Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan
MANAJEMEN KURIKULUM PONDOK PENSANTREN
MADINATUNNAJAH JOMBANG TANGERAGN SELATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Mr. Nawawee Maeroh NIM. 1111018200044
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1437 H/2016 M
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAKSI
Nama : Mr. Nawawee Maeroh (1111018200044) Judul: Manajemen
Kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang
Tangerang Selatan. Skripsi ini di bawah bimbingan Dr. Jejen Musfah, MA Jurusan Manajen Pendidikan. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syafir Hidayatullah Jakarta 2016.
Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar dan mempunyai kekhasan tersendiri, dimana kiai sebagai figure pemimpin dan santri sebagai objek yang diberikan ilmu agama dan asrama sebagi tempat tinggal para santri. Pendidikan ini bertujuan untuk membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua aspek kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan manajemen kurikulum pondok pesantren madinatunnajah. Ada 3 hal yang dideskripsikan sehubungan dengan manajemen kurikulum pondok pesantren madinatunnajah, yaitu: perencanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum. Untuk mengetahui bagaimana manajemen kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan ini, penulis menggunakan metode penelitian lapangan seperti observasi, studi dokumen dan wawancara. Analisis yang digunakan adalah analisi kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan menggunakan kurikulum perpaduan antara kurikulum pesantren dengan kurikulum pemerintah (Kementerian Agama). Manajemen kurikulum pondok pesantren berjalan cukup baik dan sistematis, dimana kurikulum dirumuskan oleh tim penyusun kurikulum untuk menentukan arah kebijakan pendidikan atau tujuan kurikulum, mulai dari; perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dengan didukung oleh sumberdaya manusia, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran, serta dukungan masyarakat yang tinggi. Namun demikian penulis memberikan saran bagi pesantren agar lebih meningkatkan efektivitas manajemen kurikulum, agar pesantren lebih meningkat dan unggul dalam bidang pendidikan.
(7)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan limpahan nikmat dan karunia-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat teriringai salam semoga tercurah kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan sahabatnya yang senantiasa menjadi suri tauladan bagi ummat manusai menuju jalan yang benar hingga akhir zaman.
Dengan penuh keinsafan dan kelemah yang dimiliki oleh penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini. Alhamdulillaah dengan barokah do‟a, bantuan, bimbingan, motivasi serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan selesai skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Dr. Jejen Musfah, MA. dan Dr. Mua‟rif SAM, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing yang tak henti-henti memberi bimbingan, masukan, pengarahan serta meluangkan waktu banyak untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Hasyim Asy‟ari, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Manajemen Pendidikan atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan selama penulis belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. KH. M. Agus Abdul Ghofur Rochim, M.Pd, selaku Pimpinan Pondok Pesantren , EkoTristiono, S.Pd.I, MM, selaku Sekretasi, Muhammad Sukron, S.TAh.I, MM, selaku Kepala Biro Pendidikan Pondok Pesantren Madinatunnajah dan para
(8)
ustadz yang telah mengizinkan serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tuaku tercinta ibunda Robiyah dan ayahanda Hj.
Abdullah yang telah berjuang tak kenal lelah untuk do‟a,
mengasuh, mendidik, membimbing, kasih sayang dengan segala pengorbanan beliau sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Adik-adikku tercinta, Suhaimi, Toyibah dan Fakhruddin serta seluruh saudara-saudaraku sekalian, yang selalu memberi
motivasi dan selalu mendo‟akan sehingga penulis dapat
menyelesiakan skripsi ini.
8. Semua temam-teman Jurusan Manajemen Pendidikan Angkatan 2011, Zulfahmi, Saefullah, Saeful Bahri, Uswatun Hasanah dan yang lain, yang penulis tidak bisa disebutkan, terimakasih atas motivasinya untuk penulis.
9. Rekan-rekan seperjuangan senasib sebangsa Melayu Patani serta rekan-rekan Organisasi Himpunan Pelajar Patani di Indonesia (HIPPI-JAKARTA) yang selalu memberi semangat dan motivasi tak terhingga kepada penulis.
Terimakasih atas segalanya. Hanya Allah yang bisa membalas segala kebaikan yang telah diberikan semua pihak.
Akhir ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum senpurna oleh keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan waktu pembuatan yang penulis miliki, oleh sebab itu penulis mengharap kritik dan saran yang dapat dijadikan bahan untuk melengkapi dan memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua. Aamiiin.
Jakarta, 23 Oktober 2015
Penulis
(9)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATAPENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
BAB II : KAJIAN TEORI A. Pondok Pesantren ... 9
1. Pengertian Pondok Pesantren ... 9
2. Tipologi Pondok Pesantren ... 10
3. Elemen Pondok Pesantren ... 11
4. Tujuan Pondok Pesantren ... 12
5. Fungsi Pondok Pesantren ... 14
6. Kurikulum Pondok Pesantren ... 15
7. Pelaksanaan Kurikulum Pondok Pesantren ... 19
B. Manajemen Kurikulum ... 21
1) Pengertian Manajemen Kurikulum ... 21
2) Ruanglingkup Manajemen Kurikulum ... 25
3) Pedoman Pelaksanaan Kurikulum ... 26
4) Komponen-Komponen Kurikulum ... 28
5) Fungsi-Fungsi Manajemen Kurikulum ... 30
6) Pengembangan Kurikulum Pesantren ... 34
(10)
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Waktu dan Penelitian ... 36
B. Sumber Data ... 36
C. Metode Penelitian ... 36
D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrutmen ... 37
E. Teknik Analisa Data ... 39
BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Madinatunnajah ... 41
1) Letak Geografi ... 41
2) Sejarah Singkat ... 41
3) Visi dan Misi serta Motto dan Prinsip ... 42
4) Keadaan Guru dan Siswa ... 43
5) Keadaan Sarana dan Prasarana ... 44
6) Profil Kurikulum ... 45
B. Analisa Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren ... 46
1) Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren ... 46
a. Perencanaan Kurikulum ... 46
b. Pelaksanaan Kurikulum ... 48
c. Evaluasi Kurikulum ... 61
C. Faktor Pendukung dan Penghambat ... 62
1) Faktor Pendukung ... 62
2) Faktor Penghambat ... 62
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 64
B. Saran-saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Lembar Pengesahan Revisi Proposal Skripsi LAMPIRAN 2 : Surat Bimbingan Skripsi
LAMPIRAN 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian LAMPIRAN 4 : Keadaan Sarana dan Prasarana
LAMPIRAN 5 : Pedoman Wawancara dan Instrutmen Penelitian LAMPIRAN 6 : Susunan Pengurus Harian Pondok Pesantren LAMPIRAN 7 : Job Deskripsi Pondok Pesantren
LAMPIRAN 8 : Poto Kegiatan Penunjang Pembelajaran LAMPIRAN 9 : Surat Keterangan Penelitian
LAMPIRAN 10 : Daftar Referensi
(12)
DAFTAR TABEL
TABEL 3.1 : Instrutmen Penelitian TABEL 3.2 : Instrutmen Observasi TABEL 3.3 : Jenis Dokumen
TABEL 4.4 : Jumlah Santri Tahun Pelajaran 2015-2016 TABEL 4.5 : Jumlah Guru Tahun Pelajaran 2015-2016
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki karakter tersendiri yang merupakan fenomena unik khas Indonesia dan telah teruji eksistensi dan peranannya dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesai. Keberadaan pesantren pun telah lebih dulu ada sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia karena pesantren didirikan oleh masyarakat (Ulama/Kiai) dengan asas kemandirian dan keikhlasan. Pada awalnya pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran Islam yang berbasis masyarakat, namun sejalan dengan perubahan dan dinamika yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, pesantren pun dituntut harus mampu menjadi jembatan tranformasi sosial budaya bagi masyarakat dimana pesantren berada dalam segala bidang pendidikan dan kehidupan.
Pesantren dengan berbagai macam karakter sebagai miniatur Islam lagir untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang Islam secara menyeluruh. Baik melalui peran pendidikan, dakwah, sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Meskipun sebagian orang berangapan bahwa pesantren merupakan benteng tradisionalisme yang sangat tidak kreatif dan inovatif, namun lembaga pendidikan pesantren memiliki peran yang ideal dalam melakukan transformasi kultural meskipun berjalan dalam jangka waktu sangat panjang.1
Pada masa sebelum Indonesia merdeka pesantren telah berperan besar dalam melahirkan pejuang-pejuang yang tangguh dalam memperjuangkan kemerdekaan. Setelah kemerdekaan pesantren juga terus berperan dalam mencerdaskan anak bangsa, hal ini sangat senada dengan tujuan pendidikan nasional sendiri, yaitu mencerdaskan
1
Rohinah M. Noor, MA, KH.Hasyim Asy‟ari Memodernisasi NU & Pendidikan Islam, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2012), Cet. I, h. 88
(14)
kehidupan bangsa, sedangkan pesantren di era globalisasi walaupun sudah mendapat legitimasi dari pemerintah, namun ada juga pandangan dari kalangan masyarakat bahwa lulusan pesantren hanya bisa shalat dan mengaji.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki karakter khusus dalam perspektif wacana pendidikan nasional sekarang ini, sistem pesantren mendukung spekulasi yang bermacam-macam. Minimal ada tujuh teori yang mengungkap spekulasi tersebut. Teori pertama menyebutkan bahwa pesantren merupakan bentuk tiruan terhadap pendidikan Hindu dan Budha sebelum Islam datang di Indonesia. Teori kedua mengklaim berasal dari India. Teori ketiga menyatakan bahwa pesantren ditemukan di Baghdad. Teori keempat sumber dari perpaduan Hindu dengan Budha (pra Muslim di Indonesia). Teori kelima mengungkapkan dari kebudayaan Hindu-Budha dan Arab. Teori keenam menegaskan dari India dan orang Islam Indonesia. Teori ketujuh menilai dari India, Timur Tengah dan tradisi lokal yang lebih tua.2
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia, pesantren memiliki akar sejarah yang jelas. Menurut para ahli sejarah orang yang pertama kali mendirikan pesantren terdapat perselisihan pendapat, sehingga mareka menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan Syaikh Maghribi, dari Gurajat, India, sebagai pendiri pesantren yang pertama di jawa. Pesantren bukan hanya menekan misi pendidikan saja, melaikan juga dakwah, justeru misi kedua ini lebih menonjol. Lembaga pendidikan tertua ini selalu mencari lokasi untuk menyalur dakwah tersebut tepat sasaran sehingga terjadi benturan antara nilai-nilai yang dibawanya dengan nilai-nilai yang telah mengakar di masyarakat setempat.3
2
Mujamil Qomar, M.Ag, Pesantren dari Transformasi Metodelogi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: PT Glora Aksara Pertama, 2005), h. 10
3
(15)
Pengembangan yang mendesak untuk dilakukan di pesantren adalah pembaharuan yang bersifat horizontal, pembaharuan ini meliputi sistem pendidikan dan manajemen pesantren. Pembaharuan sistem pendidikan ini meliputi; jenis, jenjang dan sumberdaya pendidikan. Pembaharuan jenis pendidikan adalah dengan memasukan jenis pendidikan lain disamping pendidikan agama seperti pendidikan akademik atau pendidikan kejuruan (keterampilan). Jenis pendidikan akademik dimaksud untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di luar dunia pesantren, sehingga diperlukan sebuah pendekatan yang bersifat religius-dokteriner dalam menyampaikan misi pesantren, sedangkan pembaharuan pendidikan kejuruan adalah untuk menciptakan relevansi antara dunia pendidikan pesantren dengan kebutuhan masyarakat. Adapun pembaharuan jenjang pendidikan tingkat tinggi, pengembangan ini juga erat kaitnya dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di luar pesantren, sebagian pesantren sejak lama sudah mengadakan pembaharuan ini. Namun masih terbatas dengan pendidikan tinggi “keagamaan”, sedangkan pembaharuan sumber daya manusia adalah pengembangan pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan, baik manusia, dana, sarana prasarana. Pembaharuan ini erat kaitnya degnan kelangsungan hidup pesantren dimasa depan.4
Dalam manajemen pendidikan nasional, ada tiga faktor dalam sistem manajemen yaitu manajemen sebagai faktor upaya, organisasi sebagai faktor sarana, dan administrasi sebagai faktor karsa. Tiga kategori ini dapat diberikan arah dan perpaduan dalam merumuskan, mengendalikan pelaksanaan, mengawasi serta menilai pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam upaya mencapai suatu tujuan, kebutuhan pesantren akan kebutuhan manajemen yang mendukung dapat dikatakan cukup mendesak terutama bagi pesantren yang besar dan
4
M. Ali Hasan-Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2009), Cet. II, h. 104
(16)
memiliki jenis pendidikan yang beragam dengan jumlah santri yang besar pula. Untuk kategori ini dipandang perlunya menejer yang handal dan sangat mungkin seorang kiai dalam satu saat bertindak sebagai menejer. Karena ditangannyalah terletak tanggung jawab, wewenang, dan kiai harus bertanggu jawab terhadap setiap tindakan dan hasil yang dibuat oleh satuan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya.5
Perkembangan dalam dunia pendidikan yang sangat memberi pengaruh besar tidak terlepas dengan kurikulum di dalam satuan pendidikan itu sendiri, karena kurikulum merupakan alat yang penting dalam keberhasilan suatu pendidikan, tanpa kurikulum yang baik dan tepat maka akan sulit dalam mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang telah dicita-cita oleh suatu lembaga pendidikan, karena segala hal harus ada manajemennya bila ingin menghasilkan sesuatu yang baik, sesuai dengan apa yang diharapkan, maka hal yang menjadi tolak ukur paling berpengaruh di antaranya adalah kurikulum yang dikelola dengan baik, dimana kurikulum senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.
Berkaitkan dengan pesantren sebagai lembaga pendidikan, konsep kurikulum yang digunakan dalam pesantren tidak hanya mengacu kepada pengertian kurikulum sebagai materi semata-mata, malaikan jauh lebih luas dari itu, yakni menyangkut keseluruhan pengalaman belajar santri yang masih berada dalam tanggung jawab pesantren, sehingga misi dan cita-cita pesantren dapat berperan dalam pembangunan masyarakat.
Kurikulum yang digunakan di pondok pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan adalah kurikulum perpaduan antara kurikulum pemerintah (Kementerian Agama) dengan kurikulum pendidikan pesatren, yang tentunya hal ini akan banyak mata pelajaran yang diambil oleh santri sehingga manajemen kurikulum harus dipersiapkan secara tepat dan memberikan kenyamanan dalam belajar
5
(17)
para santri, sehingga lulusannya dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, baik di dalam maupun di luas negeri.
Manajemen kurikulum dengan sistem Tarbiyatul Mu‟alimin wal
Mu‟alimat Al-Islamiyah (TMI) harus bisa merubah cara pandang masyarakat yang keliru, hal ini juga harus didukung dengan prestasi yang dikuasai para santri, sehingga pandangan masyarakat terhadap pendidikan yang diterapkan di pondok pesatren pada akhirnya bisa memberi kontribusi besar kepada masyarakat.
Dari gambaran di atas tentunya tidak terlepas dengan peran seorang pimpinan atau tim penyusun kurikulum pesantren dalam manajemen kurikulum yang sangat berpengaruh bagi kemajuan lembaganya serta mempunyai kebijakan strategis untuk mendukung program pemerintah dalam hal mencerdaskan anak bangsa agar mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas dan berakhlak mulia. Hal yang perlu dipertimbangkan atau yang menjadi tolak ukur dalam menyusun kurikulum diantaranya adalah; guru, siswa (santri), sarana prasarana, dan tenaga kependidikan.
Perpaduan kurikulum pemerintah (Kementerian Agama) dengan kurikulum pendidikan pesantren pasti akan mempengaruhi proses pembelajaran yang berlangsung selama 24 (dua puluh empat) jam baik kegiatan intra kurikuler dan ekstra kurikuler, diantara progam ekstra kurikuler adalah sperti program Praktik Pengabdian Masyarakat (PPM), Keterampilan Wirausaha (Koperasi), Tahfiz al-qur‟an dan Pidato Tiga Bahasa (Arab, Inggeris dan Indonesai) dll, agar terbentuk karakter kepemimpinan, mental, dan kecekapan hidup kepada setiap santri. Proses pembelajaran yang efektif, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan evaulasi pembelajaran, karena pembelajaran yang dikelola dengan manajemen yang efektif diharapkan dapat mengembangkan potensi santri sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang terlekat pada santri dan dapat
(18)
membantu santri untuk berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Dari uraian di atas, manajemen dan kurikulum yang baik sangat penting dilakukan oleh pondok pesantren, maka peneliti merasa tertarik dan terpanggil untuk melakukan penelitian dengan judul “Manajemen
Kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang
Tangerang Selatan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Manajemen kurikulum dan sistem pembelajaran pondok pesantren kurang efektif.
2. Banyaknya mata pelajaran yang harus diambil oleh peserta didik.
3. Sarana dan prasarana kurang menunjang kegiatan pembelajaran. 4. Masih adanya masyarakat yang belum mengakui pendidikan
pesantren.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, banyak variabel yang memengaruhi menejemen kurikulum pesantren. Namun keterbatasan pada waktu, biaya, tenaga dan sebagainya maka penelitian ini penulis membatasi pada masalah Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana manajemen kurikulum pondok pesantren madinatunnajah jombang tangerang selatan.?
(19)
2. Faktor apa saja sebagai pendukung dan penghambat dalam manajemen kurikulum pondok pesantren madinatunnajah jombang tangerang selatan.?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui bagaimana manajemen kurikulum pondok pesantren madinatunnajah jombang tangerang selatan.
b. Mengetahui faktor apa saja yang mendukung dan faktor pengambat dalam manajemen kurikulum pondok pesantren madinatunnajah jombang tangerang selatan.
2. Manfaat Penelitian a. Akademis
1. Penelitian ini diharapakan dapat menjadi salah satu bahan kajian dalam upaya untuk mendalami manajemen kurikulum di suatu lembaga pendidikan, khususnya di Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui manajemen kurikulum pondok pesantren mu‟adalah, khusunya Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan.
3. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar studi perbandingan bagi penelitian lain yang sejenis. b. Praktis
1. Sebagai bahan masukan kepada pengelola madrasah di Pondok pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan, khususnya manajemen kurikulum, sehingga dapat dijadikan bahan tolak ukur untuk mengetahui
(20)
dengan jelas berhasil tidaknya dalam melaksanakan manajemen kurikulum pondok pesantren.
2. Untuk memperbanyak tetang teori dan konsep manajemen kurikulum di pondok pesantren. Disamping itu agar dapat dijadikan suatu perbaikan bila dalam pelaksanaannya masih terdapat kekurangan.
(21)
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Kata pesantren yang berasal dan kata santri dengan mendapat
awalan “pe” dan akhiran “an”, yang artinya tempat tinggal para santri
atau tempat murid-murid belajar mengaji dan sebagainya, istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengajar. Sumber lain menyebut bahwa kata itu berasal dari kata India Chasti dari akar kata Shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang lmu pengetahuan.6
Istilah pesantren sering disebut dalam bahasa sehari-hari dengan
tambahan kata “pondok” menjadi “pondok pesantren”. Dari segi bahasa, kata pondok dengan kata pesantren tidak ada perbedaan yang mendasar karena kata pondok berasal dari bahasa Arab Funduq yang artinya hotel atau pesantren. Dalam pemahaman masyarakat Indonesia dapat diartikan sebagai tempat berlangsungnya suatu pendidikan agama Islam yang telah melembaga sejak zaman dahulu, jadi pada hakikatnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan agama Islam.7
Dalam buku berjudul Pedoman Pembina Pondok Pesantren yang di keluar oleh Departemen Agama mendefinisikan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non-klasikal di mana seorang kiai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal dalam pondok pesantren tersebut.8
6
Iskandar Engku, M.A & Siti Zubaidah, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Rosdakarya, 2012), Cet. I, h. 172
7
Ibid., h. 172
8
Ibid., h. 172
(22)
Secara umum pesantren dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf atau modern. Pesantren salaf adalah pendidikannya semata-mata berdasarkan pada pola pengajaran klasikal atau lama, yakni berupa pengajian kitab kuning dengan metode klasikal serta belum dikombinasikan dengan pola pendidikan modern, jenis pesantren ini pun bisa meningkat dengan membuat kurikulum tersendiri. Pesantren khalaf adalah pesantren yang disamping tetap dilestarikan unsur-unsur utama pesantren, juga memasukan kedalamnya unsur-unsur modern yang ditadai dengan sistem klasikal atau sekolah yang adanya ilmu-ilmu umum yang digabung dengan pola pedidikan pesantren klasikal.
Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan yang diperbarui pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah. Pesantren ini menyelenggarakan kegiatan kepesantrenan dan kegiatan pendidikan formal, baik itu jalur umum (SD, SMP dan SMA) maupun jalur berciri khas agama Islam (MI, MTs, MA, MAK). Biasanya kegiatan pembelajaran kepesantrenan pada pondok pesantren yang ini memiliki kurikulum pondok pesantren yang klasikal dan berjenjang.9
Dengan demikian dapat dikatakan, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mempunyai kekhasan tersendiri, dimana seorang kiai sebagai figure pemimpin dan santri sebagai objek yang diberikan ilmu agama dan asrama sebagi tempat tinggal para santri.
2. Tipologi Pondok Pesantren
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalamai perkembangan bentuk sesuia dengan perubahan zaman, terutama adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan bentuk pesantren bukan berarti sebagai pondok pesantren yang telah
9
(23)
hilang keikhlasannya. Dalam hal ini pondok pesantren tetap menjadi lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat untuk masyarakat.
Secara umum masyarakat mengelompokan pondok pesantren dalam dua kategori yaitu: (1) pondok pesantren salaf dan (2) pondok pesantren modern. Sebenarnya ada tiga betuk pondok pesantren yaitu: (1) bentuk salaf murni, dengan karakteristik yaitu: hanya menyelenggarakan kajian kitab-kitab kuning yang dikategorikan sebagai mu‟tabarah dengan sistem bejalar seorang dan badongan, (2) bentuk salaf yang dikombinasikan dengan sistem lain yaitu menyelenggarakan pengajian kitab kuning dan membuka sistem madrasi (klasika) dan (3) Bentuk non-salaf yaitu pesantren yang menyelenggarakan sistem klasikal dan tidak membuka pengajian kitab kuning sebagai materi utamanya.10
3. Elemen Pondok Pesantren
Setidaknya pesantren memiliki lima elemen dasar, yaitu: kiai, santri, masjid, pondok, dan kitab kuning sebagai elemen unik yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan liannya. Secara rinci kelima elemen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kiai
Kiai memiliki peran yang sangat esensial dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan pondok pesantren. Sebagai pemimpin pesantren, keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karisma dan wibawa, serta keterampilan seorang Kiai.
2. Masjid
Hubungan antara pendidikan Islam dan masjid sangat erat dalam tradisi Islam di seluruh dunia. Masjid sebagai pusat pendidikan
10
(24)
rohani, sosial, politik, dan pendidikan Islam, masjid memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Dalam konteks pesantren, masjid diangap sebagai
“tempat praktek solat lima waktu, khutbah, pengajaran kitab-kitab
Islam klasik dan solat jum‟at”
3. Santri
Santri merupakan unsur yang penting dalam perkembangan sebuah pesantren, karena langkah pertama dalam membangun pesantren adalah harus ada murid yang datang belajar dari seorang alim. Sanrti biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu: santri kalong dan santri mukim. Santri kalong adalah santri yang tidak menetap dalam pondok pesantren. Sedangkan santri mukim adalah santri yang menetap dalam pondok pesantren.
4. Pondok
Pondok adalah tempat sederhana yang merupakan tempat tinggal kiai bersama para santri. Selain sebagai asrama para santri, pondok juga digunakan untuk tempat mengembangkan keterampilan kemandiriannya agar mareka siap hidup mendiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren.
5. Kitab Kuning
Kitab Islam klasik yang dikarang oleh para ulama dahulu. Dikalangan pesantren kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning. Pada zaman dahulu pengajaran kitab kuning merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren.11
4. Tujuan Pondok Pesantren
Tujuan umum pondok pesantren adalah membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua aspek
11
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Nasional, 2011), h. 79
(25)
kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara.
Adapun tujuan khusus pondok pesantren adalah sebagai berikut: a. Mendidik santri anggota masyarakat untuk menjadi orang muslim
yang bertakwa kepada Allah SWT, berkhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila.
b. Mendidik santri untuk menjadi manusia muslim selaku kader-kader ulama yang mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan ajaran Islam secara utuh dan dinamis.
c. Mendidik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental spiritual.
d. Mendidik santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.12
Menurut M. Arifin bahwa tujuan didirikannya pendidikan pesantren pada dasarnya terbagi pada dua yaitu:
a. Tujuan Khusus
Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.
b. Tujuan Umum
Yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar dan melalui ilmu dan amalnya.
Dari beberapa tujuan di atas dapat disimplkan bahwa tujuan pondok pesantren berfungsi sebagai alat Islamisasi sekaligus
12
(26)
memadukan tiga unsur pendidikan yakni: 1) ibadah untuk menanamkan iman, 2) tabligh untuk menyebarkan ilmu, dan 3) amal untuk mewujudkan kegiatan masyarakat sehari-hari.
5. Fungsi Pondok Pesantren
Dari waktu ke waktu fungsi pesantren berjalan secara dinamis, berubah dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat global. Pada awalnya lembaga tradisional ini mengembangkan fungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama. Azyumardi Azra menyebut ada tiga fungsi utama pesantren, yaitu 1) transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam, 2) pemeliharaan tradisi Islam, dan 3) reproduksi ulama.
Dalam perjalannya hingga sekarang pesantren sudah menyelenggarakan pendidikan formal baik berupa sekolah umum, madrasah dan perguruan tinggi. Disamping itu pesantren sudah menyelenggarakan pendidikan non formal berupa madrasah diniyah yang mengajarkan bidang ilmu-ilmu agama saja. Pesantern juga mengembangkan pendidikan fungsinya sebagai lembaga solidaritas sosial dengan melayani semua lapisan masyarakat muslim tanpa membedakan sosial ekonomi mareka.13
Fungsi dan peran pesantren dalam kaitan dengan arus perubahan adalah memproyeksikan nilai-nilai transendental dalam dataran praksis sebagai nilai yang hidup dan dipraktikan melalui proses pembinaan yang dilakukan secara sistematis dan simultan.14 Pondok pesantren memiliki fungsi yang sesuai dengan fungsi pendidikan nasional sebagai pencetak generasi bangsa yang intelek yang dilandasi nilai-nilai keislaman dan integritas. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berperan terhadap perubahan dan pembangunan nasional.
13
Sulthon & Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), h. 91.
14
(27)
Dengan demikian pesantren telah terlibat dalam menegakan negara dan mengisi pembangunan sebagai pusat perhatian pemerintah. Hanya saja dalam kiatan dengan peran tradisional, sering diidentifikasi memiliki tiga peran penting dalam masyarakat Indonesia; 1) Sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu Islam tradisional, 2) Sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan Islam tradisional, dan 3) Sebagai pusat reproduksi ulama. Lebih dari itu pesantren tidak hanya memainkan tiga peran tersebut, tetapi juga menjadi pusat penyuluh kesehatan, pusat pengembangan teknologi tepat guna bagi masyarakat pedesaan, pusat usaha-usaha penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup dan lebih penting lagi menjadi pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitarnya.15
6. Kurikulum Pondok Pesantren
Kurikulum pesantren senantiasa mengacu pada pengertian yang luas, sehingga bisa meliputi kegiatan-kegiatan intra-kurikuler maupun ekstra-kurikuler, dan bisa melibatkan di samping aktivitas yang diperankan oleh santri juga diperankan oleh kiai. Demikian juga kegiatan-kegiatan yang memiliki bobot wajib diikuti maupun sekadar anjuran termasuk liputan kurikulum.16
Pemaknaan kurikulum dalam pandangan para ahli pendidikan telah mengalami pergeseran secara horizontal. Kurikulum dipahami sebagai sejumlah mata pelajaran di sekolah yang harus ditempuh untuk mendapat ijazah atau tingkat, maka sekarang pengertian tersebut berusaha diperluaskan. Kurikulum yang dimaksudkan adalah segala sesuatu usaha yang ditempuh sekolah untuk memengaruhi belajar, baik berlangsung di dalam kelas dan di halaman sekolah, maupun di luar kelas. Kurikulum pesantren dalam wacana selanjutnya senantiasa mengacu kepada pengertian yang luas, sehinga bisa meliputi
15
Mujamil Qomar, M.Ag, Op. Cit., h. 25
16
(28)
kegiatan intra-kurikuler maunpun ekstra-kurikuler, dan bisa melibakan disamping aktivitas yang diperankan santri juga diperankan kiai.17
Dengan variasinya kurikulum, maka ada lembaga pendidikan pesantren yang lebih mengkhususkan diri pada bidang fikih, ada pula yang mengkhususkan nahwu shoraf dan lain sebagainya. Bahkan pada perkembangan selajutnya terdapat beberapa pesantren yang khusus muncul keahlian tidak hanya dibidang keagamaan, misalnya pertanian, koperasi dan sebagainya.
Kurikulum yang dikembangakan di pesantren pada saat ini dapat dibedakan menjadi dua jenis sesuai dengan jenis pola pesantren itu sendiri, yaitu:
1. Pesantren Salaf (tradisional)
Kurikulum pesantren salaf yang statusnya sebagai lembaga pendidikan non-formal hanya mempelajari kitab-kitab klasik yang meliputi: Tauhid, Tafsir, Hadis, Usul Fiqh, Tasawuf, Bahasa Arab (Nahwu, Shoraf, Balaghoh Dan Tajuwid), Mantik, Akhlak. Pelaksanaan kurikulum pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab. Jadi ada tingkat awal, menengah, dan lanjutan.
Itulah gambaran sekilas isi kurikulum pesantren salafi yang umumnya keilmuan Islam digali dari kitab-kitab klasik dan pemberian keterampilan yang bersifat pragmatis dan sederhana. 2. Pesantren Modern
Pesantren jenis ini yang mengkombinasikan antara pesantren salafi dengan medel pendidikan formal dengan mendirikan satuan pendidikan semacam SD/MI,SMP/MTs, SMA/SMK/MA bahkan sampai pada perguruan tinggi. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum pesantren salaf yang diadaptasikan dengan kurikulum pendidikan Islam yang disponsori oleh pemerintah (Kementrian Agama) dalam sekolah (Madrasah), sedangkan kurikulum khusus
17
(29)
pesantren dialokasikan dalam muatan lokal atau diterapkan malalui kebijaksanaan sendiri.
Gambaran kurikulum lainnya adalah pada pembagian waktu belajar, yaitu mareka belajar keilmuan sesuai dengan kurikulum yang ada di perguruan tinggi (madrasah) pada waktu kuliah, sedangkan waktu selebihnya dengan jam pelajaran yang dapat dari pagi sampai malam untuk mengkaji keilmuan Islam khas pesantren (pengajian kitab klasik).18
Kurikulum pondok pesantren yang setara (mu‟adalah) dengan pemerintah penulis akan uraikan sebagai mana berikut:
a. Landasan Filosofi
Kurikulum Satuan Pendidikan Mu‟adalah dikembangkan dengan
landasan filosofi yang berdasarkan nilai-nilai kepesantrenan untuk mengembangkan memberikan dasar bagi upaya mengembangkan kapasitas peserta didik menjadi manusia muslim Indonesia yang berkualitas yang mengenai ilmu-ilmu agama Islam dan mampu berkontribusi dalam kehidupan sosial. Landasan filosofi yang dijadikan
pijakan dalam pengembangan kurikulum satuan pendidikan mu‟adalah
seperti berikut:
1) Pendidikan Mu‟adalah berakar pada tradisi pesantren dalam rangka membentuk manusia seutuhnya yang mampu menjalankan peran kekhalifahan di muka bumi dan sekaligus sebagai hamba Allah yang harus mengabdikan dirinya semata-mata kepada Allah dalam menjalankan peran tersebut.
2) Kurikulum satuan pendidikan mu‟adalah dikembangkan dalam rangka dasar yang menempatkan peserta didik sebagai subjek pengetahuan. Kurikulum diarahkan untuk dapat mengembangkan kapasitas peserta didik sebagai pribadi yang bukan hanya sekadar mendapatkan pengetahuan keagamaan dari kyai atau ustad, tetapi
18
Ridwan Abawihda, Kurikulum Pendidikan Pesantren dan Tentangan Perubahan Global, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 117
(30)
juga dapat memperoleh dan mengembang pengetahuan melalui interaksi dengan sesama santri, masyarakat atau sumber belajar lain.
b. Landasan Sosiologi
Kurikulum satuan pendidikan mu‟adalah dikembangkan atas dasar
pengakuan adanya praktik pendidikan yang sangat baik yang berlangsung di pesantren dalam rangka mengembang potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggujawab sebagaimana termaktub dalam tujuan pendidikan nasional. Praktik pendidikan yang sangat baik ini mengkristal pada tradiri kultural yang ada di pesantren. Pendidikan di pesantren tidak bertujuan untuk mengajar materi, kekuasaan dan keagungan duniawi, tetapi dilakukan semata-mata merupakan pengamalan atas kewajiban dan pengabdian kepada Allah SWT.
Pengembangan kurikulum pada satuan pendidikan mu‟adalah juga didasarkan atas tradisi yang berorientasi pada pengauasaan kitab kuning yang merupakan salah satu karakteristik pesantren di tanah air dalam upaya mencetak kader ulama yang mutafaqqih fid din yang bertumpu pada nilai-nilai kultural yang mederat (tasamuh). Kegiatan penguasaan kitab kuning ini dilakukan tidak hanya di ruang kelas, tetapi juga di luar kelas, dengan masjid sebagai sentral berbagai kegiatan pesantren.
c. Landasan Psikopedagogis
Kurikulum satuan pendidikan mu‟adalah dikembangkan atas dasar
tradisi epistemologi Islam yang meyakini bahwa ilmu tidak hanya diperoleh melalui kajian eksperimen yang dikalukan secara rasional, tetapi juga merupakan nur Allah yang terpacar kedalam hati manusia yang meniscayakan adanya kesucian. Seiring dengan itu maka pembelajaran dalam kurikulum satuan pendidikan mu‟adalah dipahami bukan sekadar sebagai proses capaian rasional secara kasbi, tetapi juga
(31)
merupakan suatu proses intuitif suci secara ladunni dari Allah SWT kepada peserta didik. Oleh karena itu, dalam pembelajaran satuan
pendidikan mu‟adalah perlu dibarengi dengan proses penyucian hati
yang dilakukan melalui berbagai kegiatan ubudiyah, mujahadah dan riyadhah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bukan untuk mencari kemegahan dan kedudukan.19
d. Landasan Yuridis
Landasan yuridis pengembangan kurikulum pada satuan
pendidikan mu‟adalah adalah:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Ungang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2015 tentang perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan keagamaan;
5. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 13 tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam;
6. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2014 tentang Satuan Pendidikan Mu‟adalah dapa Pondok
Pesantren.20
7. Pelaksanaan Kurikulum Pondok Pesantren
Terkait dengan pelaksanaan kurikulum pesantren, seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk dapat mengadopsi atau
19
Kementerian Agama RI, Kerangka Dasar Dan Strutur Kurikulum Satuan Pendidikan Mu‟adalah Salafiyah Setingkat Madrasah Aliyah, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren Tahun 2015. h. 7-9
20
Kementerian Agama RI, Pedoman Pendidikan Diniyah Formal, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren, Tahun 2015. h. 157
(32)
mengadaptasi teori-teori pembelajaran dari teori yang digunakan dengan teori yang baru, yang salah satunya sebagaimana tertuang dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kurikulun didasarkan pada kompetensi, perkembangan dan kondisi santri untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini santri harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.
2. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) belajar untuk memahami dan menghayati; (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain; dan (5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang efektif, aktif, kreatif, dan menyenangkan.
3. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan santri mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi santri dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi santri yang berdimensi ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
4. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan santri dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat dengan prinsip tut wuri handayani, ing madyo mangun karso, ing ngarso sung tulodo (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
(33)
5. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
6. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. 7. Kurikulum dilaksanakan mencakup seluruh komponen
kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri, diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antara kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.21
Dengan demikian dapat katakan bahwa ketujuh prinsip tersebut harus diperhatikan, karena pembelajaran merupakan proses menciptakan santri belajar. Untuk itu, pembelajaran harus dimulai dari perencanaan, pelaksanaan (proses) dan penilaian hasil belajar. Evaluasi proses pembelajaran dengan kata lain, pelaksanaan kurikulum merupakan proses pembelajaran atau interaksi edukatif antara guru yang menciptakan suasana belajar dan santri yang merespon terhadap usaha guru tersebut.
B. Manajemen Kurikulum
1. Pengertian Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum adalah suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematis dalam rangka mewujudkan tercapainya kurikulum. Dalam pelaksanaannya manajemen kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Oleh karena itu, otonomi yang diberikan kepada lembaga pendidikan dalam mengelola kurikulum secara mandiri dengan
(34)
memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian sasaran dalam visi misi lembaga pendidikan atau sekolah tidak mengambil kebijakan nasional yang telah ditetapkan.22
Manajemen kurikulum mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum. Dalam manajemen kurikulum kegiatan dititikberatkan pada usaha-usaha pembinaan situasi belajar di sekolah agar selalu terjamin kelancarannya. Kegiatan manajemen kurukulum di antaranya sebagai berikut:
a. Perencanaan kurikulum
Perencanaan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membina siswa kearah perubahan tingkah laku yang diinginkan dan menilai sampai mana perubahan-perubahan telah terjadi pada diri siswa. Di dalam perencanaan kurikulum minimal ada lima hal yang memengaruhi perencanaan dan pembuat keputusan, yaitu filosopis, materi, manajemen pembelajaran, pelatihan guru, dan sistem pembelajaran.
b. Pelaksanaan kurikulum
Pembelajaran di kelas merupakan tempat melaksanakan kurikulum dan menguji kurikulum. Dalam kaitan pembelajaran semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan, yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata. Oleh karena itu guru adalah kunci pemegang pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum. Guru bertindak sebagai perencana, pelaksana dan penilai serta pengembang kurikulum yang sebenarnya.
c. Evaluasi kurikulum
Evaluasi kurikulum yang efektif lebih bersifat komprehensif yang di dalamnya meliputi pengukuran. Di samping itu evaluasi pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan
22
(35)
tentang nilai suatu objek. Keputusan evaluasi tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran saja, dapat pula didasarkan pada hasil pengamatan. Baik yang didasarkan pada hasil pengukuran maupun bukan pengukuran, pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu program atau kurikulum.23
Terdapat lima prinspi yang harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen kurikulum, yaitu:
1. Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek yang harus dipertimbangkan dalam manajemen kurikulum. Pertimbangan bagaimana peserta didik dapat mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum yang harus menjadi sasaran dalam manajemen kurikulum.
2. Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan demokrasi yang menempatkan pengelola, pelaksanaan dan subjek didik pada posisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab untuk mencapai kurikulum. 3. Koopratif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam
kegiatan manajemen kurikulum perlu adanya kerja sama yang positif dari berbagai pehak yang terlibat.
4. Efektifitas dan efisiansi, rangkaian manajemen kurikulum harus mempertimbangkan efektifitas dan efisiansi untuk mencapai tujuan kurikulum sehingga kegiatan kurikulum tersebut memberi hasil yang berguna dengan biaya, tenaga, dan waktu yang relatif singkat. 5. Mengarahkan visi mivi dan tujuan, yang ditetapkan dalam
kurikulum, proses manajemen kurikulum harus dapat memperkuat dan mengarahkan visi, misi dan tujuan kurikulum.24
Dalam proses pendidikan perlu dilaksanakan manajemen kurikulum agar perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum
23
Ibid., h. 21
24
(36)
berjalan lebih efektif, efisian dan optimal dalam memberdayakan berbagi sumber belajr, pengalaman belajr, maupun komponen kurikulum. Ada beberapa fungsi dari manajemen kurikulum di antaranya sebagai berikut:
1. Meningkatkan efisiansi pemanfaatan sumberdaya kurikulum, pemberdayaan sumber maupun komponen kurikulum dapat ditingkatkan melalui pengelolaan yang terencana dan efektif. 2. Meningkatkan keadilan dan kesempatan pada siswa untuk
mencapai hasil yang maksimal, kemampuan yang maksimal dapat dicapai oleh peserta didik tidak hanya melaui kegiatan instrakurikuler, tapi juga ekstrakurikuler dan kokurikuler yang dikelola secara integritas dalam mencapai tujuan kurikulum.
3. Meningkatkan relevansi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar peserta didik, kurikulum yang dikelola secara efektif dapat memberikan kesempatan dan hasil yang relevan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkuangan sekitar.
4. Meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam mencapai tujuan pembelajran, pengelolaan kurikulum yang profesional, efektif dan terpadu dapat memberikan motivasi pada kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam belajar.
5. Meningkatkan efisiansi dan efektifitas proses belajar mengajar, proses pembelajaran selalu dipantau dalam rangka melihat konsistensi antara desain yang telah direncanakan dengan pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian ketidaksesuaian antara desain dengan implementasi dapat dihindarkan.
6. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu mengembangkan kurikulum, kurikulum yang dikelola secara profesional akan melibatkan masyarakat, khususnya dalam mengisi
(37)
bahan ajar atau sumber belajar perlu disesuaikan dengan ciri khas kebutuhan pembangunan daerah setempat.25
Keberhasilan manajemen kurikulum sangat dipengaruhi oleh faktor manusianya, mulai dari tingkat tpo leader (ditingkat pusat) sampai dengan tingkat pelaksana dilapangan (guru). Tentu dalam pelaksanaannya, orang tersebut harus didukung oleh sumber-sumber lian, seperti sarana dan prasarana, biaya, waktu, teknologi, termasuk kemampuan manajerialnya.26
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen kurikulum adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk memudahkan mengelola pendidikan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang di awali dari tahap perencanaan dan di akhiri dengan evaluasi program, agar kegiatan belajar mengajar dapat terarah dengan baik.
2. Runglingkup Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan bagian integral dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan manajemen berbasis sekolah (MBS). Runglingkup manajemen kurikulum meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Pada tingkat satuan pendidikan kegiatan kurikulum lebih mengutamakan untuk merealisasikan dan merelevansikan kebutuhan daerah dan kondisi di sekolah yang bersangkutan, sehingga kurikulum tersebut merupakan kurikulum yang intergritas dengan peserta didik maupun dengan lingkungan sekolah.27
Pokok kegiatan utama studi manajemen kurikulum adalah meliputi bidang perencanaan dan pengembangan, pelaksanaan dan perbaikan kurikulum. Manajemen perencanaan dan pengembangan kurikulum berdasarkan asumsi bahwa: telah tersedia informasi dan data tentang
25
Ibid., h. 5
26
Zainal Arifin, M.Pd, Konsep dan Model Perkembangan Kurikulum, (Bandung :PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 23-26.
27
(38)
masalah-masalah dan kebutuhan yang mendasari disusunnya perencanaan yang tepat. Manajemen pelaksanaan kurikulum berdasarkan asumsi bahwa kurikulum telah direncanakan sebelumnya dan siap dioprasionalkan. Manajemen perbaikan kurikulum berdasarkan asumsi bahwa, perbaikan kurikulum di sekolah perlu diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan mutu pendidikan. Evaluasi kurikulum berdasarkan asumsi bahwa perbaikan, perencanan dan pengembangan, pelaksanaan, pengadministrasian, evaluasi dan perbaikan kurikulum bergerak dalam satuan sistem dalam siklus yang berkesinambungan dalam lingkaran proses sistem pendidikan menyeluruh.28
3. Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Kurikulum
Di samping perencanaan yang merupakan tujuan pendidikan dan susunan bahan pelajaran, pemerintah pusat mengeluarkan pedoman-pedoman umum yang harus diikuti oleh sekolah untuk menyusun perencanaan yang sifatnya operasional di sekolah, pedoman-pedoman tersebut antara lain berupa: struktur program, program penyusunan akademik, pedoman penyusunan program pelajaran, pedoman program rencana mengajar, pedoman penyusunan program satuan pelajaran, pembagian tugas guru, pengaturan siswa ke dalam kelas.
a. Struktur Program
Struktur program adalah susunan bidang pelajaran yang harus dijadikan pedoman pelaksanaan kurikulum disuatu jenis dan jenjang pendidikan. Berdasarkan struktur sekolah dapat menyusun jadual pelaksanaan pelajaran disesuaikan dengan kondisi sekolah asal tidak menyimpang dari ketentuan yang ada
b. Penyusunan Jadual Pelajaran
Penyusunan Jadual Pelajaran adalah urutan mata pelajaran sebagai pedoman yang harus diikuti dalam pelaksanaan pembagian
28
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. XII, h. 20
(39)
pelajaran. Jadual bermanfaat sebagai pedoman bagi guru, siswa maupun kepala sekolah
c. Penyusunan kalender pendidikan
Menyusun rencana kerja sekolah untuk kegiatan selama satu tahun merupakan bagian manajemen kurikulum terpenting yang harus sudah tersusun sebelum ajaran baru
d. Pembagian tugas guru
Prinsip manajemen yang sering di kehendaki dilaksanakan di
Indonesia adalah “bottom up policy” bukan “top down policy” yaitu menampung pendapat bawahan sebelum pimpinan memutuskan suatu kebijakan, atau keputusan didasarkan atas musyawarah bersama. Oleh karena itu maka mengadakan pembagian tugas guru, kepala sekolah tidak main perintah atau main tunjuk tetapi dibicarakan dalam rapat meja guru sebelum tahun ajaran dimulai. e. Pengaturan atau penempatan siswa dalam kelas
Pengaturan siswa dalam kelas sebaiknya sudah dilakukan bersama waktu dengan pendaftaran ulang siswa tersebut. Hal ini akan mempermudah siswa baru pada peristiwa hari baru masuk ke sekolah. Oleh karena kemampuan siswa belum kenal, maka yang di pakai untuk pertimbangan penempatan ke kelas antara lain: jenis kelamin, asal sekolah, dll.
f. Penyusunan rencana mengajar
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh guru setelah menerima tugas untuk tahun ajaran yang akan datang adalah mempersiapkan segala sesuatu agar apabila sudah sampai saat melaksanakan mengajar tinggal memusatkan perhatian pada lingkup yang khusus yaitu interaksi belajar mengajar.29
29
Suharsimi Arikunto & Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yogjakarta: Aditya Media, 2008), h. 133-138
(40)
4. Komponen-Komponen Kurikulum
Mengingat bahwa fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan, kurikulum memiliki bahgian-bahgian penting dan penunjang yang dapat mendukung oprasinya dengan baik. Bahgian-bagian ini disebut komponen yang saling berkaitan, berintraksi dalam berupaya mencapai tujuan.
a. Menurut Hasan Langgulung ada 4 komponen utama kurikulum yaitu:
1) Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk dengan kurikulum tersebut.
2) Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang disebut mata pelajaran.
3) Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi murid untuk membawa mareka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4) Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan kurikulum tersebut.
b. Menurut Penulis komponen kurikulum itu meliputi:
1) Tujuan yang ingin dicapai meliputi: (a) tujuan akhir, (b) tujuan umum, (c) tujuan khusus, (d) tujuan sementara. Di dalam kurikulum berbasis kompetensi seorang pendidik harus pula dapat merumuskan kompetensi yang ingin dicapai yaitu: (1) kompetensi lulusan, (2) kompetensi lintas kurikulum, (3) kompetensi mata pelajaran, (4) kompetensi dasar.
(41)
2) Isi kurikulum
Berupa materi pembelajaran yang diprogram untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Materi tersebut disusun kedalam silabus, dan dalam mengaplikasikannya dicantumkan pula dalam satuan pembelajaran dan rencana pembelajaran. 3) Media (sarana dan prasarana)
Media sebagai sarana perantara dalam pembelajaran untuk menjabarkan isi kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Media tersebut berupa benda (materi) dan bukan benda (non materi).
4) Strategi
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta teknik mengajar yang digunakan. Dalam strategi termasuk juga komponen penunjang lain seperti : (a) sistem administrasi, (b) pelayanan BK, (c) remedial, (d) pengayaan, dsb.
5) Proses pembelajaran
Komponen ini sangat penting, sebab diharapkan melalui proses pembelajaran ini akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran dituntut sarana pembelajaran yang kondusif, sehingga memungkinkan dan mendorong kreativitas peserta didik dengan panduan pendidik.
6) Evaluasi
Dengan evaluasi (penilaian) dapat di ketahui cara pencapaian tujuan.30 Evaluasi ditunjukan untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
30
(42)
5. Fungsi-Fungsi Manajemen Kurikulum
Paradigma baru pendidikan tersebut akan berpengaruh terhadap tatanan manajemen kurikulum, khususnya pada perecanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi kurikulum. Secara garis besar terdapat beberapa kegiatan berkenaan dengan fungsi manajemen kurikulum dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Perencanaan kurikulum
Perencanaan kurikulum adalah perencanaan kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membina siswa ke arah perubahan tingkah laku yang diinginkan dan penilaian hingga mana perubahan-perubahan telah terjadi dapa diri siswa.
a. Fungsi perencanaan kurikulum
Pimpinan perlu menyusun rencana kurikulum secara cermat, teliti, menyeluruh dan rinci, karena memiliki multi fungsi sebagai berikut:
1. Perencanaan kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau alat manajemen, yang berisi petunjuk tentang jenis dan sumber peserta yang diperlukan, media penyampaiannya, tindakan yang perlu dilakukan, sumber biaya, tenaga, sarana yang diperlukan, sistem kontrol dan evaluasi, peran dan unsur-unsur ketenagaan untuk mencapai tujuan manajemen operasional.
2. Perencanaan kurikulum sebagai penggerak roda organisasi untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat sesuai dengan tujuan organisasi. Perencanaan kurikulum yang matang besar sumbangannya terhadap pembuatan keputusan oleh pimpinan, dan oleh karenanya perlu memuat informasi kebijakan yang relevan, disamping seni kepemimpinan dan pengetahuan yang telah dimilikinya.
(43)
3. Perencanaan kuruikulum berfungsi sebagai motivasi untuk melaksanakan sistem pendidikan sehingga mencapai hasil optimal.31
2. Pelaksanaan kurikulum
Pelaksanaan kurikulum dibagi menjadi dua tingkat yaitu pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah dan tingkat kelas. Dalam tingkat sekolah yang berperan adalah kepala sekolah, dan pada tingkat kelas yang berperan adalah guru. Walaupun dibedakan tugas kepala sekolah dengan guru dalam pelaksanaan kurikulum serta diadakan perbedaan tingkat dalam pelaksanaan administrasi, yaitu tingkat kelas dan tingkat sekolah, namun dalam pelaksanaan administrasi kurikulum tersebut senantiasa bergandengan dan bersama-sama bertanggungjawab melaksanakan proses administrasi kurikulum.
a. Pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah
Pada tingkat ini kepala sekolah bertanggung jawab untuk malaksanakan kurikulum di lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah wajib melakukan kegiatan-kegiatan yakni menyusun rencana tahunan, menyusun jadual pelaksanaan kegiatan, memimpin rapat dan membuat notula rapat, membuat statistik dan menyusun laporan.
Pada umumnya pimpinan harus memiliki sikap/tingkah laku tertentu yang justru merupakan kelebihan dibandingkan dengan bawahannya yang dipimpin sikap/tingkah laku tersebut antara lain: 1) Mampu mengelola sekolah, 2) Kemampuan profesional atau keahlian dalam jabatannya, 3) Bersikap rendah hati dan sederhana, 4) Bsersikap menolong, 5) Sabar dan memiliki kestabialan emosi. (6) Percaya diri, 7) Berfikir kritis.
31
(44)
b. Pelaksanaan kurikulum tingkat kelas
Pembagian tugas guru harus diatur secara administrasi untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kurikulum di lingkungan kelas. Pembagian tugas tersebut meliputi tiga jenis kegiatan administrasi yaitu: 1) Pembagian tugas mengajar, 2) Pembagian tugas pembinaan ekstra kurikulum, 3) Pembagian tugas bimbingan belajar.
3. Penilain kurikulum
Sistem penialaian kurikulum adalah proses pembuatan pertimbangan berdasarkan seperangakt kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan untuk membuat keputusan mengenai kurikulum. Ada tiga faktor utama yang perlu diperhatikan antaranya adalah:
1. Pertimbangan adalah pangkal pembuatan keputusan yang menentukan hasil penilaian untuk ini dibutuhkan informasi yang akurat, releven dan dapat dipercayai, sehingga pertimbangan yang dilakukan dan keputusan yang dihasilkan efektif.
2. Deskripsi objek penilaian adalah perubahan yang terjadi sebagai produk suatu kurikulum pendidikan. Produk itu perlu dirinci agar lebih jelas, dapat diamati dan terukur. 3. Kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan adalah
ukuran-ukuran yang digunakan untuk menilai suatu objek, dalam hal ini adalah kurikulum diklat tenaga program.
a. Fungsi penilaian kurikulum
1) Edukatif, untuk mengetahui kedayagunaan dan keberhasilan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan latihan.
2) Intruksional, untuk mengetahui pendayagunaan dan keterlaksanaan kurikulum dalam rangka pelaksanaan proses belajar mengajar dan proses diklat.
(45)
3) Diagnosis, untuk memperoleh informasi masukan dalam rangka perbikan kurikulum diklat.
4) Administratif, untuk memperoleh informasi masukan dalam rangka pengelolaan program diklat.
Penilaian kurikulum diklat berdasarkan asas-asas sebagai berikut: 1) Rasional, artinya berdasarkan pertimbangan yang mendasarkan objektif, 2) Spesifikasi, artinya mengandung tujuan yang jelas dan khusus, 3) Manfaat, artinya bermanfaat sesuai dengan hakikat peserta yang mempelajari kurikulum tersebut, 4) Efektivitas, artinya mengacu kepada ciri-ciri dan kondisi yang perlu untuk menentukan dampak kurikulum, 5) Kondisi, artinya persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan kurikulum, 6) Praktis, artinya mengacu kepada faktor-faktor dasar yang menunjang kurikulum, 7) Desiminasi, artinya berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
b. Tujuan penilaian kurikulum
Untuk memperoleh informasi yang akurat sebagai bahan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang meliputi:
1) Keputusan tentang perencanaan kurikulum yang mengarah ke pencapaian tujuan umum dan tujuan khusus.
2) Keputusan tentang komponen masukan kurikulum, seperti ketenagaan, sarana prasarana, waktu dan biaya.
3) Keputusan tentang implementasi kurikulum yang mengarahkan kegiatan-kegiatan pengajaran dan latihan. 4) Keputusan tentang produk kurikulum yang menyangkut efek
dan dampak program pendidikan.32
Sebagai sebuah lembaga pendidikan, lebih banyak memfokuskan diri kepada kegiatan akademik. Visi sekolah merupakan sebuah janji sekolah kepada manyarakat yang harus dicapai melalui berbagai
32
(46)
kegiatan sekolah, terutama kegiatan dalam bidang akademik yang merupakan bagian besar dalam sistem manajemen sekolah merencanakan suatu kegiatan akademik, yang mana rencana tersebut kemudian dituangkan dalam suatu dokumen yang disebut kurikulum.
6. Pengembangan Kurikulum Pesantren
Pengembangan kurikulum pesantren pada dasarnya tidak terlepas dari visi pembangunan nasional yang berupaya menyelamatkan dan memperbaiki kehidupan nasional yang tertera dalam garis besar hukum Negara. Oleh karena itu pengembangan tersebut hendaknya mengakomodasi tuntutan-tuntutan sistematik (Depdiknas, Depag).
Secara konseptual, sebenarnya lembaga pesantren potimis akan mampu memenuhi tuntutan reformasi pembangunan nasional di atas dapat dibangun melalui perubahan kurikulum pesantren yang berusaha membekali peserta didik untuk menjadi subjek pembangunan yang mampu menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif dan profesional pada bidangnya masing-masing.
Realitas menunjukan pada saat ini lembaga pesantren telah berkembang secara bervariasi baik dilihat dari segi isi (kurikulum) dan bentuk/manajemen/struktur organisasi. Hasan Basri (Dalam Nata, 2001:120-121) mengembangkan lembaga non formatif ini kedalam lima pola, yakni: 1) pesantren yang hanya terdiri dari masjid dan rumah kiai; 2) pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kiai, dan asrama atau pondok; 3) pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kiai, pondok, dan madrasah; 4) pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kiai, pondok, madrasah dan tempat keterampilan; dan 5) pesantren yang terdiri dari masjid, rumah kiai, pondok, madrasah, tempat keterampilan, universitas, gedung pertemuan, tempat olahraga dan sekolah umum.33
Secara sederhana dan lebih mudah dipelajari secara mendalam, maka rung lingkup studi dikembangkan manajemen kurikulum dalam
33
(47)
tulisan ini, terdiri pada: 1) Manajemen perencanaan dan pengembangan kurikulum, 2) Manajemen pelaksanaan kurikulum, 3) Supervisi pelaksanaan kurikulum, 4) Pemamtauan dan penilaian kurikulum, 5) Perbaikan kurikulum, 6) Disentralisasi dan sentralisasi pengembangan kurikulum.34
Sebenarnya tidak terhitung prinsip yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, tetapi prinsip-prinsip tersebut dapat dikelompokkan dua jenis, yaitu prisip umum dan khusus. Prinsip pengembangan kurikulum secara umum antara lain adalah: 1) Prinsip berorientasi kepada tujuan dan kompetensi, 2) Relevensi, 3) Efisiansi, 4) Keefektifan, 5) Fleksibilitan, 6) Integritas, 7) Kontinuitas, 8) Sinkronitas, 9) Objektivitas, 10) Demokrasi. Adapun prinsip pengembangan kurikulum secara khusus antara lain adalah: 1) Prinsip tujuan kurikulum, 2) Isi kurikulum, 3) Ditaktik-metodik, 4) Media dan sumber belajar, 5) Evaluasi.35
Dari keterangan tersebut dampak sangat jelas sekali bahwa ruang lingkup manajemen kurikulum itu ada prinsip dari proses manajemen itu sendiri. Hal ini dikarenakan dalam proses pelaksanaan kurikulum mempunyai titik kesamaan dalam prinsip proses manajemen, sehingga di dalam pelaksanaan kurikulum harus mengadakan pendekatan dengan ilmu manajemen.
34
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Op. Cit., h. 21
35
(48)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan, sedangkan untuk waktu penelitiannya mulai pada bulan Mei sampai bulan Juni 2016 dengan guna waktunya satu bulan.
B. Sumber Data
Penelitian ini yang menjadi sumber data adalah pimpinan pesantren, ketua bidang kurikulum, ustadz-ustadz dan sumber lain seperti dokumen-dokumen dan peristiwa yang terjadi di pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode Kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Metode kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan. Penelitian kualitatif bersifat induktif: peneliti membiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari data untuk interpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan.
Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama, yaitu pertama, menggambarkan dan mengukapkan (to describe and explore) dan kedua menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain). Kebanyakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Bebrapa penelitian
(49)
memberikan deskripsi tentang situasi yang kompleks dan arah bagi penelitian selanjutnya.36
D. Teknik Pengambilan Data dan Instrutmen
Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan secara langsung di lapangan dengan tiknik pengambilam data yang menggunakan adalah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari teknik pengambilan data tersebut penjelasannya dideskripsikan sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara yang dilakukan untuk menggali informasi secara langsung dari informan/sumber informasi. Dengan mengadakan tanya jawab antara peneliti dengan pimpinan pesantren, ketua bidang kurikulum dan ustadz-ustadz, dalam penelitian ini peneliti wawancara langsung dengan pimpinan pesantren, ketua bidang kurikulum dan ustadz-ustadz. Untuk memperoleh informasi secara langsung dari pihak yang bersangkutan dan hasilnya digunakan untuk melengkapi pembahasan. Karena wawancara adalah teknik yang sangat primer dalam metode penelitian pendekatan kualitatif.
Tabel 3.1
Instrutmen Wawancara
No Butir Kajian
1 Sejarah berdiri pesantren 2 Keberadaan siswa dan guru 3 Keberadaan sarana prasarana 4 Keberadaan pesantren
5 Kurikulum pesantren
36
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. IX h. 54
(50)
2. Obeservasi/pengamatan
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak menggunakan perkataan atau tidak disertai dengan komunikasi lisan. Pada umumnya teknik observasi melibatkan panca indra penglihatan terhadap data visual, ataupun panca indra lain seperti pendengaran, sentuhan, serta penciuman.37 Dalam pengamatan penelitian ini berjenis non-partisipatif yaitu peneliti tidak melibatkan diri dalam kondisi objek yang diamati. Setelah instrument observasi dibuat, peneliti mulai datang ke lokasi penelitian untuk melihat fenomena-fenomena yang terjadi di lokasi tersebut.
Tabel 3.2 Instrutmen Observasi
No Objek Observasi
1 Kegiatan pembelajaran 2 Tata bangunan pesantren 3 Sarana dan fasilitas pesantren 4 Situasi dan dondisi pesantren 5 Kegiatan ekstra kurikuler
3. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah cara untuk mencari informasi dari data-data yang sudah berlalu untuk menguatkan hasil dari observasi dan pengamatan. Bentuk dokumen bisa berupa gambar, catatan tertulis baik yang diarsipkan oleh Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan sendiri, atau dari media cetak dan dari internet. Setelah instrumen dokumentasi dibuat, maka peneliti datang ke lokasi penelitian untuk melakukan pencatatan data
37
Djuju, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 199
(51)
dokumentasi yang diperlukan sebagai penunjang validitas informasi atau data yang diperoleh peneliti.
Tabel 3.3 Jenis Dokumen
No Jenis data Ada Tdk Ket.
1 SK pendiri pesantren Sedia
2 Surat keterangan Kemenag Sedia
3 Profil pesantren Sedia
4 Buku pedoman guru Sedia
5 Silabus dan RPP Sedia
6 Kitab rujukan pesantren Sedia
7 Kalender akademik Sedia
E.Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengaturan urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola kategori, dan satuan urutan data. Secara rinci langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini, peneliti melakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
1) Reduksi data
Reduksi adalah cara yang dilakukan untuk merangkum, memilih data-data pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan membuang hal-hal yang tidak penting, sehingga data lebih jelas. Dengan cara ini data penelitian yang sangat banyak dipilih sesuai keterkaitan dengan pembahasan. Kegiatan reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dan berdiri sendiri dari proses analisis data, akan tetapi merupakan bagian dari proses itu sendiri.
2) Penyajian data
Penyajian data dalam metode kualitatif adalah teks yang bersifat naratif. Dengan penyajian tersebut diharapkan data akan
(52)
tersaji secara terorganisai, sistematis sehingga mudah difahami. Dengan penyajian data tersebut diharapkan dapat menguasai data dan tidak tenggelam dalam data yang begitu banyak.
3) Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Penarikan kesimpulan dan verivikasi merupakan langkah ketiga dalam proses analisis data. Penarikan kesimpulan ini, peneliti menemukan hal-hal baru hasil dari penelitian yang dilakukan. Kemudian dari kesimpulan harus diverifikasi supaya data yang didapatkan benar apa adanya baik dari deskripsi atau objek gambar yang kurang jelas menjadi jelas.
(53)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Madinatunnajah
1. Letak Geografis
Pondok Pesantren Madinatunnajah terletak di Jl. Jombang-BSD No. 97 Jombang Raya Lele, Kec. Ciputat Kota Tangerang Selatan, Banten 15414. Pondok Pesantren Madinatunnajah terletak lebih kurang 11 km dari Kampung Utan Ciputat. Adapun batas-batas Pesantren Madinatunnajah yaitu:
1. Sebelah utara berbatasan dengan rumah penduduk 2. Sebelah timur berbatasan dengan rumah penduduk 3. Sebelah selatan berbatasan dengan jalan raya 4. Sebelah barat berbatasan dengan rumah penduduk
Pondok Pesantren Madinatunnajah yang dipinggir desa ini dengan ladang yang luas memberikan keuntungan yang sangat besar bagi pendidikan yaitu santri dapat belajar dengan tenang dan konsentrasi dalam mendalami ilmu. Posisi masjid dan bangunan rumah kyai ada di tengan pesantren sehingga mudah untuk mengadakan kegiatan pendidikan.38
2. Sejarah Singkat
Pondok Pesantren Madinatunnajah didirikan pada tanggal 14 Febuari 1997 oleh Almukarram Drs. KH Mahrus Amin, sebagai Ketua Yayasan Pendidikan dan Wakaf Islamiyah Annajah (YPWIA). Dibangun di atas lahan milik pribadinya seluas 2 hekter (sekarang berkembang menjadi dua setengah hekter) terletak di Jombang Ciputat Tnggerang Selatan. Kemudian diresmikan oleh KH. Shoiman Lukmanul Hakim salah satu pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor pada tanggal 20 September 1997.
38
Ustad Eko Tristiano, Wawancara pada Tanggal 26 Mei 2016
(54)
Pendiri Pondok Pesantren Drs. KH. Mahrus Amin bercita-cita untuk mendirikan 1000 (seribu) pesantren di Indonesia, sesuai yang diamanatkan ileh KH. Imam Zarkasyi Pendiri Pondok Modern Gontor.
Maka ketika mendapat kesempatan untuk berdoa di dalam Ka‟bah,
beliau memohon agar diberikan kemampuan untuk mewujudkan cita-citanya tersebut melalui Darunnajah sebagai lambang perjuangan Rasulullah SAW di Makkah, dan Madinatunnajah sebagai lambang perjuangan di Madinah.
Oleh karena itu, keberadaan Pondok Pesantren Madinatunnajah di setiap daerah diharapkan memberi manfaát sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia, dengan memberikan kesempatan pendidikan kepada anak-anak bangsa dan memberikan beasiswa untuk anak-anak
yatim dan dhu‟afa serta kader-kader daerah.
Proses pendidikan dan pengajaran di Pesantren Madinatunnajah berlangsung selama dua puluh empat jam, baik di dalam dan di luar kelas, agar terbentuk karakter kepemimpinan, mental dan kecakapan hidup (life skill) pada diri setiap santri yang berasal dari seluruh nusantara dan luar negeri.39
3. Visi dan Misi serta Motto dan Prinsip
Visi
“Mendidik dan menyiapkan kader-kader pemimpin ummat dan bangsa yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, berpengetahuan
luas, terampil dan ulet”
Misi
a. Menyelenggarakan pendidikan yang bertujuan untuk menyiapkan kader pemimpin ummat dan bangsa.
b. Mendidik para santri agar memiliki imam dan taqwa dan akhlak mulia serta berpengetahuan luas.
c. Membina para santri agar terampil dan ulet dalam kehidupannya.
39
(55)
d. Menyiapkan santri yang berguna dan kembali ke masyarakat. Moto
a. Berakhlak mulia b. Berwawasan cendekia c. Berbudaya madani Prinsip
“Berdiri di atas dan untuk semua golongan”.40
4. Keadaan Guru dan Siswa (Santri)
a. Jumlah santri Tarbiyatul Muallimin wa Muallimin al-Islamiyah (TMI)
Tabel 4.4
Jumlah Santri Tahun Pelajaran 2015-2016
No Jenjang Pendidikan L P Jumlah
1 Madrasah Diniyah /TPQ 64 52 116
2 Raudhatul Athfal 35 38 73
3 Madrasah Ibtidaiyah 87 88 175
4 Madrasah Tsanawiyah 108 105 113
5 Madrasah Aliyah 82 50 132
6 Ma‟had Aly 36 11 47
JUMLAH 412 344 756
Julam santri pada umum mengalami peningkatan pada setiap tanuh, hal ini tidak terlepas dengan peran dukungan dan kepercayaan masyarakat kepada pesantren. Menurut hasil wawancara dengan pimpinan dan para ustadz, jumlah santri pada setiap tahun selalu
40
(56)
meningkat, dikarenakan ada beberapa faktor yang mendukung seperti peran lulusan (alumni) pesantren dan kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler seperti khitanan masal, pemeriksaan umum, majlis taklim Pesan Ulama (Pengajian dan Silaturrohim Awal Bulan Bersama Ulama) serta kegiatan sosial keagamaan lainnya, sehingga bermanfaat dan bisa memberi kontribusi kepada masyarakat.
b. Jumlah guru Tarbiyatul Muallimin wa Muallimin al-Islamiyah (TMI)
Tabel 4.5
Jumlah Guru Tahun Pelajaran 2015-2016
No Jenjang Pendidikan L P Jumlah
1 Madrasah Diniyah /TPQ - 10 116
2 Raudhatul Athfal - 7 73
3 Madrasah Ibtidaiyah 9 11 175
4 Madrasah Tsanawiyah 16 15 113
5 Madrasah Aliyah 12 12 132
6 Ma‟had Aly 10 - 47
JUMLAH 47 55 102
5. Keadaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pendidikan sangatlah penting dan bermanfaat untuk menunjang kelancaran proses pembelajaran karena meskipun kegiatan pembelajaran sudah baik, namun tidak didukung dengan alat-alat atau sarana prasarana pendidikan maka hasil yang diperoleh tidak akan sempurna sesuai yang diharapkan. Menurut hasil observasi penulis, sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pendidikan dan pembinaan santri Tarbiyatul Muallimin wa Muallimin
(1)
POTO-POTO KEGIATAN PENUNJANG BELAJAR
Ms.Namji Steinamann, Director of Asia Pasific.Ed Of East West Center
berdialog dengan santriwati di Laboratorium Bahasa pada kunjungan di Pesantren Madinatunnajah, 11 Nopember 2008
Kunjungan Santri MIT Ke Dinas Pemadam Kebakaran
Jakarta Selatan
Para santri sedang berlatih kegiatan Pramuka
Pertandingan Seni Bela diri Pencak Silat Antar santri
(2)
PESAN ULAMA,
pengajian rutin awal bulan
Pembagian daging Qurban Kegiatan penyembelihan Hewan Qurban yang melibatkan
santri dan masyarakat sekita
Tabligh Akbar Bersama KH. Zainuddin Mz dan Menteri Negara Koperasi dan UKM.
(3)
(4)
DAFTAR REFERENSI
No. No Footnote Halaman
Skripsi
Halaman Referensi
Paraf Pembimbing 1 1. Rohinah M. Noor, MA,
KH.Hasyim Asy‟ari
Memodernisasi NU &
Pendidikan Islam, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2012)
BAB 1
1
88
2 2. Mujamil Qomar, M.Ag,
Pesantren dari Transformasi
Metodelogi Menuju
Demokratisasi Institusi,
(Jakarta: PT Glora Aksara Pertama, 2005)
2 10
3 4. M. Ali Hasan-Mukti Ali,
Kapita Selekta Pendidikan
Agama Islam, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2009)
3 104
4 6. Iskandar Engku, M.A & Siti Zubaidah, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Rosdakarya, 2012)
BAB 2
8
172
5 11. Zamakhsyari Dhofier,
Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Nasional, 2011)
11 79
6 13. Sulthon & Khusnurdilo,
Manajemen Pondok Pesantren,
(5)
(Jakarta: Diva Pustaka, 2005) 7 14. Muin, Pesantren dan
Pengembangan Ekonomi
Umat, (Jakarta: CV Prasati, 2007)
13 23
8 18. Ridwan Abawihda,
Kurikulum Pendidikan
Pesantren dan Tentangan
Perubahan Global, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2012)
16 117
9 19. Kementerian Agama RI,
Kerangka Dasar Dan Strutur Kurikulum Satuan Pendidikan Mu‟adalah Salafiyah Setingkat Madrasah Aliyah, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren Tahun 2015.
18 7-9
10 20. Kementerian Agama RI,
Pedoman Pendidikan Diniyah Formal, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren, Tahun 2015.
18 157
11 21. Permendiknas No 22/2006,
Lampiran, 3 (Jakarta: Depdinas, 2006)
20 5-6
12 22. Rusman, M.Pd.,
Manajemen Kurikulum,
(Jakarta: PT Raja Grafino Persada, 2009)
21 3
(6)
Konsep dan Model
Perkembangan Kurikulum,
(Bandung :PT Remaja Rosdakarya, 2011)
14 28. Oemar Hamalik,
Manajemen Pengembangan
Kurikulum, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2012)
25 20
15 29. Suharsimi Arikunto & Lia
Yuliana, Manajemen
Pendidikan, (Yogjakarta:
Aditya Media, 2008)
26 133-138
16 30. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002)
28 153-155
17 36. Nana Syaodih
Sukmadinata, Metode
Penelitian Pendidikan,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010)
BAB 3
34
54
18 37. Djuju, Evaluasi Program
Pendidikan Luar Sekolah,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006)
35 199
Jakarta, 16 November 2015
Dr. Jejen Musfah, MA