BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi ditandai dengan kemajuan tekonologi informasi yang memberikan banyak perubahan dan tekanan dalam segala bidang. Dunia
pendidikan yang secara filosofis dipandang sebagai alat atau wadah untuk mencerdaskan dan membentuk watak manusia agar lebih baik manusiawi,
karena tidak sedikit orang yang berpendidikan pun , sudah mulai bergeser atau disorientasi, salah satunya dikarenakan kurang siapnya pendidikan terkadang
kurang manusia terhadap sesamanya, untuk mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat, Dunia Pendidikan.com. Sehingga pendidikan mendapat
krisis dalam hal kepercayaan dari masyarakat, dan lebih ironisnya lagi bahwa pendidikan sekarang sudah masuk dalam krisis pembentukan karakter
kepribadian, hal ini terlihat dalam realita masih banyak siswa setingkat SMASMK sering muncul dalam media masa dalam aksi tawuran dan
pengrusakan fasilitas sekolah dan fasilitas umum.
Pendidikan bertujuan tidak sekedar proses alih budaya atau alih ilmu pengetahuan transfer of knowledge, tetapi juga sekaligus sebagai proses alih
nilai transfer of value. Artinya bahwa pendidikan, di samping proses pertalian dan transmisi pengetahuan, juga berkenaan dengan proses perkembangan dan
pembentukan kepribadian atau karakter masyarakat, Jurnal Pendidikan.com. Dalam rangka internalisasi nilai-nilai budi pekerti kepada siswa, maka perlu
adanya optimalisasi pendidikan.
Fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini
seperti yang tertuang dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas yang berbunyi: Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Amanat UU Sisdiknas di atas bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau
berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta
agama. Tujuan pendidikan nasional ini sangat kental dengan pembentukan karakter anak bangsa, Jurnal Pendidikan.com. Sekolah adalah tempat
bersemayamnya pembentukan karakter tersebut. Menurut Fitri 2012:20 karakter dapat diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung
pada faktor kehidupannya sendiri, karkter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.
1
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang suka berkomunikasi satu dengan lainnya, selain mahluk sosial manusia memiliki perasaan sayang
satu dengan yang lainnya, dan sifat yang kurang bagus adalah memiliki rasa ego yang tinggi, hal ini sesuai dengan kodrat manusia bahwa manusia
diciptakan untuk memimpin atau sebagai khalifah bagi mahluk yang ada di muka bumi ini, sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat Lukma:13-14
Artinya:
13. “Dan Ingatlah ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan Allah
adalah benar-benar kezaliman yang besar. 14.
“Dan kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya
kepada-Kulah kembalimu ”.
Makna kandungan ayat di atas sebenarnya bahwa Manusia diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orangtuanya serta dilarang untuk
mempersekutukan Tuhan. Dan Allah telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orangtuanya, karena banyak anak yang berbuat durhaka kepada
orangtuanya, hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik pengetahuan agamanya kurang atau dapat juga pengaruh lingkungan, sehingga dapat
membentuk watak atau karakter yang kurang baik. Watak atau tabiat manusia sebenarnya dapat dirubah melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun
pendidikan non-formal seperti pendidikan di kelurga, akan sangat mempengaruhi bentuk, pola, karakter dari manusia itu sendiri. Biasanya terjadi
pengaruh yang signifikan di mana pendidikan semakin tinggi akan semakin baik terhadap pembentukan karakter manusia.
Karakter dalam kontek bahasa Indonesia berarti tabiat atau kebiasaan, sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan
dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari pada yang lain. Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter character building adalah proses
mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga berbentuk unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain. Demikian
karakter dapat membedakan satu orang dengan yang lainnya.
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi
pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki
karakter dan jati diri yang kuat yang akan eksis. Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya mengejawantahkan ideologi
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara normatif, pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langkah mencapai
tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan
bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Secara historis, pembangunan karakter
bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah, baik pada zaman penjajahan maupun pada zaman
kemerdekaan. Secara sosiokultural, pembangunan karakter bangsa merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa yang multikultural.
Membagun karakter tidak mudah dilaksanakan secara instan, perlu proses pembelajaran dan pembiasaan untuk membentuk watak yang menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur bangsa sehingga menjadikan peserta didik sebagai manusia seutuhnya yang mandiri. Usaha membangun karakter tidak hanya
butuh waktu yang panjang tapi juga memerlukan pendekatan komprehensif yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, mulai sejak kecil di
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Pendidikan berbasis karakter mulai disinggung dan bahkan dibicarakan oleh para pakar pendidikan, psikolog dan birokrat pemerintahan, melihat
berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat yang dapat disaksikan melalui tayangan berbagai media di antaranya adalah banyaknya tawuran pelajar
dimana-mana, banyaknya pelajar yang melakukan free sexsek bebas, hamil di luar nikah, ayah kandung memperkosa anaknya, anak kandung memperkosa
ibunya, terjadinya pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur, adanya sodomi anak-anak di bawah umur, korupsi merajalela dari
Pemerintahan Pusat sampai Pemerintahan Daerah, Ahmad Sudrajat, 2013.
Menurut laporan Kompas, bahwa kasus yang masih teringat adalah kasus pemerkosaan dengan modus baru melalui media sosial, di mana remaja putri
ditipu oleh kenalannya di media sosial seperti yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya sangat mengkhawatirkan. Kejahatan yang terindikasi muncul pada
2010 ini jumlahnya bertambah setiap tahun. Menurut data penanganan kasus di Komisi Nasional Perlindungan Anak Komnas PA menunjukkan,
pemerkosaan pada remaja putri oleh kenalannya di media sosial mulai muncul tahun 2011 sebanyak 36 kasus. Tahun 2012, sebanyak 29 kasus dan pada
Januari-Maret 2013 ini jumlahnya naik lagi menjadi 37 kasus.
Kasus yang diungkapkan di atas tersebut membuktikan nilai-nilai akhlak, moral, sudah hancur, terjadi degradasi moral anak sudah tidak lagi hormat
kepada orangtua, anak durhaka terhadap orangtua, ibu-ibu banyak durhaka kepada suaminya dan sebaliknya suami tidak segan-segan menyakiti atau
menganiaya istrinya bahkan sampai tega membunuh istrinya sendiri. Angka kriminalitas juga semakin tinggi di negeri ini hal ini juga disebabkan degradasi
nilai-nilai moral, orang menjadi kejam, kasar, rakus, menurunnya rasa belas kasihan terhadap sesama. Kasus-kasus di atas ditengarai, bahwa selama ini
pendidikan di Indonesia hanya berbasiskan pada hasil belajar yang bersifat kognitif, artinya seberapa besar kemampuan siswa dalam menyerap materi
pelajaran yang disampaikan oleh gurunya, sementara itu karakter atau budi pekerti dan akhlak diabaikan dalam proses pembelajaran.
Kondisi yang memprihatinkan di atas, tentu saja menggelisahkan semua komponen bangsa, termasuk Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono pada peringatan Dharma Shanti Hari Nyepi 2010, Presiden menyatakan, Pembangunan karakter character building amat penting dalam
membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan mulia.
Bangsa Indonesia ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia, yang dapat dicapai apabila masyarakatnya juga merupakan masyarakat yang
baik good society, dan masyarakat idaman yang dapat diwujudkan manakala manusia-manusia Indonesia merupakan manusia yang berakhlak baik, manusia
yang bermoral, dan beretika baik, serta manusia yang bertutur dan berperilaku baik pula.
Karakter seseorang terbentuk sejak dini, dalam hal ini peran keluarga tentu sangat berpengaruh. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam
masyarakat. Bagi setiap orang dalam keluarga suami, istri, dan anak-anak mempunyai proses sosialisasi untuk dapat memahami, menghayati budaya
yang berlaku dalam masyarakatnya. Pendidikan dalam keluarga sangat penting dan merupakan pilar pokok pembangunan karakter seorang anak. Pendidikan
dasar wajib dimiliki tidak hanya oleh masyarakat kota, tetapi juga masyarakat pedesaan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih
dihormati karena dianggap berada di strata sosial yang tinggi. Kualitas seseorang dilihat dari bagaimana dia dapat menempatkan dirinya dalam
berbagai situasi.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti
jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan
karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi,
karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam
lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses
pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa.
Ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, salah satunya slam mengajarkan bagaimana umatnya harus memiliki sikap dan karakter yang
positif. Dalam hal ini yang berkenaan dengan ajaran agama tentang character building pembangunan karakter yang dimaksud kaitan ibadat dan akhlak.
Akhlak merupakan tonggak kebangkitan umat, bangsa dan negara, Orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, akan tetap tenang dalam
kebenarannya baik dalam keadaan suka maupun duka. Sekalipun ia mengalami kegagalan dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, ia tidak akan
mengadakan reaksi yang agresif dan membabi buta dengan semboyan
“tujuan menghalalkan segala car
a“, sabar menanti dan rela menerima cobaan hidup dari Allah SWT dan bertawakkal kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Ali Imron:17
Artinya:
17. “yaitu orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, dan yang memohon ampun di waktu sahu
r”. Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan
manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa
manusia perlu berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari
masyarakat. Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi juga merupakan prasyarat
kehidupan manusia. Kehidupan manusia akan tampak hampa bila tidak ada komunikasi. Jadi pada dasarnya manusia telah melakukan tindakan komunikasi
sejak ia lahir ke dunia. Seorang bayi dapat menangis atau merengek kepada ibunya ketika ia merasa haus atau lapar. Secara tidak langsung ia telah
menyampaikan pesan melalui tangisan atau rengekannya tersebut.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat untuk mengasuh, mendidik, membina dan membimbing anak-
anak ke arah yang lebih baik, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Steakholder sekolah adalah orangtua siswa, di mana orangtua
dalam hal ini telah menyerahkan dan mempercayakan anaknya ke sekolah dengan harapan, sekolah akan memberikan pendidikan yang baik atau
“terbaik”. Sebaliknya sekolah berharap agar orangtua memberikan dukungan terhadap usaha sekolah dalam memberikan yang terbaik bagi anak-anak
tersebut. Demikian pula masyarakat dengan berbagai ragam dan tingkatannya memiliki harapan-harapan serupa sebagaimana harapan sekolah pemerintah
dan orangtua. Masyarakat mengharapkan agar sekolah menyediakan dan memberikan pelayanan pendidikan yang baik atau
“terbaik” bagi kepentingan anak-anaknya.
Persoalan yang muncul adalah komunikasi orangtua dengan anaknya banyak mengalami hambatan, baik dari pihak orangtua maupun dari anaknya
sendiri. Orangtua yang seharusnya memberikan semangat, motivasi dan
nasehat terkadang tidak dapat diterima oleh anaknya, anak merasa orangtua menasehati seperti halnya menasehati anak kecil yang masih duduk di Sekolah
Dasar, sementara anak merasa sudah dewasa. Sementara itu ketika anaknya mengeluh dan mengutarakan isi hatinya melalui komunkasi, terkadang
orangtua sudah memberikan kesimpulan bahkan memvonis anaknya itu bersalah dan tidak paham, kejadian seperti inilah yang menyebabkan antara
orangtua dan anaknya jarang melakukan komunikasi, bahkan dapat dikatakan sebagai hambatan komunkiassi orangtua dengan anaknya.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi pembentukan karakter siswa adalah motivasi belajar, karena pada dasarnya karakter dapat terbentuk
melalaui pendidikan dan lingkungan keluarga. Apabila guru di sekolah tidak memberikan motivasi yang kuat terhadap anak didiknya, maka pembentukan
karakter siswa tidak maksimal.
Motivasi adalah dorongan yang muncul ketika seseorang memiliki keinginan atau kebutuhan yang dicita-citakannya, jika dikaitkan dengan
motivasi belajar adalah siswa akan berusaha untuk belajar dengan sungguh- sungguh, apabila siswa tersebut memiliki keinginan yang kuat untuk berhasil,
misalnya keinginannya untuk menjadi dokter, siswa akan serius untuk belajar agar cita-cita menjadi dokter tercapai. Sardiman 2011:75 menyatakan bahwa
motivasi belajar merupakan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan
memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan. Dengan kata lain bahwa seseorang yang memiliki motivasi akan mempunyai gairah atau
semangat selama melakukan aktifitas dalam belajar. Motivasi sangat penting untuk dimiliki oleh seorang siswa. Siswa yang bermotivasi tinggi akan
memiliki energi yang banyak untuk melakukan kegiatan belajar.
Motivasi belajar pada hakikatnya adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah
laku, dan motivasi belajar mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seorang siswa dalam mewujudkan cita-citanya. Motivasi belajar tidak dapat
lepas dari masalah-masalah psikologi dan fisiologi, karena keduanya ada saling keterkaitan. Menurut Hamalik 2003:163-166 guru dalam memberikan dan
membangkitkan motivasi siswa, perlu memahami prinsip-prinsip motivasi belajar adalah sebagai berikut: 1 Pujian lebih efektif dari pada hukuman, 2
Motivasi intrinsik lebih efektif daripada ekstrinsik, 3 Motivasi mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain, 4 Pemahaman yang jelas terhadap
tujuan belajar akan merangsang motivasi, 5 Tekanan kelompok sebaya lebih efektif dalam motivasi dari pada tekanan dari orang dewasa, dan 6 Motivasi
yang besar erat hubungannya dengan kreativitas.
Tinggi rendahnya motivasi juga dapat dipengaruhi oleh peran orangtua sebagai sifat ekstrinsik dari motivasi itu sendiri. Dalam hal ini orangtua
memegang peranan penting untuk membimbing anak menjadi manusia yang berkualitas, sebagai orangtua yang bertanggung jawab atas masa depan dan
perkembangan anak-anaknya sudah sewajarnya mengetahui hal-hal apa yang dapat meningkatkan motivasi anak-anaknya guna mencapai hasil belajar yang
memuaskan. Hubungan yang baik dan komunikasi timbal-balik antara orangtua
dan anak akan membantu mempermudah orangtua dalam memenuhi kebutuhan anak. Selain itu orangtua lebih mempunyai banyak waktu berkumpul dengan
anaknya daripada dengan guru atau teman sebayanya yang hanya bertemu di sekolah, sehingga orangtua mempunyai banyak waktu untuk memonitor dan
memberikan pengaruh tingkah laku maupun perkataan terutama yang positif kepada anak-anaknya, sebab pengaruh yang datang dari orangtua akan selalu
diperhatikan oleh anak-anaknya.
Peran orangtua dan tingkah laku orangtua adalah motivator bagi anak dalam belajar, bila ingin anak berhasil dalam prestasinya orangtua harus
terlebih dahulu menunjukkan perbuatan yang dapat membangkitkan motivasinya. Kelalaian orangtua dalam memonitor kegiatan belajar anak dapat
menimbulkan dampak lebih buruk lagi. Dalam hal ini bukan saja anak tidak mau belajar melainkan juga ia cenderung menyimpang, seperti anti sosial.
Hubungan acuh tak acuh tanpa kasih sayang akan menimbulkan frustasi penyesalan yang mendalam dalam hati anak. Menurut Imam Ghazali 2011:28
Orangtua adalah kerabat paling dekat dan, karena itu, kewajiban orangtua adalah kewajiban paling besar.
Orangtua yang sangat keras terhadap anaknya menimbulkan tekanan- tekanan batin pula pada anak. Hubungan yang baik antara orangtua-anak
adalah hubungan yang penuh pengertian yang disertai bimbingan dan bila perlu hukuman yang mendidik. Semuanya ini dapat memberi dampak baik atau
buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. Ada beberapa aspek penting peranan orangtua dalam membantu meningkatkan
motivasi belajar anak yaitu menciptakan suasana rumah tangga yang rukun dan damai, komunikasi timbal-balik, penghargaan, pujian, dan perasaan gembira
.
Berdasarkan hasil survei di lapangan kasus yang terjadi di beberapa Sekolah Menengah Atas SMA Swasta di Kelurahan Bekasi Jaya Kota Bekasi
yaitu: 1. Siswa kurang hormat dengan guru yang tidak mengajar pada kelasnya,
sudah ditangani guru BK dan wali kelas. 2. Anak tidak sepaham dengan orangtua dalam hal pemilihan sekolah
yang mengakibatkan anak tersebut berontak dan berbuat kekacauan di sekolah, sudah ditangani guru BK dengan memanggil orangtua,
dengan membuat Surat Pernyataan.
3.
Siswa banyak yang terlambat di hari Senin dengan alasan kurang menyukai Upacara Senin, sudah ditangani guru BK dan wali kelas,
dengan membuat Surat Pernyataan.
Sumber: Hasil wawancara dengan guru BK di SMA Bani Saleh dan SMA Muhammadiyah 09, Kota Bekasi
Kasus-kasus di atas dan beberapa permasalahan atau kasus siswa yang telah ditangani oleh sekolah, khususnya oleh wali kelas dan guru BK. Dengan
demikian kasus tersebut dapat diselesaikan dan tidak diulang kembali. Namun yang dapat digambarkan dari kasus di atas bahwa telah terjadi pelanggaran
pada sistem sosial, yang berujung pada permasalah karakter siswa. Di mana karakter atau tabiat atau akhlak siswa harus menjadi karakter yang baik yang
terbentuk baik di rumah ataupun sekolah.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka penulis memiliki ketertarikan untuk meneliti lebih jauh tentang:
“Pengaruh Komunikasi Orangtua dan Motivasi Belajar terhadap Karakter Siswa Sekolah
Menengah Atas SMA Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi. ”
B. Permasalahan Penelitian 1. Identifikasi Masalah