir hidrogen : 50 mlmenit Kecepatan rekorder : 5 mmmenit
Prosedur: Untuk mengukur kemurnian campuran vanilin, diambil sebanyak
2 µl lapisan atas yang mengandung vanilin yang telah dipisahkan dari lapisan bawah hasil dari tahap hidrolisis. Sedangkan untuk mengukur
36 kemurnian produk vanilin dilakuakn dengan melarutkan sedikit produk
vanilin kasar dalam alkohol 70 , kemudian larutan tersebut diambil sebanyak 2 µl. Campuran vanilin dan larutan produk vanilin sebanyak
2 µl disuntikkan ke dalam kolom kromatografi gas yang akan membawa sampel ke detektor untuk dianalisa kemurniannya.
Perhitungan : Konsentrasi senyawa dalam produk ditentukan dengan
perhitungan berdasarkan perbandingan antara konsentrasi produk dengan konsentrasi pelarutnya.
Kemurnian =
Gambar 13. Alat kromatografi gas
c. Densitas SNI 06-2387-1998
Prinsip : Perbandingan kerapatan bobot produk terhadap kerapatan
volume produk dalam gelas ukur yang digunakan. Prosedur :
Pengukuran densitas produk vanilin ini dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan menggunakan gelas ukur 10 ml yang ditimbang
terlebih dahulu, kemudian diisi dengan vanilin sampai volumenya 2,1 ml dan dirapatkan, kemudian ditimbang bobot vanilin dalam gelas
ukur dan dihitung densitasnya. 100
100 x
pelarut i
Konsentras produk
i Konsentras
−
37 Perhitungan :
Densitas produk gcm
3
=
d. Titik Leleh Barnsted International 800-553-0039
Prinsip : Pengukuran titik leleh terutama dilakukan terhadap minyak atsiri
yang berwujud padat atau membeku kristal pada suhu kamar. Suatu produk sebelum meleleh mengalami perubahan fisik menjadi terlihat
lunak dan menyusut ketika akan meleleh. Titik leleh tetap diukur mulai dari terlihatnya lelehan pertama sampai semua padatan meleleh
sempurna. Prosedur :
Pengujian titik leleh pada hasil penelitian ini dilakukan menggunakan elektrothermal IA9400 Apparatus dengan merk
Wagtech yaitu alat untuk mengukur titik leleh pada suhu rendah. Sedikit sampel diletakkan di atas preparat kaca yang sudah
dibersihkan, kemudian preparat dimasukkan ke dalam alat tersebut. Titik leleh maksimum produk vanilin diatur sampai suhu 90
o
C kemudian tekan tombol enter. Titik leleh tetap diukur mulai dari
terlihatnya lelehan pertama sampai semua padatan meleleh sempurna.
Gambar 14. Alat untuk mengukur titik leleh Elektrothermal Boltons, 2006
3 cm
produk Volume
gram produk
Bobot
38
e. Kelarutan Dalam Alkohol 70 SNI 06-2387-1998
Prinsip : Kelarutan vanilin dalam alkohol dapat dilihat dari seberapa jauh
bahan tersebut larut dalam alkohol sampai jernih dengan perbandingan tertentu.
Prosedur : Sebanyak 0,05 gram vanilin dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 0,056 ml atau 0,05 gram alkohol 70 bobot jenis alkohol 70 adalah 0,8899 sambil dikocok. Bila belum
diperoleh larutan jernih, ditambahkan lagi 0,056 ml alkohol 70 sambil dikocok. Penambahan terus dilakukan sampai diperoleh larutan
jernih. Bahan yang sukar larut dalam alkohol akan membentuk larutan keruh. Penggunaan vanilin sebanyak 0,05 gram tersebut karena
produk vanilin yang dihasilkan terlalu sedikit jumlahnya. Perhitungan :
Gram produk : Gram alkohol
2. Pengamatan Bahan Baku Isoeugenol a. Bobot Jenis SNI 06-2387-1998
Prinsip : Perbandingan kerapatan minyak pada suhu 25
o
C terhadap kerapatan air suling pada suhu yang sama.
Prosedur : Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang. Air suling
diisikan sampai melebihi tanda tera dan air yang menempel di bagian luar piknometer dibersihkan dengan lap. Piknometer yang telah berisi
air suling didiamkan 15 menit untuk menormalkan suhunya lalu ditimbang. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap bahan baku
isoeugenol.
39 Perhitungan :
Bobot jenis = gram
suling air
Bobot gram
produk Bobot
dan Bobot jenis 2525
o
C = Bobot jenis t + 0,00082 t – 25 di mana :
BJ t = Bobot jenis minyak pada suhu pengukuran pada t
o
C 0,00082 = Faktor koreksi Bobot jenis minyak untuk perubahan 1
o
C
b. Indeks Bias SNI 06-2387-1998
Prinsip : Jika cahaya datang dan menembus dua media dengan kerapatan
yang berbeda, maka akan dibelokkan atau dibiaskan menuju garis normal.
Perhitungan:
N = Indeks bias media lebih rapat n = Indeks bias media kurang rapat
i = Sudut antar sinar datang dengan garis normal r = Sudut bias
Prosedur : Prisma pada refraktometer dibersihkan dengan alkohol,
kemudian di atas prisma diteteskan isoeugenol menggunakan pipet tetes. Prisma dirapatkan dan diatur slidenya sehingga diperoleh garis
batas yang jelas antara terang dan gelap, saklar diatur sampai garis batas berhimpit dengan titik potong dari dua garis bersilangan, indeks
bias dibaca. Perhitungan :
Indeks Bias 25
o
C = n
t
– 0,0004 t – 25 n
N r
Sin i
Sin =
40 dimana:
t = Suhu kamar
o
C n
t
= Indeks bias pada suhu kamar 0,0004 = Faktor koreksi isoeugenol yang nilainya dapat berubah
sesuai dengan suhu yang dipakai
c. Kelarutan Dalam Alkohol 50 SNI 06-2387-1998
Prinsip : Kelarutan isoeugenol dalam alkohol dapat dilihat dari seberapa
jauh bahan tersebut larut dalam alkohol sampai jernih dengan perbandingan tertentu.
Prosedur : Sebanyak 1 ml isoeugenol dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 1 ml alkohol 50 sambil dikocok. Bila belum diperoleh larutan jernih, ditambahkan lagi 1 ml alkohol 50 sambil
dikocok. Penambahan terus dilakukan sampai diperoleh larutan jernih. Minyak yang sukar larut dalam alkohol akan membentuk larutan
keruh. Perhitungan :
ml isoeugenol : ml alkohol
6. Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan
penyajian data sehingga mudah dipahami dan memberikan informasi yang berguna Hasan, 2002. Penyajian data disajikan atau ditampilkan dalam
bentuk grafik, tabel dan histogram.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Bahan Baku dan Produk Vanilin Komersial
Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan analisis sifat fisiko-kimia isoeugenol yang berasal dari PT Indesso Aroma. Analisis bahan baku ini
bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan mutu isoeugenol minyak cengkeh serta untuk mengetahui perubahan yang terjadi setelah dilakukan
proses oksidasi vanilin. Hasil analisis sifat fisiko-kimia isoeugenol dapat dilihat pada Tabel 11 berikut:
Tabel 11. Sifat fisiko-kimia isoeugenol
Karakteristik Nilai Bahan Baku
Nilai Standar
Warna dan aroma Bobot Jenis 25
o
C Indeks Bias 20
o
C Kelarutan
Kuning jernih, wangi bunga 1,084
1,575 1 : 5 dalam
Alkohol 50 Kuning jernih
1,079 – 1,085 1,572 – 1,577
1 : 5 dalam Alkohol 50
EOA, 1970 Dari Tabel hasil analisis sifat fisiko-kimia bahan baku isoeugenol di
atas, dapat dilihat bahwa isoeugenol yang digunakan mempunyai mutu yang tergolong dalam standar yang ditetapkan. Bobot jenis
25
o
C bahan baku isoeugenol sebesar 1,084 dan indeks bias 20
o
C sebesar 1,575 termasuk dalam selang bobot jenis dan indeks bias isoeugenol standar EOA 1970 yaitu
1,079 – 1,085 untuk bobot jenis dan 1,572 – 1,577 untuk indeks bias, sedangkan kelarutan isoeugenol dalam Alkohol 50 sebesar 1 : 5 sesuai dengan standar
EOA yaitu 1 : 5 dalam Alkohol 50 .
Hasil analisis kromatografi gas Lampiran 5 menunjukkan bahwa isoeugenol tersebut mempunyai
kemurnian total 99 dengan kandungan cis-isoeugenol sebesar 15,19