Perbedaan Perubahan Strong Ion Difference Plasma Setelah Pemberian Larutan Ringer Asetat Malat Dibanding Ringer Laktat Pada Pasien Sectio Caesaria Dengan Anestesi Spinal
PERBEDAAN PERUBAHAN
STRONG ION DIFFERENCE
PLASMA SETELAH PEMBERIAN LARUTAN RINGER
ASETAT MALAT DIBANDING RINGER LAKTAT PADA
PASIEN
SECTIO CAESARIA
DENGAN ANESTESI SPINAL
TESIS
Oleh :
dr. Muhammad Zulkarnain Bus
NIM. 097114004
PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS
DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /
RSUP. HAJI ADAM MALIK
MEDAN – 2014
(2)
PERBEDAAN PERUBAHAN
STRONG ION DIFFERENCE
PLASMA SETELAH PEMBERIAN LARUTAN RINGER
ASETAT MALAT DIBANDING RINGER LAKTAT PADA
PASIEN
SECTIO CAESARIA
DENGAN ANESTESI SPINAL
TESIS
Oleh :
dr. Muhammad Zulkarnain Bus
NIM. 097114004
Pembimbing
dr. Asmin Lubis, DAF. SpAn. KAP. KMN
dr. Soejat Harto, SpAn. KAP
Tesis ini diajukan untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di
bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS
DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /
(3)
(4)
(5)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, saya mengucapkan
rasa syukur kehadirat Allah SWT karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini yang merupakan syarat
untuk memperoleh spesialisasi dalam bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik
Medan.
Saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna baik isi maupun
bahasanya, namun demikian saya berharap bahwa tulisan ini dapat menambah
perbendaharaan bacaan tentang pemilihan terapi cairan berdasarkan efeknya
terhadap Strong Ion Difference (SID) di dalam plasma yang merupakan salah satu variabel independen penentu pH dalam keseimbangan asam-basa menurut
pendekatan Stewart.
Dengan penuh rasa hormat, saya mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Asmin Lubis DAF, SpAn,
KAP. KMN dan dr. Soejat Harto SpAn, KAP sebagai pembimbing tesis saya,
dimana telah banyak memberi petunjuk, perhatian serta bimbingan sehingga
saya dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga kepada Drs Abdul Jalil
A.A, M.Kes, sebagai pembimbing statistik yang telah banyak membantu
dalam penelitian ini khususnya dalam hal metodologi penelitian dan analisa
(6)
Yang terhormat Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC. KAO
sebagai Ketua Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/ RSUP
H. Adam Malik, dr. Hasanul Arifin, SpAn. KAP. KIC sebagai Ketua Program
Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, DR. dr. Nazaruddin Umar, SpAn.
KNA sebagai Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif serta
dr. Akhyar Hamonangan Nasution, SpAn. KAKV sebagai Sekretaris Program
Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif yang telah banyak memberi petunjuk,
pengarahan serta nasehat dan keikhlasan telah mendidik selama saya
menjalani program pendidikan ini sebagai guru bahkan sebagai orangtua di
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam
Malik Medan.
Yang terhormat guru-guru saya di jajaran Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, saya mengucapkan
terima kasih yang tidak terhingga kepada, dr. A. Sani P. Nasution, SpAn. KIC
; dr. Chairul M. Mursin, SpAn, KAO ; Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn.
KIC. KAO ; dr. Hasanul Arifin, SpAn. KAP. KIC ; DR. dr. Nazaruddin Umar,
SpAn. KNA ; dr. Akhyar H Nasution, SpAn. KAKV ; dr Asmin Lubis, DAF.
SpAn. KAP. KMN ; dr. Ade Veronica HY, SpAn. KIC ; dr. Soejat Harto,
SpAn. KAP ; dr. Yutu Solihat, SpAn. KAKV ; (Alm) dr Muhammad AR,
SpAn. KNA ; (Alm) dr. Nadi Zaini Bakri, SpAn ; dr. Syamsul Bahri, SpAn ;
dr. Dadik W. Wijaya, SpAn ; dr. M. Ihsan, SpAn, KMN ; dr. Tumbur, SpAn ;
dr. Walman, SpAn ; dr Nugroho Kunto Subagio, SpAn ; dr. Guido M. Solihin,
(7)
Rommy F. Nadeak, SpAn ; yang telah banyak memberi bimbingan dalam
bidang ilmu pengetahuan di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif, baik
secara teori maupun keterampilan sehingga menimbulkan rasa percaya diri,
baik dalam bidang keahlian maupun ilmu pengetahuan umum lainnya yang
kiranya sangat bermanfaat bagi saya dikemudian hari.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada kedua orang
tua saya tercinta, Ayahanda H. Bustamam dan Ibunda Hj. Sabariah yang
dengan segala upaya telah mengasuh, membesarkan dan membimbing dengan
penuh kasih sayang semenjak kecil hingga saya dewasa agar menjadi anak
yang berbakti kepada kedua orangtua, agama, bangsa dan negara. Dengan
memanjatkan doa kehadirat Allah SWT ampunilah dosa kedua orangtua saya
serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi hamba semenjak
kecil.
Terima kasih juga yang tiada terhingga kepada kedua mertua saya,
ayahanda Prof. DR. Ir. H. Zainal Abidin Pian, MSc dan ibunda Hj. Herawati
yang telah membimbing saya dan keluarga untuk menjadi keluarga yang
sakinah serta merawat putri kami dengan setulus hati saat kami menjalani
studi dan tugas kami. Hanya Tuhan yang dapat membalas jasa kedua orangtua
dan mertua kami.
Kepada istriku tercinta dr. Herza Piasiska, M.Ked(PA), SpPA dan
anakku yang tersayang Eisya Quatrunnada yang telah berkorban dan terus
setia mendampingi selama saya menjalani pendidikan. Tiada kata yang lebih
(8)
kesabaran, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya
sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya kita sampai pada saat yang
berbahagia ini. Terima kasih juga saya ucapkan Kepada saudara-saudaraku M.
Syafruddin ; M Afreza, Ssi ; dr Latifah Hanum ; Laila Maya, S.Psi. M.Psi ; dr
Zaher Piavani.
Yang tercinta dan tersayang teman-teman sejawat peserta pendidikan
Anestesiologi dan Terapi Intensif dr. Bastian, dr Adrian, dr. Rudi, SpAn, dr.
Fadly, dr. Vera Muharrami, dr. Jefri, dr. Dodi, dr. Eko Waskito, dr. Yafiz
Hasby, dr. Anna Milliza, dr. Raka, dr. Tasrif, dr. Arif, dr. Hakim, dan
teman-teman lain yang tidak bisa saya sebut seluruhnya disini, yang telah
bersama-sama baik suka maupun duka, saling membantu sehingga terjalin rasa
persaudaraan yang erat dengan harapan agar kita dapat berhasil dimasa yang
akan datang. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan memberkahi kita
semua.
Kepada seluruh paramedis dan pegawai Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H.
Adam Malik, RSU Haji Medan, RSUD Dr Pirngadi Medan, RUMKIT Putri
Hijau DAM I/BB Medan yang telah banyak membantu dan banyak
bekerjasama selama saya menjalani pendidikan.
Saya ucapkan banyak terima kepada seluruh pasien yang telah secara
sukarela berperan serta didalam penelitian ini dan semua pihak yang telah
(9)
Akhirnya izinkanlah saya memohon maaf yang setulus-tulusnya atas
kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga bantuan
dan dorongan serta petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti
pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT,
Yang Maha Pengasih, Yang Maha Pemurah dan Yang Maha penyayang.
Amin, amin, amin, Ya Rabbal’Alamin.
Medan, 19 Januari 2014
Penulis
(10)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR GRAFIK ... xiiv
DAFTAR SINGKATAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
ABSTRAK ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1. 1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 8
1.3. Hipotesis Penelitian ... 9
1.4. Tujuan Penelitian ... 8
1.4.1 Tujuan Umum ... 8
1.4.2. Tujuan Khusus ... 9
1.5. Manfaat Penelitian ... 9
1.5.1 Manfaat dalam bidang akademik ... 9
1.5.2. Manfaar dalam bidang pelayanan masyarakat ... 10
1.5.3. Manfaar dalam penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Sectio Caesaria ... 11
2.2. Keseimbangan Asam-Basa pada Kehamilan ... 12
2.3. Anestesi Spinal ... 13
2.4. Strong Ions Difference (SID) ... 14
2.5. Larutan Kristaloid ... 18
2.5.1. Ringer Laktat (RL) ... 18
(11)
2.5.2. Ringer Asetat Malat (RAM) ... 19
2.5.2.1. Siklus Asam Sitrat... 20
2.6. Perpindahan & Komposisi Cairan Tubuh ... 21
2.7. Kerangka Teori... 33
2.8. Kerangka Konsep ... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35
3.1. Desain ... 35
3.2. Tempat dan Waktu ... 35
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35
3.3.1. Populasi Penelitian ... 35
3.3.2. Sampel Penelitian ... 35
3.4. Kriteria Inklusi, Eksklusi dan Putus Uji ... 35
3.4.1. Kriteria Inklusi ... 35
3.4.2. Kriteria Eklusi ... 36
3.4.3. Kriteria Putus Uji ... 36
3.5. Perkiraan Besar Sampel ... 36
3.6. Obat dan Alat yang digunakan ... 37
3.7. Cara Kerja ... 38
3.8. Kerangka Kerja Penelitian ... 40
3.9. Identifikasi Variabel Peneltian ... 41
3.9.1. Variabel bebas ... 41
3.9.2. Variabel Tergantung ... 41
3.10. Definisi Operasional ... 41
3.11. Rencana manajemen dan analisa data ... 42
3.12. Masalah Etika ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 45
4.1. Karakteristik umum ... 46
4.2. Karakteristik SID untuk kelompok RAM dan RL ... 47
4.3. Karakteristik nilai Natrium ... 48
4.4. Karakteristik nilai Klorida... 49
(12)
4.6. Karakteristik nilai Kalsium ... 52
4.7. Karakteristik nilai Magnesium ... 53
4.8. Skor APGAR ... 55
4.9. Penggunaan Efedrin ... 55
4.10. Tampilan Hemodinamik... 56
4.10.1. Perbandingan MAP antar kelompok RAM dan RL... 56
BAB V PEMBAHASAN ... 57
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 61
6.1. Kesimpulan ... 61
6.2. Saran ... 61
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Komposisi RAM dan RL... 8
Tabel 2.1. Keputusan untuk melakukan tindakan Sectio Caesaria... 11
Tabel 2.5.1. Komposisi elektrolit Ringer Laktat...19
Tabel 2.5.2. Komposisi elektrolit Ringer Asetat Malat... 20
Tabel 4.1. Karakteristik penderita kelompok RAM dan RL... 45
Tabel 4.2.1. Karakteristik SID kelompok RAM dan RL... 47
Tabel 4.2.2. Selisih SID antar kelompok... 47
Tabel 4.3.1. Karakteristik nilai Natrium... 48
Tabel 4.3.2. Perbandingan perubahan Natrium antar kelompok RAM dan RL... 48
Tabel 4.4.1. Karakteristik nilai Klorida antar kelompok... 49
Tabel 4.4.2. Perbandingan perubahan Klorida antar kelompok RAM dan RL... 50
Tabel 4.5.1. Karakteristik nilai Kalium antar kelompok... 50
Tabel 4.5.2. Perbandingan perubahan Kalium antar kelompok RAM dan RL.... 51
Tabel 4.6.1. Karakteristik nilai Kalsium antar kelompok RAM dan RL... 52
Tabel 4.6.2. Perbandingan perubahan Kalsium antar kelompok RAM dan RL... 52
Tabel 4.7.1. Karakteristik nilai Magnesium antar kelompok RAM dan RL... 53
Tabel 4.7.2. Perbandingan perubahan Magnesium antar kelompok RAM dan RL... 54
(14)
Tabel 4.8. Karakteristik skor APGAR antar kedua kelompok... 55
Tabel 4.9. Karakteristik penggunaan Efedrin pada kelompok RAM dan RL...55
(15)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 2. Efek asidosis terhadap fetus...13
Gambar 2. 4. Sketsa hubungan antara SID, H+ & OH-...16
Gambar 2.5.1. Siklus Cori...19
Gambar 2.5.2. Siklus Asam Sitrat...21
Gambar 2.6.1. Osmosis...24
Gambar 2.6.2. Hukum Starling pada kapiler...27
(16)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.3. Karakteristik Natrium antar kelompok RAM dan RL...48
Grafik 4.4. Karakteristik nilai Klorida antar kelompok RAM dan RL...49
Grafik 4.5. Karakteristik nilai Kalium antar kelompok RAM dan RL...50
Grafik 4.6. Karakteristik nilai Kalsium antar kelompok RAM dan RL...53
Grafik 4.7. Karakteristik nilai Magnesium antar kelompok RAM dan RL...53
Grafik 4.9. Perbandingan penggunaan Efedrin antar kelompok RAM dan RL....54
Grafik 4.10.1. MAP pada kelompok RAM...57
(17)
DAFTAR SINGKATAN
ADH : Anti Diuretic Hormone
ASA : American Society of Aanesthesiologist
BE : Base Excess
BGA : Blood Gas Analysis
CES : Cairan Ekstra seluler
CIS : Cairan Intra seluler
EBV : Estimeted Blood Volume
EKG : Elektro kardio Grafi
HES : Hydroxy Ethyl Starch
ICU : Intensive Care Unit
LCS : Liquor Cerebro Spinalis
PONV : Post-operative Nausea and Vomiting]
RAM : Ringer Asetat Malat
RL : Ringer Laktat
RSHAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik
SGOT : Serum Glutamin Oxaloacetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamin Pyruvic Transaminase
SH : Stroke Hemoragik
SID : Strong Ion Difference
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1...67
Lampiran 2... .. .. 68
Lampiran 3... ... 69
Lampiran 4... 71
Lampiran 5... 72
Lampiran 6... 74
Lampiran 7... 75
(19)
ABSTRAK
PERBEDAAN PERUBAHAN STRONG ION DIFFERENCE PLASMA
SETELAH PEMBERIAN LARUTAN RINGER ASETAT MALAT
DIBANDING RINGER LAKTAT PADA PASIEN SECTIO CAESARIA
DENGAN ANESTESI SPINAL
Latar belakang: Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah untuk menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular dalam keadaan yang optimal yaitu dapat menghasilkan aliran darah yang adekuat ke organ-organ vital dan ke jaringan yang mengalami trauma dan efektif dalam penyembuhan luka. Pada wanita hamil terjadi peningkatan isi plasma sekitar 45% yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan janin dan melindungi ibu dari kehilangan darah pada waktu persalinan. Terjadi penumpukan natrium dan kalium selama kehamilan akan tetapi secara keseluruhan konsentrasi elektrolit-elektrolit tersebut menurun karena terjadi retensi cairan yang menyebabkan hemodilusi. Pemberian cairan dapat merubah komposisi elektrolit plasma sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi nilai SID dan keseimbangan asam-basa. Banyak penelitian membahas cairan paling baik dalam mempertahankan keseimbangan elektrolit yang menjadi komponen utama pada SID.
Tujuan: Untuk membuktikan bahwa pemberian cairan Ringer Asetat Malat (RAM) tidak memberikan perubahan nilai Strong Ion Difference plasma apabila dibandingkan dengan pemberian cairan Ringer Laktat (RL).
Metode: Penelitian ini termasuk uji klinis acak tersamar ganda untuk menilai perubahan Strong Ion Difference (SID) plasma pada pemberian cairan Ringer Asetat Malat (RAM) dengan Ringer Laktat (RL) pada pasien yang menjalani operasi Sectio Caesaria (SC) dengan anestesi spinal. Sampel berjumlah 30 orang dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok RAM dan RL, masing-masing kelompok mendapat preloading cairan 1000 ml dan cairan rumatan sesuai kebutuhan perioperatif. Darah vena diambil sebelum dan sesudah operasi. Data-data yang dicatat untuk perhitungan statistik adalah kadar elektrolit dan nilai SID. Uji statistik dengan menggunakan independent test dan paired t-test dengan derajat kemaknaan α = 0,05.
Hasil: Besar perubahan SID pada kelompok RAM dengan nilai rerata
0,469±0,545, lebih kecil apabila dibandingkan dengan kelompok RL dengan nilai rerata 1,578±3,14. Didapati secara statistik berbeda secara bermakna dengan nilai p = 0,026 (p<0,05).
Kesimpulan: Pemberian infus RAM memberikan perubahan nilai SID yang lebih kecil bila dibandingkan dengan infus RL.
(20)
ABSTRACT
DIFFERENCE IN THE CHANGE OF PLASMA STRONG ION DIFFERENCE
AFTER ADMINISTRATION OF RINGER ACETATE MALATE
SOLUTION COMPARED TO RINGER LACTATE SOLUTION IN SECTIO
CAESARIA PATIENT WITH SPINAL ANAESTHESIA
Background: Purpose of perioperatif fluid therapy is to prepare an adequate amount of fluid in the intravascular volume so that the cardiovascular system is in its optimal state to provide adequate blood flow to vital organs and traumatized tissues and to aid in efectivity of wound healing. In a pregnant woman there is a rise about 45% of plasma volume for the needs of the baby and to prevent blood loss of the mother during labour. There is a accumulation of sodium and potassium during pregnancy, but the overall concentration of these electrolytes are decreased due to fluid retention that caused hemodilution. The administration of fluid can change the plasma electrolytes composition and influence the SID value and acid-base balance. There are a lot of research papers that discussed about the best way to maintain the electrolytes which are the main components in SID.
Purpose: To prove that fluid administration of Ringer Acetate Malate (RAM) solution give no changes in value of plasma Strong Ion Difference (SID) compare to Ringer Lactate (RL) solution.
Methode: This study uses a double-blind random clinical trial to determine the changes in plasma Strong Ion Difference (SID) value in using Ringer Acetate Malate (RAM) solution and Ringer Lactate (RL) solution in patient who undergo Sectio Caesaria (SC) with Spinal Anaesthesia. A sample of 30 subjects were devided into 2 groups which are the RAM group and RL group; each group obtain a preloading of fluid as much as 1000 ml and maintaince fluid tailored to the needs of the patients. A sample of venous blood was obtained before and after operation. Data used for statistical calculation are electrolytes level and SID value. Statistical analysis uses an independent t-test and paired t-test with level of confidence α = 0.05.
Results: The changes of plasma SID in the Ringer Acetate Malate (RAM) group with mean value 0,469 ±0,545, smaller if compared to the Ringer Lactate (RL) group with mean value 1,578±3,14. Statistically, there is a significant difference with p = 0.026 (p<0.05).
Conclusion: The fluid administration of Ringer Acetate Malate (RAM) solution give changes in the value of plasma Strong Ion Difference (SID smaller than Ringer Lactate (RL) solution.
(21)
(22)
ABSTRAK
PERBEDAAN PERUBAHAN STRONG ION DIFFERENCE PLASMA
SETELAH PEMBERIAN LARUTAN RINGER ASETAT MALAT
DIBANDING RINGER LAKTAT PADA PASIEN SECTIO CAESARIA
DENGAN ANESTESI SPINAL
Latar belakang: Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah untuk menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular dalam keadaan yang optimal yaitu dapat menghasilkan aliran darah yang adekuat ke organ-organ vital dan ke jaringan yang mengalami trauma dan efektif dalam penyembuhan luka. Pada wanita hamil terjadi peningkatan isi plasma sekitar 45% yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan janin dan melindungi ibu dari kehilangan darah pada waktu persalinan. Terjadi penumpukan natrium dan kalium selama kehamilan akan tetapi secara keseluruhan konsentrasi elektrolit-elektrolit tersebut menurun karena terjadi retensi cairan yang menyebabkan hemodilusi. Pemberian cairan dapat merubah komposisi elektrolit plasma sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi nilai SID dan keseimbangan asam-basa. Banyak penelitian membahas cairan paling baik dalam mempertahankan keseimbangan elektrolit yang menjadi komponen utama pada SID.
Tujuan: Untuk membuktikan bahwa pemberian cairan Ringer Asetat Malat (RAM) tidak memberikan perubahan nilai Strong Ion Difference plasma apabila dibandingkan dengan pemberian cairan Ringer Laktat (RL).
Metode: Penelitian ini termasuk uji klinis acak tersamar ganda untuk menilai perubahan Strong Ion Difference (SID) plasma pada pemberian cairan Ringer Asetat Malat (RAM) dengan Ringer Laktat (RL) pada pasien yang menjalani operasi Sectio Caesaria (SC) dengan anestesi spinal. Sampel berjumlah 30 orang dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok RAM dan RL, masing-masing kelompok mendapat preloading cairan 1000 ml dan cairan rumatan sesuai kebutuhan perioperatif. Darah vena diambil sebelum dan sesudah operasi. Data-data yang dicatat untuk perhitungan statistik adalah kadar elektrolit dan nilai SID. Uji statistik dengan menggunakan independent test dan paired t-test dengan derajat kemaknaan α = 0,05.
Hasil: Besar perubahan SID pada kelompok RAM dengan nilai rerata
0,469±0,545, lebih kecil apabila dibandingkan dengan kelompok RL dengan nilai rerata 1,578±3,14. Didapati secara statistik berbeda secara bermakna dengan nilai p = 0,026 (p<0,05).
Kesimpulan: Pemberian infus RAM memberikan perubahan nilai SID yang lebih kecil bila dibandingkan dengan infus RL.
(23)
ABSTRACT
DIFFERENCE IN THE CHANGE OF PLASMA STRONG ION DIFFERENCE
AFTER ADMINISTRATION OF RINGER ACETATE MALATE
SOLUTION COMPARED TO RINGER LACTATE SOLUTION IN SECTIO
CAESARIA PATIENT WITH SPINAL ANAESTHESIA
Background: Purpose of perioperatif fluid therapy is to prepare an adequate amount of fluid in the intravascular volume so that the cardiovascular system is in its optimal state to provide adequate blood flow to vital organs and traumatized tissues and to aid in efectivity of wound healing. In a pregnant woman there is a rise about 45% of plasma volume for the needs of the baby and to prevent blood loss of the mother during labour. There is a accumulation of sodium and potassium during pregnancy, but the overall concentration of these electrolytes are decreased due to fluid retention that caused hemodilution. The administration of fluid can change the plasma electrolytes composition and influence the SID value and acid-base balance. There are a lot of research papers that discussed about the best way to maintain the electrolytes which are the main components in SID.
Purpose: To prove that fluid administration of Ringer Acetate Malate (RAM) solution give no changes in value of plasma Strong Ion Difference (SID) compare to Ringer Lactate (RL) solution.
Methode: This study uses a double-blind random clinical trial to determine the changes in plasma Strong Ion Difference (SID) value in using Ringer Acetate Malate (RAM) solution and Ringer Lactate (RL) solution in patient who undergo Sectio Caesaria (SC) with Spinal Anaesthesia. A sample of 30 subjects were devided into 2 groups which are the RAM group and RL group; each group obtain a preloading of fluid as much as 1000 ml and maintaince fluid tailored to the needs of the patients. A sample of venous blood was obtained before and after operation. Data used for statistical calculation are electrolytes level and SID value. Statistical analysis uses an independent t-test and paired t-test with level of confidence α = 0.05.
Results: The changes of plasma SID in the Ringer Acetate Malate (RAM) group with mean value 0,469 ±0,545, smaller if compared to the Ringer Lactate (RL) group with mean value 1,578±3,14. Statistically, there is a significant difference with p = 0.026 (p<0.05).
Conclusion: The fluid administration of Ringer Acetate Malate (RAM) solution give changes in the value of plasma Strong Ion Difference (SID smaller than Ringer Lactate (RL) solution.
(24)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan
yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar
sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran
darah yang adekuat ke organ-organ vital dan ke jaringan yang mengalami trauma
dan efektif untuk penyembuhan luka.1 Volume plasma yang adekuat penting untuk
mempertahankan curah jantung dan perfusi jaringan. Strategi tatalaksana cairan
telah mengalami pergeseran selama 50 tahun belakangan ini. Sebelum tahun
60-an, restriksi cairan intra operatif banyak dipraktekkan. Pada awal tahun 1960-an
ditunjukkan bahwa trauma dan pembedahan yang disertai dengan kebutuhan
cairan secara bermakna melampaui laju rumatan cairan biasa sebagai
konsekuensinya pemberian cairan menjadi kurang restriktif. Satu dekade
kemudian pilihan cairan menjadi subyek debat yang intensif dan berlangsung
hingga saat ini.2
Penatalaksanaan cairan pada wanita hamil yang akan menjalani tindakan
operasi Sectio Caesaria perlu didasari oleh pengetahuan tentang perubahan yang
terjadi pada wanita hamil tersebut. Kehamilan adalah satu periode yang unik
dimana terjadi perubahan secara drastis terhadap dinamika cairan tubuh. Terjadi
perubahan pada anatomi, hormonal dan adaptasi fungsional pada wanita hamil
(25)
meningkat rata-rata 17% dari berat badan sebelum kehamilan atau kira-kira 12
kilogram. Peningkatan berat badan terjadi akibat penambahan ukuran uterus dan
isinya (uterus 1kg, cairan amnion 1kg, fetus dan plasenta, 4kg), peningkatan
volume darah dan cairan interstitial (masing-masing berkisar 2 kg) dan deposisi
lemak dan protein (berkisar 4 kg). Penambahan berat badan yang normal selama
trimester pertama adalah 1-2 kg, dan 5-6 kg penambahan pada dua trimester
terakhir.4 Curah jantung juga meningkat selama kehamilan. Perubahan ini muncul
pada minggu ke-5 kehamilan, dan terus bertambah sebesar 35%-40% pada akhir
trimester pertama kehamilan. Curah jantung terus meningkat selama trimester
kedua sampai dia mencapai kira-kira 50% lebih tinggi dibanding wanita yang
tidak hamil. Ukuran ini tidak berubah selama trimester ketiga.4
Penambahan volume plasma maternal mulai sejak awal minggu ke enam
kehamilan dan terus meningkat sampai mendekati 50% pada minggu ke-34
kehamilan.4 Peningkatan volume plasma tidak diikuti dengan peningkatan volume
sel darah merah, sehingga menghasilkan anemia fisiologis pada kehamilan.
Terjadi peningkatan volume plasma dari 49 ml/kgbb menjadi 67 ml/kgbb,
peningkatan total volume darah dari 76 ml/kgbb menjadi 94 ml/kgbb, sementara
volume sel darah merah tidak berubah yaitu 27 ml/kgbb. Hipervolemia fisiologis
ini memfasilitasi zat-zat makanan dari ibu ke fetus, melindungi ibu dari terjadinya
hipotensi dan mengurangi resiko akibat terjadinya perdarahan saat melahirkan.
Peningkatan volume plasma ini merupakan suatu respon adaptasi fisiologis yang
membantu untuk mempertahankan tekanan darah saat terjadinya penurunan tonus
(26)
Anestesi spinal merupakan salah satu teknik pembiusan yang sering
dilakukan pada operasi sesar karena mudah dan efisien dalam pelaksanaannya.3
Hipotensi adalah salah satu efek samping paling sering dialami pada anestesi
spinal.5 Hipotensi terjadi karena timbulnya hambatan simpatis yang menyebabkan
dilatasi arteri dan vena, akibatnya aliran darah balik vena menuju jantung kanan
menurun dan manifestasi yang timbul adalah penurunan tekanan darah. Salah satu
cara yang paling cepat untuk mengatasi hipotensi adalah dengan pemberian cairan
kristaloid atau koloid.5 Hipotensi adalah suatu keadaan tekanan darah yang
abnormal ditandai dengan tekanan darah sistolik yang mencapai dibawah 90
mmHg, atau dapat juga ditandai dengan penurunan sistolik mencapai dibawah 25
% dari baseline.6 Insiden terjadinya hipotensi pada anestesi spinal cukup signifikan hingga mencapai 8-35 %.7 Hipotensi akan mempengaruhi tidak hanya
pada ibu namun secara tidak langsung dapat mempengaruhi janin sehingga
terjadinya hipotensi sebisa mungkin harus dicegah. Pencegahan kejadian hipotensi
setelah anestesi spinal telah melahirkan banyak sekali teknik pemberian cairan.3
Khusus untuk pasien obstetrik yang rutin dilakukan adalah pre hidrasi,
memposisikan uterus kekiri (left lateral displacement) dan pemberian obat
vasopressor.5 Pada beberapa penelitian pre hidrasi dengan larutan kristaloid 10-20
ml / kg berat badan atau pemberian kristaloid 500-1000 ml secara intravena
sebelum anestesi spinal efektif mengkompensasi pooling darah di pembuluh darah vena akibat blok simpatis. 8 Dasarnya adalah peningkatan volume sirkulasi untuk mengkompensasi penurunan resistensi perifer. Pemberian cairan harus
(27)
Natrium dan Kalium selama kehamilan, tetapi secara keseluruhan konsentrasi
serum elektrolit-elektrolit ini menurun karena terjadi retensi cairan yang
menyebabkan hemodilusi.9
Selama ini penggantian kebutuhan cairan baik pre loading, rumatan
maupun cairan pengganti perdarahan diberikan dengan kurang
mempertimbangkan keseimbangan antar komponen elektrolit tubuh dimana
pemberian cairan pada pasien yang akan menjalani Sectio Caesar dengan anestesi
spinal memerlukan penggantian cairan yang cepat dan volume yang besar dengan
harapan dapat mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat. Pada kehamilan
didapati terjadi pengenceran volume plasma sedangkan kadar klorida
konsentrasinya tidak mengalami perubahan sehingga nilai SID plasma pada
wanita hamil lebih rendah dari normal. Pemberian cairan dapat merubah
komposisi elektrolit plasma sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi nilai
SID dan keseimbangan asam-basa.9 Pasien yang menjalani bedah sesar tanpa
penyulit akan mengalami perdarahan sekitar 400-500 ml (± 15 % dari EBV) dan
dapat diganti dengan cairan kristaloid dengan volume 3 kali jumlah perdarahan.10
Pemberian cairan NaCl 0,9% dengan kecepatan 30 ml/kg/jam dalam dua jam
dapat mengakibatkan kondisi asidosis dimana terjadi penurunan pH dari 7,41 ke
7,28.11 Kondisi asidosis maupun alkalosis tidak baik bagi ibu maupun janin,
sehingga perlu diperhatikan efek pemberian cairan terhadap keseimbangan
komposisi elektrolit tubuh dimana pengaruh elektrolit terhadap keseimbangan
asam-basa dapat dianalisa menurut pendekatan keseimbangan asam-basa Stewart.
(28)
independen yang akan mempengaruhi konsentrasi ion Hidrogen. Nilai SID pada
wanita hamil lebih rendah dari normal. Hal ini terjadi akibat efek dilusional dari
plasma.10 Gangguan keseimbangan asam-basa pada maternal akan secara
langsung mempengaruhi kondisi asam-basa pada fetus. Apabila terjadi asidosis
pada fetus, kondisi ini akan mempengaruhi sistem kardiovaskularnya.12
O Siggaard, dkk dalam penelitiannya menyatakan gangguan dari status
elektrolit akan secara langsung mempengaruhi status ion hidrogen dimana pada
kondisi tidak terjadi gangguan dalam sistem pernafasan maka ada dua hal yang
relevan dipandang sebagai penentu keseimbangan asam-basa yaitu Strong Ion
Difference dan pH.13 Elektrolit yang dianggap berpengaruh kuat terhadap nilai
SID adalah Na+, K+, Ca2+, Mg²⁺ dan Cl⁻. 14 Penilaian keseimbangan asam-basa
dengan metode Stewart memiliki kelebihan dibandingkan metode
Hendersen-Hasselbalch, dimana kelebihan Stewart terletak pada konsistensi penilaian faktor
kompensasi tubuh dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa.10
Saat ini telah mulai banyak dilakukan penelitian yang membahas cairan
paling baik dalam mempertahankan keseimbangan elektrolit yang menjadi
komponen utama pada SID dimana hal ini adalah salah satu variabel independen
yang menentukan pH dalam keseimbangan asam-basa menurut metode Stewart.
Morgan TJ dkk (2002) dalam penelitiannya terhadap tiga jenis larutan
dengan SID yang berbeda menemukan ada hubungan linear antara kandungan
elektrolit suatu cairan dengan perubahan SID plasma dan hal itu dapat menjadi
lebih progresif apabila diberikan dalam jumlah yang besar.14
(29)
Semarang yang membandingkan efek pemberian cairan NaCl 0,9% dengan RL
disimpulkan bahwa pemberian cairan kristaloid NaCl 0,9% selama bedah caesar
dapat menimbulkan asidosis metabolik, dimana gangguan terhadap
keseimbangan asam-basa dapat berakibat fatal, menyebabkan disfungsi organ
penting seperti edema otak, kejang, gangguan kontraksi jantung, vasokonstriksi
pembuluh darah paru, dan vasodilatasi sistemik. Selain itu asidemia akan
meningkatkan kadar katekolamin plasma, yang mencetuskan aritmia sehingga
akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.15
Penelitian Mc Farlene dkk (1994) membandingkan penggunaan Saline dan
cairan yang berbasis asetat (plasmalyte) sebagai cairan intra operatif didapati BE
pada grup Saline 5 mmol/L dan grup cairan yang berbasis Asetat dengan BE
-1,2 mmol/L.16 Penelitian Klaus F Hofmann dkk (2012) menyimpulkan bahwa
cairan yang berbasis Asetat lebih stabil terhadap perubahan pH dan kadar HCO3-
dibandingkan cairan yang berbasis Laktat.17
Onizuka, dkk (1999) membandingkan efek pemberian infus cairan yang
mengandung laktat dengan infus yang mengandung asetat terhadap metabolisme
maternal dan fetal. Didapati pemberian cairan infus yang mengandung asetat
lebih baik dibanding infus cairan yang mengandung laktat.18
Penelitian Zdenek Zadak, dkk (2010) membandingkan Ringerfundin
sebagai larutan Ringer Asetat Malat dengan Plasma-lyte didapati Ringerfundin
lebih stabil dalam mempertahankan komposisi elektrolit dan osmolaritas plasma,
tidak menyebabkan penurunan (deplesi) konsentrasi Kalsium dan tidak
(30)
Ringerfundin.19
Larutan Ringer Asetat Malat ( RAM ) yang dikenal dengan Ringerfundin
merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti. Larutan RAM
yang mengandung Asetat dan Malat berbeda dari larutan RL dimana Laktat
metabolismenya terutama di hati sementara Asetat dimetabolisme pada hampir
seluruh jaringan tubuh terutama di otot. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih
cepat 3 - 4 kali dibanding laktat.Larutan RAM merupakan larutan isotonis yang
mirip dengan cairan tubuh dan dikenal dengan larutan berimbang (balance solution). Larutan RAM ini mengandung elektrolit yang seimbang dengan konsentrasi yang mirip dengan yang ditemukan dalam plasma manusia. Larutan
ini dapat digunakan untuk menangani hemostasis cairan pada perioperatif serta
dapat digunakan untuk menggantikan volume intravaskular sementara.20
Galas, dkk (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian
Ringerfundin dihubungkan dengan tampilan elektrolit dan keseimbangan
(31)
Oleh karenanya muncul keinginan peneliti untuk melihat pengaruh
pemberian cairan Ringer Asetat Malat terhadap SID plasma dibanding dengan
cairan yang sudah lazim dipakai yaitu Ringer Laktat. Penelitian ini dilakukan
pada pasien yang menjalani sectio caesaria dengan perkiraan perdarahan lebih kecil atau sama dengan 15% dari EBV oleh karena perlu evaluasi penggantian
volume perdarahan setelah perdarahan lebih dari 15% EBV. Penggantian volume
perdarahan tersebut akan menyebabkan perubahan keseimbangan antar
elektrolit.10
1.2. RUMUSAN MASALAH
Apakah cairan Ringer Asetat Malat (RAM) tidak memberikan perubahan
nilai Strong Ions Difference plasma setelah diberikan pada wanita hamil yang akan dilakukan tindakan operasi Sectio Caesaria.
RAM RL
Na (mmol/L) 145 131
K (mmol/L) 4 5
Ca (mmol/L) 2,6 2
Mg (mmol/L) 1 -
Cl(mmol/L) 128 111
Lactate (mmol/L) - 29
Acetate (mmol/L) 24 -
Malate (mmol/L) 5 -
Osmolaritas
(mOsm/L) 309 278
SID -4,4 -2
(32)
1.3. HIPOTESIS PENELITIAN
Pemberian cairan Ringer Asetat Malat (RAM) tidak memberikan
perubahan nilai Strong Ion Difference plasma apabila dibandingkan dengan pemberian cairan Ringer Laktat (RL).
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1.4.1. Tujuan Umum :
Untuk membuktikan bahwa pemberian cairan Ringer Asetat Malat (RAM)
tidak memberikan perubahan nilai Strong Ion Difference plasma apabila
dibandingkan dengan pemberian cairan Ringer Laktat.
1.4.2. Tujuan Khusus :
• Menganalisis besar perubahan S t r o n g I on difference (SID) p l a s m a yang ditimbulkan oleh cairan Ringer Asetat Malat (RAM).
• Menganalisis besar perubahan S trong I on difference (SID) p l a s m a
yang ditimbulkan oleh cairan Ringer Laktat (RL).
• Menganalisis perbedaan besar perubahaan S trong I on D ifference (SID)
p l a s m a antara cairan Ringer Asetat Malat ( RAM) dengan Ringer Laktat (RL)
sebelum dan sesudah operasi Sectio Caesaria.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1.5.1. Manfaat dalam bidang Akademik
- Di harapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan pengembangan
(33)
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang pengaruh
pemberian cairan terhadap nilai Strong Ion Difference plasma yang dapat menentukan status asam-basa menurut pendekatan Stewart.
1.5.2. Manfaat dalam bidang pelayanan masyarakat
- Apabila terbukti cairan Ringer Asetat Malat tidak memberikan perubahan
nilai SID plasma apabial dibandingkan dengan cairan Ringer Laktat
maka pemanfaatan cairan Ringer Asetat Malat dapat mengurangi
gangguan keseimbangan asam-basa akibat perubahan SID menurut
pendekatan Stewart.
1.5.3. Manfaat dalam bidang penelitian
- Untuk mengetahui perbandingan nilai SID plasma pada pemberian cairan
Ringer Asetat Malat dibandingkan dengan cairan Ringer Laktat pada
pasien Sectio Caesaria dengan anestesi spinal. - Dapat memberikan data untuk penelitian selanjutnya.
(34)
Sectio Caesaria berulang • Terjadwal • Gagal pervaginam Distosia
Presentasi yang abnormal • Transverse • Presentasi bokong
• Multiple gestasion
Fetal Distress
Riwayat penyakit ibu yang jelek • Preeklamsi • Penyakit jantung • Penyakit paru Perdarahan • Plasenta previa
• Placental abruption
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. SECTIO CAESARIA
Sectio Caesaria (operasi sesar) didefinisikan sebagai proses kelahiran janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus
(histerotomi). Definisi tersebut tidak meliputi pengangkatan janin dari ruang
abdomen dalam kasus ruptur uteri atau kehamilan abdominal. Dalam
praktek obstetri moderen pada dasarnya tidak terdapat kontraindikasi untuk
dilakukan Sectio Caesaria. Namun Sectio Caesaria jarang diperlukan apabila janin sudah mati atau terlalu prematur untuk bisa hidup. Pengecualian untuk
pemerataan tersebut mencakup panggul sempit pada tingkatan tertentu di mana
persalinan pervaginam beberapa keadaan tidak mungkin dilakukan, sebagian
besar kasus plasenta previa, dan sebagian besar kasus letak lintang kasep.3
Sebaliknya bila mekanisme pembekuan darah ibu mengalami gangguan yang serius persalinan dilakukan dengan insisi yang seminimal mungkin yaitu persalinan pervaginam.4
(35)
2.2. KESEIMBANGAN ASAM-BASA PADA KEHAMILAN
Perubahan fisiologis yang dihubungkan dengan kehamilan meliputi hampir
seluruh sistem organ. Perubahan ini mulai terjadi segera setelah konsepsi dan
ditujukan untuk mempersiapkan ibu maupun janin dalam menghadapi kehamilan
dan persalinan. Dua hal prinsip yang merupakan faktor perubahan fisiologis
didalam kehamilan yaitu hiperventilasi dan peningkatan volume ekstraseluler
dimana hal ini dapat menurunkan nilai SID. Sehingga tidaklah mengejutkan bila
perubahan variabel independen ini dapat menurunkan nilai H+ dan HCO3- dalam
kehamilan. Gangguan keseimbangan asam-basa pada maternal akan
mempengaruhi kondisi janin secara langsung maupun tidak langsung. Respon
hiperventilasi menghasilkan penurunan PCO2 dalam kehamilan menjadi berkisar
30 mmHg. Penurunan konsentrasi CO2 akan menurunkan konsentrasi ion
hidrogen didalam plasma sehingga terjadi peningkatan kadar pH. Penurunan nilai
SID pada kehamilan didasari oleh penurunan nilai konsentrasi natrium sehingga
akhirnya menurunkan nilai SID. Hal ini akan direspon oleh tubuh dengan
memobilisasi klorida ke intraseluler sehingga apabila berlebihan dapat
menyebabkan gangguan komposisi elektrolit baik intra maupun ekstraseluler.
Fakta bahwa konsentrasi HCO3 dalam kehamilan nilainya 15% lebih rendah dari
normal sehingga kondisi ini lebih memicu kejadian asidosis. Pemberian cairan
rendah Natrium akan memicu penurunan SID dan asidosis.10 Kondisi asidosis
yang terjadi pada fetus akan menyebabkan pintas kanan ke kiri (right to left shunt)
(36)
2.3. ANESTESI SPINAL
Spinal anestesia adalah tindakan anestesi dengan menyuntikkan obat anestesi
lokal ke Cerebro Spinal Fluid (CSF) di ruang sub arakhnoid. Tindakan ini akan menyebabkan efek terhadap penjalaran saraf sensorik, motorik dan simpatis
dihambat. Obat anestesi lokal akan menghambat konduksi dari serabut saraf
diameter kecil tidak bermyelin (simpatis) sebelum kemudian memblok serabut
saraf yang lebih besar (sensorik dan motorik). Tindakan Sectio Caesaria sangat
lazim dilakukan dibawah tindakan anestesi spinal dimana teknik yang dilakukan
lebih mudah dan mula kerja yang didapat lebih cepat.22 Efek yang paling sering
dijumpai pada anestesi spinal adalah hipotensi dimana hal ini terjadi akibat
vasodilatasi yang mengakibatkan tekanan perfusi perifer menurun secara tiba-tiba
sehingga tubuh belum sempat berkompensasi dan berakibat pada turunnya
tekanan darah.23 Hipotensi akan mempengaruhi tidak hanya pada ibu namun Gambar 2.2. Efek asidosis terhadap fetus 14
(37)
secara tidak langsung dapat mempengaruhi janin sehingga terjadinya hipotensi
sebisa mungkin harus dicegah karena efek hipoperfusi juga akan mengganggu
keseimbangan asam-basa pada fetus.Anestesi spinal mudah dan murah untuk
dilakukan tetapi resiko yang mungkin dapat ditimbulkannya juga tidak sedikit
antara lain hipotensi, total blok spinal, radikulopati, abses, hematom, malformasi
arteriovenosa, nyeri punggung, pusing, serta defisit neurologis.24
2.4. STRONG ION DIFFERENCE (SID)
Persamaan Hendersson-Hasselbalch adalah persamaan yang sangat dikenal
dalam bidang Biologi. Sayangnya banyak klinisi yang tidak teliti terhadap
beberapa anomali dari persamaan ini. Pada penelitian-penelitian yang dilakukan
belakangan ini ditemukan bahwa persamaan Hendersson-Hasselbalch tidak dapat
secara akurat diterapkan pada darah mamalia in vitro atau hewan poikiloterm.
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai untuk pKa didalam plasma
dipengaruhi oleh pH, kadar protein dan kadar Natrium. Dan dasar mekanisme hal
ini tidak secara jelas diketahui. Dan pendekatan yang lebih jelas ditampilkan
dengan teori Strong Ion Difference.25 Teori ini diperkenalkan oleh Stewart dimana secara mendasar teori ini berbeda dengan metode Handersson-Hasselbalch yang
selama ini digunakan. Menurut Stewart bahwa konsentrasi dari H+ ditentukan oleh
nilai perbedaan konsentrasi elektrolit kuat (SID), jumlah total asam lemah yang
terdisosiasi (Atot) dan pCO2.26
Perubahan pada SID merupakan mekanisme utama dalam menentukan
(38)
Ion-ion/elektrolit kuat adalah ion-ion yang sangat kuat berdisosiasi di dalam suatu
larutan. Sebagai contoh jika kita melarutkan NaCl ke dalam air maka larutan
tersebut akan mengandung ion Na+, Cl-, H+, OH- dan molekul H2O. Baik Na+
maupun Cl- tidak akan berkombinasi dengan H+ ataupun OH- membentuk NaOH
atau HCl sebab Na+, Cl- merupakan ion-ion kuat yang selalu berdisosiasi
sempurna. Ion-ion kuat pada umumnya in-organik (Na+, Cl-, K+) namun ada juga
yang organik seperti laktat. Laktat sebenarnya ion lemah namun karena laktat
pKa-nya 3,9 maka pada pH fisiologis laktat akan berdisosiasi secara sempurna.
Secara umum dikatakan bahwa setiap zat yang mempunyai konstanta disosiasi >
10 -4 mEq/l dianggap sebagai ion-ion kuat. Namun perlu diingat bahwa perkataan
kuat (”strong”) disini bukan berarti ”strong (consentrated) solution” tetapi ”strongly dissociated”.27
SID adalah jumlah total konsentrasi kation kuat dalam larutan dikurangi
jumlah total konsentrasi anion kuat dalam larutan. Sebagai contoh jika suatu
larutan hanya mengandung Na+, K+, Cl- maka SID adalah [(Na++ K+) - Cl-]. SID
dianggap sebagai variabel independen sebab ion-ion kuat, Natrium dan Klorida
yang dipakai untuk menghitung SID tidak dipengaruhi oleh sistem atau dengan
kata lain di dalam suatu larutan encer (mengandung air) ion-ion tersebut tidak
dapat dipaksa untuk berkombinasi dengan ion-ion lemah membentuk suatu
molekul baru menjadi misalnya NaOH atau HCl namun ion-ion tersebut berdiri
sendiri sebagai bentuk ion bermuatan. Karena sifatnya yang demikian maka
ion-ion ini sangat kuat mempengaruhi larutan dimana ion-ion tersebut berada dan
(39)
Nilai SID normal berkisar 40-44 mEq/L .9
Gangguan asam-basa akut dapat disebabkan karena perubahan pada SID.
Mekanismenya
adalah :27
1. Perubahan volume air dalam plasma (contraction alkalosis dan dilutional acidosis)
2. Perubahan konsentrasi ion klorida dalam plasma (hyperchloremic acidosis and hypochloremic alkalosis)
3. Peningkatan konsentrasi anion-anion yang tidak teridentifikasi
Analisis secara matematis menunjukkan bahwa bukannya konsentrasi
absolut dari ion-ion kuat tersebut yang menentukan (H+) namun perbedaan
aktifitas ion ion kuat tersebut yang berperan dan disebut dengan SID. Untuk
mempermudah pemahaman, berikut sketsa (gambar 2.4) hubungan antara SID
terhadap konsentrasi (H+) dan (OH-) menurut Jonathan Waters.27
Dari gambar tersebut ditunjukkan bahwa setiap perubahan komposisi
elektrolit dalam suatu larutan akan menghasilkan perubahan pada (H+) atau (OH-)
dalam rangka mempertahankan prinsip kenetralan muatan listrik ( electrical-Gambar 2.4. Sketsa hubungan antara SID, H+ & OH- 27
(40)
neutrality). Misalnya, peningkatan ion klorida yang bermuatan negatif akan menyebabkan peningkatan (H+) untuk mempertahankan kenetralan muatan listrik.
Peningkatan (H+) ini disebut asidosis. Karena hubungan terbalik antara H+ dengan
OH-, maka akan lebih mudah menilai perubahan pH melalui perubahan pada OH-.
Peningkatan OH- menyebabkan alkalosis, sedangkan penurunannya akan
menyebabkan asidosis. Sebagai contoh pada keadaan hiperkloremia setiap
peningkatan klorida akan menurunkan SID. Secara normal karena SID plasma
selalu positif maka akan sama saja jika kita menyebutkan setiap penurunan SID
akan menurunkan (OH-).10
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi SID adalah :10,12
1. Hiperkapni
Jika hiperkapni tetap tidak berubah maka terjadilah kompensasi dimana SID akan
meningkat untuk mengkompensasi peningkatan (H+) caranya dengan membuang
Klorida dari plasma. Hiperkapni bisa terjadi rasio antara eliminasi dan produksi
dari CO2 tidak adekuat maka CO2 akan meningkat.
2. Hipokapni
Respiratori alkalosis merupakan gangguan asam basa yang paling sering
ditemukan. Penyebabnya misalnya berada pada ketinggian tertentu, nyeri, atau
keadaan patologis seperti intoksikasi salisilat, sepsis, gagal hati dll.
3. Gangguan organ-organ yang berperan dalam regulasi SID
a. Ginjal
Perlu diketahui bahwa setelah plasma mengalir ke ginjal dengan kecepatan 600
(41)
120 ml/menit. Filtrat akan direabsorpsi atau sekresi sepanjang tubulus sampai ke
ureter dan lebih dari 99% filtrate akan direabsorpsi kembali ke plasma. Jadi jelas
bahwa ginjal hanya mensekresi sejumlah kecil ion-ion kuat ke dalam urin
perjamnya dalam rangka mempertahankan SID. Setiap klorida yang difiltrasi
namun tidak direabsorpsi akan meningkatkan SID plasma (alkalosis) atau
sebaliknya setiap natrium yang difiltrasi namun tidak direabsorpsi akan
menurunkan SID (asidosis).
b. Interaksi ginjal dan hati
Amoniagenesis (glutaminogenesis) dalam hati juga berperan dalam menjaga
keseimbangan asam basa. Hal ini dibuktikan bahwa glutaminogenesis di hati
distimulasi oleh keadaan asidosis.27
c. Saluran cerna
Regulasi ion-ion kuat sepanjang saluran cerna berbeda-beda. Di lambung Klorida
dipompa keluar dari plasma dan masuk ke lumen mengakibatkan SID cairan
lambung turun (pH lambung turun). Akibatnya plasma sekitar lambung akan
alkalosis sebab Klorida dipompa keluar sehingga SID plasma meningkat. Di
duodenum klorida secara fisiologis seharusnya diabsorpsi kembali ke dalam
plasma agar pH plasma normal kembali. Namun jika dilakukan penyedotan
lambung atau terjadi muntah maka dalam plasma akan tetap alkalosis.10
2.5. LARUTAN KRISTALOID
2.5.1 Ringer Laktat (RL)
(42)
volume dalam jumlah besar. RL banyak digunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk syok hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar. Laktat yang
terdapat di dalam larutan RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi Bikarbonat
yang berguna untuk memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik. Larutan
RL tidak mengandung glukosa, sehingga bila akan dipakai sebagai cairan
rumatan, perlu ditambahkan glukosa yang berguna untuk mencegah terjadinya
ketosis.20
2.5.1.1. Siklus Cori 30
Dikenal juga dengan siklus asam laktat. Siklus ini menjelaskan bagaimana
terjadinya pembentukan laktat dan metabolisme laktat.Setiap satu mol asetat yang
di oksidasi akan dihasilkan satu mol bikarbonat.30
(43)
2.5.2 Ringer Asetat Malat (RAM)
Konsep di balik perkembangan larutan Ringer Asetat Malat ( RAM ) adalah
untuk pengelolaan cairan yang pakai untuk memenuhi kebutuhan pasien di segala
keperluan klinik serta memelihara dan memulihkan homeostasis cairan
ekstraselular dan kondisi tekanan osmotik. Ringer Asetat malat merupakan larutan
elektrolit isotonis seimbang (balanced solution). Balanced solution (larutan seimbang) adalah larutan yang mempunyai tampilan elektrolit fisiologis plasma
seperti Natrium, Kalium, Kalsium, Magnesium, Klorida dan osmolaritas yang
mendekati plasma serta dapat menjaga keseimbangan asam-basa dengan
kandungan ion yang dapat dimetabolisme menjadi bikarbonat.31
2.5.2.1. Siklus Asam Sitrat 32
Malat dapat langsung dimetabolisme menjadi bikarbonat. Setiap satu mol malat
yang di oksidasi akan dihasilkan dua mol bikarbonat.32 Satu mol asetat di oksidasi
menjadi satu mol bikarbonat.20
Tabel 2.5.1. Komposisi elektrolit Ringer Laktat 31
Na⁺ 131 mmol/L K⁺ 5 mmol/L Ca2+ 2 mmol/L
Cl⁻ 111 mmol/L Laktat 29 mmol/L
(44)
2.6. PERPINDAHAN DAN KOMPOSISI CAIRAN TUBUH
Cairan tubuh dan zat-zat terlarut didalamnya berada dalam mobilitas yang
konstan. Ada proses menerima dan mengeluarkan cairan yang berlangsung Tabel 2.5.2. Komposisi elektrolit Ringer Asetat Malat 33
Na⁺ 145 (mmol/L) Cl ⁻ 128 (mmol/L) K⁺ 4 (mmol/L) Ca²⁺ 2.5 (mmol/L) Mg²⁺ 1 (mmol/L) Malate 5 (mmol/L)
Asetat 24 (mmol/L) Osmolaritas 309 (mOsm/L)
(45)
terus- menerus, baik di dalam tubuh secara keseluruhan maupun diantara
berbagai bagian untuk membawa zat-zat gizi, oksigen kepada sel, membuang
sisa dan membentuk zat tertentu dari sel.34
Pertama; oksigen, zat gizi, cairan dan elektrolit diangkut ke paru-paru dan
saluran cerna, dimana mereka menjadi bagian cairan intravaskuler dan kemudian
dibawa ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi. Kedua; cairan intravaskuler
dan zat-zat yang terlarut didalamnya secara cepat akan saling bertukar dengan
cairan interstisial melalui membran kapiler yang semipermeabel. Ketiga; cairan
interstisial dan zat-zat yang terlarut didalamnya saling bertukar dengan cairan
intraseluler melalui membran yang permeabel selektif.1
Meskipun keadaan di atas merupakan proses pertukaran dan pergantian
yang terus menerus namun komposisi dan volume cairan relatif stabil dan
keadaan ini disebut dengan keseimbangan dinamis atau homeostasis.
Sedangkan perpindahan cairan tubuh melibatkan mekanisme transport aktif dan
pasif, dimana transport aktif memerlukan energi sedangkan transport pasif tidak
memerlukan energi (difusi dan osmosis).34 Pembatas utama dari perpindahan
zat-zat terlarut adalah membran sel dan yang dapat dengan mudah
menembusnya adalah zat-zat yang larut dalam lemak. Hampir semua zat
terlarut berpindah dengan transportasi pasif. Difusi sederhana merupakan
perpindahan partikel-partikel dalam segala arah melalui larutan atau gas.
Beberapa faktor yang menentukan mudah tidaknya menembus membran
kapiler dan sel antara lain permeabilitas membran, konsentrasi, potensial
(46)
Permeabilitas merupakan perbandingan ukuran dari partikel zat yang akan
lewat terhadap ukuran pori-pori membran. Dalam proses difusi zat terlarut
berpindah dari daerah dengan konsentrasi lebih tinggi ke daerah dengan
konsentrasi yang lebih rendah hingga terjadi keseimbangan konsentrasi pada
kedua sisi membran. Selain itu difusi dari partikel bermuatan (elektrolit) juga
dipengaruhi oleh perbedaan muatan listrik atau potensial listrik dari kedua sisi
membran, dimana partikel yang bermuatan positif cenderung berpindah ke sisi
membran sel yang bermuatan negatif, begitupun sebaliknya. Kedua proses
difusi tersebut disebut sebagai potensial elektrokimiawi.35
Transport aktif membutuhkan energi dalam bentuk Adenosin Trifosfat
(ATP) dan yang umum terjadi adalah sistem ATPase diaktifasi oleh Na-K pump (pompa natrium-kalium) yang berlangsung pada membran sel. Molekul enzim
tunggal ini memompa 3 molekul ion Na+ dan K+ dan membutuhkan satu
molekul ATP. Sistem NaK-ATP ase berperan penting dalam mempertahankan
konsentrasi yang benar dari Na+ dan K+ di dalam dan luar sel sehingga
mempertahankan elektropotensial membran. Konsentrasi Na+ pada cairan
ekstraseluler tinggi (142 mEq/L) dan rendah pada cairan intraseluler (10
mEq/L). K eadaan ini merupakan kebalikan dari K+, dimana jumlahnya rendah
pada cairan ekstraseluler (4 mEq/L) dan tinggi pada cairan intraseluler (155
mEq/L). Selain itu membran sel yang beristirahat bersifat selektif permeabel
bagi K+dan cukup impermeabel bagi Na+.36
(47)
dapat ikut menembus keluar. Na+ juga berdifusi ke dalam sel mengikuti
perbedaan konsentrasi tetapi jauh lebih lambat daripada keluarnya K+. Hasil
difusi Na+dan K+ di seimbangkan oleh transportasi aktif kedua ion ini dengan
arah yang berlawanan dalam menembus membran sel. Secara klinis
keseimbangan kalium sangat penting karena kelebihan atau kekurangan ion
ini bisa mengakibatkan disritmi yang fatal.36
Perpindahan air berbeda dari zat terlarut dan elektrolit, karena
perpindahannya dipengaruhi oleh tekanan osmotik dan tekanan hidrostatik.
Tekanan osmotik adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh partikel-partikel
zat terlarut didalamnya.34 Tekanan osmotik (gambar 2.4) dapat diilustrasikan
dari bejana yang mana salah satu sisinya (sisi B) diisi dengan NaCl dan sisi
yang lain (sisi A) diisi dengan air dan keduanya dipisahkan dengan membran
semipermeabel. Air bebas menembus membran tersebut tetapi ion Na+ dan Cl
-tidak dapat melewatinya.35
(48)
Efek penambahan zat terlarut yang impermeabel pada satu sisi dari
membran semipermeabel. Air berpindah secara bebas dari larutan dengan
konsentrasi rendah pada sisi B ke larutan dengan konsentrasi tinggi pada sisi A
sehingga menyebabkan perbedaan tinggi permukaan cairan pada kedua lengan.
Besarnya tekanan hidrostatik yang terjadi pada sisi B (diukur dengan tingginya
cairan), akan menjadi sama dengan tekanan osmotik pada saat mencapai
keseimbangan. Jumlah tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan osmosis
disebut dengan tekanan osmotik larutan tersebut.28 Akibat perpindahan air dari
sisi A ke sisi B, maka menghasilkan volume yang lebih besar pada B. Tekanan
hidrostatik (daya tekan dari cairan) pada sisi B yang menahan difusi air ke
arahnya, sama besarnya dengan tekanan osmotik dari larutan itu. Osmosis
sendiri merupakan proses difusi air yang disebabkan oleh perbedaan
konsentrasi. Difusi air terjadi pada daerah dengan konsentrasi zat terlarut
yang rendah (larutan encer) ke daerah dengan konsentrasi zat terlarut yang tinggi
(larutan pekat).3
Tekanan osmotik dapat diukur dengan penurunan titik beku dan
dinyatakan dengan istilah osmolalitas, jumlah osmol per kilogram larutan
(mOsmol/kg) atau osmolaritas jumlah osmol per liter larutan (mOsmol/L).1
Konsentrasi osmotik dari sebuah larutan hanya tergantung pada jumlah
partikel-partikel tanpa melihat ukuran, muatan, atau massanya. Partikel zat
terlarut dapat berupa kristaloid (zat yang membentuk larutan sejati seperti
garam natrium) atau koloid (zat yang tidak mudah terurai menjadi larutan
(49)
osmol efektif harus terdapat dalam jumlah besar dalam bagian tertentu. Na+
(dan anion-anionnya) sangat menentukan osmolalitas dari cairan ekstraseluler
karena merupakan partikel terbanyak pada cairan ekstraseluler dan membrane
selnya relatif impermeabel baginya sedangkan K+ mempunyai peran yang
sama dalam cairan intraseluler.36
Proses perpindahan cairan dari kapiler ke ruang interstisial disebut dengan
ultrafiltrasi karena air, elektrolit, dan zat terlarut lainnya (kecuali protein plasma
dan sel darah) dengan mudah menembus membran kapiler. Berdasarkan hukum
Starling ( g a m b a r 2 . 6 . 2 ) bahwa kecepatan dan arah pertukaran cairan diantara
kapiler dan cairan interstisial ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotik koloid dari kedua cairan. Pada ujung arteri dari kapiler tekanan
hidrostatik dari darah (mendorong cairan keluar) melebihi tekanan osmotik koloid
(menahan cairan tetap didalam) sehingga mengakibatkan perpindahan dari
bagian intravaskuler ke interstisial. Pada ujung vena dari kapiler cairan
berpindah dari ruang interstisial ke ruang intravaskuler karena tekanan osmotic
koloid melebihi tekanan hidrostatik. Proses ini melepaskan oksigen dan zat gizi
kepada sel mengangkut karbondioksida dan produk-produk sisa. Bagian
interstisial juga mempunyai tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid, tapi
biasanya sangat kecil. Pada kasus inflamasi atau trauma yang mengakibatkan
bocornya protein plasma ke dalam ruang interstisial maka tekanan osmotik
koloid akan meningkat cukup tinggi.37
(50)
Sistem limfatik secara normal akan mengembalikan kelebihan cairan
interstisial dan protein ke sirkulasi umum.34 Prinsip osmosis dapat diterapkan
pada pemberian cairan intravena, yang dapat berupa isotonik, hipotonik, atau
hipertonik ( g a m b a r 2 . 6 . 3 ) tergantung pada keadaan konsentrasi partikel
apakah sama, kurang atau melebihi cairan sel tubuh. Pada dasarnya larutan
isotonik secara fisiologis isoosmotik terhadap plasma dan cairan sel. Osmolalitas
plasma yang normal berkisar 287 mOsmol/kg. Jika sel-sel darah merah
ditempatkan pada larutan garam isotonik (NaCl 0,9%) maka tidak akan
mengalami perubahan volume. Konsentrasi osmolalitas dari larutan garam
isotonik (NaCl 0,9%) tepat sama dengan isi sel (isoosmotik) sehingga hasil akhir
difusi air kedalam dan keluar sama dengan nol. Jika sel darah merah
ditempatkan dalam larutan hipotonik misalnya larutan NaCl 0,45% maka
sel-sel itu akan membengkak. Sebaliknya, jika sel-sel-sel-sel darah merah ditempatkan Gambar 2.6.2. Hukum Starling pada kapiler.35
(51)
dalam larutan NaCl 3% akan menyebabkan sel-sel mengkerut karena larutan
tersebut hiperosmotik terhadap sel.35
Mekanisme pengaturan keseimbangan volume terutama tergantung pada
perubahan volume sirkulasi efektif yang mana merupakan bagian dari CES
pada ruang vaskuler yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Sistem renin
angiotensin aldosteron merupakan mekanisme yang paling penting dalam
mengatur CES dan ekskresi natrium oleh ginjal. Aldosteron merupakan
hormone yang disekresi di daerah glomerulosa korteks adrenal yang produksinya
terutama dirangsang oleh reflek yang terdapat pada arteriol aferen ginjal.
Penurunan volume sirkulasi efektif akan dideteksi oleh baroreseptor yang
mengakibatkan sel-sel jukstaglomerular ginjal memproduksi renin yang bekerja
sebagai enzim yang melepaskan angiotensin I dari protein plasma
angiotensinogen. Angiotensin I kemudian dirubah menjadi Angiotensin II pada
paru-paru. Angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk mensekresi Gambar 2.6.3. Efek pemberian cairan Intra Vena.35
(52)
aldosteron yang bekerja pada duktus kolektif ginjal dan mengakibatkan retensi
natrium (dan air). Selain itu Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi pada
otot polos arteriol.35
Kedua mekanisme ini membantu memulihkan volume sirkulasi efektif.
Penurunan konsentrasi natrium dalam plasma yang hanya sebanyak 4-5 mEq/L
bisa merangsang pengeluaran aldosteron, akan tetapi hal ini berperan penting
pada orang normal karena konsentrasi natrium dalam plasma relatif konstan
akibat efek ADH. Namun pada kenyataannya meskipun terjadi keadaan
hiponatremia efek pada aldosteron sering dikalahkan oleh perubahan volume
CES. Oleh karena itu, sekresi aldosteron meningkat pada pasien hiponatremia
yang volumenya menurun tetapi menurun pada pasien dengan volume CES yang
meningkat akibat adanya retensi air. Pada dasarnya aldosteron merupakan
komponen pengendali utama bagi sekresi kalium pada nefron distal ginjal,
dimana peningkatannya menyebabkan reabsorbsi natrium (dan air) dan ekskresi
kalium, sedangkan penurunannya menyebabkan ekskresi natrium (dan air) dan
penyimpanan kalium. Sekresi aldosteron dirangsang oleh penurunan volume
sirkulasi efektif atau penurunan kalium serum.35
Hipervolemia, penurunan Kalium serum atau peningkatan Natrium serum
akan menyebabkan penurunan aldosteron. Ekskresi kalium juga dipengaruhi
oleh keadaan asam-basa dan kecepatan aliran di tubulus distal. Pada keadaan
alkalosis, ekskresi kalium akan meningkat dan pada keadaan asidosis akan
menurun. Pada tubulus distal ion H+ dan ion K+ bersaing untuk diekskresi
(53)
listrik tubuh yang netral. Jika terjadi keadaan alkalosis metabolik yang disertai
dengan kekurangan ion H+, tubulus akan menukar Na+ dengan K+ demi
mempertahankan ion H+ dan menurunkan ekskresi K+. Mekanisme ini
menjelaskan mengapa hipokalemia disertai dengan alkalosis dan hiperkalemia
disertai asidosis. Kecepatan aliran kemih yang tinggi pada tubulus distal akan
mengakibatkan peningkatan ekskresi K+ total dan kecepatan aliran yang rendah
akan menurunkan ekskresinya.35
Paru-paru juga berperan penting dalam menjaga homeostasis karena
mengatur H+dengan mengendalikan kadar karbondioksida dalam CES. Asidosis
metabolik menyebabkan kompensasi berupa hiperventilasi, sehingga terjadi
pengeluaran karbondioksida oleh paru-paru dan mengurangi keasaman CES.
Sedangkan alkalosis akan menyebabkan kompensasi berupa hipoventilasi
sehingga karbondioksida tertahan dan menambah keasaman CES. Akhirnya,
ginjal juga turut berperan dalam homeostasis asam-basa dengan
mengekskresikan kelebihan H+ dan mampu mengkompensasi asidosis dan
alkalosis respiratorik dengan meningkatkan atau menurunkan reabsorbsi
bikarbonat. Pada pemberian cairan yang berlebihan dan tidak terkontrol,
dapat menimbulkan edema, yang merupakan suatu keadaan ketidakseimbangan
dimana air dan larutan dapat berkumpul di kompartemen interstisial, yang
menimbulkan “visible swelling” (edema) dan sering disebut dengan “pitting” edema. Bila seseorang mengalami edema yang menyeluruh, maka orang tersebut
akan mengalami pengembangan volume interstisial. Selama volume tersebut
(54)
juga akan mengalami kenaikan total natrium tubuh, karena Na+(dan disertai
anion-anion) merupakan larutan terbesar CES.33, 36
Berdasarkan hukum Starling, maka sudah jelas bahwa edema dapat
disebabkan oleh karena peningkatan tekanan hidrostatik intrakapiler (misalnya
pada jantung) atau karena berkurangnya tekanan osmotik akibat rendahnya
protein plasma. Pada peningkatan tekanan hidrostatik intrakapiler volume
plasma juga mengembang sedangkan pada berkurangnya tekanan osmotik akan
cenderung mengakibatkan pengkerutan volume plasma. Pada kasus yang
berbeda edema mengindikasikan adanya pengembangan volume interstisial dan
berapapun luas volume plasma, maka implikasinya juga pada peningkatan total
natrium tubuh. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler akan mendukung
pembentukan edema, tetapi jarang terjadi yang menyeluruh. Keadaan ini
disebut dengan edema lokal atau inflamasi.36 Selain pembuluh darah kapiler
terdapat pembuluh limfe yang mampu mentranspor cairan interstisial kembali ke
dalam kompartemen plasma. Akibatnya bila terjadi sumbatan limfatik akan dapat
menyebabkan kenaikan edema lokal yang biasanya “non-pitting”. Pada keadaan edema aliran limfatik akan meningkat. Selain itu sirkulasi limfatik
juga mampu membawa molekul-molekul protein yang bocor ke dalam
interstisial dan mengembalikannya ke dalam kompartemen plasma melalui
limfatik sentral dan duktus torasikus.37
Dalam tubuh terbagi beberapa kompartemen dimana cairan tubuh
terdistribusi dengan pembagian sebagai berikut : 26, 36
(55)
2. Cairan Ekstrasel (20% BB), yang terdiri dari :
• Cairan intravaskuler : 5% BB
• Cairan Interstitial : 15% BB
2. Cairan Transeluler (1-3% BB) : LCS, sinovial, Gastrointestinal dan
Intraorbital
Volume kompartemen sangat tergantung pada kadar Na+ dan protein plasma.
Na+ merupakan penentu utama osmolalitas dan tonisitas, yang lebih banyak
terdapat pada ruang ekstraseluler, dengan kadar yang hampir sama (± 140 mEq/L)
terdapat dalam ruang interstisial dan plasma volume. Sedangkan cairan
intraseluler hampir tidak mengandung Na+(hanya 5 mEq/L). Konsentrasi fosfat
dalam plasma sedikit sekali dan diatur sepenuhnya oleh regulasi kalsium
sehingga transfer fosfat melewati membran juga tidak berkontribusi secara
bermakna dalam interaksi asam-basa.37
CO2 (PCO2) sangat mudah melewati membran sehingga tidak
berkontribusi dalam menyebabkan perbedaan status asam-basa antar membran.
Protein (Atot) tidak dapat melewati membran, sehingga tidak berperan
menyebabkan perbedaan status asam-basa antar membran. Sedangkan ion-ion
kuat dapat melewati membran, sehingga merupakan kontributor yang utama
dalam keseimbangan asam-basa antar membran.Perdarahan yang tidak teratasi
selama operasi berlangsung selain dapat menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam-basa juga menimbulkan hipovolemia. Perdarahan yang
terjadi akan menurunkan tekanan pengisian sistemik dan akibatnya curah
(56)
2.7. KERANGKA TEORI
Wanita hamil SID Plasma Pre operasi
Kristaloid RAM
•
Operasi SC
Kristaloid RLSID Plasma Paska operasi • Volume preloading
• Ion kuat
• Asetat & Malat
• Volume preloading • Ion kuat
• Laktat Ion kuat :
Na⁺,K⁺ Ca²⁺, Mg²⁺, Cl⁻
• Anestesi Spinal • Volume preloading • Cairan rumatan
(57)
2.8. KERANGKA KONSEP
Wanita hamil Operasi SC Spinal Anestesi Kristaloid
Ringer Asetat Malat
(RAM)
Kristaloid Ringer Laktat
(RL)
SID Plasma
Keterangan :
Kel-A : Kelompok Ringer Asetat Malat Kel-B : Kelompok Ringer Laktat
Variabel bebas Variabel tergantung
(58)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain
Penelitian ini termasuk uji klinis acak tersamar ganda untuk menilai perubahan
Strong Ion Difference (SID) plasma pada pemberian cairan Ringer Asetat Malat (RAM) dengan Ringer Laktat (RL) pada pasien yang menjalani operasi Sectio Caesaria (SC)
dengan anestesi spinal.
3.2. Tempat dan waktu
a. Tempat penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik dan Rumah Sakit jejaring
pendidikan.
b. Waktu dilakukan penelitian
Setelah ada persetujuan dari Komite Etik penelitian FK USU, dimulai sejak
tanggal 7 bulan november 2013 sampai dengan tanggal 29 bulan november 2013.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Seluruh pasien yang akan menjalani operasi SC dengan anestesi spinal di RSUP
H. Adam Malik maupun Rumah Sakit Jejaring Pendidikan.
3.3.2. Sampel Penelitian
Seluruh sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
3.4. Kriteria Inklusi, Eksklusi dan Putus Uji
3.4.1. Kriteria Inklusi
Semua pasien SC baik elektif maupun emergensi
Pembiusan dengan anestesi spinal
(59)
3.4.2. Kriteria Eksklusi Fetal distress
3.4.3. Kriteria Putus Uji Gagal spinal anestesi
Perdarahan lebih dari 15% EBV
3.5. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus.39
Penelitian ini merupakan penelitian analitik numerik satu arah, sehingga untuk
menentukan besar sampel menggunakan rumus sebagai berikut :
dimana:
n = Besar sampel minimal
α = Level of significant (%) = 5 (1-ß) = power of the test (%) = 10
ᵨ
= Simpang baku, diambil dari kepustakaan = 2,28 13ᵨ
2= population variance = 5,1984
µ1 = test value of the population mean = 38,58
µ2 = anticipated population mean = 38,18
Dari hasil perhitungan jumlah sampel pada masing-masing kelompok adalah 15 orang.
Berdasarkan jumlah sampel, maka penderita dikelompokkan ke dalam 2 kelompok
(60)
A. Kelompok A : kelompok yang diberi infus RAM
B. Kelompok B : kelompok yang diberi infus RL
3.6. Obat dan alat yang digunakan
1. Obat dan Cairan
- Bupivakain 0,5 % spinal (Buvanest 0,5 % ® 15 mg)
- Efedrin injeksi
- Sulfas Atropin injeksi
- Ringer Asetat Malat (Ringerfundin® BBRAUN)
- Ringer Laktat (BBRAUN)
2. Alat
- Electrolit analizer 9180 (ROCHE)
- Cobas C 501
- Centrifuge Eppendorf 5702
- Jarum spinocaine nomor 25G (BBRAUN)
- Set infus
- Jarum suntik 3 ml, 5 ml
- Tabung vakum
(61)
3.7. CARA KERJA
1. Setelah disetujui Komite etik dilakukan seleksi penderita pada saat kunjungan
pra bedah.
2. Setelah mendapat informed consent, populasi dimasukkan kedalam kriteria baik
inklusi maupun eksklusi untuk mendapat sampel.
3. Sampel kemudian dirandom. Randomisasi dilakukan dengan cara blok,
masing-masing blok terdiri dari 6 subjek, dengan jumlah kemungkinan kombinasi
sekuens sebanyak 5 kali (terlampir). Kemudian dijatuhkan pena di atas angka
random. Angka yang ditunjuk oleh pena tadi merupakan nomor awal untuk
menentukan sekuens yang berikutnya. Kemudian dipilih 6 pasang angka dengan
digit 2 ke arah kanan dan ke bawah dari angka pertama tadi sampai diperoleh
jumlah sekuens yang sesuai dengan besarnya sampel. Kemudian sekuens yang
diperoleh disusun secara berurutan sesuai dengan nomor amplop.
4. Setelah didapat urutan sampel yang telah dirandom sebelumnya oleh relawan I,
relawan II melihat urutan pasien dan memilih cairan berdasarkan sekuens yang
didapat dan mempersiapkan cairan yang dibutuhkan. Sampel dibagi dalam dua
kelompok yaitu kelompok A yang mendapatkan cairan kristaloid RAM dan
kelompok B yang mendapat cairan kristaloid RL. Pasien diambil darah untuk
sampel preoperasi, dilakukan pemberian cairan preloading 1000 ml 15-20 menit
pre operasi dan dilakukan tindakan anestesi oleh relawan ke II. Paska operasi
diambil darah kembali sebagai sampel paska operasi. Pengambilan sampel darah
dan pemantauan pasien dilakukan oleh peneliti.
5. Darah diambil sebanyak 2 ml lalu dimasukkan kedalam tabung vakum dan
(62)
6. Lalu sampel darah dikirim ke laboratorium untuk diputar dengan alat pemutar
(centrifuge) dengan kecepatan 3500 RPM selama 10 menit, lalu serum diambil
untuk pemeriksaan kadar elektrolit. Masing-masing kelompok baik kelompok A
maupun B diperiksa kadar natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium
plasma preoperasi dan paska operasi dan dihitung nilai SID pada masing-masing
kelompok yaitu dengan rumus :
7. Dilakukan analisa statistik dari data yang didapat
(63)
3.8. KERANGKA KERJA PENELITIAN
Populasi
Kriteria Inklusi Sampel Kriteria Eksklusi
Kel-A
• Ambil sampel darah sesaat sebelum pre loading cairan • Preload RAM 1000 ml15-20
menit PreAnestesi Spinal • Cek Elektroit/ SID Plasma
Randomisasi
Kel-A • Hemodinamik (TDS-TDD-TAR-HR)
• Respirasi (RR) • APGAR score
• Ambil sampel darah setelah jahit kulit terakhir
• Cek Elektrolit/ SID paska operasi
Kel-B • Hemodinamik (TDS-TDD-TAR-HR)
• Respirasi (RR) • APGAR score
• Ambil sampel darah setelah jahit kulit terakhir
• Cek Elektrolit /SID paska operasi Anestesi spinal Uji Statistik Kesimpulan Keterangan :
Elektrolit yang diperiksa (Na, K, Cl, Ca, Mg) SID : Strong Ion Difference : [(Na+K+Ca+Mg)-(Cl)] Kel-A : Kelompok Ringer Asetat Malat
Kel-B : Kelompok Ringer Laktat
Kel-B
• Ambil sampel darah sesaat sebelum pre loading cairan • Preload RL 1000 ml15-20
menit PreAnestesi Spinal • Cek Elektroit/ SID Plasma
(64)
3.9. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
3.9.1. Variabel bebas :
- Pemberian cairan Ringer Asetat Malat
- Pemberian cairan Ringer Laktat
3.9.2. Variabel tergantung :
- SID Plasma
3.10. DEFINISI OPERASIONAL
1 . T i n d a k a n s e c t i o c a e s a r i a
Semua tindakan operasi sectio caesaria dengan perkiraan perdarahan kurang
dari 15% EBV dan dilakukan pembiusan dengan teknik regional anestesi.
2. Tindakan Anestesi Spinal
Suatu tindakan anestesi dengan menyuntikkan obat anestesi lokal ke ruang sub
arakhnoid dengan tujuan memblokade penjalaran syaraf sehingga terjadi blok
syaraf sensorik (nyeri) yang diinginkan.
3. Strong Ion Difference
Jumlah dari konsentrasi basa kation kuat dikurangi jumlah dari konsentrasi asam
anion kuat, yaitu : [Na + K + Ca + Mg] - [Cl] dan hasilnya dinyatakan dengan
satuan miliequivalent per liter (mEq/L).
4. Perdarahan
Keluarnya darah karena tindakan operasi dengan volume perdarahan kurang dari
15% EBV.
5. Skor APGAR 40
Skor APGAR adalah penilaian cepat kondisi bayi baru lahir. Penilaian terdiri atas
(65)
terendah 0. Dinilai pada menit pertama dan kelima setelah dilahirkan.
5. Larutan Kristaloid
Larutan Ringer Asetat Malat (RAM) dan Ringer Laktat (RL) yang digunakan
sebagai cairan pre loading atau rumatan sebelum, selama, dan sesudah tindakan
operasi SC.
6. Pemberian Cairan Kristaloid Ringer Asetat Malat (Ringerfundin®)
Pemberian Ringer Asetat Malat sebagai cairan preload anestesi spinal pada operasi
caesar dengan sampel kelompok A sebanyak 1000 ml 15-20 menit sebelum anestesi
spinal dilakukan, setelah itu pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan cairan
perioperatif sampai selesai operasi dengan cairan yang sama.
7. Pemberian Cairan Kristaloid Ringer laktat
Pemberian Ringer Laktat sebagai cairan preload anestesi spinal pada operasi caesar
dengan sampel kelompok B sebanyak 1000 ml 15-20 menit sebelum anestesi spinal
dilakukan, setelah itu pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan cairan
perioperatif sampai selesai operasi dengan cairan yang sama.
3.11. RENCANA MANAJEMEN DAN ANALISA DATA
1. Data-data dicatat untuk perhitungan statistik yang termasuk dalam tujuan
penelitian ini adalah kadar elektrolit (Na⁺, K⁺, Cl⁻, Ca²⁺ dan Mg²⁺) yang kemudian dimasukkan dalam perhitungan Strong Ions Difference Plasma. Data
yang diperoleh, dicatat dalam suatu lembar penelitian khusus yang telah
disediakan satu lembar untuk setiap penderita. Data ditabulasi ke dalam master
tabel dengan menggunakan software microsoft office excel dan kemudian diolah dengan menggunakan software SPSS versi 15.
(66)
2. Analisis data
a. Data numerik ditampilkan dalam nilai rata-rata (mean) ± standart deviasi (SD).
b. Hipotesa penelitian diuji dengan menggunakan uji t-test (paired t-test &
independent t-test) untuk perbandingan nilai rata-rata dengan standart deviasi.
c. Interval kepercayaan 95% dengan nilai p < 0.05 dianggap bermakna secara
(67)
3.12. MASALAH ETIKA
a. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Komisi Etik Penelitian
Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
b. Pasien sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat serta resiko dan
hal yang terkait dengan penelitian. Kemudian diminta mengisi formulir
kesediaan menjadi subjek penelitian (informed consent).
c. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tindakan yang sudah
lazim dikerjakan terhadap pasien dan sebelum anestesi telah dipersiapkan
alat-alat kegawatdaruratan (oropharyngeal airway, ambubag, sumber oksigen,
laringoskop, endotracheal tube untuk dewasa dan bayi, suction), monitor
(saturasi oksigen, pengukur tekanan darah dan EKG), obat kegawatdaruratan
(efedrin, sulfas atropin, adrenalin, deksametason, aminofilin, lidokain,
relaksan.
d. Jika terjadi hipotensi akibat tindakan spinal dimana tekanan darah sistol < 90
mmHg dan MAP < 60 mmHg akan diatasi dengan pemberian efedrin 5-10 mg
serta cairan.
e. Jika terjadi kegawatdaruratan selama proses penelitian berlangsung atau
tindakan anestesi maka akan langsung dilakukan tindakan antisipasi dan
penanganan sesuai dengan teknik, alat dan obat yang sudah dipersiapkan
(68)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pemberian cairan pengganti selama tindakan operasi memang menjadi suatu hal
yang kontroversial dalam menentukan keefektifan dan efisiensi dalam penggantian
cairan. Penelitian ini menganalisa pengaruh pemberian cairan kristaloid Ringer Asetat
Malat dan Ringer Laktat terhadap SID (Strong Ion Difference) plasma yang dilakukan pada penderita yang menjalani operasi Sectio Caesaria atau bedah sesar baik kasus emergensi atau elektif dengan anestesi spinal. Karakteristik, distribusi SID kedua kelompok sebelum dan sesudah operasi, serta rerata masing-masing kelompok sebelum
dan sesudah operasi ditampilkan dalam bentuk tabel. Penelitian dilakukan pada 30 orang
pasien yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 15 orang diberikan RAM dan 15 orang
diberikan RL. Tidak ada subjek yang keluar dari prosedur penelitian. Setelah dilakukan
pemasukan dan pengolahan data, maka didapatkan hasil-hasil penelitian sebagaimana
(1)
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN “ INFORMED CONSENT “
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ... Umur : ... Alamat : ... Pekerjaan : ...
No. Telepon yang dapat dihubungi : ………..
Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya dan menyadari serta memahami tentang tujuan, manfaat serta resiko yang mungkin timbul akan terjadi, maka saya dengan penuh kesadaran dan tidak dalam paksaan, saya menyatakan bersedia ikut dalam penelitian ini. Bila sewaktu-waktu saya ingin mengundurkan diri dalam keikutsertaannya kepada saya tidak dituntut oleh pihak manapun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat, agar dapat dipergunakan bila diperlukan.
Medan, ...………...2013
Mengetahui, Yang menyatakan,
Penanggung Jawab Penelitian Peserta Uji Klinik
dr. Muhammad Zulkarnain Bus Nama Jelas : ...
Saksi dari Peserta Uji Klinik
(2)
LAMPIRAN 5
Lembar Pemantauan Pasien
Nama :Umur : Jenis Kelamin : Alamat : Pendidikan : Suku : Diagnosis : Tindakan :
PS ASA : No.MR :
Berat badan : Tinggi badan :
Keadaan Pre Operasi
Tekanan Darah : mmHg Laju Nadi : x/i Laju Nafas : x/i
Mulai Anastesi : Selesai anastesi : Mulai Operasi : Selesai operasi :
Elektrolit & SID
Larutan ( A – B ) Na K Cl Ca Mg SID
Pre operasi
Larutan ( A – B ) Na K Cl Ca Mg SID
Paska operasi
Lama Operasi : mnt Total Volume cairan kristaloid : ml APGAR Score 1/5 : /
(3)
Waktu (menit)
TDS mmHg
TDD mmHg
MAP HR
x/mnt
RR x/mnt
Pemberian Eferdrin (mg) 1
3 6 9 12 15 30 45 60
(4)
LAMPIRAN 6
Rencana Anggaran Penelitian
Taksasi dana yang diperlukan selama penelitian 1. Bahan dan peralatan penelitian
Pemeriksaan elektrolit 30 x Rp 126.000,- = Rp 3.780.000,- Cairan kristaloid (Ringerfundin®/Ringer
Laktat®) 100 x Rp 14.500,- = Rp. 1.450.000,- Marcaine Heavy® 0,5% 50 x Rp. 34.100,- = Rp. 1.705.000,- Ephedrine HCl 50 x Rp. 14.000,- = Rp. 700.000,- Spinocan® 50 x 34.100,- = Rp. 1.705.000,- Tabung vacum 60 x Rp 27.500,- = Rp. 1.650.000,- Spuit 3 cc 50x Rp 3.000,- = Rp 150.000,- Spuit 5 cc 50 x Rp 4.500,- = Rp. 225.000,- Surgical Glove 50x Rp. 14.850,- = Rp. 742.500,- Masker Disposible 1 Box x Rp. 65.000,- = Rp. 65.000,- 2. Seminar usulan penelitian
Pengadaan bahan untuk diskusi sebelum seminar 40 x 18.750 = Rp 750.000,- 3. Seminar hasil penelitian
4. Pembacaan tesis
5. Cetak tesis 20 x Rp 20.000,- = Rp 400.000,- 6. Biaya Komite Etik Penelitian = Rp 500.000,-
Total Biaya Rp 13.822.500,-
( Tiga belas juta delapan ratus dua puluh dua ribu lima ratus rupiah)
(5)
RANDOMISASI BLOK SAMPEL
Nomor Sekuens
00-04 AAABBB 05-09 AABABB 10-14 AABBAB 15-19 AABBBA 20-24 ABAABB 25-29 ABABAB 30-34 ABABBA 35-39 ABBAAB 40-44 ABBABA 45-49 ABBBAA 50-54 BAAABB 55-59 BAABAB 60-64 BAABBA 65-69 BABAAB 70-74 BABABA 75-79 BABBAA 80-84 BBAAAB 85-89 BBAABA 90-94 BBABAA 95-99 BBBAAA
(6)