Konsep Kosmologi Jawa di Praja Mangkunegaran

commit to user 58 kebutuhan duniawi karena di lokasi ini masyarakat berbaur untuk mencari kebutuhan duniawinya. Sesuai dengan namanya, pasar ini dinamakan demikian karena pasar ini ramai pada hari pasaran Legi. Para pedagang biasanya datang dari desa-desa. Pada tahun 1936, K.G.P.A.A. Mangkunagoro VII melakukan renovasi pada pasar ini sehingga kondisi pasar menjadi lebih rapi, indah dan tertib. 2 Pasar Pon Pasar Pon juga terletak di wilayah kota Mangkunegaran, biasanya para pedagang berduyun-duyun datang pada hari pasaran Pon. Tetapi sejak tahun 1929, pasar ini berubah menjadi pusat pertokoan yang terdiri dari kios-kios toko yang menjual berbagai macam kebutuhan barang. Kios-kios ini terletak di tepi jalan depan Pura Mangkunegaran sekarang Jalan Diponegoro . Suasananya sangat ramai dan sebagian besar pedagang adalah bangsa Cina. 3 Pasar Triwindu. Pasar Triwindu adalah pasar yang dibangun K.G.P.A.A. mangkunagoro VII untuk memperingati 24 tahun kenaikan tahtanya. Pasar ini diresmikan tahun 1939. Pasar Triwindu terletak di sebelah selatan Pura Mangkunegaran. Pasar ini menjual berbagai barang yang terbuat dari logam, besi, tembaga, emas, dan perak.

B. Tata Ruang Kota di Praja Mangukunegaran Tahun 1916-1944

1. Konsep Kosmologi Jawa di Praja Mangkunegaran

Konsep kosmologi Jawa atau juga dikenal konsep projo kejawen, masih dijadikan acuan dalam membangun tata ruang kota di Praja Mangkunegaran yang mengutamakan sumbu poros sakral utara-selatan sebagaimana prinsip tata ruang perkotaan Mataram. Puro Mangkunegaran sebagai sentrum dari teori sentrifugal yang menghadap ke utara, dibangun jalan poros lurus sampai pada titik teleologis tugu pemandengan ndalem. Hal ini dimaknai sebagai pertama, untuk membedakan nilai kosmis magis antara ruang-ruang publik bagi rakyat njobo sebagai lingkungan mikrokosmos dengan istana kerajaan njeron makrokosmos yang bernuansa sakral magis. Kedua, sumbu poros ini juga dimaknai sebagai simbol pemisahan antara prinsip dunia sekuler Pasar Legi di timur jalan dengan dunia spiritual Masjid Wustho dibarat jalan yang ditandai dengan keberadaan commit to user 59 kampung Kauman, hunian abdi dhalem reh pangulon.Dalam pengertian kiblat kulon arah matahari terbenam sebagai simbol abdi dhalem urusan akherat. Budaya dan pandangan hidup serta konsep filosofis Jawa terlihat jelas dalam setiap kebijaksanaan yang diambil Mangkunagoro VII dalam pembangunan di Praja Mangkunegaran. Kosmologis dari keseluruhan negeri dapat diwujudkan dengan jumlah dan letak propinsi serta simbol dari peguasaan daerah. Tapi arsitektur bisa dibentuk sebagai gambaran yang lebih riil menyerupai jagad raya. Susunan kosmis bangunan adalah sebagai berikut, tempat tinggal raja merupakan titik pusat lingkaran pertama yang disebut kuthagara selanjutnya disekitarnya merupakan lingkaran kedua yang disebut negaragung yang secara harfiah berarti kota besar. Lingkaran ketiga adalah daerah mancanegara. Lingkaran berikutnya adalah daerah pesisir dan yang terakhir disebut tanah seberang atau samudra raya. Hal itu melukiskan bahwa keraton diartikan sebagai perwujudan dari dua alam pikiran, makrokosmos dan mikrokosmos. Dipandang dari sudut kebenaran, perlambangan tersebut tidak begitu jelas dan nyata namun dalam alam pemikiran Hindu Jawa konsep perkembangan tersebut tetap dipertahankan. Bagi masyarakat di Praja Mangkunegaran, praja bukan hanya suatu pusat politik dan budaya, tetapi merupakan pusat keramat. Keraton adalah tempat bersemayam raja dan raja merupakan sumber-sumber kekuatan kosmis yang mengalir di daerah-daerah yan membawa ketentraman, keadilan, dan kesuburan Franz Magnis Suseno, 1985 : 90 . Paham ini terungkap dengan sangat jelas dalam gelar para penguasa keempat wilayah Jawa Tengah hasil perpecahan kerajaan Mataram. Kedua penguasa di Yogyakarta menyebut diri Hamengku Buwana yang memangku jagad raya, dan Paku Alam. Para penguasa Surakarta menyebut dirinya Paku Buwana dan Mangkunagoro yang memangku negara. Pandangan tentang keraton sebagai pusat kekuasaan kosmis menentukan paham negara, kekuatan yang ada di pusat semakin menjauh akan semakin redup, dan bahkan hilang. Begitu juga menurut filsafat politik Jawa, negara itu paling padat di pusat, didekat raja. Dari ibukota kekuatan raja memancar sampai kedesa- commit to user 60 desa. Kekuatan itu ada karena seluruh kekuatan itu menjaga keraton dan memberikan perlindungan serta memberi keselamatan pada para penghuninya. Kekuatan yang berawal dari berbagai kekuatan makhluk hidup, unsur alam semesta dari arah timur, selatan, utara, barat yang disatupadukan di keraton untuk dipanjatkan dengan suatu persembahan melalui upacara ritual kepada sumber dari segala sumber kekuatan yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Esa. Dengan adanya kekuatan-kekuatan yang melingkupi keraton tersebut, keberadaan keraton akan tetap langgeng tidak punah meskipun saat ini kekuasaannya diibaratkan hanya seluas ”mekarnya payung” disamping itu keraton dipercaya dilindungi dan dijaga oleh kekuatan halus yang berada di keblat empat keblat sekawan. Adapun kekuatan itu terletak di empat arah mata angin, yaitu: disebelah utara: Kanjeng Ratu Kalayuwati di hutan Krendhawahana, disebelah Timur Kanjeng Sunan Lawu digunung Lawu, disebelah selatan Kanjeng Ratu Kencana Sari Kanjeng Ratu Kidul di Samudera Hindia, disebelah barat Kanjeng Ratu Kedhaton di Gunung Merapi dan Merbabu. Puro Mangkunegaran sendiri terletak ditengah-tengah Surakarta di wilayah Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari. Puro Mangkunegaran berdiri diatas tanah seluas 93,396 meter persegi. Bangunan dalam puro dibagi menjadi dua, bangunan utama model joglo atau limasan dan bangunan di sekelilingnya didirikan berdasarkan arsitektur Belanda. Bangunan kedua digunakan sebagai asrama tentara kavaleri. Bangunan yang berada di Puro Mangkunegaran antara lain : 1. Pamedan yaitu halaman luas yang berfungsi sebagai tempat latihan militer legiun Mangkunegaran. 2. Reksa Wahana yaitu sebagai tempat menyimpan kereta-kereta dan memelihara kuda, terletak disebelah kanan pamedan. 3. Pendopo Ageng yang terletak ditengah-tengah bangunan utama dan merupakan tempat pertunjukan kesenian, menyimpan gamelan, dan terutama sebagai tempat jamuan dan upacara-upacara resmi. 4. Pringgitan yang disebut juga sebagai beranda dalem, yang letaknya lebih tinggi dari pendopo. Pringgitan ini berbentuk kutuk ngambang, sering commit to user 61 dipakai untuk pertunjukan wayang tetapi fungsi utamanya sebagai tempat menerima tamu. 5. Panetan yang terletak diantara pendopo dengan pringgitan merupakan jalan bagi kereta tamu. 6. Dalem Ageng yaitu bangunan yang terletak disebelah dalam pringgitan, merupakan tempat diadakannya upacara-upacara resmi. 7. Dimpil yaitu tempat pemujaan nenek moyang dan menyimpan pusaka. 8. Bale Warni, merupakan tempat tinggal permaisuri dan putri-putrinya. 9. Pracimusana yaitu tempat untuk menerima tamu sehari-hari dan tempat tinggal keluarga Puro Mangkunegaran. 10. Bale Peni merupakan tempat tinggal Mangkunegoro dan menerima tamu laki-laki. 11. Purwosana, terletak diseputar bale warni dan bale peni merupakan tempat tinggal para wanita yang mempunyai hubungan keluarga dengan Mangkunegoro yang sudah memerintah. 12. Panti Putra yaitu tempat tinggal putra-putra yang masih ada hubungan keluarga dengan Mangkunegoro. 13. Prangwedanan merupakan tempat tinggal putra mahkota calon pengganti Mangkunegoro yang sedang memerintah. Letaknya diantara perkantoran mandrapura dan panti putra. 14. Mandrapura, terletak diantara timur dan barat pendapa merupakan perkantoran dimana semua pekerjaan yang berhubungan dengan penataan dan pengaturan administrasi. 15. Rekso Pustaka yaitu perpustakaan yang terletak disebelah timur pendapa. Perpustakaan ini berdiri tahun 1868 pada waktu Mangkunegoro IV. Sedangkan letak geografis wilayah Praja Mangkunagaran dibatasi dengan sebelah utara dengan pegunungan kapur Kendeng, sebelah selatan dengan Samudra Hindia dan tanah datar wilayah Yogyakarta,sebelah timur dengan Gunung Lawu,sebelah barat dengan Gunung Merapi dan Merbabu Moh. Dalyono, 1939 : 105 . commit to user 62

2. Konsep Civic Center di Praja Mangkunegaran