Modernisasi pendidikan Islam Indonesia studi kasus pembaharuan pendidikan Pondok Pesantren attaqwa Bekasi (1956-2000)

(1)

: PEMBAHARUAN PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN

ATTAQWA BEKASI (1956-2000)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk memenuhi Syarat mendapat gelar Sarjana (S1) Humaniora

Oleh:

Rizki Dzulfikar Fahmi NIM: 1070220000903

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Sarjana (Strata 1/S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti secara hukum bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 7 Desember 2011


(5)

i

Segala puji bagi Allah SWT pencipta semua makhluk-Nya yang menegetahui apa yang ada di langit dan di bumi yang nyata maupun yang tersembunyi, kami memuji, memohon pertolongan dan apapun serta perlindungan kepada-Nya dari segala bentuk kejahatan.

Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Alhamdulillah berkat rahmat-Nya, penulisan skripsi ini telah dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa ada bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang dengan tulus ikhlas memberi bantuan, baik moril maupun materiil. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Abd. Wahid Hasyim selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah jakarta.

2. %DSDN 'UV + 0 0D¶UXI 0LVEDFK 0$ 6HODNX NHWXD MXUXVDQ 6HMDUDK 3HUDGDEDQ ,VODP EHVHUWD ,EX 6KROLNDWXV 6D¶GL\DK M.pd selaku sekretaris jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.

3. Bapak Nur Hasan, MA. Selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk-petunjuk berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Kepada segenap dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

ii

dengan sabar dan penuh kasih sayang, terima kasih atas semua yang engkau berikan kasihmu tidak terbalas oleh apapun. Saudariku maafkan semua kesalahan, semoga selanjutnya menjadi lebih baik dan dewasa.

6. Kepada teman-WHPDQNX WHUFLQWD =¶5DFHU¶V GDQ 6RSLVWD =DNL HNR IDLVDO reza,Isan,Adunk, joni,Ayat dan lainnya. Terimakasih telah memberikan aku senyum selama ini.

7. Teman-Teman Futsal Grobog yang sudah menemani bermain di rumah menghilangkan semua penat di pikir.

8. Kepada guruku tercinta KH. Nurul Anwar, Lc. Selaku pimpinan pondok pesantren attaqwa yang telah membimbing penulis sewaktu di pesantren dan mengizinkan penelitian penulis.

9. Ncing Simih dan Mang Obi, Teman-teman rumah dan Futsal terima kasih atas segala masukannya.

Akhirnya penulis hanya dapat mengembalikan segalanya kepada Allah SWT, semoga mereka dapat imbalan kebaikan berlipat ganda atas segla jasa dan bantuan serta pengorbananya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amin.

Jakarta, 2011


(7)

iii 107022000903

Modernisasi Pendidikan Islam Indonesia, Studi Kasus : Pembaharuan Pendidikan Pondok Pesantren Attaqwa Bekasi (1956-2000)

Pesantren adalah lembaga yang mewujudkan perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis, pesantren tidak hanya mengandung makna keislaman tetapi juga keaslian (indegerous) Indonesia. Secara umum pondok pesantren mempunyai tujuan dan fungsi sebagai lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam. Sejak akhir abad ke-20 keadaan pondok pesantren mengalami pembaharuan dalam bidang pendidikan sebagai lembaga pendidikan formal. Sekarang ini pendidikan pondok pesantren tidak hanya dalam bidang agama Islam yang bersifat tradisional melainkan juga dalam bidang pendidikan umum dengan masuknya ilmu pengetahuan alam dan bahasa asing, seperti bahasa Arab dan bahasa Inggris. Pondok pesantren mengalami perkembangan dalam pendidikan modern dengan pembaharuan-pembaharuan yang tidak lepas dari tokoh-tokoh intelektual.

Pondok pesantren Attaqwa merupakan salah satu pesantren di Indonesia yang menerapkan sistem modern baik bagi santri maupun masyarakat di sekitar pondok pesantren sendiri. Penulis dalam skripsi ini mencoba menjelaskan hal pokok menyangkut tentang pesantren sebagai berikut : pertama, mengenai profil pondok pesantren secara keseluruhan, dan kedua, pembaharuan pendidikan yang terjadi di pondok pesantren Attaqwa dari segi +LVWRULV GDQ SHQJDUXKQ\D XQWXN PDV\DUDNDW VHNLWDU GDODP ELGDQJ GD¶ZDK keagamaan,pendidikan, dan sosial ekonomi.

Dalam melakukan penelitian tersebut peneliti menggunakan metode Library research dan Deskriptif analitis yaiitu menganalisis fakta-fakta sejarah masa lampau untuk dijadikan bahan untuk penulisan sejarah. Proses pencarian faktanya dengan mengembangkan teori yang ada dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan dengan mengembangkan keadaan mengenai obyek yang akan diteliti yaitu sejarah berdiri dan berkembangnya pondok pesantren Attaqwa Kabupaten Bekasi dengan menggunakan langkah observasi dan interview.


(8)

iv

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .... ... 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

D.Tinjauan Pustaka ... 5

E. Metode Penelitian ... 6

F. Kerangka Teori ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II PROFIL PONDOK PESANTREN ATTAQWA ... A. Letak Georafis Pondok Pesantren Attaqwa ... 10

B .Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Attaqwa ... 12

C. Visi, Misi dan Orientasi Pondok Pesantren Attaqwa ... 16


(9)

v

A. Metode Pendidikan Tradisional Pondok Pesantren Attaqwa ... 32

B. Pembaharuan Pendidikan Pondok Pesantren Attaqwa ... 35

1. Kurikulum ... 36

2. Metode Pendidikan ... 38

BAB IV TOKOH MODERNISASI DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN ATTAQWA ... 41

A. KH 0D¶DOL6\DPVXGGLQ ... 41

B. KH Ahmad Tajuddin Marzuki ... 43

C. Perkembangan Terkini Pondok Pesantren Attaqwa ... 50

D. Pengaruh Modernisasi Pondok Pesantren Attaqwa Bagi Masyarakat Sekitar ... 52

1. Dalam Bidang Pendidikan dan Dakwah ... 52

2. Dalam Bidang Sosial dan Ekonomi ... 55

BAB V KESIMPULAN

Saran-saran

Lampiran-lampiran


(10)

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pesantren dilihat dari segi bentuk dan sistemnya, berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia sistem tersebut telah dipergunakan secara umum untuk pengajaran dan pendidikan agama Hindu di Jawa. Dapat dikatakan bahwa pesantren meneruskan sistem pendidikan yang sudah ada di Jawa dengan tidak mengubah sistem yang sudah ada dan tradisi yang sudah lama ada sebelum Islam datang. Perbedaan yang mendasar ialah pada masa Hindu pendidikan itu hanyalah milik kasta tertentu, sedangkan pada masa Islam, pendidikan tersebut milik semua orang tanpa memandang keturunan dan kedudukan, karena dalam pandangan Islam seluruh manusia merupakan umat yang egaliter.1

Tentang kehadiran pesantren secara pasti di Indonesia pertama kalinya belum bisa dianalisis secara akurat, karena tidak terdapat data-data dan sumber yang akurat. Hanya saja ada yang mengatakan, bahwa pesantren di Indonesia khususnya di Jawa sudah muncul pada zaman Walisongo. Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau lebih dikenal dengan Syaikh Maghribi dianggap sebagai pendiri pondok pesantren pertama di tanah Jawa.2 Menurut beberapa pendapat, tidak sulit bagi Syaikh Maulana Malik Ibrahim mendirikan pengajian dan pendidikan seperti pondok pesantren karena sebelumnya sudah ada perguruan Hindu dan Budha dengan sistem biara dan asrama sebagai tempat pendeta dan biksu mengajar dan

1

Rohadi Abdul Fattah, dkk. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan (Dari Tradisional, Modern, Hingga Post Modern), (Jakarta: PT Listafariska Putra, 2005), h. 13.

2

Kafrawi, Pembaharuan Sistem Pendidikan Pesantren Sebagai Usaha Peningkatan Prestasi Kerja dan Pembinaan Kesatuan Bangsa, (Jakarta:Cemara Indah, 1978), .h. 17.


(12)

belajar, sehingga pada waktu agama Islam berkembang, biara dan asrama itu tidak berubah bentuk, hanya namanya dikenal menjadi pesantren atau pondok yaitu tempat tinggal dan belajar para santri. Isinya berubah dari ajaran Hindu dan Budha diganti dengan ajaran Islam.

Para ulama yang pulang belajar dari Mekkah pada abad ke-19 M membawa konsep-konsep pembaharuan atau modernisasi tentang pendidikan Islam. Semua ini dilakukan agar pendidikan Islam tidak kalah dengan pendidikan yang dibawa oleh para kolonial, sekaligus mempertahankan tradisi dan tanah air mereka.

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, pertama memakai sistem tradisional, belum tersusun kurikulum seperti sekarang ini, baik itu pendidikan di dalam surau atau pesantren. Program modernisasi pendidikan Islam mempunyai akar-akarnya dalam modernisasi pemikiran dan institusi Islam secara keseluruhan. Dengan kata lain modernisasi pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan dengan gagasan dan program modernisasi Islam. Kerangka dasar yang berada di balik modernisasi Islam secara keseluruhan adalah modernisasi pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan syarat bagi kebangkitan kaum Muslim di masa moderen. Menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam baik itu secara kelembagaan maupun pemikiran haruslah dimodernisasi. Mempertahankan kelembagaan Islam tradisional hanya akan memperpanjang nestapa ketidakberdayaan kaum Muslim dalam berhadapan dengan kemajuan dunia moderen.3 Menurut Ibn Taimiyah secara umum pembaharuan dalam Islam timbul karena : 1) membudayanya khurafat di kalangan kaum Muslim, 2) kejumudan atau ditutupnya pintu ijtihad dianggap telah membodohkan umat Islam, 3) terpecahnya persatuan umat Islam

3

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), h. 185.


(13)

sehingga sulit membangun dan maju, 4) kontak antara Barat dengan Islam telah menyadarkan kaum Muslim akan kemundurannya.4

Salah satu pondok pesantren yang mendapat pengaruh di atas adalah Pondok Pesantren Attaqwa. Pondok Pesantren Attaqwa (disingkat dan selanjutnya ditulis PPA) ini didirikan oleh KH Noer Alie, sekembalinya beliau dari belajar di Mekkah. Beliau berkeinginan mendirikan pesantren karena melihat kondisi ummat pada waktu itu sangat terbelakang dalam bidang pendidikan karena penjajahan. Langkah awal yang beliau lakukan adalah membangun sebuah sekolah (pesantren) karena tidak ada satupun sekolah yang berdiri di desa tersebut.

Pada awal tahun 1940 pendidikan yang dibuka KH Noer Alie ini masih berupa pengajian yang bertempat di masjid dengan mempelajari kitab kuning yang beliau pelajari di Timur Tengah, sebuah sistem pendidikan yang sudah berkembang sebelumnya di pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Akan tetapi setelah beberapa lama karena banyak minat dari orang-orang yang ingin belajar membuat tempat atau masjid yang beliau jadikan tempat belajar menjadi penuh. Maka semakin banyak murid yang berdatangan dari luar kampung untuk datang ke pesantren ini. Akhirnya beliau mendirikan sebuah madrasah di depan masjid tempat belajar.

Setelah beberapa lama kegiatan pembelajaran terhenti karena kondisi negara yang masih dalam kondisi kurang aman, maka pada tahun 1960 setelah KH Noer Alie berhenti beraktivitas dari organisasi Masyumi beliau memfokuskan untuk mengembangkan PPA. Pada tahun 1962 terjadi pembaharuan dalam sistem

4


(14)

pendidikan yang ada di PPA, setelah beberapa tahun bertahan dengan sistem tradisional yang ada akhirnya PPA mengubah sistem non klasikal (tradisional) menjadi klasikal yaitu dengan membangun sekolah-sekolah lanjutan.5

Dalam perkembangannya, PPA mengalami pembaharuan dalam sistem pendidikannya. Sebagai salah satu pondok pesantren terbesar di Bekasi yang memunculkan cabang-cabang pesantren, PPA banyak mengalami pembaharuan untuk dapat bersaing dengan sistem pendidikan moderen yang ada. PPA juga banyak memberikan pengaruh dalam perkembangannya kepada masyarakat sekitar untuk bisa meningkatkan kualitas sosialnya sebagai masyarakat Islami. Berdasarkan hal-hal di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang pembaharuan pendidikan yang ada di PPA ini dalam bentuk penelitian skripsi. Penulis memberi judul untuk penelitian skripsi ini dengan Modernisasi Pendidikan Islam Studi kasus : Pembaharuan Pendidikan Pondok Pesantren Attaqwa (1956-2000).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sebelum melakukan perumusan masalah, penulis terlebih dahulu membatasi masalah penulisan skripsi ini agar pembahasannya tidak melebar. Untuk itu, penulis membatasi pembahasannya hanya pada lingkup pembaharuan pendidikan di Pondok Pesantren Attaqwa (PPA) dalam kurun waktu 1956-2000, menjelaskan tentang perkembangan metode pendidikan yang dipakai hingga tahun tersebut. Dimana tahun tersebut merupakan titik balik perkembangan pondok pesantren attaqwa hingga menjadi pondok pesantren modern seperti sekarang ini.

50 6D¶GXGGLQ +0

Catatan Ringkas Proses Berdiri dan Berkembangnya Yayasan Pembangunan, Pemeliharaan dan Pertolongan Islam (Yayasan P3), (Bekasi: Ujung Malang, 1988 ), h. 5.


(15)

Dari pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut, agar skripsi ini dapat menjawab beberapa pertanyaan:

1. Bagaimanakah sejarah berdirinya PPA ?

2. Modernisasi pendidikan apa yang terjadi di PPA ? 3. Siapakah tokoh-tokoh modernisasi pendidikan di PPA ? 4. Bagaimanakah perkembangan PPA sekarang ini ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat dari penelitian skripsi ini adalah:

1. Untuk memberikan pengetahuan tentang sejarah berdirinya PPA. 2. Memberikan pengetahuan tentang modernisasi pendidikan di PPA. 3. Memberikan pengetahuan tentang perkembangan PPA sampai saat ini.

4. Sebagai bahan pengetahuan bagai mahasiswa Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.

5. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana S1 pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Penulis melakukan survei atau tinjauan pustaka terhadap tema skripsi sebagai bahan komparasi penulis supaya tidak ada kesamaan dalam penulisan. Pertama, yaitu buku yang berjudul tokoh ulama, pendidik, dan pejuang, yang di terbitkan yayasan attaqwa pada tahun 1989 dan dikarang oleh sejarawan Ali Anwar, menjelaskan tentang bagaimana peran KH Noer Alie sebagai tokoh


(16)

ulama, pendidik, dan pejuang di Bekasi, dan bagaimana pondok pesantren attaqwa mulai berdiri dan berkembang , buku ini bisa menjadi acuan penulis untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren attaqwa.

Kedua, adalah buku NDUDQJDQ +0 6D¶GXGGLQ \DQJ EHUMXGXO catatan ringkas proses berdiri dan berkembangnya yayasan pembangunan, pemeliharaan dan pertolongan Islam yang di terbitkan tahun 1988 tentang berdirinya Yayasan Attaqwa yang menerangkan tentang konsep pendirian dan perkembangan pendidikan dan Yayasan Attaqwa. Dari kedua buku di atas penulis mengkomparasikan pembahasannya agar tidak terjadi kesamaan dalam penulisan buku perkembangan pendidikan pesantren tebu ireng yang di jelaskan =DPDNKV\DULGKRILHUGDODPEXNXQ\D³tradisi pesantren tentang pandangan hidup .\DL´, selain itu penulis juga melakukan observasi lapangan dan wawancara untuk mendapatkan sumber primer yang ada.

E. Metode Penelitian dan Kerangka Teori

PPA adalah lembaga pendidikan yang tentunya memiliki latar belakang atau sejarahnya tersendiri. Dengan demikian penulis akan melakukan penelitian mengenai sejarah berdiri dan berkembangnya PPA di Bekasi. Dalam mencari dan mengumpulkan data tersebut, pertama penulis akan menggunakan metode library research (riset kepustakaan) yaitu mencari dan mengumpulkan sumber-sumber tertulis, baik berupa buku maupun bahan lainnya yang berhubungan dengan masalah tersebut. Kedua, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu kegiatan penelitian yang pencarian faktanya dengan mengembangkan teori yang ada serta melakukan pengamatan langsung di lapangan mengenai obyek yang


(17)

akan diteliti dengan menggunakan langkah observasi langsung ke lapangan dan interview (wawancara).

1. Penelitian kepustakaan yang dimaksud di sini adalah mengadakan penelitian terhadap beberapa literatur/buku yang ada kaitannya dengan penulisan ini. 2. Penelitian lapangan yaitu penelitian dengan terjun langsung ke obyek

penelitian. Adapun penelitian tersebut menggunakan instrumen pengumpulan data berupa pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala yang diteliti yaitu observasi dan wawancara. Pengumpulan data dilakukan secara tertulis dengan mengajukan beberapa pertanyaan tertulis kepada pengasuh atau pengurus dan yang terlibat di dalam PPA, penulis melakukan penelitian 1 bulan penuh tanggal 15 september hingga 15 oktober 2011 untuk mencari data tersebut. Orang ±RUDQJ \DQJ GL ZDZDQFDUDL \DLWX .+ 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ yaitu salah satu tokoh pembaharuan pendidikan pertama di PPA yang masih ada, kedua Ust. Emil Salim S.pd.i selaku guru dan pengurus PPA.

Kemudian, data-data yang diperoleh dari kedua sumber tersebut akan dianalisa melalui beberapa tahap : Pertama, penulis menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu menganalisis hasil yang telah didapat dari hasil penelitian di PPA Bekasi berupa data dan informasi sebenarnya mengenai kondisi yang ada, dengan cara menguraikan, menafsirkan, mencatat, dan menganalisa hasil data yang diperoleh. Kedua, verifikasi, yaitu suatu kritik sejarah baik secara intern maupun ekstern . Kritik intern, adalah menguji dan mengungkap keabsahan atau kebenaran sumber yang didapat, sedangkan kritik extern adalah menguji otensitas atau keaslian sumber yang di dapat dalam penelitian. Ketiga, Interpretasi yaitu


(18)

memberi penafsiran terhadap fakta sejarah pada tahap ini akan tergambar dari fakta-fakta tersebut cerminan peristiwa-peristiwa masa lampau.

Keempat, atau tahapan yang terakhir adalah proses historiografi, yaitu merekonstruksi peristiwa bersejarah melalui penulisan sejarah. Kemudian setelah ini barulah ditarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Sebagai pedoman dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh Ceqda, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.6

F. Kerangka Teori

Seperti apa yang diungkapkan oleh Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya Tradisi Pesantren Study: Pandangan Hidup Kyai, bahwa pesantren mempunyai peran penting dalam penyebaran Islam di Indonesia dan menjadi anak panah dalam menentukan watak umat Islam.7

Zamakhsyari Dhofier menjelaskan bahwa pesantren mengalami modernisasi dalam perkembangannya. Di dalam perkembangannya pondok pesantren tidaklah semata-mata tumbuh atas pola lama yang bersifat tradisional, dengan metode dan sistem pendidikannya. Melainkan melakukan inovasi dalam pengembangan suatu sistem, di samping pola tradisional yang termasuk ciri pondok-pondok Salafiyah (jenis pesantren yang tetap mempertahankan sistem sorogan dan weton dalam pengajaran kitab-kitab klasik ) maka gerakan Khalafiyah (menerima hal-hal baru

6

Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, tesis, dan Disertasi) (jakarta: Ceqda Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 17

7

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren study: pandangan hidup kyai (Jakarta: LP3ES, 1982 ), h. 17-18.


(19)

yang dinilai baik di samping tetap mempertahankan tradisi lama yang baik) telah memasuki derap perkembangan pondok pesantren.

Seperti apa yang terjadi di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Pondok yang pertama menganut sistem pendidikan tradisional akhirnya mengalami modernisasi dalam sistem pendidikan, berupa metode pengajaran dan kurikulum yang dipakai. Berarti Pondok Pesantren Tebu Ireng mengubah sistem pendidikannya dari non klasikal menjadi klasikal (madrasah). Penulis melakukan landasan teori di atas untuk menjadi bahan komparasi dalam penelitian di PPA Bekasi.

G. Sistematika Penulisan

Penulis membagi sistematika penulisan skripsi ini dalam beberapa bab, sebagai berikut :

Bab I, meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, menjelaskan letak geografis, sejarah berdirinya PPA dan orientasi pendidikan,visi, dan misi PPA, dan tokoh pendirinya.

Bab III, menjelaskan tentang metode pendidikan klasik, pembaharuan pendidikan yang meliputi kurikulum dan metode pendidikan.

Bab IV, membahas tokoh modernisasi di PPA yaitu KH Ahmad Tajuddin, KH 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ, perkembangan PPA di masa kini, perkembangan dalam bidang dakwah dan pendidikan, dan perkembangan dalam bidang sosial dan ekonomi.


(20)

BAB II

PROFIL PONDOK PESANTREN ATTAQWA A. Letak Geografis Pondok Pesantren Attaqwa

Pondok Pesantren Attaqwa (PPA) terletak di daerah Ujung Harapan, Desa Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Pada awal abad ke-20 M daerah Ujung Harapan bernama Ujung Malang yang merupakan perkampungan kecil seluas lebih-kurang 50 hektar. Daerah ini masuk ke dalam wilayah Kawedanan Bekasi, Regentschap (Kabupaten) Meester Cornelis, Residensi Batavia. Daerah ini terletak di pesisir utara pulau Jawa bagian barat, membujur antara 1060 48, 79-1070 77-290 BT, dengan suhu udara cukup panas. Di sekeliling kampung terbentang ratusan hektar sawah dan rawa. Menjelang musim panas hamparan padi menguning dan bergelombang ditiup semilir. Di ujung sejauh mata memandang tatapan terbentur pada kampung lain yang berwarna hijau dan abu-abu transparan. Di kampung Ujung Malang berdiri belasan rumah dengan jumlah penduduk sekitar 100 orang dan masih menganut ajaran sinkretis, animisme, dinamisme, dan Hindu, Budha, kemudian mereka memeluk agama Islam. Di halaman dan pekarangan rumahnya ditumbuhi berbagai pohon buah-buahan, sayuran, bambu, dan rumput liar.8

Sebagaimana layaknya kampung lain, saat itu jalan sepanjang Ujung Malang masih berbentuk tanah. Jika musim panas tiba yang berlangsung sejak April sampai September jalan mengeras dan berdebu. Sedangkan pada musim hujan antara Oktober sampai Maret tanah menjadi lunak, becek, dan berlumpur. Meski alam terkesan tidak ramah, tetapi penduduk kampung tidak menganggap

8

Ali Anwar, KH Noer Ali Sosok Ulama, Pejuang, dan Pendidik, (Bekasi,Yayasan Attaqwa, th 1989), h. 2.


(21)

semua itu sebagai bentuk pemaksaan. Secara alami mereka melakukan berbagai aktivitas yang dianggap pantas untuk dilakukan. Realitas hidup dijadikan seni, ibadah, dan harus diterima. Pada musim panas biasanya penduduk menggarap, memanen, dan menjemur padi. Sedangkan pada musim hujan berjualan, membuat kerajinan rumah tangga, mencari ikan, dan mengontrol kebun dan sawah. Bahkan kegiatan menjual dan membeli kebutuhan pokok ke pasar Bekasi, Kranji, dan Pondok Ungu tetap berjalan meski kadang gerobak sapi yang digunakan terbenam ke dalam lumpur.9

Tidak jelas mengapa kampung itu dinamakan Ujung Malang, dan belum ada satu penduduk pun yang mengatakannya dengan pasti. Terdapat beberapa pendapat tentang itu bahwa asal kata Ujung Malang adalah ujung dan malang. Ujung artinya akhir, sedangkan malang diartikan menderita. Menderita karena memang sejak dahulu kala amat sukar didatangi penduduk lain. Hal ini disebabkan karena Ujung Malang amat terpencil dari perkampungan kampung lain. Sebagai contoh, bila penduduk yang berada di daerah pantai utara akan mencari penghasilan atau berbelanja, maka mereka lebih senang ke Tanjung Priok, sedangkan dari sekitar Babelan lebih suka ke Bekasi. Pendapat kedua, justru sebaliknya, malang diartikan sebagai lintasan (cross) antar kampung. Penduduk satu kampung yang akan ke kampung lain biasanya melalui kampung Ujung Malang diambil dari nama perkampungan orang-orang kota Malang, Jawa Timur, mengingat di sekitar Batavia bertebaran berbagai nama kota atau daerah lain yang kelak menjadi nama perkampungan, seperti Kampung Malaka, Kampung Ambon, Kampung Bugis, dan Kampung Melayu.

9


(22)

B. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Attaqwa

Pondok Pesantren Attaqwa (PPA) di Ujung Harapan, Bekasi, mulai didirikan pada tahun 1940-1945 setelah KH Noer Ali pulang dari menuntut ilmu di Mekkah.

Beliau merasa perihatin melihat desa yang beliau cintai dengan semakin merajalelanya kemaksiatan dan kejahatan yang berada di lingkungan desa sekitar. Sehingga menggerakkan hati beliau untuk berjuang menyadarkan masyarakat yang berkecimpung di dunia lembah hitam itu. Berbekal ilmu yang diperolehnya selama beliau belajar di desanya sendiri maupun di Mekkah, beliau berusaha menyadarkan masyarakat (penduduk) untuk memahami betapa agungnya Allah SWT. Sedikit demi sedikit iapun mulai menjalankan aktivitas dakwahnya untuk menyiarkan agama samawi yang memang masih awam di telinga masyarakat. Selangkah demi selangkah beliau mengenalkan tentang agama Islam. Akhirnya beliau mendapatkan simpati dari masyarakat yang begitu antusias untuk lebih mengenal dan memahami apa itu agama samawi. Pada akhirnya beliaupun mendirikan sebuah pesantren yang sederhana yang dibuat dari bambu. Beberapa orang mulai berdatangan untuk menjadi santri, di sinilah beliau mendirikan PPA Bekasi.10

Pada awal tahun 1940 KH Noer Ali membuka pengajian yang hanya mempelajari kitab kuning, mengenai tempat belajar pada waktu tidaklah menjadi hal yang utama, yang terpenting anak-anak harus belajar. Pada saat itu muridnya hanya baru dari kalangan masyarakat Ujung Malang saja. Semakin lama murid yang belajar semakin banyak, masjid yang digunakan sebagai tempat belajar

10http://maattaqwaputra.blogspot.com/,

Diposkan oleh MA ATTAQWA on Rabu, 03 Februari 2010.


(23)

sudah tidak mampu lagi menampung jumlah murid yang ada. Maka KH Noer Ali mulai mengembangkan pengajiannya menjadi pesantren dengan cara membangun madrasah di depan masjid. Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena negara masih dalam keadaan perang merebut kemerdekaan, sehingga terpaksa aktivitas pendidikan dihentikan, sebab banyak guru serta pemuda yang pergi meninggalkan kampung halaman untuk mengikuti peperangan mengusir penjajah di daerah lain.

Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1950 aktivitas pendidikan mulai dirintis kembali oleh KH Noer Ali dengan mengajak para guru dan pemuka masyarakat Ujung Malang dan sekitarnya untuk berkumpul dan bermusyawarah membentuk sebuah organisasi kecil dengan nama Panitia Pembangunan Pemeliharaan dan Pertolongan Islam (disingkat Panitia P3 Islam). Hal ini dilakukan oleh KH Noer Ali karena terdorong oleh rasa tanggungjawabnya kepada Allah SWT dan masa depan umat (bangsa) serta menyatukan umat dalam berbagai bidang khususnya dakwah, pendidikan, dan penyuluhan. Kepanitiaan ini diketuai oleh KH Noer Ali sendiri.11

Selanjutrnya agar mendapat pengakuan secara hukum, para pengurus P3 Islam mengajukan badan hukum kepada notaris Eliza Pondang di Jakarta. Dengan demikian, maka sejak tanggal 7 Agustus 1956 organisasi Panitia Pembangunan, Pemeliharaan, dan Pertolongan Islam telah resmi menjadi sebuah yayasan, berdasarkan nama yang tercantum dalam akta notaris nomor 11. Yayasan ini bernama Yayasan Pembangunan, Pemeliharaan, dan Pertolongan Islam Desa Ujung Malang Tengah disingkat Yayasan P3 Islam Desa Ujung Malang Tengah.

110 6D¶GXGGLQ +0,

Catatan Ringkas Proses Berdiri dan Berkembangnya Yayasan

Pembangunan, Pemeliharaadan Pertolongan Islam (Yayasan P3 Islam), (Bekasi: Ujung


(24)

Setelah resmi dibentuk Yayasan P3 Islam mulai membangun sekolah-sekolah di sekitar daerah Ujung Malang dengan mengumpulkan anak-anak dan para pemuda untuk melanjutkan sekolah. Hingga tahun 1952 Yayasan P3 Islam berhasil mendirikan enam buah Madrasah Ibtidaiyah (SRI : Sekolah Rakyat Islam) di Ujung Malang, membangun Masjid JDPL¶ $WWDTZD VHUWD PHPEHULNDQ bantuan kepada pejuang kemerdekaan dengan memberikan sebagian hasil mengelola persawahannya.

Untuk menampung para pelajar lanjutan madrasah ibtidaiyah, Yayasan P3 Islam membangun pondok pesantren dengan nama Perguruan Menengah Islam Pesantren Bahagia.12 Ketua perguruan tersebut adalah KH Noer Ali, tetapi karena kesibukan beliau sebagai ketua DPD Masyumi Bekasi, maka sebagai direkturnya ditunjuk KH Abdurrahman.

Setelah organisasi Masyumi dibubarkan pada tahun 1960, KH Noer Ali mulai aktif kembali membangun kampungnya dalam bidang pendidikan, di komplek masjid Attaqwa, beliau membangun pondok pesantren dengan nama Pondok Pesantren Attaqwa (PPA).

Di tengah-tengah aktivitas pendidikan pondok pesantren yang dibangun oleh Yayasan P3 Islam ini, lokasi perguruan menengah Islam Pesantren Bahagia, yaitu pesantren yang ada di desa teluk pucung waktu itu sebelum adanya pondok pesantren attaqwa diperlukan oleh pemerintah untuk kantor Komando Distrik Militer (Kodim) 0507 Bekasi

Dengan demikian maka para santri yang belajar harus pindah ke pesantren lain, di antara mereka bannyak yang pindah ke PPA yang dipimpin oleh KH Noer

12


(25)

Ali. Dengan bertambahnya santri yang tertampung di PPA, makin berkembang pula sistem pendidikan di pondok pesantren tersebut. Pada tahun 1962, PPA mengubah sistem pendidikannya dari sistem non klasikal (tradisional) menjadi klasikal, yaitu dengan membangun Madrasah Menengah Attaqwa (MMA) Putra, yang setingkat dengan Tsanawiyah dan Aliyah dengan mata pelajaran 50% pengetahuan agama dan 50% pengetahuan umum. Tujuan dari perubahan tersebut adalah agar para lulusan dari madrasah ini dapat melanjutkan pendidikannya ke berbagai perguruan tinggi baik agama maupun umum.

Pada tahun 1986 setelah berusia 30 tahun, Yayasan pembangunan, Pemeliharaan, dan Pertolongan Islam (YP3I) mengadakan regenerasi kepengurusan dan sekaligus mengadakan perubahan nama serta perbaikan anggaran dasar untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang Keormasan No. 8 Tahun 1982, dengan demikian maka YP3I berubah nama menjadi Yayasan Attaqwa. Perubahan tersebut disahkan oleh notaris Soedirja, SH pada tanggal 17 Desember 1986 dengan No. Register 16.13

Pada saat ini lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Yayasan Attaqwa berjumlah 99 unit, dengan siswa berjumlah 18.718 orang. Mereka terdiri atas pelajar tingkat Taman Kanak-Kanak Islam, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Aliyah, SMA Islam, Pesantren Tinggi Attaqwa dan Sekolah Tinggi Agama Islam Attaqwa (STAIA).

13

Sekretariat Yayasan Attaqwa, Rekapitalisasi Global Lembaga-lembaga di bawah Yayasan Attaqwa Pusat, (Ujung Harapan: yayasan attaqwa,1986), h 4.


(26)

C. Visi, Misi, dan Orientasi Pondok Pesantren Attaqwa

Visi pondok pesantren attaqwa merupakan gambaran cita-cita yang ingin diwujudkan oleh pendiri dan pengurus pondok pesantren attaqwa melalui semua kegiatannya. Visi itu diformalisasikan dalam kalimat singkat yaitu Ikhlas, Berdzikir, Berpikir, Beramal.14

Ikhlas adalah titik tolak kegiatan semua insan Muslim menuju keridhoan Allah SWT. Tidak ada kegiatan insan mukhlis yang tidak didasari oleh tujuan ibadah kepada-Nya.

Ikhlas diperintahkan Allah SWT dalam firmannya surah al-Bayyinah ayat 5, yang berbunyi :

˵Ϧ˸ϳ˶Ω˴Ϛ˶ϟ˴Ϋ˴ϭ˴ΓϮ˴ϛ͉ΰϟ΍΍΍˸Ϯ˵Η˸Ά˵ϳ˴ϭ˴ΓϮ˴Ϡ͉μϟ΍΍˸Ϯ˵Ϥ˸ϴ˶Ϙ˵ϳ˴ϭ˴˯΂˴ϔ˴Ϩ˵Σ˴Ϧ˸ϳ͋Ϊϟ΍˵Ϫ˴ϟ˴Ϧ˸ϴ˶μ˶Ϡ˸Ψ˵ϣ˴Ϳ΍΍˸ϭ˵Ϊ˵Β˸ό˴ϴ˶ϟ͉ϻ˶·΍˸ϭ˵ή˶ϣ˵΃΂˴ϣ˴ϭ ˶Δ˴Ϥ͋ϴ˴Ϙ˸ϟ΍

` 5 ^

Artinya :Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. Dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian inilah agama yang lurus.(QS al-Bayyinah (98) : 5)

Berdzikir adalah aktivitas yang diperintahkan dan merupakan amalan yang sangat mulia sebagaimana firman Allah surat al-Ahzab ayat 41 :

΍˱ήϴ˶Μ˴ϛ΍˱ή˸ϛ˶Ϋ˴Ϳ΍΍ϭ˵ή˵ϛ˸Ϋ΍΍Ϯ˵Ϩ˴ϣ΍˴˯˴Ϧϳ˶ά͉ϟ΍Ύ˴Ϭ͊ϳ˴΃΂˴ϳ ` 41 ^

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. {QS al-Ahzab (33) : 41 }

˴Ϧϴ˶Ϡ˶ϓΎ˴ϐ˸ϟ΍˴Ϧ͋ϣϦ˵Ϝ˴Η˴ϻ˴ϭ˶ϝΎ˴λ˴Ϸ˸΍˴ϭϭ˵Ϊ˵ϐ˸ϟΎ˶Α˶ϝ˸Ϯ˴Ϙ˸ϟ΍˴Ϧ˶ϣ˶ή˸Ϭ˴Π˸ϟ΍˴ϥϭ˵Ω˴ϭ˱Δ˴ϴ˸ϔ˶Χ˴ϭΎ˱ϋ͊ή˴π˴Η˴Ϛ˶δ˸ϔ˴ϧϲ˶ϓ˴Ϛ͉Α͉έή˵ϛ˸Ϋ΍˴ϭ `

205 ^

Artinya : Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. {QS al-A'raf (07) : 205 }

14

Brosur Pendaftaran Murid Baru 2010/2011, (Yayasan Attaqwa, Pondok Pesantren Attaqwa Putra Bekasi).


(27)

Berdzikir bisa bermakna tanda kesyukuran seorang hamba kepada Allah SWT sebagai Khaliq yang telah menciptakan dirinya dan memfasilitasi hidup dan kehidupannya, dengan berdzikir selain hati akan merasa tenteram dapat juga memberikan kekuatan dan rasa percaya diri seorang hamba. Sehingga sang hamba merasa yakin bahwa hidupnya benar-benar selalu dalam pengawasan Rabbul alamin. Menurut pengasuh PPA dengan berzikir maka Allah akan memberikan karunia-Nya yang kadang berupa kemudahan bagi santri dalam belajar, kemudahan bagi guru dalam mengajar, dan keberkahan suatu lembaga.

Berpikir merupakan kelebihan yang dimiliki manusia bahkan dia menjadi pembela yang utama dibandingkan dengan hewan. Di dalam al-Qur'an banyak perintah Allah kepada manusia untuk memikirkan segala penciptaan-Nya. Firman Allah dalam surah al-Baqarah 266 menyatakan :

˵Ϫ˴ΑΎ˴λ˴΃˴ϭ˶Ε΍˴ή˴Ϥ͉Μϟ΍͋Ϟ˵ϛϦ˶ϣΎ˴Ϭϴ˶ϓ˵Ϫ˴ϟ˵έΎ˴Ϭ˸ϧ˴Ϸ˸΍Ύ˴Ϭ˶Θ˸Τ˴ΗϦ˶ϣϱ˶ή˸Π˴Η˳ΏΎ˴Ϩ˸ϋ˴΃˴ϭ˳Ϟϴ˶Ψ͉ϧϦ͋ϣ˲Δ͉Ϩ˴Ο˵Ϫ˴ϟ˴ϥϮ˵Ϝ˴Ηϥ˴΃˸Ϣ˵ϛ˵Ϊ˴Σ˴΃͊Ω˴Ϯ˴ϳ˴΃ ˴ϥϭ˵ή͉Ϝ˴ϔ˴Θ˴Η˸Ϣ˵Ϝ͉Ϡ˴ό˴ϟ˶ΕΎ˴ϳ˴Ϸ˸΍˵Ϣ˵Ϝ˴ϟ˵Ϳ΍˵Ϧ͋ϴ˴Β˵ϳ˴Ϛ˶ϟ˴ά˴ϛ˸Ζ˴ϗ˴ή˴Θ˸ΣΎ˴ϓ˵˵έΎ˴ϧ˶Ϫϴ˶ϓ˵˵έΎ˴μ˸ϋ˶·΂˴Ϭ˴ΑΎ˴λ˴΄˴ϓ˵˯΂˴ϔ˴ό˵ο˲Δ͉ϳ͋έ˵Ϋ˵Ϫ˴ϟ˴ϭ˵ή˴Β˶Ϝ˸ϟ΍ `

266 ^

Artinya : Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah, demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. {QS. al-Baqarah (02) :266 }

Dengan berpikir, manusia akan menelurkan perbuatan-perbuatan yang tidak semena-mena karena setiap gerak geriknya sudah termenej dan terpikirkan dengan baik dan siap bertanggungjawab sebagai konsekuensi dan buah dari setiap apa yang ia perbuat. Berpikir juga akan mewujudkan insan yang cerdas, pintar,


(28)

berwawasan luas dan akan menjadi sumberdaya manusia yang mampu memanfaatkan potensi alam untuk kesejahteraan manusia yang pada akhirnya dapat mewujudkan Islam sebagai agama yang \D¶OXZDOD\X¶ODDODLK, yaitu agama yang tinggi dengan sendirinya.

Di samping itu dengan berpikir akan memperkuat keyakinan dan keimanan akan kebesaran Allah dan menjadi modal untuk mencapai kebahagiaan hakiki dunia dan akhirat. Bila berdzikir dan berpikir tergabung dalam diri seorang insan maka akan melahirkan manusia yang ulul albab (orang-orang yang cerdas dan berpikir).

Hakikat kebesaran Allah SWT hanya akan muncul dan dirasakan oleh orang-orang yang berdzikir dan berpikir. Orang yang berdzikir kepada Allah dalam semua kondisi dan berpikir terhadap ciptaan Allah SWT yang dapat disaksikan melalui alam yang terbentang, mereka akan merasakan indahnya sistem ilahi yang dapat membawa manusia kepada kesuksesan, kebaikan, dan kebahagiaan Ummat.15

Beramal merupakan konsekuensi logis dari berpikir dan berdzikir. Insan yang berdzikir dan berpikir akan memunculkan dari mulutnya ucapan sanjungan dan pengakuan bahwa Allah tidak menciptakan alam ini sia-sia, semua yang diciptakan-Nya membawa manfaat dan hikmah. Oleh sebab itu ia akan melakukan berbagai amal shalih menggapai ridho Allah. Beramal merupakan mata rantai yang keempat dari rangkaian mata rantai di atas yang tidak boleh terputus, karena amal merupakan penentu atau hasil dan buah pikir dan dzikir. Tanpa amal manusia tidak mempunyai nilai apa-apa. Sukses atau tidaknya seseorang sangat

15

Sekretariat Yayasan Attaqwa, Rekapitulasi Global Lembaga-lembaga dibawah Yayasan Attaqwa Pusat, h. 8.


(29)

ditentukan oleh amalnya, baik untuk kepentingan pribadi maupun orang banyak, khususnya untuk kepentingan agama, bangsa, dan negara, inilah yang disebut dengan amal shalih.

Misi PPA adalah membina, mengembangkan, dan memelihara masyarakat madani yang ikhlas, berdzikir, berpikir, dan beramal shalih melalui pendidikan, dakwah, kegiatan ekonomi, dan sosial dalam menuju baldatun thayyibatun warobbun ghofur (Negeri yang Indah dan di ridhoi oleh Allah).16

Membina adalah kata lain dari membangun, dalam misi ini kata membangun bermakna mewujudkan berbagai kebutuhan fisik dan non fisik yang diperlukan oleh kepentingan umat. Mengembangkan bermakna menambah dan meningkatkan terus-menerus pembangunan masyarakat madani yang diinginkan dengan berbagai kegiatan. Kata memelihara diambil dari bahasa Arab muhafadzah artinya harus memelihara semua yang kita bangun. Pemeliharaam diperlukan agar semua yang telah dicapai dapat dipertahankan sehingga pembangunan dan pengembangan yang telah dilakukan tidak sia-sia.

Masyarakat madani yang dimaksud adalah masyarakat yang menjadikan masyarakat kota Madinah yang dibangun oleh Rasulullah saw sebagai contoh dan teladan. Di mana masjid dijadikan sebagai pusat kegiatan dan pembinaan masyarakat. Masyarakat madani juga bermakna masyarakat yang berbudaya dan maju. Dakwah, pendidikan dan kegiatan ekonomi serta kegiatan sosial adalah empat garapan utama yang menjadi misi Yayasan Attaqwa.17

Adapun pendidikan di PPA bertujuan untuk membentuk insan yang mampu menegakkan ajaran Islam dalam aspek kehidupannya, insan yang berdzikir dan

16

Ibid.,h.11

17


(30)

berpikir yang mampu menerima dan memberi nasihat, tidak otoriter dan tidak pula rendah diri.18 Dalam bentuk konkretnya tujuan pendidikannya adalah membentuk Muslim yang :

1. Bertaqwa kepada Allah SWT beramal shalih, berbudi luhur, dapat bekerja di dunia dengan baik dan menuai pahala di akhirat kelak.

2. Membantu pemerintah dalam upaya mencerdaskan bangsa.

3. Mendidik siswa agar berakhlak karimah dan berilmu pengetahuan.

4. Mempersiapkan siswa agar bisa melanjutkan studi ke perguruan tinggi, baik dalam maupun luar negri.

5. Mempersiapkan siswa agar bisa dan mampu hidup di tengah-tengah masyarakat.

6. Mengembangkan minat dan bakat dalam berbagai bidang : 7DKVLQXO 4LUR¶DK al-Quran, Tahfidz al-Qur¶an dan +DGLVW 4LUD¶DK .XWXEpidato tiga bahasa, drama, organisasi, olahraga, dan lain-lain.

D. Tokoh Pendiri Pondok Pesantren Attaqwa

Pondok Pesantren Attaqwa (PPA) adalah salah satu pondok pesantren terkemuka di Bekasi. Pesantren ini tidak dapat dilepaskan dari peran tokoh yang mendirikan dan membesarkan PPA yaitu KH Noer Ali. Beliau adalah seorang revolusioner, pendidik, dan pejuang yang membawa perubahan di Desa Ujung Malang yang sekarang bernama Ujung Harapan dengan mendirikan PPA.

KH Noer Ali lahir sebagai anak keempat dari sepuluh bersaudara pasangan H. Anwar bin H. Layu dan Hj. Maimunah binti Tarbin pada tahun 1914 di Desa

18


(31)

Ujung Malang, Onderdistrik Babelan, Distrik Bekasi, Regentschap (Kabupaten) Meester Cornelis, Residensi Batavia, sebelum diganti menjadi Desa Ujung Harapan Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, atas usulan Menteri Luar Negeri Adam Malik pada tahun 1970-an ketika berkunjung ke PPA.

Tidak ada yang mengetahui secara persis kapan tanggal dan bulan kelahiran KH Noer Ali, kecuali tahunnya, 1914. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan penduduk kampung yang tidak terbiasa mencatat peristiwa dalam bentuk tulisan. Kalaupun menggunakan daya ingat, semua tergantung dari kemampuan seseorang merangkaikan satu peristiwa dengan peristiwa lain sehingga kelahirannya dapat diduga, meskipun begitu, keabsahannya amat diragukan.19

Pada awal usia 3 tahun, KH Noer Ali sudah bisa berbicara dengan bahasa ibu, mengeja huruf, hitungan, dan hapal kata yang baru, baik dari bahasa Arab maupun Melayu. Bersamaan dengan masa disapih, KH Noer Ali mulai bergaul dengan teman-teman sebayanya di luar rumah.

Salah satu kelebihan KH Noer Ali sudah nampak sejak kecil yang kelak akan memengaruhi kepemimpinannya, yaitu ketika main ia tidak mau tampil di belakang, tidak mau diiringi, ia selalu ingin tampil di muka sebagai orang yang pertama meskipun jumlah temannya belasan hingga puluhan. Ketika memainkan permainan anak-anak pun ia tidak mau kalah. Di hampir semua permainan ia selalu tampil sebagai pemenang, seperti cor, bengkat, peletokan, layang-layang, teprak, dan perang-perangan.20

19

Ali Anwar, KH Noer Ali Sosok Ulama, Pejuang, dan Pendidik. Yayasan Attaqwa,h. 12.

20

Cor permainan tradisional yang dimainkan beberapa orang dengan memukul sebuah kayu di atas batu hingga jauh dan lawan tidak bisa mengambilnya dengan cepat.Peletokan,bengkat adalah permainan perang-perangan dengan menggunakan bambu yang di isi dengan biji jambu kecil dan selainnya dengan cara menembakkan ke lawan.


(32)

Semasa kecil KH Noer Ali sudah memperlihatkan semangat belajar yang sangat baik, di usia delapan tahun ia dikhitan dan belajar kepada guru Maksum di kampung Bulak. Pelajaran yang diberikan lebih dititikberatkan pada pengenalan dan mengeja huruf Arab, menghapal, dan membaca juz µ$mma, ditambah menghapal dasar-dasar rukun Islam dan rukun Iman, tarikh para nabi, akhlak, dan fiqih. Karena sejak kecil telah terbiasa belajar dengan orangtua dan kakak-kakaknya, KH Noer Ali pun tidak merasa kesulitan mencerna pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh gurunya.

Setelah tiga tahun belajar pada guru Maksum, pada tahun 1925 KH Noer Ali belajar kepada guru Mughni di Ujung Malang. Di sini ia mendapat pelajaran Alfiyah (tata bahasa Arab), al-4XU¶an, Tajwid, Nahwu, Tauhid, dan Fiqih. Seiring dengan perkembangan usia dan pelajaran yang telah didapat, keinginantahuannya terhadap dunia luar pun semakin kuat. Mula-mula ia dan kawan-kawannya bermain ke kampung-kampung di sekitarnya. Sampai pada keingintahuannya untuk melihat rumah gedung tuan tanah, tingkah laku tuan tanah dan aparatnya.

Bersamaan dengan itu ia pun sudah bisa membandingkan antara konsep normatif yang diajarkan gurunya dengan kondisi realitas penduduk. Kalau gurunya mengajarkan untuk tidak melakukan kegiatan maksiat, justru pada kenyataannya KH Noer Ali dihadapkan pada kondisi realitas tersebut. KH Noer Ali menganggap ini sebagai akibat dari kurangnya pendidikan agama bagi masing-masing individu masyarakat.

Semangat cinta tanah air bernuansa keagamaan merasuk dalam dirinya. Kepada adiknya Hj. Marhamah, ia mengutarakan cita-citanya untuk menjadi


(33)

pemimpin agama dan membangun sebuah perkampungan surga. Di mana penduduknya beragama Islam dan menjalankan syariat Islam.

KH Noer Ali juga giat membantu ayah dan ibunya di rumah. Kebiasaan KH Noer Ali yang sejak kecil sudah nampak adalah bila bekerja tidak mau melakukan pekerjaan yang sedikit dan tanggung-tanggung. Ia hanya mau bekerja kalau pekerjaan itu menyeluruh, dari awal sampai akhir, meskipun sarat dengan beban berat.21

Di pengajian guru Mughni, KH Noer Ali dianggap sebagai murid yang pandai, cerdas, dan tekun. Semua mata pelajaran dikuasainya dengan baik, sehingga wajar saja kalau guru Mughni amat sayang kepadanya. Bahkan khusus untuk pelajaran Alfiyah (pengetahuan tentang kaidah tata bahasa Arab), KH Noer Ali mampu menghapal seribu bait lebih awal. Di saat yang sama, yaitu ketika guru Mughni berkeinginan untuk menjadikan KH Noer Ali sebagai badalnya, KH Noer Ali pun memberitahukan kepada orangtuanya tentang keinginannya mondok ke guru Marzuki. Mengingat bakat, kesungguhan, dan tekad yang besar, akhirnya dengan berat hati guru Mughni mengizinkan KH Noer Ali untuk melanjutkan pendidikannya kepada guru Marzuki.

Pada tahun 1930-an KH Noer Ali meneruskan pendidikannya dan mondok kepada guru Marzuki di Kampung Cipinang Muara, Klender, Jakarta Timur. Di sini KH Noer Ali menempuh pendidikan tahap lanjutan setingkat Aliyah dengan mata pelajaran sebagaimana yang diberikan oleh guru Mughni, tetapi materinya dikembangkan dengan aspek pemahaman yang lebih ditekankan, seperti pelajaran Tauhid, Tajwid, Nahwu, Sharaf, dan Fiqih.

21

Anwar,Ali, KH Noer Ali Sosok Ulama, Pejuang, dan Pendidik. Yayasan Attaqwa,Op cit. h.13.


(34)

Jika memiliki waktu senggang terutama saat libur hari JXP¶DW VHPLQJJX sekali guru Marzuki melakukan kegiatan berburu bajing. Bagi guru Marzuki, bajing sangat merugikannya dan petani kelapa umumnya, karena bajing mempunyai kegemaran memakan kelapa yang masih berada di pohon. Dari guru Marzuki ia belajar cara menggunakan senjata.

Pada tahun 1933, karena dinilai cerdas dan mampu mengikuti pelajaran dengan baik, KH Noer Ali diangkat menjadi badal, yang fungsinya menggantikan sang guru apabila ia sedang udzur (halangan). Di pondok guru Marzuki, KH Noer Ali mempunyai banyak teman yang kelak akan menjadi sahabatnya dan ulama terkenal di bilangan Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi, seperti KH Abdullah 6\DIL¶LH.+$EGXUUDFKPDQ6KDGUi, KH Abu Bakar, KH Mukhtar Thabrani, KH Abdul Bakir Marzuki, KH Hasbullah, KH Zayadi, dan lain-lain.

Sebagai murid yang mempunyai keinginan besar dalam menempuh pendidikan, KH Noer Ali mempunyai keinginan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Dari cerita guru Marzuki, KH Noer Ali mendengar bahwa pendidikan tingkat lanjut dan agar menjadi ulama yang baik adalah di Mekkah. Awalnya guru Marzuki dan H. Anwar pun keberatan, karena melihat kemampuan ekonominya yang pas-pasan. Guru Marzuki hanya dapat menyarankan agar KH Noer Ali melanjutkan belajarnya ke guru Abdul Madjid di Pekojan. Tetapi KH Noer Ali menilai, ia tidak akan berkembang jika masih berada di lingkungan Batavia. Mendengar rengekan anak kesayangannya yang berbakat itu, H. Anwar tidak dapat menahan haru. Sebelum berangkat KH Noer Ali dan KH Hasbullah menemui guru Marzuki untuk meminta restu. Di akhir pertemuan guru Marzuki berpesan kepada kedua murid kesayangannya itu, meskipun di Mekkah belajar


(35)

dengan banyak Syeikh, tetapi kalian tidak boleh lupa untuk tetap belajar kepada syaikh Ali al-Maliki.22

Pada tahun 1934, KH Noer Ali ditemani sahabatnya KH Hasbullah berangkat menuju Mekkah dengan uang pinjaman dari tuan tanah Wat Siong. Sesampainya di pelabuhan Jeddah, KH Noer Ali disambut oleh Syeikh Ali Betawi yang bertugas menyambut jamaah haji atau para pelajar yang bermukim di Mekkah. Selanjutnya KH Noer Ali melanjutkan perjalanan menuju Mekkah dengan kendaraan unta selama dua hari satu malam.

Baru beberapa minggu di Mekkah, KH Noer Ali mendapat kabar dari jamaah haji yang baru datang, bahwa guru yang sangat dicintai dan dihormatinya, guru Marzuki, meninggal dunia. Untuk sementara waktu, KH Noer Ali, KH Hasbullah dan orang-orang yang kenal dengan guru Marzuki berkabung dan melakukan shalat ghaib.

Sesuai dengan pesan gurunya, KH Noer Ali langsung menghubungi syaikh Ali al-Maliki. Adalah wajar jika guru Marzuki meminta KH Noer Ali untuk belajar kepada syaikh Ali al-Maliki karena guru Marzuki adalah murid kesayangan syaikh Ali al-Maliki ketika mukim di Mekkah sejak tahun 1900-1910. Saat itu syaikh Ali al-Maliki berusia 75 tahun. Beliau adalah syaikh yang mengajarkan berbagai macam cabang ilmu agama Islam, tetapi ajarannya lebih dititikberatkan kepada Hadis. Kedekatan KH Noer Ali dengan syaikh Ali al-Maliki terwujud pula dalam kegiatan sehari-hari. Hampir setiap hari, apabila menuju dan dari Masjidil Haram KH Noer Ali memapah syaikh yang sudah renta itu, yang membutuhkan waktu berjalan sekitar 15 menit.

22


(36)

Selain dengan syaikh Ali al-Maliki, KH Noer Ali pun menggali ilmu agama dari syaikh lain, terutama syaikh Umar Hamdan, syaikh Ahmad Fatoni, syaikh Ibn al-Arabi, syaikh Muhammad Amin al-Quthbi, syaikh Achyadi, syaikh Abdul Jalil dan syaikh Umar al-Turki.

Kepada syaikh Umar Hamdan yang berusia sekitar 70 tahun, KH Noer Ali belajar Kutubussittah. Syaikh Ahmad Fatoni adalah syaikh yang berasal dari Patani (Muangthai), berumur sekitar 40 tahun, yang memberikan pelajaran fiqih dengan kitab Iqna sebagai acuannya. Melalui syaikh Muhammad Amin al-Quthbi yang berusia 45 tahun, KH Noer Ali belajar ilmu nahwu, qawafi (sastra/arudh), dan bDGL¶ balaghah). Selain itu syaikh al-Quthbi pun mengajarkan ilmu tauhid dan mantiq (ilmu logika yang mengandung falsafah Yunani) dengan kitab Asymuni sebagai acuannya. Sedangkan dari syaikh Abdul Jalil diperoleh ilmu politik, syaikh Umar al-Turki dan syaikh Ibn al-Arabi, diperoleh ilmu Hadis dan 8OXPXO4XU¶DQ

Berada jauh dengan tanah air tidak membuat KH Noer Ali lupa dengan bangsanya. Melalui weselpos dari orangtua dan surat kabar yang terbit di Saudi Arabia dan Hindia Belanda, KH Noer Ali mengetahui situasi dan kondisi dunia dan tanah airnya. Adanya sarana organisasi seperti Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Persatuan Talabah Indonesia (Pertindo), dan Perhimpunan Pelajar Indonesia-Malaya (Perindom), telah menggerakkan hati KH Noer Ali untuk turut andil di dalamnya. Pada beberapa kesempatan ia sempat berdialog dengan beberapa pelajar asal Jepang, di antaranya adalah Muhammad Abdul Muniam Inada.


(37)

Betapapun pentingnya organisasi, KH Noer Ali menyadari bahwa menuntut ilmu itu harus lebih diutamakan. Selain itu faktor yang membuat KH Noer Ali tidak memasuki organisasi yang lebih besar adalah karena masih banyak teman-temannya yang kesulitan keuangan, dan lemahnya kemampuan intelektual dan pengalaman organisasi dari individu masing-masing teman-temannya. KH Noer Ali pun sadar bahwa kekuatan bisa dibina dari yang kecil, dari bawah. Sebagai realisasinya, KH Noer Ali dan beberapa temannya seperti KH Hasan Basri membentuk organisasi Persatuan Pelajar Betawi (PPB), dengan KH Noer Ali sebagai ketuanya.

Ketika suasana mendekati Perang Dunia II (akhir 1939), KH Noer Ali yang sudah memiliki cukup ilmu memutuskan untuk kembali ke tanah air. Syaikh Ali al-Maliki yang melihat potensi keulamaan KH Noer Ali, berpesan diakhir pertemuannya: Kalau kamu mau pulang, silahkan pulang. Tetapi ingat, jika bekerja jangan menjadi penghulu (pegawai pemerintah). Kalau kamu mau mengajar, saya akan ridha dunia-akhirat.

Kepulangan KH Noer Ali ke kampung halamannya di Ujung Malang pada awal Januari tahun 1940, telah menjadi duri dalam daging bagi tuan tanah dan pemerintah Hindia Belanda. Setelah mendirikan pesantren, maka di tahun yang sama tepatnya pada bulan April, ia menikah dengan Hj. Siti Rahmah binti KH Mughni.

Salah satu karya KH Noer Ali yang dapat kita rasakan manfaatnya sampai sekarang adalah pembangunan dan pembukaan akses jalan secara besar±besaran antara Kampung Ujung Malang, Teluk Pucung, dan Pondok Ungu. Dalam setiap jalan yang dibangun beliau tidak pernah mengeluarkan biaya untuk pembebasan


(38)

tanah warga, tetapi apabila itu merupakan instruksi dari KH Noer Ali, semua warga dengan sukarela dan ikhlas akan mewakafkan, dan beliau terjun langsung memimpin gotong-royong pengerjaannya pada pertengahan tahun 1941.

Sebagai salah satu pemimpin agama yang namanya sudah masuk dalam daftar Shumubu (Kantor Urusan Agama), pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), KH Noer Ali menyikapinya dengan sangat hati±hati.23 Pada pertengahan April 1942 KH Noer Ali memenuhi undangan tentara Jepang menghadap pimpinan Shumubu di kantor Shumubu, dekat masjid Matraman, Jatinegara, Jakarta Timur. Ternyata di sana ada Muhammad Abdul Muniam Inada, pelajar Jepang yang menjadi temannya di Mekkah menjadi ketua Shumubu.

Secara formal, atas nama pemerintah pendudukan Jepang, Muniam meminta kepada KH Noer Ali agar bersedia membantu Jepang dalam bentuk partisipasi langsung dalam aktifitas yang diprogramkan Shumubu. Menyadari posisinya dalam kondisi serba salah, dengan kemahirannya berdiplomasi, KH Noer Ali secara halus menolak ajakan Muniam dengan alasan saya sedang memimpin pesantren yang baru didirikan.Kalau saya terjun bersama ulama lain, bagaimana nasib santri saya, mereka akan tercerai berai tak terurus. Dengan alasan yang masuk akal tersebut Muniam mengijinkan KH Noer Ali untuk tetap mengurus pesantren sambil tetap berdoa demi kemakmuran Asia Raya.

Untuk mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu bangsa Indonesia harus bertempur secara fisik, KH Noer Ali menyalurkan santrinya ke dalam Heiho (pembantu prajurit), Keibodan (barisan pembantu polisi) di Teluk Pucung, dan

23

Anwar,Ali, KH Noer Alie Kemandirian Ulama Pejuang, (Bekasi: Yayasan Attaqwa, 2006), h. 20.


(39)

menyuruh salah seorang santrinya untuk mengikuti latihan kemiliteran Pembela Tanah Air (PETA).

Ketika Indonesia merdeka, ia terpilih sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Cabang Babelan. Tanggal 19 September 1945 ketika diselenggarakan rapat raksasa di Lapangan Ikada Jakarta, KH Noer Ali mengerahkan massa untuk hadir. Dalam mempertahankan kemerdekaan, ia menjadi ketua Laskar Rakyat Bekasi, selanjutnya menjadi Komandan Batalyon III Hizbullah Bekasi. Gelar kiyai haji sendiri beliau dapatkan dari bung Tomo yang dalam pidatonya melalui pemancar radio Surabaya atau radionya pemberontak berkali-kali menyebut nama KH Noer Ali, akhirnya gelar guru pun tergeser dan berganti dengan makna yang sama, kiyai haji.24

Ketika terjadi Agresi Militer Juli 1947 KH Noer Ali menghadap Jenderal Oerip Soemohardjo di Yogyakarta. Ia diperintahkan untuk bergerilya di Jawa Barat dengan tidak menggunakan nama TNI. KH Noer Ali pun kembali ke Jawa Barat dengan berjalan kaki dan mendirikan sekaligus menjadi komandan Markas Pusat Hizbullah-Sabilillah (MPHS) Jakarta Raya di Karawang.

Untuk menunjukkan bahwa pertahanan Indonesia masih eksis, di beberapa tempat MPHS melakukan perang urat syaraf (psy-wars). KH Noer Ali memerintahkan pasukannya bersama masyarakat di Tanjung Karekok, Rawa Gede, dan Karawang untuk membuat bendera merah-putih ukuran kecil yang terbuat dari kertas. Ribuan bendera tersebut lalu ditancapkan di setiap pohon dan rumah penduduk dengan tujuan membangkitkan moral rakyat bahwa di tengah-tengah kekuasaan Belanda masih ada pasukan Indonesia yang terus melakukan

24


(40)

perlawanan. Aksi heroik tersebut membuat Belanda terperangah dan mengira pemasangan bendera merah-putih tersebut dilakukan oleh TNI. Belanda langsung mencari Mayor Lukas Kustaryo, karena tidak ditemukan Belanda marah dan membantai sekitar empat ratus orang warga sekitar Rawa Gede.

Pembantaian yang terkenal dalam laporan De Exceseen Nota Belanda itu di satu sisi mengakibatkan terbunuhnya rakyat, namun di sisi lain para petinggi Belanda dan Indonesia tersadar bahwa di sekitar Karawang, Cikampek, Bekasi, dan Jakarta masih ada kekuatan Indonesia. Sedangkan citra Belanda kian terpuruk karena telah melakukan pembunuhan keji terhadap penduduk yang tidak bedosa.

Pada tanggal 29 Nopember 1945 terjadi pertempuran sengit antara pasukan KH Noer Ali dengan pasukan sekutu di Pondok Ungu. Pasukan yang sebelumnya telah diberikan motivasi juang seperti puasa, doa hizbun nasr, ratib al-Haddad, wirid, shalat tasbih, shalat hajat, dan shalat witir, lupa dengan pesan KH Noer Ali agar tidak sombong dan angkuh. Melihat gelagat yang tidak baik, KH Noer Ali menginstruksikan seluruh pasukannya untuk mundur. Sebagian yang masih bertahan akhirnya menjadi korban di pertempuran Sasak Kapuk.

Kecintaan terhadap bidang pendidikan telah membuat KH Noer Ali berinisiatif untuk membentuk Lembaga Pendidikan Islam (LPI) bersama KH Rojiun, yang salah satu programnya adalah mendirikan Sekolah Rakyat Islam di Jakarta dan Jawa Barat. Di Ujung Malang, KH Noer Ali kembali mengaktifkan pesantrennya dengan SRI sebagai lembaga pendidikan pertama.

Pada bulan Juli 1949 KH Noer Ali diminta oleh wakil Residen Jakarta 0XKDPPDG 0RH¶PLQ XQWXN PHQMDGLbupati Jatinegara. Teringat pesan gurunya syaikh Ali al-Maliki agar tidak menjadi pegawai pemerintah, maka KH Noer Ali


(41)

pun menolak dengan halus tawaran tersebut. Setelah itu beliau mengabdikan dirinya untuk Kampung Ujung Malang dan fokus mengembangkan pendidikan PPA dan misinya menciptakan kampung surga.


(42)

BAB III

MODERNISASI PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN ATTAQWA

A. Metode Pendidikan Tradisional Pondok Pesantren Attaqwa

Secara umum pendidikan pondok pesantren adalah membimbing anak didik untuk berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi muballig Islam di masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.25 Sedangkan secara khusus tujuan pondok pesantren adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiyai bersangkutan serta dapat mengamalkan dalam masyarakat sebagaimana yang telah dikembangkan di pesantren, karena pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berusaha menciptakan kader-kader muballig yang diharapkan dapat meneruskan misi dakwah Islam dan mereka juga diharapkan dapat menguasai studi-studi keislaman dan ilmu agama lainnya.26

Salah satu ciri khas pondok pesantren adalah memakai sistem atau metode pendidikan tradisional, di mana pondok mempunyai hak penuh untuk menentukan materi yang akan diwetonkan dan disorogkan (yaitu kitab yang akan di pelajari) kepada santri, agar terjadi hubungan dua arah antara kiyai dan santri.27

Pendidikan tradisional ini sudah ada sejak menyebarnya pendidikan Islam di Indonesia, dan menjadi tradisi pondok pesantren. PPA dalam perkembangannya memakai metode pendidikan tradisional dengan menggunakan kitab-kitab kuning dan ilmu agama lainnya diterapkan dalam berbagai bentuk pelajaran. PPA tidak

25

Wolgang Manred Oepen, Dinamika Pesantren, (Jakarta: PM3-FNS, 1987), h. 5.

26

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1996), h. 44.

27

Halaqa, Jurnal Pendidikan dan Keislaman, Fakultas Tarbiyah Universitas


(43)

melepaskan metode yang bersifat tradisional walaupun tetap mengambil metode pengajaran yang bersifat moderen (khalaf), karena metode tradisional sangat berperan dalam membentuk para santri menjadi dD¶L \DQJ EHUNRPSHWHQ GDQ profesional. Di antara metode pendidikan tradisional yang diterapkan di PPA adalah :

A. Bandongan

Metode pengajaran bandongan biasa di sebut dengan halaqoh, yaitu suatu metode pengajaran di mana seorang kiyai membawa sebuah kitab klasik dan para santri membawa kitab yang sama pula. Para santri mendengarkan kiyai menjelaskan (menerangkan) kitab dalam bahasa Arab. Halaqoh juga biasa disebut dengan lingkaran santri atau sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.28 Metode ini diterapkan PPA dalam proses belajar-mengajar kitab kuning, salah satu kitab yang dibaca adalah kitab klasik seperti Tafsir al-Jalalain, Bulugh al-Maram, dan Fath al-Qarib.

Dalam penempatannya, PPA masih memakai masjid untuk tempat pembelajaran, ini dilakukan intensif pada waktu ba¶da subuh, pengajian tafsir para santri dengan dibimbing para guru bakti29 untuk menerangkan pelajaran.

B. Pembacaan Qissah Maulid dan Ratibul Haddad

Salah satu kegiatan yang bersifat tradisional yang senantiasa dipertahankan dan dilanggengkan adalah pembacaan surah Yasin, Qissah Maulid dan Ratibul Haddad, kegiatan ini diharapkan mampu membekali para santrinya dengan wirid

28

Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren Study: Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES,1982), h. 28.

29

Guru bakti adalah seorang santri lulusan yang mengabdi untuk beberapa tahun untuk mengajar di pondok pesantren tempat dia belajar.


(44)

dan dzikir untuk selalu mengingat Allah, dengan otomatis akan memberikan rasa tenteUDPGDQEHUNDKNHSDGDSDUDVDQWULGDQMDPD¶Dh pada umumnya. Kegiatan ini dilaksanakan setelah shalat Maghrib setiap malam JXP¶DW GDQ GLbaca dengan bergantian pada setiap bacaan.

C. Sholat Tasbih

Kegiatan yang diadakan setiap malam JXP¶DWED¶GDshalat Isya berjamaah di masjid Attaqwa bertujuan untuk memupuk para santri untuk gemar beribadah dan diharapkan akan menebalkan iman para santri.

D. Hapalan

Metode pengajaran hapalan ini diterapkan kepada para santri untuk bisa menghapal al-QXU¶DQ KDpalan yang dilakukan memakai metode setoran dengan setiap pertemuan satu kaca (satu lembar) al-QXU¶DQKingga beberapa juz. Ini juga diterapkan untuk menghafal Ratibul Haddad dan lain-lainnya.

E. Muhadhoroh

Muhadhoroh adalah kegiatan yang biasa dilakukan di PPA, kegiatan ini dilakukan setiap malam hari-hari biasa seperti Senin dan Rabu. Kegiatan ini melatih mental dan kreativitas santri dalam berdakwah, di mana seorang santri naik ke podium dan berceramah dikelilingi oleh santri lainnya. Semua ini agar para santri terbiasa, dan tidak canggung lagi saat terjun ke masyarakat.

F. Mudzakarah

Sistem diskusi yang masih dipakai malam hari adalah mudzakarah, yaitu para santri berdiskusi tentang pelajaran yang mereka pelajari di siang hari. Metode ini bertujuan untuk memberikan intensitas belajar kepada para santri agar dapat terus mengingat pelajaran.


(45)

B. Pembaharuan Pendidikan Pondok Pesantren Attaqwa

Berawal dari lembaga pendidikan yang mengutamakan pendidikan agama (Islam), PPA berkembang menjadi lembaga pendidikan yang dinilai tidak kalah dengan lembaga pendidikan non-pesantren. Usaha-usaha ke arah pembaharuan dan modernisasi merupakan konsekuensi dari keberadaan PPA di lingkungan yang berkembang menjadi moderen. Meskipun demikian PPA cenderung masih memiliki batasan-batasan yang konkret. Pembaharuan dan modernisasi yang terjadi diupayakan tidak mengubah atau mereduksi orientasi dan idealisme pesantren. Oleh karena itu PPA cenderung masih mempertahankan tradisi sebagai pondok pesantren yang mempertahankan pendidikan agama, dan memasukkan pendidikan umum untuk memenuhi standar pendidikan nasional. Walaupun PPA mengalami pembaharuan akan tetapi tetap menjaga nilai-nilai moral kemandirian, kesederhanaan, dan kebersamaan yang menjadi ciri khas pondok pesantren.30 Semua bisa dilihat dari kurikulum yang ada dan metode pendidikan PPA.

PPA tetap mempertahankan pelajaran-pelajaran agama yang sudah ada sejak berdirinya MMA (Madrasah Menengah Aliyah) pada tahun 1963, sekalipun banyak pelajaran-pelajaran umum sekarang ini yang dipakai, untuk menarik minat dan mengembangkan bakat para santri serta memajukan PPA. Kurikulum dan metode pendidikan menjadi sejarah panjang PPA dalam pembaharuan pendidikannya.


(46)

a. Kurikulum

Manajemen PPA pada awal berdirinya belum dikembangkan seperti sekarang dan hanya bersifat tradisional. Pada awal berdirinya, PPA hanya mempunyai 300 orang murid. Setelah itu manajemen PPA dikembangkan. Untuk mempermudah pengajaran para murid dibagi dalam lima kelompok, sesuai dengan tingkat kemampuan belajarnya. Sebagian besar murid pesantren adalah laki-laki, sebagaimana halnya pesantren pada masa itu. Tempat belajar, tempat tidur, dan tempat memasak berada dalam satu tempat. Sehingga di dalam ruangan terdapat peti-peti tempat pakaian para murid yang juga berfungsi sebagai alas kitab.31 Hanya pelajaran agama yang diajarkan seperti fiqih, nahwu, sharaf, kutubussittah, dan pelajaran kitab-kitab kuning lainya, pelajaran yang memang melekat di pesantren-pesantren di Indonesia.

Pada tahun 1960-an, setelah KH Noer Ali mulai memikirkan untuk mengembangkan pendidikan di kampung halamannya, barulah PPA mulai mengembangkan manajemen seperti pondok, kelas, dan sarana lainnya. Yayasan P3Islam yang didirikan oleh KH Noer Ali pada tahun 1950 telah berhasil mendirikan enam buah madrasah rakyat, untuk menampung pelajar lanjutan dari madrasah itu maka dibangunlah PPA.

Pada tahun 1963, berdirilah Madrasah Menengah Attaqwa (MMA), kurikulum pesantren berubah dari non klasikal menjadi klasikal. Dengan membagi MMA menjadi 6 tingkatan setara dengan Tsanawiyah dan Aliyah, dan membagi MMA dan pesantren. MMA dengan materi pelajaran agama 50% dan pelajaran umum 50%, sedangkan pesantren lebih mengutamakan agama sebanyak 75% dan

31


(47)

pelajaran umum 25%. Pelajaran-pelajaran umum mulai masuk ke PPA setelah para santri unggulan yang dikirim KH Noer Ali pulang dari Pondok Pesantren Moderen Gontor, Ponorogo, Jawa Timur dan mengajar di PPA. Materi pelajaran-pelajaran umum yang masuk adalah aljabar atau ilmu matematika sekarang ini, ilmu alam seperti biologi, dan ilmu bahasa seperti bahasa Arab dan Inggris.

Kurikulum dan pelajaran-pelajaran mulai menganut sistem Gontor dalam pembaharuan pendidikannya. Materi-materi penunjang atau ekstrakurikuler pun mulai dirintis. Kurikulum ini cukup bertahan lama dan memberikan dampak positif kepada para santri sampai masa kepemimpinan kepala sekolah KH A. Tajuddin. Pada tahun 1987, sistem kurikulum kelas diperbaharui dari jenjang 6 tingkatan menjadi madrasah Tsanawiyah dan Aliyah mengikuti standar pendidikan nasional.

Sekarang ini PPA memakai kurikulum terintegrasi (integrated curicullum), yaitu kurikulum perpaduan antara kurikulum Departemen (sekarang Kementerian) Agama, Depdiknas (sekarang Kemdikbud), dan kurikulum internasional yang berafiliasi ke Timur Tengah. Dengan integrated curicullum, siswa diharapkan dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri dan dapat hidup berkembang dalam membangun masyarakat. Semua pembaharuan di atas dilakukan untuk mencapai MBI (Madrasah Berstandar Internasional) yang dapat bersaing dengan madrasah-madrasah internasional lainnya.32

32


(48)

B. Metode Pengajaran

Istilah sistem atau metode berasal dari kata Yunani yang berarti hubungan fungsional yang teratur antara unit-unit atau komponen-komponen.33 Metode pengajaran sangat berpengaruh bagi perkembangan pondok pesantren, seperti pondok-pondok lainnya PPA mengalami pembaharuan dalam sistem dan metode pengajarannya, semua itu untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi PPA.

Pada awalnya, PPA yang dikembangkan oleh KH Noer Ali masih bersifat tradisional, pengajarannya pun masih bertempat di masjid dan langgar. Metode awal yang diterapkan KH Noer Ali dalam mengembangkan pesantrennya adalah dengan mengefektifkan proses belajar dan mengajar. KH Noer Ali menerapkan metode pengajaran model Mekkah, yaitu metode pengajaran yang KH Noer Ali dapat waktu belajar di Makkah lalu di praktekan pada muridnya.

Semua dimodifikasi dengan kondisi dan tempatnya, di mana para murid mendatangi guru atau badal sesuai dengan keahlian dan jam belajar. Jadwal kegiatan murid pada waktu itupun diatur ketat, secara umum, biasanya sebelum fajar para santri harus sudah bangun, sekitar jam 04.30 shalat Subuh, lalu disusul dengan zikir dan belajar akhlak. Jam 06.00-07.00 belajar menghapal, lalu istirahat untuk sarapan pagi dan mandi. Belajar utama dilangsungkan dari jam 7.30-12.00, setelah istirahat shalat Zuhur, makan siang, dan tidur. Pelajaran tambahan dilanjutkan dari jam 14.00-18.00. Usai shalat maghrib belajar Hadis. Mudzakarah dilangsungkan antara jam 21.00-22.00, setelah itu para murid istirahat dan tidur.34

33

Tohari Musnamar, Bimbingan dan Wawanwuruk Sebagai Suatu Sistem, (Yogyakarta: Cendekia Sarana Informatika, 1985), h, 38.

34


(49)

Model sorogan tetap dipertahankan, dengan murid mengelilingi guru sambil bersila. Apabila satu materi pelajaran selesai sang murid diuji oleh KH Noer Ali jika dianggap benar maka santri itu diluluskan pada materi itu, dan jika tidak maka santri diharuskan mengulang pelajaran sampai benar-benar paham. Metode yang diterangkan di atas adalah metode awal berdirinya PPA yang bersifat tradisional, metode ini dipakai pada tahun 1956-1963 sebelum berdirinya Madrasah Menengah Attaqwa (MMA).

Setelah berdirinya MMA terjadi pembaharuan metode pendidikan di PPA. Metode pengajaran Mekkah yang semula dipakai dan dimodifikasi dengan metode tradisional tetap dipertahankan, lalu masuklah metode pengajaran yang baru karena ada dua kelas berbeda di MMA. Terjadi pembaharuan dalam metode pengajaran menjadi metode Thariqah Jadidah (Tanya Jawab), metode yang dibawa oleh para alumni Pondok Pesantren Gontor, yaitu suatu pembaharuan atau jalan baru dalam pengajaran dengan metode tanya jawab.

Di mana seorang guru memberikan sesuatu pertanyaan atau materi lalu langsung dijawab oleh santri dalam pelajaran apapun. Metode ini dipakai agar anak murid bisa lebih aktif dalam belajar, karena pada waktu itu berhasil diterapkan di Pondok Pesantren Gontor.

Metode ini pun berhasil diterapkan pada masa hingga tahun 1990-an, dengan sistem bahasa dan metode Thariqah Jadiidah kemampuan para santri dapat lebih berkembang. Metode ini terus dikembangkan sampai sekarang dengan menambahkan sistem belajar kelompok atau diskusi dan sedikit ceramah.


(50)

BAB IV

TOKOH MODERNISASI DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN ATTAQWA

A. KH 0D¶DOL6\DPVXGGLQ

.+ 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ NHFLOdilahirkan di Bekasi pada tanggal 22 Mei 1939. Beliau adalah seorang anak dari orang tua bernama H. A. Radin bin Kinin dan Hj. Syam. Beliau adalah anak ketiga dari delapan bersaudara.35

Pendidikannya

Sewaktu kecil beliau bersekolah di Sekolah Rakyat (SR) pada tahun 1948-1951. Setelah itu beliau melanjutkan pendidikannya di Sekolah Rakyat Islam yang ada di Ujung Harapan, Bekasi pada tahun 1951-1953. Lalu beranjak ke perguruan Islam atau biasa disebut Pesantren Bahagia, Bekasi, pada tahun 1954-1957. Setelah itu barulah beliau dikirim untuk melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Moderen Gontor yang notabene merupakan tonggak pendidikan Islam moderen pada waktu itu. Beliau dikirim oleh KH Noer Ali untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya di sana untuk bisa memajukan pendidikan di kampung halamannya. Beliau pergi bersama temanya KH A.Tajuddin. Setelah 5 tahun belajar di Pondok Pesantren Moderen Gontor, DNKLUQ\D0D¶DOLGLSDQJJLO.+1RHU Ali untuk pulang ke Ujung Malang. Setelah itu beliau pada tahun 1963 ditunjuk untuk menjadi ketua Madrasah Menengah Aliyah (MMA) di Ujung Malang yaitu sekolah cikal-bakal PPA. Pada tahun 1967 beliau melanjutkan pendidikannya ke Universitas Muhammadiyah Jakarta dan lulus tahun 1970.

35

Buku Panduan KBIH Al-Ihsan 2011, profil pendiri KH 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ, (Penerbit: KBIH al-Ihsan Tahun 2000, h. 49


(51)

PPA di bawah pimpinan KH 0D¶DOL6\DPVXGGLQPHQJDODPLSHUNHPEDQJDQ dalam sistem pendidikannya. Setelah memakai sistem yang diterapkan di Pondok Pesantren Moderen Gontor beliau memasukkan mata pelajaran umum dan memakai metode pengajaran Thariqah Jadidah untuk membuat para santri lebih aktif dalam memahami pelajaran. Materi ekstrakurikuler juga dimasukkan seperti Pramuka untuk menciptakan santri yang mandiri dan materi lainnya, para santri jadi lebih kreatif dan inovatif.

Setelah 5 tahun menjadi kepala MMA di PPA antara 1963-1968, KH 0D¶DOL Syamsuddin menyerahkan kepemimpinannya kepada KH A. Tajuddin. Hal ini dikarenakan pada waktu itu KH 0D¶DOL6\DPVXGGLQPHQMDGLNHSDODGHVDUjung Harapan (Ujung Malang) pada tahun 1968. Saat itu sedang merebak aksi komunisme yang meresahkan warga. Kurang lebih 6 tahun KH 0D¶DOL Syamsuddin menjabat sebagai kepala desa Ujung Malang Tengah, setelah itu ia menjadi guru di MTSN Bekasi pada tahun 1974-1977.36

Pembaharuan Pondok Pesantren Attaqwa

Pembaharuan pendidikan yang ada di PPA tidak lepas dari peran KH 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ 6HRUDQJ WRNRK XODPD, politik, dan pendidik. Banyak sekali ide-idenya yang di aplikasikan dalam bidang pendidikan. Di antaranya yaitu memasukkan pelajaran-pelajaran umum ke dalam PPA yang notabene waktu itu masih bersifat tradisional dan hanya mempelajari kitab-kitab kuning saja. Metode pengajaran baru yaitu Thariqah Jadiidah, yang diterapkan beliau di PPA terbukti efektif di padukanya dengan Bahasa Asing ( Arab dan Inggris ) yang beliau terapkan.

36

Wawancara pribadi dengan KH 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ, pada 1 Oktober 2011, jam 09.30-11.00.


(52)

Hasilnya pondok pesantren pada periode beliau mengalami kemajuan hingga sekarang dengan masih di terapkannya metode Bahasa Asing untuk memperkuat ilmu bahasa para santri.

%HJLWX MXJD GHQJDQ VLVWHPQ\D .+ 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ PHPDVXNNDQ pelajaran umum 50% dan pondok 50% dalam kurikulumnya. Agar santri dapat bersaing di masa depan.

Peran Politik

KH 0D¶DOL 6\DPVXGGLQmemasuki dunia politik setelah lepas jabatan dari MMA di PPA dan menjadi kepada desa Ujung Malang Tengah. Semua itu atas saran KH Noer Ali karena merebaknya aksi komunisme yang meresahkan warga Ujung Malang.

Pada tahun 1977-1987, KH 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ PHQHUXVNDQ karier perpolitikannya, karena banyaknya dukungan dari teman dan warga, akhirnya ia menjadi anggota DPRD Kabupaten Bekasi. Sepuluh tahun KH 0D¶DOL Syamsuddin menjadi anggota DPRD Bekasi, setelah itu menjadi sekretaris Korpri unit Departemen Agama Kabupaten Bekasi pada tahun 1990-1995. Pada rentang waktu itu juga KH 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ PHQMDGL SHQDWDUhaji Kabupaten Bekasi dari tahun 1984-2007. Barulah di usia tuanya, KH 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ PHQJLVL waktu dengan ibadah dan mendirikan KBIH Al-Ihsan pada tahun 2000 dan sampai sekarang masih berjalan.


(53)

B. KH A. Tajuddin Marzuki

Beliau adalah KH A. Tajuddin seorang sosok suami dari Hj. Maqbulah binti H. Mahmud dan seorang panutan dari delapan anaknya. Beliau dilahirkan 59 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1941, di Kampung Lor, sebuah dusun yang terletak di belahan utara Desa Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Ayahnya bernama H. Marzuki Anwar yang memiliki garis keturunan ulama meskipun orang lebih mengenalnya sebagai lurah Ujung Malang yang semasa hidupnya sangat peduli dengan keadaan masyarakat desa yang dipimpinnya. Ibunya bernama Hj. Siti Maryamah, seorang perempuan desa yang dalam banyak hal selalu sederhana tetapi memiliki kharisma kuat baik di mata anak-anaknya maupun di mata orang lain. Seandainya kemudian KH A. Tajuddin menjadi pribadi yang dihormati dan disegani di masyarakat, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kedua orang tua yang melahirkannya itu sangat membekas. Dari ayahnya yang masih saudara sekandung dengan KH Noer Ali, KH A. Tajuddin mewarisi jiwa kepemimpinan dan pendidik. Sedangkan dari ibunya yang berasal dari Pondok Soga, sebuah kampung di pesisir pantai utara laut Jawa, ia mewarisi keteguhan dan ketegasan sikap. Pribadi-pribadi inilah yang menghantarkannya ke PPA di mana dalam usia yang masih sangat muda, KH A. Tajuddin sudah dipercaya oleh KH Noer Ali (KH Noer Ali telah resmi menjadi pahlawan nasional Indonesia) untuk memimpin lembaga pendidikan putri al-Baqiyatus Sholihat yang sekarang berganti nama menjadi Pondok Pesantren Attaqwa Putri (PPA Putri).

Umumnya anak-anak desa, dunia tempat KH. A.Tajuddin menghabiskan masa kecilnya tidak jauh dari lingkungan keluarga. Pada pagi hari mengaji kepada guru-guru terdekat, siang membantu orang tua di sawah sambil menggembala


(54)

kerbau, dan malam harinya mengaji lagi di rumah. Kadang-kadang, beliau juga disuruh menumbuk padi di lumbung ± suatu pekerjaan yang biasa dilakukan anak perempuan. Maklum, beliau anak pertama, dan seperti diakuinya, anak pertama adalah contoh sekaligus tumbal dalam keluarga.

Meskipun demikian KH A. Tajuddin Marzuki tidak kehilangan masa kecilnya yang paling indah. Hidup dalam keluarga yang mempunyai aturan ketat tidak membuatnya tersisih dari pergaulan. Di waktu-waktu tertentu beliau sempatkan diri bermain benteng37 dengan anak laki-laki dan anak perempuan tetangga, atau mandi di sungai bersama teman-teman sebaya sampai menjelang petang. Resiko kalau ketahuan memang bisa diobong38 di kandang kerbau hingga seluruh badan bau asap. Tetapi beliau tidak pernah mengeluhkan hukuman yang pernah diterimanya. Malah dari kekerasan hidup yang dialaminya beliau bisa belajar bagaimana berkelakar. Selama ini, selain dikenal sebagai orang serius, beliau juga dikenal sebagai humoris sejati. Kemampuannya berkelakar hampir mendekati budayawan Mahbub Djunaidi atau Jaya Suprana.

Pendidikan

Terusirnya penjajah Belanda dari bumi pertiwi pada tahun 1949 memberi kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk membangun dirinya sendiri. Pendidikan yang sebelumnya menjadi monopoli anak-anak pejabat pemerintahan Hindia Belanda kemudian diambil alih pengelolaannya oleh kalangan pribumi, sehingga bangsa Indonesia yang sangat terbelakang berkesempatan membangun diri melalui pendidikan.

37

Benteng adalah permainan yang di mainkan beberapa orang dengan dibagi dua kelompok, masing-masing melindungi bentengnya yang terbuat dari batu yang di susun dari lawan agar tidak hancur.

38

Diobong yaitu di kurung didalam kandang kerbau dan di bawahnya dibuatkan tabunan atau bakaran sehingga mengeluarkan asap yang membuat pengap.


(55)

Upaya membangun diri melalui pendidikan juga tampak semarak di kampung Ujung Malang. KH Noer Ali yang baru saja kembali dari medan pertempuran merasa perlu mengajak tokoh-tokoh masyarakat untuk melanjutkan kembali kegiatan-kegiatan pendidikan yang pernah dirintis sebelumnya. Di tengah-tengah kesibukannya pula sebagai ketua Dewan Pemerintahan Kabupaten Bekasi dan sebagai anggota Konstituante, KH Noer Ali dan kawan-kawan telah berhasil membangun enam buah Madrasah Ibtidaiyah (Sekolah Rakyat Islam/ SRI) dan sebuah masjid berdaya tampung 2500 orang jamaah. Hingga tahun 1956 telah banyak putra-putra Ujung Malang yang memenuhi panggilan belajar. Sebagian ada yang bersekolah di SRI Ujung Malang, dan sebagian lagi bersekolah di Pesantren Bahagia Bekasi.

Pada waktu itu agak sulit mencari putra-putra terbaik Ujung Malang yang bisa dikader. Mereka yang dulunya pernah mengenyam pendidikan formal jarang yang mau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena faktor-faktor finansial atau sudah keburu menikah. Pilihan sudah pasti jatuh kepada mereka yang masih punya kemauan untuk belajar dan dukungan finansial. Kebetulan pada waktu itu banyak para pelajar Ujung Malang yang mondok di Pesantren Bahagia Bekasi pulang kampung karena sekolahnya bubar. Di antara mereka adalah KH 0D¶DOL Syamsuddin, KH A. Tajuddin Marzuki, dan beberapa yang lainnya. Setelah mengadakan musyawarah KH Noer Ali dan kawan-kawannya akhirnya memutuskan untuk mengirim K+ 0D¶DOi Syamsuddin dan KH A. Tajuddin Marzuki ke Pondok Pesantren Moderen Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Tugas kedua orang ini, selain menuntut ilmu, juga mencari pengalaman pendidikan di Gontor. KH Noer Ali mencita-citakan tamatan PPA nantinya tidak hanya mampu


(56)

mengajar, tetapi juga mampu menyelenggarakan pendidikan dan membangun masyarakat.

Dari kronologi di atas dapat diketahui bahwa jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh KH A. Tajuddin Marzuki hanya SRI (4 tahun) dan .XOL\DWXO 0X¶DOLPLQ WDKXQ 7idak ada catatan lain kalau kemudian beliau pernah meneruskan studi di perguruan tinggi atau yang lainnya, dan ini dibuktikan dengan namanya yang polos tanpa titel akademis.

Peran KH A.Tajuddin di Pondok Pesantren Attaqwa

Sepulang dari menuntut ilmu di Pondok Pesantren Moderen Gontor, KH A. Tajuddin langsung diserahi mengurus lembaga pendidikan al-Baqiyatus Sholihat. Sedangkan rekan seperjalanannya K+ 0D¶DOi Syamsuddin diserahi mengurus Madrasah Menengah Attaqwa (MMA). Baik al-Baqiyatus Sholihat maupun MMA merupakan terapan pengalaman yang diperolehnya dari Pondok Pesantren Moderen Gontor. Lama pendidikan di kedua lembaga ini 6 tahun, sama seperti yang diterapkan di Gontor.

Beberapa tahun berselang terjadi pergantian pimpinan secara mendadak di al-Baqiyatus Sholihat. Hj.Sholihah Noer, putri kedua KH Noer Ali, diamanatkan untuk meneruskan pengembangan lembaga ini (saat ini Pimpinan PPA Puteri dipegang oleh puteri ketiga KH Noer Ali, Hj. Atiqoh Noer, MA). Sedangkan KH A. Tajuddin ditarik menjadi kepala sekolah MMA (sekarang MMA diubah menjadi Madrasah Aliyah/MA dengan Pimpinan PPA Putra, KH Nurul Anwar, Lc, dan kepala sekolah Madrasah Aliyah ust. H. Ahmad Masilla Iskan, Lc.) untuk


(57)

mengisi kekosongan pimpinan karena KH 0D¶DOL 6\DPVXGGLQterpilih menjadi kepala Desa Bahagia.

Sebagai pendidik sejati tidak ada yang bisa dilakukan KH A. Tajuddin kecuali menerima tugas itu sebagai amanah yang lebih besar dari yang pernah dijalankannya. Ternyata di MMA inilah KH A. Tajuddin menemukan peran yang sebenarnya sebagai tenaga pendidik. Mengajar, baginya, tidak semata-mata berdiri di muka kelas sambil menerangkan pelajaran. Pada waktu-waktu tertentu mengajar juga harus dibarengi dengan pemantauan kegiatan para santri dalam memahami dan menerapkan pelajaran yang diterimanya. Sebab, pada prinsipnya, tujuan dasar pendidikan adalah terbentuknya kepribadian anak didik di atas pilar-pilar kebenaran. Anak didik harus dibiasakan menerima kebenaran walaupun pahit.

6HWHODK PHQJDQWLNDQ .+ 0D¶DOL 6\DPVXGGLQ GDODP PHQJXUXV MMA,banyak sekali ide-ide dan hasil yang di dapatkan PPA. Di antarnya adalah dengan memasukkan pelajaran extrakurikuler yaitu pramuka, drumband dan lainnya. Ilmu pramuka yang beliau dapat dari mondok di Pondok Moderen Gontor di aplikasikannya di PPA secara perlahan, lagu oh pondokku yang menjadi lagu santri PPA pun ikut di lestarikan. Hasilnya para santri PPA dapat mengikuti JAMNAS ( Jambore Nasional ) dan aktif dalam mengikuti penyelerengaraan tahunan pramuka antar pesantren. Drum band pun yang mungkin jarang di temui di pesantren beliau masukkan, sehingga para santri dapat lebih kreatif dan inovatif. Semua kemajuan yang ada di PPA sekarang tidak lepas atas peran KH A. Tajuddin Marzuki.


(1)

KH NURUL ANWAR ,LC.


(2)

EXTRAKURIKULER DRUM BAND SANTRI ATTAQWA


(3)

(4)

ASRAMA LAMA PPA


(5)

(6)