Fitriyadi Muhlis, 2012 Implementasi Metode Sinektik Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran sejarah dewasa ini lebih berorientasi kepada penyampaian pengetahuan transfer of knowledge dari guru kepada peserta didik.
Konsekwensinya, guru berperan sebagai pusat kegiatan belajar, sementara siswa sebagai peserta pasif yang hanya menerima materi.
Dalam posisinya sebagai penyampai materi, guru kurang peka terhadap perkembangan masyarakat sehingga materi pembelajaran seringkali lepas dari
konteks dan situasi nyata dalam lingkungan sosial siswa. Hal ini terjadi karena pembelajaran sejarah di sekolah, baik sebagai sebuah disiplin ilmu maupun
sebagai bagian dari rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial lebih menekankan pada pewarisan nilai perenialisme dan pendekatan disipliner.
Pembelajaran sejarah yang lebih menekankan kepada aspek kognitif ini mengakibatkan kesenjangan antara peristiwa masa lalu dengan situasi masa
kini. Dengan demikian, sejarah hanya diletakan dalam konteks jamannya, tidak mampu melintasi waktu, ruang geografis serta kondisi sosial budaya
Pendekatan konvensional ini diikuti penerapannya dalam pembelajaran di kelas yang bersifat intruksional. Akhirnya, keberhasilan belajar siswa
diukur atau dievaluasi secara kuantitatif untuk mengetahui aspek kognitif atau pengetahuan yang telah diserap; bukan pada aktifitas dalam proses
pembelajaran, sikap dan kepribadiannya.
Fitriyadi Muhlis, 2012 Implementasi Metode Sinektik Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
Pendekatan ini menyebabkan peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk memaknai materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari atau
masalah-masalah sosial yang dihadapi. Padahal pembelajaran sejarah juga diharapkan dapat membangun
persepsi dan cara pandang siswa mengenai materi yang dipelajari, mengembangkan masalah baru dan membangun konsep-konsep baru dengan
menggunakan evaluasi yang dilakukan pada saat KBM berlangsung Nana Supriatna, . 2007:17
Salah satu metode pembelajaran sejarah yang dipandang dapat mencapai tujuan di atas, adalah sebuah metode yang menggunakan model
berpikir sinektik yang dikenalkan oleh William J.J. Gordon M.D. Dahlan [Eds.], 1990: 87
Berpikir sinektik adalah proses menemukan pertalian dari segala hal yang tidak diketahui sebelumnya atau bahkan bertentangan. Ia meliputi
berbagai upaya mengkoordinasikan segala sesuatu ke dalam suatu struktur baru agar ditemukan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Dengan kata
lain berpikir sinektik adalah proses identifikasi segala hal yang tidak diketahui sebelumnya untuk dicari jalan keluarnya, dibuat dugaan-dugaan atau hipotesa
www.lovinlearning.orgheroesSynecticsWhat_is_Synectics.htm. Dalam tataran praktis dan aplikatif, aktifitas sinektik bersifat metaporik
dengan menemukan analogi-analogi yang dengan sendirinya kreatifitas menjadi suatu yang disadari. Metapora-metapora membentuk hubungan
persamaan serta membedakan obyek atau ide yang satu dengan yang lainnya.
Fitriyadi Muhlis, 2012 Implementasi Metode Sinektik Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
Model pembelajaran seperti ini mengajak siswa untuk menjiwai dan menghayati sejumlah pengetahuan ke dalam ranah afeksi sehingga terjadi
proses persepsi dan penghayatan yang mendorong siswa memaknai setiap pengalaman pembelajaran sejarah.
M.D. Dahlan Eds.1990: 90 menyebutkan bahwa aktifitas metaporik yang merupakan ciri inheren dari teori sinektik ini akan membantu peserta
didik untuk dapat menghubungkan ide-ide dari hal-hal yang telah dikenalnya menuju ke hal-hal yang baru atau dari suatu perspektif baru ke hal yang
dikenal. Strategi sinektik menurutnya, mempergunakan aktifitas metaporik yang terencana, dan memberikan struktur langsung yang mana individu bebas
mengembangkan imajinasi, afeksi dan pemahaman mereka ke dalam pengalaman sehari-hari
Sebagai gambaran aplikatif dalam KBM dapat dikemukakan fakta historis berupa penderitaan masa penjajahan dengan analogi seekor kucing
yang dikurung, disiksa dan tidak diberi makan oleh pemiliknya. Pertama, guru mendeskripsikan penderitaan nenek moyang di masa penjajahan. Ke-dua,
siswa disuruh untuk mengidentifikasi dan membayangkan hal apa saja yang dialami binatang tersebut analogi langsung. Dalam hal ini guru dapat menilai
hasil identifikasi siswa; mana yang relevan dan yang tidak relevan. Guru juga dapat menambahkannya bila dipandang perlu.
Ke-tiga, agar siswa dapat lebih berempati, guru dapat menyuruh siswa menjadi analog personal
. Guru dapat menyuruh, misalkan: “Anggaplah kalian sebagai
seekor kucing tersebut, apa yang dialami dan dirasakan”
Fitriyadi Muhlis, 2012 Implementasi Metode Sinektik Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
Selanjutnya, murid berimajinasi dan mengidentifikasi hal apa saja yang mungkin dialami dan diraskan.
Ke-empat, guru juga dapat menyuruh siswa untuk mengidentifikasi objek yang menjadi kebalikan dari masa penjajahan, misal masa kemerdekaan
analogi pertentangan. Hal ini dimaksudkan agar lebih menekankan dan melibatkan aspek emosional siswa.
Dalam contoh di atas peserta didik dituntut untuk memberikan batasan karakteristiknya dan disempurnakannya dalam sebuah konsep. Dalam contoh
ini, mereka
diharapkan menemukan
konsep penjajahan
dan menginternalisirnya ke dalam ranah afeksinya melalui analogi yang relatif
mudah diketahui, seperti contoh seekor kucing yang disiksa tersebut. Agar lebih membangkitkan emosional peserta didik, seperti dalam contoh di atas,
guru menyuruh para siswanya “menjadi” analog yang berperan langsung analogi personal.
Contoh di atas dapat menstimulus peserta didik untuk menemukan sisi persamaan dan perbedaannya. Mereka dituntut untuk bersifat analitis dan
melakukan konvergensi yang mendorong energi kreatif untuk membangkitkan aspek afeksi, merasa lebih bebas, lebih berperan serta saling memahami satu
dengan yang lainnya. Selanjutnya dari pengalaman sinektis di atas, siswa akan memiliki
integritas, berjiwa sosial tinggi, bertanggung-jawab, kreatif, mandiri dan memiliki
kemampuan untuk
memandang segala
persoalan secara
komprehensif sebagai modal awal dalam memecahkan setiap persoalan.
Fitriyadi Muhlis, 2012 Implementasi Metode Sinektik Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
Namun penerapan metode ini dalam proses KBM di Indonesia masih terhitung langka. Hal ini bukan hanya karena kurangnya sosialisasi tetapi juga
menyangkut berbagai faktor, seperti beban guru untuk mengejar target kurikulum dan guru yang selalu menjadi pusat kegiatan belajar. Guru merasa
dirinya hanya merupakan penyampai bahan pelajaran dan bukan sebagai fasilitator yang membuat siswa belajar.
Pandangan ini juga diperburuk dengan beredarnya buku-buku sumber sejarah yang berusaha menjadi buku pegangan yang paling lengkap dengan
memuat sebanyak mungkin fakta-fakta sejarah. Guru seringkali memilih buku sumber pegangan siswa yang relevan dengan dokumen kurikulum yang
dikeluarkan pemerintah. Mereka menganggap bahwa semua uraian materi tersebut harus disampaikan kepada siswanya hingga selesai melalui KBM di
kelas. Dengan demikian, kurangnya sosialisasi metode sinektik ini juga
disebabkan oleh lingkungan dan tuntutan kurikulum serta sistem yang selama ini dianut oleh dunia pendidikan.
Berangkat dari karakteristik teori sinektik di atas, penulis menawarkannya sebagai salah satu metode pembelajaran sejarah dengan
harapan dapat meningkatkan kualitas pengajaran. Lebih jauhnya, siswa dapat dipandang sebagai individu yang mandiri, memiliki potensi belajar,
pengembang ilmu dan kemampuan memecahkan suatu permasalahan problem solving.
Fitriyadi Muhlis, 2012 Implementasi Metode Sinektik Dalam Pembelajaran Sejarah
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu
Manfaat lain dari metode sinektik adalah dapat membentuk kreatifitas individu dan kelompok. Pengalaman sinektik dapat menumbuhkan jiwa sosial
para siswa. Mereka belajar bersama dengan melihat bagaimana rekan- rekannya bereaksi kepada suatu ide atau masalah. Hal ini akan menyebabkan
setaiap individu berpartsipasi dalam suasana belajar yang menyenangkan.
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian