VANILIN DAN SINTESIS VANILIN

10 OH OH OCH 3 OCH 3 H CH 3 C = C C = C H CH 3 H H trans- isoeugenol cis-isoeugenol Gambar 3. Rumus bangun trans-isoeugenol dan cis-isoeugenol Sastrohamidjojo, 2002

c. Non Eugenol

Komponen non eugenol yang terdapat dalam jumlah besar adalah eugenol asetat sekitar 5 -7 persen dan seskuiterpen kariofilen terutama β-kariofilen sekitar 5 – 12 persen. Sifat fisiko kimia kedua bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sifat fisiko-kimia eugenol asetat dan β-kariofilen

B. VANILIN DAN SINTESIS VANILIN

Vanilin 4-hidroksi-3-metoksi benzaldehida merupakan padatan kristal berwarna putih atau sedikit berwarna kuning, biasanya berbentuk jarum dan mempunyai bau aroma yang khas. Vanilin dapat digunakan sebagai flavor Karakteristik Eugenol asetat β-Kariofilen Rumus molekul Wujud Titik didih Bobot jenis 25 o C Indeks bias 20 o C Pelarut C 12 H 14 O 3 Semi padat dan berwarna kuning jika terkena panas 281 – 282 o C 1,077 – 1,082 1,521 Alkohol C 15 H 24 Tidak berwarna 254 – 257 o C 0,897 – 0,910 1,498 – 1,504 Alkohol dan eter Sumber: Purseglove et al. 1981 11 82 oleh industri makanan dan minuman es krim, cokelat, gula-gula, permen, puding, kue dan soft drink, produk farmasi 13 dan produk wewangian 5 Tidco, 2005. Vanilin dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan obat, antara lain L-dopa yaitu suatu asam amino untuk pengobatan penyakit Parkinson, keracunan mangan dan distonia muskulari juga dipakai untuk sintesis trimethapriim, suatu chemoterapeutikum untuk penanggulangan infeksi saluran kencing dan saluran pernafasan Sastrohamidjojo, 2002. Tabel 8 memperlihatkan sifat fisiko-kimia vanilin dan Gambar 4 memperlihatkan rumus bangun vanilin. Tabel 8. Sifat fisiko-kimia vanilin Karakteristik Nilai Rumus Molekul Bobot molekul Titik leleh Titik didih Densitas Bentuk Kelarutan C 8 H 8 O 3 152,14 gmol 80 – 83 o C 285 o C 0,60 gcm 3 Padat, kristal jarum Sedikit larut dalam air, larut dalam benzena, sangat larut dalam alkohol, aseton, aseton, eter, kloroform, asam asetat glasial, dan karbon disulfida, serta larut dalam air yang mengandung hidroksida dari logam alkali. Sumber: Tidco 2005 OH OCH 3 CHO Gambar 4. Rumus bangun vanilin Parry, 1922 Vanilin secara alami berasal dari ekstraksi buah Vanilla planifolia, tanaman merambat yang berasal dari Mexico, Honduras dan Guatemala. Tanaman ini dimasukkan ke banyak negara tropis dan di Indonesia banyak 12 diusahakan di Pulau Jawa dan Bali Sari, 2003. Kadar vanilin yang ada dalam buah vanila tergantung tempat tumbuhnya, misalnya di Mexico 1,5 dan di Pulau Jawa 2,7 Kurniawan, 2005. Menurut Syaflan 1996 dalam Sari 2003, proses yang harus dilalui dari buah vanila sangat panjang, mulai dari pemetikan buah jika buah sudah masak, kemudian dilayukan dengan pemanasan atau dicelupkan sebentar dalam air panas, lalu difermentasikan sampai warna buah menjadi hitam. Buah vanila yang telah selesai difermentasi kemudian diekstraksi dan akan menghasilkan vanilin dengan rendemen kurang lebih 3 – 4 . Sedangkan menurut Suwarso et al., 2002, vanilin yang dihasilkan selama proses penyimpanan fermentasi buah vanila terbentuk melalui reaksi pemutusan glikosida secara enzimatik. Proses alami ini hanya menghasilkan 2 – 3 vanilin murni. Vanilin di samping dihasilkan secara alami, juga dapat diperoleh dengan cara sintesis. Oleh karena proses produksi vanilin alami membutuhkan waktu yang lama dan hanya menghasilkan sedikit vanilin murni serta harga vanilin alami yang sangat mahal jika dibandingkan dengan vanilin sintetik, maka umumnya di negara-negara maju alternatif memperoleh vanilin agar dapat mencukupi kebutuhan dunia dilakukan dengan cara sintesis. Beberapa cara sintesis vanilin yang telah diketahui adalah sebagai berikut: 1. Dari Lignin Sebagian besar vanilin sintetik dihasilkan dari lignin yang berasal dari limbah industri pulp. Sejumlah 5 – 10 vanilin diperoleh pada pemanasan lignin dengan alkali metal hidroksida. Pengasaman asidifikasi pada reaksi alkali membebaskan vanilin yang selanjutnya diekstraksi dengan eter atau pelarut yang tidak bercampur lainnya Kurniawan, 2005. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 5. 13 OH OH OCH 3 OCH 3 Lignin Dipanaskan oksidasi OH - CH=CH-CH 2 OH CHO Gambar 5. Reaksi pembentukan vanilin dari lignin Soelistyowati, 2001 Produksi vanilin sintetik dari lignin yang berasal dari limbah industri pulp telah dibatasi di negara-negara maju. Karena dalam pembuatan vanilin ini banyak sekali macam reagen yang digunakan, sehingga dalam produk akhir dikhawatirkan masih terdapat sisa-sisa reagen yang bersifat racun Darwis, 1989. 2. Dari Guaiakol Guaiakol diperoleh dari tar kayu guaiakol. Guaiakol direaksikan selama 2 hari dengan formaldehida dan p-nitroso-dimetil anilin dalam metanol, kemudian dituang ke dalam air dan HCl. Metanol dihilangkan dengan destilasi, kemudian produk reaksi di ekstraksi dengan benzene dan dihasilkan vanilin setelah benzene diuapkan. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 6. OH OH OH NCH 3 2 OCH 3 O OCH 3 OCH 3 + H-C-H + CH 2 OH CHO NH 2 Cl Gambar 6. Reaksi pembentukan vanilin dari guaikol Soelistyowati, 2001 p-nitro- dimetil anilin Guaiakol Formaldehida Vanilin 14 3. Dari Coniferin Coniferin adalah suatu glikosida yang didapatkan dalam getah tumbuh-tumbuhan dari kambium coniferin. Coniferin tersebut dioksidasi oleh asam kromat menghasilkan glukovanilin yang akan terurai oleh asam menjadi vanilin dan glukosa. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 7. OC 6 H 11 O 5 OC 6 H 11 O 5 OH OCH 3 CrO 3 OCH 3 asam OCH 3 + C 6 H 12 O 6 CH=CH-CH 2 OH CHO CHO Gambar 7. Reaksi pembentukan vanilin dari coniferin Soelistyowati, 2001 4. Dari Eugenol Minyak Cengkeh Pada prinsipnya pembuatan vanilin semi sintetik dari minyak cengkeh melalui tahapan beberapa produk antara yaitu eugenol dan isoeugenol. Oleh karenanya sintesis vanilin ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu 1 Dengan memisahkan terlebih dahulu non-eugenol dalam minyak cengkeh dan 2 Sintesis dilakukan langsung di dalam minyak cengkeh tanpa perlu memisahkan non-eugenol, artinya non-eugenol baru dipisahkan setelah terbentuknya isoeugenol. Menurut Soemadiharga 1973, prinsip pembuatan vanilin dari eugenol adalah reaksi isomerisasi yang disusul dengan reaksi oksidasi. Menurut Carey 2003, oksidasi pada senyawa organik adalah proses peningkatan jumlah ikatan di antara karbon dan oksigen ikatan C–O atau penurunan jumlah ikatan karbon – hidrogen ikatan C–H. Menurut Sastrohamidjojo 2002, oksidasi isoeugenol menjadi vanilin oleh nitrobenzena dalam media alkali merupakan serangkaian transfer elektron dari OH – ke senyawa nitro melalui substrat tidak jenuh. Coniferin Glukovanilin Vanilin Glukosa 15 Tahap pertama dari proses pembuatan vanilin ini ialah mengubah eugenol menjadi isoeugenol. Proses yang biasa digunakan untuk mengubah eugenol menjadi isoeugenol adalah pemanasan dalam alkali kuat dan untuk ini dipakai KOH. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 8. OH OK OCH 3 KOH OCH 3 CH 2 =CH-CH 2 CH=CH-CH 3 Eugenol K-isoeugenol Untuk tahap oksidasi, dipergunakan nitrobenzena. Reaksi yang terjadi: Selanjutnya garam kalium vanilat yang terbentuk diasamkan dengan HCl. Reaksinya: KO OH OCH 3 OCH 3 + HCl + KCl CHO CHO K- Vanilat Vanilin Gambar 8. Reaksi oksidasi pembentukan vanilin Soemadiharga,1973 16 Dari berbagai cara yang telah disebutkan dalam sintesis vanilin, yang ada kaitannya langsung dengan penelitian ini adalah sintesis dari isoeugenol minyak cengkeh. Sintesis vanilin dari isoeugenol dan eugenol minyak cengkeh telah banyak diteliti di Indonesia dan luar negeri dengan menggunakan prosedur yang berbeda-beda. Prosedur standar yang biasa digunakan dalam sintesis vanilin dari isoeugenol adalah jalur oksidasi dengan nitrobenzene yang dilarutkan dalam DMSO. Keunggulan metode ini yaitu relatif mudah dilaksanakan suhu 130 o C, waktu 3 jam dengan tingkat efisiensi cukup tinggi. Dihasilkan produk vanilin kasar 13,5 gram 56,25 dan 4,6 gram vanilin murni 19 dari 24 gram bahan baku isoeugenol dengan kemurnian yang tinggi Sastrohamidjojo, 1981. Soemadhiharga et al., 1973, memproduksi vanilin dari eugenol dalam skala besar yang direaksikan dengan KOH, nitrobenzene dan air di dalam autoklaf pada suhu 170 – 190 o C dan tekanan 8 atm menghasilkan rendemen 3,6 . Sari 2003, menyatakan bahwa vanilin dengan hasil sedikit diperoleh dari hasil oksidasi eugenol asetat dengan kalium permanganat. Selain itu vanilin juga dapat diperoleh dari isoeugenol dengan zat-zat pengoksidasi lainnya, seperti oksigen, ozon dan merkuri oksida dalam larutan alkalis. Boult et al., 1970, juga menyatakan metode lain yang digunakan untuk proses oksidasi eugenol menjadi vanilin adalah penggunaan nitrobenzene atau homolognya yang lebih tinggi dengan adanya fenol, azobenzene, natrium meta-nitrobenzenasulfonat dengan soda kaustik dan anilin menghasilkan rendemen dan kemurnian yang tinggi. Pada sintesis vanilin digunakan pelarut dimetil sulfoksida DMSO. Hal ini dikarenakan masalah yang dihadapi dalam penggunaan metode ini adalah kesulitan bahan baku dan mahalnya harga untuk mendapatkan azobenzene dan natrium meta-nitrobenzenasulfonat serta penggunaan anilin yang sangat berbahaya. Dalam perkembangan terakhir, sintesis vanilin dilakukan dengan pemanasan menggunakan gelombang mikro microwave. Metode sintesis vanilin menggunakan pemanasan gelombang mikro telah dilakukan Kurniawan 2005. Sintesis ini dilakukan dengan 2 tahap, yaitu isomerisasi 17 eugenol menjadi isoeugenol dan oksidasi isoeugenol menjadi vanilin pada tingkat daya 680 Watt dengan lama reaksi 2 menit menghasilkan rendemen vanilin sebesar 86,1 . Metode ini relatif mudah dilaksanakan. Pemakaian gelombang mikro untuk aktivasi reaksi telah diketahui dapat mempercepat laju reaksi dalam waktu yang jauh lebih singkat sehingga efisiensi dapat diperoleh. Berdasarkan pertimbangan di atas, dalam penelitian ini metode penggunaan oksidator nitrobenzene dengan DMSO sebagai pelarut dan penggunaan pemanasan gelombang mikro microwave digunakan untuk menghasilkan vanilin sintetik dari isoeugenol minyak cengkeh. Suatu reaksi oksidasi dapat berjalan dengan sempurna dan mencapai kesetimbangan karena adanya oksidator. Oksidator nitrobenzene merupakan oksidator kuat dan mudah digunakan untuk reaksi oksidasi sintesis vanilin. Agar oksidator nitrobenzene ini cepat bereaksi dengan bahan, maka ditambahkan DMSO Dimetil sulfoksida untuk memudahkan nitrobenzene bereaksi.

a. Nitrobenzene

Nitrobenzene merupakan cairan berwarna kuning pucat, memiliki bau yang khas dan beracun. Nitrobenzene meleleh pada suhu 5,85 o C dan mendidih pada suhu 211 o C, sedikit larut dalam air dan sangat larut dalam etanol, eter, benzen dan Dimetilsulfoksida DMSO. Memiliki rumus molekul C 6 H 5 NO 2. Nitrobenzene biasanya digunakan sebagai oksidator yang baik untuk reaksi oksidasi isoeugenol menjadi vanilin dalam pembuatan vanilin sintetik dan juga dapat digunakan untuk memproduksi anilin dan methyl diphenyl diisocyanate MDI Mannsville, 1991. Menurut Arthur 1956, nitrobenzene berasal dari benzene dan asam nitrat melalui metode purifikasi atau pemurnian, dengan pencucian dan penyulingan uap. Cairan dan uapnya sangat berbahaya serta cepat menyerap melalui kulit. Dikemas dalam botol gelas berwarna gelap, kaleng atau drum besi. Nitrobenzene digunakan sebagai komponen isolasi pyroxylin , pelarut untuk eter selulosa, modifikasi esterifikasi dari asetat 18 selulosa, bahan untuk pelitur atau penggosok logam dan pelitur sepatu, bahan baku untuk industri anilin, benzidin, azobenzene dan lain-lain. Sifat fisiko kimia nitrobenzene dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Sifat fisiko – kimia nitrobenzene Sumber: Mannsville 1991

b. DMSO

Menurut Fesseden 1982, Dimetil sulfoksida DMSO dibuat dalam skala industri dengan oksidasi udara terhadap dimetil sulfida. Cairan ini juga merupakan hasil samping industri kertas. DMSO merupakan pelarut yang serbaguna. Zat ini merupakan pelarut yang ampuh baik untuk ion anorganik maupun untuk senyawa organik. Seringkali pereaksi lebih tinggi reaktivitasnya dalam DMSO dibandingkan dalam pelarut alkohol. DMSO mudah menembus kulit dan pernah digunakan untuk membantu penyerapan obat-obatan lewat kulit. Namun DMSO juga dapat membuat racun dan kotoran terserap. Jika DMSO terkena tangan, maka dalam waktu yang singkat akan sampai ke indra citarasa lidah. Menurut Tidwell 1990, DMSO dikenal sebagai metil sulfoxide, dimethyl sulphoxide, dimethylsulfoxide, methylsulfinylmethane atau sulfinylbismethane. Memiliki rumus molekul C 2 H 6 OS, merupakan cairan higroskopik yang tidak berwarna. DMSO merupakan pelarut polar, sedikit berasa getir dan dapat dicampur dengan air Arthur, 1956. Dapat larut dalam bahan pelarut organik seperti alkohol, ester, keton dan hidrokarbon Karakteristik Nilai Bobot jenis 25 o C Bobot molekul Titik leleh o C Titik didih o C Kelarutan 1,199 kgL 123,06 gmol 5,85 o C 210,9 o C Larut dalam air 2,1 gL 25 o C, etanol dan benzen, sangat larut dalam DMSO 19 berbau harum. Di dalam sintesis organik, DMSO dapat juga digunakan untuk reaksi oksidasi Tidwell, 1990. Dimetilsulfoksida dapat mengganggu sistem pencernaan, pernapasan, mudah kontak dengan mata dan kulit. DMSO memiliki tingkat toxisitas yang rendah. Kontak yang panjang dapat menyebabkan infeksi kulit dan merusakkan ginjal atau hati. Sifat fisiko kimia DMSO dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sifat fisiko - kimia DMSO Karakteristik Nilai Bobot jenis 25 o C Bobot molekul Titik leleh o C Titik didih o C Kelarutan 1,1004 gcm 3 78,13 gmol 18,5 o C 189 o C Larut dalam air, etanol, benzen dan kloroform Sumber: Tidwell 1990

C. PEMANASAN GELOMBANG MIKRO 1. Gelombang Mikro