Respon Anak Jalanan Terhadap Program Kesejahteraan Sosial Anak Oleh Yakmi Di Pinggiran Rel Kereta Api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia.

(1)

RESPON ANAK JALANAN TERHADAP PROGRAM

KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK OLEH YAKMI DI PINGGIRAN

REL KERETA API GAPERTA KECAMATAN MEDAN HELVETIA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Sosial Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Marmen Budiharto Banjarnahor 090902020

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Marmen Budiharto Banjarnahor NIM : 090902020

ABSTRAK

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana Sosial

dengan judul “RESPON ANAK JALANAN TERHADAP PROGRAM

KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK OLEH YAKMI DI PINGGIRAN REL

KERETA API GAPERTA KECAMATAN MEDAN HELVETIA”. Program

Kesejahteraan Sosial Anak adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar, aksesbilitas pelayanan sosial dasar, peningkatan potensi diri dan kreativitas anak, penguatan orang tua/keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon anak jalanan terhadap Program Kesejahteraan Sosial Anak oleh YAKMI di pinggiran rel kereta api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia.

Penelitian ini dilakukan di wilayah dampingan YAKMI, yaitu pinggiran rel kereta api Gaperta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang diteliti. Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan yang terdiri dari kuesioner dan wawancara. Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan metode analisis deskritif dengan pendekatan kualitatif.

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa anak jalanan di pinggiran rel kereta api Geperta setuju terhadap pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak. Respon anak jalanan dilihat dari persepsi, sikap dan partisipasi terhadap program. Program Kesejahteraan Sosial Anak sangat membantu, anak tidak melakukan aktivitas ekonomi lagi di jalanan, karena telah memiliki aktivitas yang lebih positif.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

THE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE THE DEPARTMENT OF SCIENCE SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

Nama : Marmen Budiharto Banjarnahor NIM : 090902020

ABSTRACT

This thesis submitted to qualify for a degree with a title won social “RESPONSE STREET CHILDREN AGAINST SOCIAL WELFARE PROGRAMS CHILD BY YAKMI ON THE OUTSKIRTS OF RAILROADS GAPERTA SUB-DISTRICT MEDAN HELVETIC”. Social Welfare Program Child is efforts directed integrated, and sustainable, by the government regional governments in the social services and community to meet basic needs, basic social services, accessibility self and potential increase in creativity son strengthening parents / family and institution strengthening social welfare child. This study aims to know response street children against Social Welfare Programs Child by YAKMI on the outskirts of railroads gaperta sub-district helvetic field.

The research was conducted in YAKMI assisted areas, namely fringe railroads Gaperta.This research using methods research descriptive namely research who describes or described object and phenomena observed. To obtain the necessary data, researchers used technique data study kepustakaan and study a fieldwork consisting of a questionnaire and interview. In doing analysis of data, researchers used method of analysis deskritif by approach qualitative.

Based on the analysis the data, can be concluded that a street kid in fringe railroads geperta agree on the implementation of Social Welfare Program Child. Response street children seen from perception, attitude and participation on program. Social Welfare Program Child really help, son is doing the economic again in the streets, having been having activity more positive.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat anugerah dan kasih-Nya yang senantiasa menyertai penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Respon Anak Jalanan Terhadap Program Kesejahteraan Sosial Anak Oleh Yakmi Di Pinggiran Rel Kereta Api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

1. Bapak Prof.Dr.Badaruddin,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar,S.Sos,M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Sumatera Utara.

3. Ibu Mastauli Siregar,S.Sos,M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia membimbing dan memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen dan Pegawai Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

5. Kak Ester Hutabarat,A.KS selaku pimpinan YAKMI, Kak Rusmawati Nainggolan, S.Sos selaku Sakti Peksos yang telah memberikan pengetahuan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

6. Orang tua saya, Bapak S.Banjarnahor dan R br.Nadeak yang kubanggakan, yang telah mendidik, memberikan motivasi, mendoakan selama perkuliahan hingga sampai ke tahap penyusunan skripsi ini. Mauliate Bapa, Mauliate Oma, Hamuna do Debata na huida. Bang Alboin Sabam Banjarnahor,S.Pd, bang Aldemar Banjarnahor, bang Jan Rotua Banjarnahor, Adik Ishak Banjarnahor, Itoku Roma Adventina Banjarnahor, Kak Yulina Sihite,S.Pd. kak Christina Sitindaon AmKeb, dek Ratna Dewi Sitindaon Amkeb, terima kasih buat dukungan, motivasi dan doanya.

7. Buat teman-teman seperjuangan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, terima kasih teman, semoga pertemanan kita tidak hanya sebatas di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial. Sukses buat kita semua #tos

8. Buat kawan-kawan KESSOS angkatan 2010, 2011, 2012, 2013 yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu.

9. Buat kawan-kawan di Ikatan Mahasiswa Dairi (IMADA) : bg Donal Simanjuntak,S.E, bg Heberlin Tinambunan S.Sos, Jujur Sitanggang,S.E. Terima kasih atas dukungannya kawan-kawan.

10.Buat kawan-kawan sekost : Juanta Simbolon,S.E, Candra Simbolon,A.Md, Santo Sihotang,A.Md, Ferdinan Sigalingging, Libertus Simbolon. Terima kasih atas dukungannya kawan-kawan.


(6)

11.Kepada seluruh Responden yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

Dengan segala kerendahan hati Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan agar kedepannya lebih baik lagi. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih.

Medan, Oktober 2014

Penulis

(MarmenBudihartoBanjarnahor) 090902020


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 9

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

1.4Sistematikan Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon ... 12

2.2 Anak 2.2.1 Pengertian Anak ... 14

2.2.2 Kebutuhan Anak ... 15

2.2.3 Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi Anak ... 18

2.2.4 Anak Jalanan ... 21

2.2.5 Indikator Anak Jalanan ... 24

2.2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Anak Jalanan ... 25

2.2.7 Penanggulangan Anak Jalanan dalam Perspektif Pekerjaan Sosial ... 28


(8)

2.3 Program Kesejahteraan Sosial Anak

2.3.1 Pengertian Program ... 30

2.3.2 Pengertian Program Kesejahteraan Sosial Anak ... 30

2.3.3 Tujuan Program Kesejahteraan Sosial Anak ... 31

2.3.4 Sasaran Program Kesejahteraan Sosial Anak ... 31

2.3.5 Kebijakan Program Kesejahteraan Sosial Anak ... 32

2.3.6 Persyaratan dan Kewajiban Penerima Layanan Program Kesejahteraan Sosial Anak ... 33

2.3.7 Pendamping Program Kesejahteraan Sosial Anak ... 34

2.4 Kesejahteraan Sosial ... 36

2.5 Kerangka Pemikiran ... 38

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.6.1 Defenisi Konsep ... 41

2.6.2 Defenisi Operasional ... 42

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 43

3.2 Lokasi Penelitian ... 43

3.3 Populasi ... 43

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.5 Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Latar Belakang Berdirinya Lembaga YAKMI ... 46


(9)

4.2 Struktur Kepengurusan Lembaga YAKMI ... 48 4.3 Keterangan Uraian Kerja ... 48 4.4 Visi dan Misi Lembaga YAKMI ... 51

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Karakteristik Responden ... 54 5.2 Jawaban Responden

5.2.1 Berdasarkan Persepsi Responden ... 57 5.2.2 Berdasarkan Sikap Responden ... 60 5.2.3 Berdasarkan Partisipasi Responden ... 64

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 67 6.2 Saran ... 68


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakteristik Respon Berdasarkan Usia ... 54

Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama ... 55

Tabel 4 Karakterisik Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 56

Tabel 5 Distribusi Jawaban Apakah Responden Mengetahui Tujuan program PKSA ... 57

Tabel 6 Distribusi Jawaban Apakah Responden Paham Terhadap Informasi yang Diberikan ... 58

Tabel 7 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pendanaan PKSA ... 59

Tabel 8 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penilaian Pelaksanaan PKSA ... 60

Tabel 9 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kehadiran Sakti Peksos Melakukan Proses Pendampingan dalam Membantu Memahami PKSA ... 61

Tabel 10 Distribusi Jawaban Mengenai Ketepatan Waktu Yakmi dalam Pencairan Dana PKSA ... 62

Tabel 11 Distribusi Jawaban Responden Apakah Dana yang Diberikan sudah Memadai ... 62

Tabel 12 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Sosialisasi PKSA ... 64

Tabel 13 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kegiatan-Kegiatan Yang Dilaksanakan oleh Yakmi ... 65


(11)

DAFTAR BAGAN

1. Bagan Alir Pemikiran ... 40 2. Bagan Struktur Lembaga YAKMI ... 48


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner (Angket) 2. Pengajuan Judul Skripsi

3. Surat Keputusan Komisi Pembimbing Penulisan Proposal/Penelitian Skripsi 4. Berita Acara Seminar Proposal Penelitian

5. Surat Pengantar Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 6. Surat Izin Penelitian dari Lembaga YAKMI


(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Marmen Budiharto Banjarnahor NIM : 090902020

ABSTRAK

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana Sosial

dengan judul “RESPON ANAK JALANAN TERHADAP PROGRAM

KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK OLEH YAKMI DI PINGGIRAN REL

KERETA API GAPERTA KECAMATAN MEDAN HELVETIA”. Program

Kesejahteraan Sosial Anak adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar, aksesbilitas pelayanan sosial dasar, peningkatan potensi diri dan kreativitas anak, penguatan orang tua/keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon anak jalanan terhadap Program Kesejahteraan Sosial Anak oleh YAKMI di pinggiran rel kereta api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia.

Penelitian ini dilakukan di wilayah dampingan YAKMI, yaitu pinggiran rel kereta api Gaperta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang diteliti. Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan yang terdiri dari kuesioner dan wawancara. Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan metode analisis deskritif dengan pendekatan kualitatif.

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa anak jalanan di pinggiran rel kereta api Geperta setuju terhadap pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak. Respon anak jalanan dilihat dari persepsi, sikap dan partisipasi terhadap program. Program Kesejahteraan Sosial Anak sangat membantu, anak tidak melakukan aktivitas ekonomi lagi di jalanan, karena telah memiliki aktivitas yang lebih positif.


(14)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

THE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE THE DEPARTMENT OF SCIENCE SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

Nama : Marmen Budiharto Banjarnahor NIM : 090902020

ABSTRACT

This thesis submitted to qualify for a degree with a title won social “RESPONSE STREET CHILDREN AGAINST SOCIAL WELFARE PROGRAMS CHILD BY YAKMI ON THE OUTSKIRTS OF RAILROADS GAPERTA SUB-DISTRICT MEDAN HELVETIC”. Social Welfare Program Child is efforts directed integrated, and sustainable, by the government regional governments in the social services and community to meet basic needs, basic social services, accessibility self and potential increase in creativity son strengthening parents / family and institution strengthening social welfare child. This study aims to know response street children against Social Welfare Programs Child by YAKMI on the outskirts of railroads gaperta sub-district helvetic field.

The research was conducted in YAKMI assisted areas, namely fringe railroads Gaperta.This research using methods research descriptive namely research who describes or described object and phenomena observed. To obtain the necessary data, researchers used technique data study kepustakaan and study a fieldwork consisting of a questionnaire and interview. In doing analysis of data, researchers used method of analysis deskritif by approach qualitative.

Based on the analysis the data, can be concluded that a street kid in fringe railroads geperta agree on the implementation of Social Welfare Program Child. Response street children seen from perception, attitude and participation on program. Social Welfare Program Child really help, son is doing the economic again in the streets, having been having activity more positive.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu anak adalah pemilik masa depan yang mempunyai kebebasan untuk tumbuh dan berkembang. Anak juga memiliki hak azasi manusia yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunia dan merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan dan perdamaian diseluruh dunia. Hak-hak anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia yang wajib dilindungi, dihormati dan ditegakkan oleh Negara baik sebelum maupun sesudah lahir. Indonesia merupakan negara yang telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) sejak tahun 1990.

Dengan demikian, Indonesia wajib mengimplementasikan hak-hak anak dalam program aksi, kebijakan, regulasi hukum yang berpihak dan menjamin hak-hak anak. Realita bahwa masih banyak anak yang dilanggar dan terbaikan haknya, dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindak kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi, bahkan tindakan yang tidak manusiawi terhadap anak menunjukkan kurang memadainya perlindungan terhadap anak. Padahal, anak belum cukup mampu melindungi dirinya sendiri. Anak membutuhkan perlindungan yang memadai dari keluarganya, masyarakat dan pemerintah.


(16)

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2006), jumlah anak Indonesia di bawah 18 tahun mencapai 79.898.000 jiwa dan mengalami peningkatan menjadi 85.146.600 jiwa pada tahun 2009. Ditinjau dari derajat kesehatan, gizi, dan kesiapan belajar/pendidikan pra sekolah terutama pada anak balita yang berasal dari keluarga miskin atau sangat miskin, belum tersentuh sistem layanan dan perlindungan yang memadai. Pada tahun 2006 jumlah anak usia 0-5 tahun mencapai sekitar 27,6 juta jiwa, atau sekitar 12,79 % dari seluruh populasi Indonesia yang jumlahnya sebesar 215,93 juta jiwa. Anak balita terlantar dan hampir terlantar di Indonesia pada tahun 2009, adalah sebesar 17.694.000 jiwa (22,14%). Sementara data dari Direktorat Pelayanan Anak melaporkan bahwa anak yang telah mendapatkan pelayanan sosial hanya 1.186.941 jiwa (6,71%). Pada tahun 2005, prevalensi anak balita kurang gizi mencapai 28%, sekitar 8,8 % diantaranya menderita gizi buruk. Anak balita yang mendapat layanan kesiapan belajar atau pendidikan pra sekolah baru mencakup 24,85%. Layanan melalui TK/RA baru mencapai 12,59%, Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak Baru berhasil melayani 4,81% (Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011).

Masalah yang berhubungan dengan kesulitan hidup Anak dengan Kecacatan (ADK). Data BPS tahun 2004 menyebutkan jumlah ADK sebanyak 365.868 anak (0,46%), sedangkan Pusdatin Kemensos, 2006 mencatat sebanyak 295.763 jiwa (0,37%). Menurut hasil pendataan Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Kementrian Sosial (2009) di 24 Provinsi, terdapat 199.263 anak, yang terdiri dari 78.412 anak dengan kecatatan ringan, 74.603 anak dengan kecatatan sedang dan 46.148 anak dengan kecatatan berat (Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011).


(17)

Data BPS (2006) menunjukkan jumlah anak yang membutuhkan perlindungan khusus karena mengalami kekerasan sebanyak 180.000 jiwa, serta anak yang bekerja sekitar 5,2 juta jiwa. Data layanan IOM Indonesia periode 2005 hingga 2009 menunjukkan bahwa 3.696 korban tindak pidana perdagangan orang, 23,94%-nya adalah anak. Sementara UNICEF Indonesia (2008) memperkirakan terdapat 40.000-70.000 anak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang untuk tujuan seksual.

Masalah kemiskinan yang belum dapat diatasi secara efektif memberikan kontribusi pada keterlantaran anak. Selain itu menjadi pendorong banyak anak yang terpaksa bekerja dijalanan. Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial mencatat jumlah anak jalanan tahun 2007 sebanyak 230.000 jiwa. Adapun Badan Pusat Statistik bersama ILO mengestimasi jumlah anak jalanan sebanyak 320.000 pada tahun 2009 (Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, 2011).

Keberadaan anak-anak jalanan tampaknya telah menjadi fenomena di kota-kota besar Indonesia. Fenomena ini, selain dampak dari derasnya arus urbanisasi dan perkembangan lingkungan perkotaan yang menawarkan mimpi kepada masyarakat terutama masyarakat miskin atau ekonomi lemah, juga dipicu oleh krisis ekonomi yang menjadikan jumlah anak jalanan yang melonjak drastis.

Aktivitas anak jalanan beraneka ragam, diantaranya pengamen, pedagang koran, pedagang rokok, pembersih kaca mobil, pengemis, sampai kepada pengedar “kotak amal”. Mereka terutama beroperasi di perempatan jalan (traffic light), dengan sasarannya adalah pengemudi dan penumpang kendaraan roda empat.


(18)

Kehadiran anak-anak di jalanan adalah sesuatu yang dilematis. Di satu sisi mereka mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan (income), yang membuatnya bisa bertahan hidup (survival) dan dapat menopang kehidupa keluarga. Namun, di sisi lain mereka bermasalah, karena seringkali tindakannya merugikan orang lain. Mereka acapkali melakukan tindakan tidak terpuji seperti sering berkata kotor, mengganggu ketertiban jalan misalnya : memaksa pengemudi kendaraan bermotor member uang (walaupun tidak seberapa), merusak body mobil dengan goresan, dan melakukan tindakan kriminal lainnya. Disamping itu, masalah anak-anak jalanan lainnya yaitu seringkali menjadi obyek kekerasan. Mereka merupakan kelompok sosial yang rawan dari berbagai tindak kekerasan, baik kekerasan fisik, emosional, seksual, maupun kekerasan sosial.

Mereka menjadi obyek kekerasan fisik orang dewasa, yang sama-sama bekerja di jalanan, seperti : dipukul , ditendang, dijewer, dan lain-lain. Di antara mereka juga acapkali menjadi obyek kekerasan fisik petugas ketertiban umum (tibum). Kekerasan dalam bentuk emosional, misalnya dimarahi, dibentak, dicacimaki, dan lain-lain. Kekerasan seksual, seperti pelecahan seksual, bahkan diperkosa (anak jalanan wanita) dan disodomi (anak jalanan pria disodomi orang dewasa). Sedangkan kekerasan sosial, bisa dalam bentuk eksploitasi anak yaitu mereka dipaksa oleh orang tuanya atau pihak lain (sindikat) untuk bekerja dijalanan maupun dalam bentuk penelantaran anak, yaitu anak dibiarkan dan tidak penuhi kebutuhan hidupnya, seperti makanan, pakaian, pendidikan, kesehatan, air bersih, kesempatan untuk bermain da waktu luang.


(19)

Anak-anak jalanan ditantang oleh resiko yang mau tidak mau harus dihadapi saat mereka berada di jalanan. Dengan mengacu pada International Conference on Street Children yang diselenggarakan do Yogyakarta, 10-11 September 1996, risiko-risiko yang dapat diidentifikasi adalah menjadi korban kekerasan (pemerasan, penganiayaan, eksploitasi seksual, penangkapan, dan perampasan modal kerja) ; kelangsungan hidup terancam, kurang/salah gizi ; stagnasi perkembangan (mental) ; internalisasi perilaku/sikap yang menyimpang (meminum minuman keras, penyalahgunaan obat, tindakan criminal, destruktif, dan seks bebas) ; ancaman tidak langsung (zat polutan, kecelakaan lalu lintas, HIV/AIDS) serta keterkucilkan dan stigmatisasi sosial.

Disamping itu, karena masa anak dan remaja (usia 10-21 tahun) ini dianggap sebagai masa persiapan untuk mencapai cita-cita pada masa dewasanya, maka anak jalanan menjadi berkurang kesempatannya untuk membekali diri dengan pendidikan formal dan keterampilan khusus lainnya. Padahal di sisi lain, mereka kelak harus bersaing dengan anak-anak lain seusianya, yang memang tidak memiliki hambatan dalam hal materi, fasilitas yang dibutuhakan, maupun kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.

Resiko-resiko tersebut akan tetap “menempel” pada diri anak, meskipun mereka tidak meneruskan keberadaannya di jalanan. Pada periode pasca jalanan, anak menjadi tidak mempunyai keterampilan di sektor lain (non jalanan), tidak memiliki identitas diri yang sempurna, internalisasi perilaku/sub kultur jalanan, traumatized dan stigmatized, serta reproduksi kekerasan.


(20)

Anak jalanan atau biasa disingkat Anjal, begitulah kita menyebutnya, merupakan potret kehidupan anak-anak yang kesehariannya sudah akrab di jalanan. Kota-kota besar yang menjadi magnet atau daya tarik bagi para pendatang telah membentuk beragam lapisan kehidupan sosial. Diantaranya bagi golongan yang tidak memiliki skils atau keahlian menyebabkan tumbuhnya kantong-kantong kemiskinan para pendatang. Seperti di ibukota RI Jakarta, kantong-kantong kemiskinan yang tersebar di ibukota telah melahirkan generasi anak-anak jalanan. Mereka mengais rejeki di tengah kerasnya kehidupan metropolitan seperti mengamen, mencari barang-barang bekas, menarik gerobak air, mengemis, dan lain-lain

diakses pada

tanggal 11 September 2013).

Keberadaan anak jalanan di Jakarta sangat rentan terhadap aksi kejahatan dan bahaya lalu lintas. Maklum saja, tak segan anak-anak yang masih Balita ini mengemis hingga ke tengah jalan. Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Aljufri mengatakan Jakarta harus bebas dari anak Jalanan. Karena melihat rentan kejahatan dan bahaya yang didapat saat anak-anak berada dijalan. Keberadaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah salah satu persoalan klasik yang dialami Indonesia saat ini. Menurutnya, tentu banyak harapan oleh seluruh masyarakat agar Ibu Kota dapat bebas dari anak jalanan. Karena melihat kehidupan di Jakarta, anak jalanan ini rentan menjadi korban tindakan kriminal atau resiko lainnya. Keberadaan mereka meminta-minta di jalan bisa menjadi korban kecelakaan, mereka juga membuat para pengendara merasa tidak nyaman. Anak-anak jalanan juga menjadi generasi penerus bangsa, tentunya mereka harus dibina, dirawat dan diperhatikan agar dapat menjadi tabungan bangsa yang lebih baik.


(21)

Munculnya anak jalanan umumnya dipengaruhi oleh keluarga ekonomi yang rendah. Rendahnya pendapatan keluarga tersebut mendorong anak masuk dalam dunia kerja. Keadaan ini diperburuk dengan besarnya jumlah anggota keluarga anak jalanan seringkali mendorong anak untuk bekerja. Mereka mempunyai kewajiban untuk ikut membantu orang tua yang mempunyai pendapatan rendah. Selain itu adanya kakak yang bekerja dapat mendorong adik laki-laki/perempuan untuk ikut bekerja, terutama kakak yang bekerja sebagai anak jalanan.

Sumatera Utara, tercatat sebanyak 2.867 anak jalanan yang tersebar di 5 kota, yakni Medan (663 anak), Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224 anak), dan Tanah Karo (157 anak). Sisanya tersebar di 25 Kabupaten/Kota lainnya. Survei yang pernah dilakukan oleh PKPA Kota Medan tahun 2011, terdapat 7 kecamatan yang memiliki populasi anak jalanan di atas 50 anak dalam satu kecamatan. Ketujuh kecamatan tersebut yakni Medan Johor (57 anak), Medan Amplas (81 anak), Medan Kota (94 anak), Medan Maimun (103 anak), Medan Sunggal (75 anak), Medan Petisah (60 anak), dan Medan Barat (53 anak). (PKPA. 2011).

Sejak 2009 rancangan kebijakan, strategi dan program terobosan yang telah lama digagas mulai diaktualisasikan sehingga gap yang ada mampu diperkecil. Sejak itu Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) mulai dikembangkan dan diujicobakan untuk penanganan anak jalanan di lima wilayah yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Yogyakarta. Belajar dari pengalaman implementasi awal tersebut, mulai 2010, layanan PKSA telah diperluas jangkauan target sasaran maupun wilayahnya meliputi anak balita terlantar, anak jalanan dan anak terlantar, anak


(22)

yang berhadapan dengan hukum, anak dengan kecacatan, serta anak yang membutuhakan perlindungan khusus lainnya seperti anak yang berada dalam situasi darurat, anak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang, korban kekerasan dan eksploitasi seksual, eksploitasi ekonomi, korban penyalahgunaan narkoba/zat adiktif, penderita HIV/AIDS, dan anak dari kelompok minoritas atau komunitas adat terpencil.

PKSA dikembangkan dengan perspektif jangka panjang sekaligus untuk menegaskan komitmen Kementerian Sosial untuk merespon tantangan dan upaya mewujudkan kesejahteraan sosial anak yang berbasis hak. PKSA ini juga perwujudan dari kesungguhan Kementerian Sosial mendorong perubahan paradigma dalam pengasuhan, peningkatan kesadaran masyarakat, penguatan tanggung jawab orang tua/keluarga, dan perlindungan anak yang bertumpu pada keluarga dan masyarakat, serta mekanisme pemenuhan kebutuhan dasar anak yang dapat merespon keberagaman kebutuhan melalui tabungan.

Salah satu lembaga yang menangani permasalahan anak untuk kota Medan adalah Lembaga Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia (YAKMI). Lembaga yang beralamat di Jalan Sei Arakundo Gang Tula Nomor 14 Kecamatan Medan petisah ini telah memenuhi persyaratan oleh Kementerian Sosial RI untuk menyelenggarakan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). Pinggiran rel kereta Gaperta merupakan salah satu wilayah yang menjadi sasaran Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). Dimana daerah ini merupakan daerah pemukiman yang kumuh, yang rata-rata hidup dengan penghasilan yang rendah.


(23)

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti Bagaimana respon anak jalanan terhadap Program Kesejahteraan Sosial Anak di pinggiran rel kereta api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia. Maka penulis menyusun penelitian ini dengan judul “Respom Anak Jalanan Terhadap Program Kesejahteraan Sosial Anak di Pinggiran Rel Kereta Api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana Respon Anak Jalanan Terhadap Program Kesejahteraan Sosial Anak di Pinggiran Rel Kereta Api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia.

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon anak jalanan terhadap program kesejahteraan sosial anak di pinggiran rel kereta api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia.


(24)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka :

1) Pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan anak jalanan.

2) Pengembangan kebijakan dan model pelayanan Program Kesejahteraan Sosial Anak.

1.4Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah :

BAB 1 : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.


(25)

Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis melakukan penelitian.

BAB V : Analisi Data

Bab ini berisikan tentang uraian data yang dioeroleh dari hasil penelitian di lapangan.

BAB VI : Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

Respon berasal dari kata response yang berarti jawaban, balasan, atau tanggapan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, respon adalah berupa tanggapan, raksi, dan jawaban. Respon atau tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami ketika perangsang tidak ada. Respon juga diartikan sebagai tingkah laku atau sikap yang berwujud baik ,sebelum pemahaman mendetil, penilaian, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Steven M.Caffe, respon dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1.Respon Kognitif

Yaitu respon yang berkaitan dengan erat dengan pengetahuan keterampilan dan informasi dan informasi seseorang mengenai sesuatu. Teori ini berusaha menjelaskan proses perubahan sikap dengan mencoba memahami pikiran seseorang dalam merespon komunikasi persuasif atau bujukan. Teori respon kognitif memperkirkan bahwa perubahan sikap akan bergantung pada seberapa besar dan apa jenis argumen yang berlawanan yang muncul. Jika pesan ini menimbulkan argumen kontra yang kuat dan efektif, maka kemungkinan besar tidak akan terjadi perubahan sikap. Sebaliknya persuasi dapat dilakukan dengan mengitervensi proses kontra argumen tersebut. Jika seseorang tidak menemukan argumen yang cukup kuat untuk menentang pesan dan dia


(27)

tidak bisa fokus pada pesan saat mendengarkannya, maka kemungkinan besar dia akan menerima dan mendukung pesan itu (Taylor.Dkk, 2009).

2. Respon Afektif

Yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap, dan menilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila ada perubahan yang disenangi oleh khalayak terhadap sesuatu.

3. Respon Konatif

Yaitu respon yang berhubungan dengan perilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan.

Secara keseluruhan respon individu atau kelompok dapat dilihat dari tiga tingkatan yaitu persepsi, sikap, dan partisipasi. Jadi berbicara mengenai respon tidak terlepas dari pembahasan persepsi, sikap, dan partisipasi.

Persepsi merupakan tindakan penilaian terhadap baik buruknya objek berdasarkan faktor keuntungan dan kerugian yang akan diterima dari adanya objek tersebut. Menurut Morgan, King dan Robinson adalah suatu proses diterimanya suatu rangsangan dengan cara melihat dan mendengar dunia disekitar kita. Dengan kata lain persepsi dapat juga didefenisikan sebagai sesuatu yang dialami manusia (Adi, 2000:105).

Sikap merupakan ucapan secara lisan atau pendapat untuk menerima atau menolak objek yang dipersiapkan. Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu jika ia menghadapi rangsangan. Perubahan


(28)

sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atas situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati, mengaharapkan suatu objek, atau muncul sikap negatif yakni menghindari, membenci suatu objek (Adi, 2000:178).

Partisipasi merupakan kegiatan nyata untuk peran serta atau tindakan terhadap suatu kegiatan yang terkait dengan objek tersebut. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara aktif dan terorganisasikan dalam seluruh tahapan pembangunan, sejak tahap sosialisasi, persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pemahaman, pengendalian, evaluasi. Pendekatan partisipasi bertumpu pada kekuatan masyarakat untuk secara aktif berperan serta dalam pembangunan secara menyeluruh. Partisipasi atau keikutsertaan para pelaku dalam masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan ini akan membawa manfaat dan menciptakan pertumbuhan ekonomi didaerah (Suprapto, 2007:8).

2.2 Anak

2.2.1 Pengertian Anak

Menurut Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Anak dalam BAB I bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Konvensi Hak Anak (KHA) mendefenisikan “anak” secara umum sebagai manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundangan sosial.


(29)

Dalam UUD 1945 pasal 34 ayat 1 dinyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Ini merupakan suatu kebijaksanaan pemerintah dan Negara yang dirumuskan kedalam pengertian bahwa usaha mensejahterahkan anak didahulukan dari kebijaksanaan kesejahteraan masyarakat lain.Pengertian anak menurut UUD 1945 memiliki makna bahwa hak-hak yang harus diperoleh anak dari masyarakat bangsa dan Negara harus diprioritaskan karena kepentingan-kepentingan pembangunan bangsa dan Negara harus mendasarkan anak sebagai sumber aspirasi untuk lahirnya generasi-generasi baru pewaris bangsa yang besar bagi perkembangan bangsa yang kemudian dapat mensejahterahkan masyrakat Indonesia. Kedudukan pasal 34 ayat 1 UUD 1945 mengandung kekhususan bahwa pengelompokan anak-anak yang terkategori sebagai anak terlantar dan kemudian dijadikan objek pembangunan, pembinaan, pemeliharaan dengan tujuan anak-anak Indonesia akan dapat menjalani kehidupan yang layak dari suatu kehidupan yang layak dari suatu kehidupan yang penuh dengan kesejahteraan (Wadong,2000:18).

2.2.2 Kebutuhan Anak

Sebagaimana manusia lainnya, setiap anak memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz bahwa kebutuhan dasar yang sagat penting bagi anak adalah adanya hubungan orang tua dan anak yang sehat dimana kebutuhan anak, seperti perhatian dan kasih saying yang kontinu, perlindungan, dorongan, dan pemeliharaaan harus dipenuhi oleh orang tua. Sedangkan Brown dan Swanson mengatakan bahwa


(30)

kebutuhan umum anak adalah perlindungan (keamanan), kasih saying, pendekatan/perhatian dan kesempatan untuk terlibat dalam pengalaman positif yang dapat menumbuhkan dang mengembangkan kehidupan mental yang sehat. Sementara itu, Huttman merinci kebutuhan anak adalah :

1) Kasih saying orang tua 2) Stabilitas emosional 3) Pengertian dan perhatian 4) Pertumbuhan da kepribadian 5) Dorongan kreatif

6) Pembinaan kemampuan intektual dan keterampilan dasar 7) Pemeliharaan kesehatan

8) Pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang sehat dan memadai

9) Aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif 10)Pemeliharaan, perawatan, dan perlindungan

Untuk menjamin pertumbuhan fisiknya, anak membutuhkan makanan yang bergizi, pakaian, sanitasi, dan perawatan kesehatan. Semasa kecil, mereka memerlukan pemeliharaan dan perlindungan dari orang tua sebagai perantara dengan dunia nyata. Untuk menjamin perkembangan psikis dan sosialnya, anak memerlukan kasih saying, pemahaman, suasana kreatif, stimulasi kreatif, aktualisasi diri, dan pengembangan intelektual. Sejak dini, mereka perlu pendidikan dan sosialisasi dasar, pengajaran tanggung jawab sosial, peran-peran social, dan keterampilan dasar agar menjadi warga masyarakat yang bermanfaat.


(31)

Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan dasar tersebut akan berdampak negative pada pertumbuhan fisik dan perkembangan inteltual, mental, dan sosial anak. Anak bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan juga mengalami hambata mental, lemah daya nalar, dan bahkan perilaku-perilaku maladaptive, seperti : autis, nakal, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia”tidak normal, dan perilaku criminal.

Pertumbuhan dan kesejateraan fisik, inteltual, emosional, dan social anak akan mengalami hambatan jika :

1) Kekurangan gizi dan tanpa perumahan yang layak 2) Tanpa bimbingan dan asuhan

3) Sakit dan tanpa perawatan medis yang tepat 4) Diperlakukan salah secara fisik

5) Diperlakukan salah dan diekssploitasi secara seksual

6) Tidak memperoleh pengalaman normal yang menumbuhkan perasaan dicintai, diinginkan, aman, dan bermartabat

7) Terganggu secara emosional karena pertengkaran keluarga yang terus menerus, perceraian dan mempunyai orang tua yang menderita gangguan/sakit jiwa.

8) Dieksploitasi, bekerja berlebihan, terpengaruh oleh kondisi yang tidak sehat dan demoralisasi.


(32)

2.2.3 Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Anak

Model kesejahteraan sosial bagi anak secara umun meliputi tiga bagian : mikro, messo, dan makro. Pada model pelayanan mikro anak dijadikan sasaran utama pelayanan. Anak-anak yang mengalami luka-luka fisik dan psikis segera diberikan pertolongan yang bersifat segera, seperti perawatan medis, konseling atau dalam keadaaan yang sangat membahayakan, anak dipisahkan dari keluarga da lingkungan yag mengancam kehidupan nya.

Sistem pelayanan yang diberikan, baik pada mikro, messo da makro dapat berbentuk pelayanan kelembagaan di mana anak mengalami masalah ditempatkan dalam lembaga (panti). Pelayanan konseling, pendidikan atau rehabilitasi sosial diberikan secara menetap dalam kurun waktu tertentu. Jika pelayanan bersifat non kelembagaan, maka beragam jenis pelayanan diberikan di keluarga atau komunitas dimana anak menetap.

Belakang ini cukup populer sistem pelayanan semi panti yang lebih terbuka dan tidak kaku. Para pekerja sosial menentukan program kegiatan, pendampingan, dan berbagai pelayanan dalam rumah singgah, seperti : rumah terbuka untuk berbagai aktivitas, rumah belajar, rumah persinggahan, rumah keluarga pengganti atau tempat anak mengembangkan sub kultur tertentu. Selain itu, untuk anak jalanan dan pekerja anak terdapat sistem pelayanan yang dikenal dengan nama locational based services. Pekerja sosial mendatangi pabrik atau lokasi dimana anak berada dan memanfaatkan sarana yang ada di sekitarnya sebagai media dan sarana pertolongannya.


(33)

Terdapat tujuh strategi pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak, yaitu :

1. Child Based Services. Strategi ini menempatkan anak sebagai basis penerimaan pelayanan. Anak-anak yang mengalami luka-luka fisik dan psikis perlu segera diberikan pertolongan yang bersifat krisis, baik perawatan medis, konseling, atau dalam keadaan tertentu anak dipisahkan dari keluarga yang mengancam dan membahayakan kehidupannya.

2. Institusional Based Services. Anak yang mengalami masalah ditempatkan dalam lembaga/panti. Pelayanan yang diberikan meliputi fasilitas tinggal menetap, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pendidikan dan pelatihan keterampilan, serta program rehabilitasi sosial lainnya.

3. Family Based Services. Keluarga dijadikan sasaran dan medium utama pelayanan. Pelayanan ini diarahkan pada pembentukan dan pembinaan keluarga agar memiliki kemampuan ekonomi, psikologis, dan sosial dalam menumbuhkembangkan anak, sehingga mampu memecahkan masalahnya sendiri dan menolak pengaruh negatif yang merugikan dan membahayakan anak. Keluarga sebagai satu kesatuan diperkuat secara utuh dan harmonis dalam memenuhi kebutuhan anak.

4. Community Based Service. Strategi yang menggunakan masyarakat sebagai pusat penanganan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat agar ikut aktif dalam menangani permasalahan anak. Para pekerja sosial datang secara periodik ke masyarakat untuk merancang da melaksanakan program pengembangan masyarakat, bimbingan dan penyuluhan,


(34)

terapi social, kampanye sosial, aksi social, serta penyediaan sarana rekreatif dan pengisian waktu luang.

5. Location Based Services. Pelayanan yang diberikan di lokasi anak mengalami masalah. Strategi ini biasanya diterapkan pada anak jalanan, anak yang bekerja di jalan dan pekerja anak. Para pekerja sosial mendatangi pabrik atau tempat-tempat dimana anak berada, dan memanfaatkan sarana yang ada disekitarnya sebagai fasilitas da media pertolongan. Untuk anak jalanan dan anak yang bekerja di jalan, strategi ini sering disebut sebagai street based servces (Pelayanan berbasiskan jalanan).

6. Half Way House Services. Strategi ini disebut juga strategi semi panti yang lebih terbuka dan tidak kaku. Strategi ini dapat berbentuk rumah singgah, rumah terbuka untuk berbagai akivitas, rumah belajar, rumah persinggahan anak dengan keluarganya, rumah keluarga pengganti, atau tempat anak yang mengembangkan subkultur tertentu. Para pekerja sosial menentukan program kegiatan, pendampingan, dan berbagai pelayanan dalam rumah singgah.

7. State Based Services. Pelayanan dalam strategi ini bersifat makro dan tidak langsung (macro and indirect services). Para pekerja social mengusahakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi terselenggaranya usaha kesejahteraan sosial bagi anak. Perumusan kebijakan kesejahteraan social dan perangkat hukum untuk perlindungan merupakan bentuk program dalam strategi ini.


(35)

2.2.4 Anak Jalanan

Defenisi anak jalanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan maupun di tempat-tempat umum. Sebagian besar dari anak jalanan bertempat tinggal di pinggiran jalan, dan kolong jembatan, karena tidak mampu menyewa tempat tinggal. Bagitu juga banyak yang membangun rumah kumuh di pinggiran kota untuk dijadikan tempat pemukiman bagi mereka namun tetap mencari penghasilan dari jalanan.

Departemen Sosial Republik Indonesia mendefenisikan, anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan ditempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Berusia antara 5-18 tahun.

2. Melakukan kegiatan atau berkliaran di jalanan. 3. Penampilannya kebanyakan kusam.

4. Pakaiannya tidak terurus. 5. Dan mobilitasnya tinggi

Pada awalnya ada dua kategori pengelompokan anak jalanan berdasarkan hubungan mereka dengan keluarga, yaitu children on the street dan children of the street. Pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu children in the street atau sering pula disebut dengan children from families of the street.


(36)

1. Children on the street yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti di tanggung tidak dapat diselesaikan oleh kedua orang tuanya.

2. Children of the street yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh dijalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi petemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab, biasanya kekerasan lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial, emosional, fisik maupun seksual.

3. Children in the street atau children from the families of the street yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Meskipun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat yang lain dengan segala resikonya

Berdasarkan hasil survei dari Departemen Sosial anak jalanan dikelompokkan kedalam 3 kategori yakni :

1. Anak jalanan yang hidup di jalan dengan kriteria :


(37)

b) Berada di jalan seharian dan meluangkan 8-10 jam untuk bekerja. Sisanya untuk menggelandang dan tidur.

c) Tidak bersekolah lagi.

d) Rata-rata berusia dibawah 14 tahun.

2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan dengan kriteria : a) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya. b) Berada di jalan 8-16 jam.

c) Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama teman, orangtua/saudaranya, umunya tinggal didaerah kumuh.

d) Tidak bersekolah lagi.

e) Pekerjaan : penjual koran, pemulung sampah, penyemir sepatu, dan lain-lain. f) Rata-rata usianya di bawah 16 tahun.

3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan dengan kriteria : a) Setiap hari bertemu dengan orang tuanya.

b) Berada di jalan 4-6 jam.

c) Tinggal dan tidur bersama orang tua/wali. d) Masih bersekolah.


(38)

2.2.5 Indikator Anak Jalanan

Adapun Indikator anak jalanan yakni :

1. Usia berkisar antara 6 sampai dengan 18 tahun. 2. Intensitas hubungan dengan keluarga :

a) berhubungan secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari b) Frekuensi berkomunikasi dengan keluarga sangat kurang c) Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga 3. Waktu yang dihabiskan dijalanan lebih dari 4 jam setiap hari. 4. Tempat tinggal :

a) Tinggal bersama orang tua

b) Tinggal berkelompok dengan teman-temannya c) Tidak mempunyai tempat tinggal

5. Tempat anak jalanan sering dijumpai di : pasar, terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman kota, daerah lokalisasi WTS, perempatan jalan atau jalan raya, pusat perbelanjaan atau mall, kendaraan umum (pengamen), tempat pembuangan sampah.

6. Aktifitas anak jalanan : menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan koran / majalah, mengelap mobil, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, pengamen, menjadi kuli angkut, menyewakan payung, menjadi penghubung atau penjual jasa.

7. Sumber dana dalam melakukan kegiatan : modal sendiri, modal kelompok, modal majikan / patron, stimulant / bantuan.


(39)

8. Permasalahan : korban eksploitasi seks, rawan kecelakaan lalu lintas, ditangkap petugas, konflik dengan anak lain, terlibat tindakan kriminal, ditolak masyarakat lingkungannya.

9. Kebutuhan anak jalanan : aman dalam keluarga, kasih sayang, bantuan usaha, pendidikan, bimbingan keterampilan, gizi dan kesehatan,hubungan harmonis dengan orang tua keluarga dan masyaraka (Nurdin: 1989)

2.2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Anak Jalanan Secara umum ada 3 penyebab munculnya anak jalanan yaitu : 1. Tingkat Mikro (Immediate Causes)

Faktor pada tingkat mikro ini yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya. Departemen Sosial (2001: 25-26) menjelaskan pula bahwa pada tingkat mikro sebab yang bias diidentifikasi dari anak dan keluarga yang berkaitan tetapi juga berdiri sendiri, yakni:

1) Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau sudah putus, berpetualangan, bermain-main atau diajak teman.

2) Sebab dari keluarga adalah terlantar, ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orang tua, salah perawatan atau kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan keluarga atau tetangga, terpisah dengan orang tua, sikap-sikap yang salah terhadap anak, keterbatasan merawat anak yang mengakibatkan anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan sosial. Hal ini dipengaruhi pula oleh meningkatnya masalah keluarga yang disebabkan oleh kemiskinan pengangguran, perceraian, kawin muda, maupun kekerasan dalam keluarga.


(40)

3) Melemahnya keluarga besar, dimana keluarga besar tidak mampu lagi membantu terhadap keluarga-keluarga inti, hal ini diakibatkan oleh pergeseran nilai, kondisi ekonomi, dan kebijakan pembangunan pemerintah. 4) Kesenjangan komunikasi antara orang tua dan anak, dimana orang tua sudah

tidak mampu lagi memahami kondisi serta harapan anak-anak, telah menyebabkan anak-anak mencari kebebasan.

2. Tingkat Messo (Underlying Causes)

Faktor-faktor penyebab munculnya anak jalanan pada tingkat messo ini yaitu faktor yang ada di masyarakat. Pada tingkat messo (masyarakat), sebab yang

dapat diidentifikasi meliputi:

1) Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu peningkatan pendapatan keluarga, anak-anak diajarkan bekerja yang menyebabkan drop out dari sekolah.

2) Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi menjadi kebiasaan dan anak-anak mengikuti kebiasaan itu.

3) Penolakan masyarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon kriminal. 3. Tingkat Makro (Basic Causes)

Faktor-faktor penyebab munculnya anak jalanan pada tingkat makro yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur makro. Pada tingkat makro (struktur masyarakat), sebab yang dapat diidentifikasi adalah:

1) Ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal keahlian, mereka harus lama di jalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang mendorong urbanisasi. Migrasi dari desa ke kota mencari kerja, yang diakibatkan


(41)

kesenjangan pembangunan desakota, kemudahan transportasi dan ajakan kerabat, membuat banyak keluarga dari desa pindah ke kota dan sebagian dari mereka terlantar, hal ini mengakibatkan anak-anak mereka terlempar ke jalanan.

2) Penggusuran dan pengusiran keluarga miskin dari tanah/rumah mereka dengan alasan “demi pembangunan”, mereka semakin tidak berdaya dengan kebijakan ekonomi makro pemerintah yang lebih memguntungkan segelintir orang. 3) Pendidikan, adalah biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang

diskriminatif, dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokratis yang mengalahkan kesempatan belajar. Meningkatnya angka anak putus sekolah karena alasan ekonomi, telah mendorong sebagian anak untuk menjadi pencari kerja dan jalanan mereka jadikan salah satu tempat untuk mendapatkan uang. 4) Belum beragamnya unsur-unsur pemerintah memandang anak jalanan antara

sebagai kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan kesejahteraan) dam pendekatan yang menganggap anak jalanan sebagai trouble maker atau pembuat masalah (security approach / pendekatan keamanan).

5) Adanya kesenjangan sistem jaring pengamanan sosial sehingga jaring pengamanan sosial tidak ada ketika keluarga dan anakmenghadapi kesulitan. 6) Pembangunan telah mengorbankan ruang bermain bagi anak (lapangan,

taman, dan lahan-lahan kosong). Dampaknya sangat terasa pada daerah-daerah kumuh perkotaan, dimana anak-anak menjadikan jalanan sebagai ajang bermain dan bekerja.


(42)

2.2.7 Penanggulangan Anak Jalanan dalam Perspektif Pekerjaan Sosial

Salah satu pemecahan masalah anak jalanan yang logis untuk diterapkan ketika pemerintah dalam kesulitan secara ekonomi, sosial maupun politik, adalah dengan pendekatan masyarakat kesejahteraan (welfare society) yang dikembangkan di dalam suatu jaringan “social safety net”. Pendekatan ini merupakan pilihan yang paling tepat.

Pendekatan masyarakat kesejahteraan menganggap bahwa sumber utama pelayanan bagi anggota masyarakat adalah masyarakat itu sendiri di mana mereka hidup. Kekuata “self-help” adalah unsur utama dalam pendekatan ini. Program diarahkan terutama pada kelompok-kelompok keluarga yang memiliki hubungan kekeluargaan dalam lingkup masyarakat lokal. Kemampuan “self-help” atau kegotongroyongan untuk menolong diri mereka sendiri, pada setiap unit kelompok keluarga diperkuat dengan cara meningkatkan “coping capacities” (kemampuan untuk menghadapi dan mengatasi masalah) dari masing-masing anggota, memperkuat relasi social di antara keluarga, dan memperkuat sumber yang dimiliki. Memperkuat akses mereka terhadap sumber-sumber kesempatan yang dimiliki dan memperkuat akses mereka terhadap kesempatan sumber-sumber serta sumber-sumber pelayanan yang ada di dalam masyarakat (khususnya yang di masyarakat lokal).

Struktur ekonomi “self-subsistem” menjadi perhatian utama bagi model pengembangan masyarakat dengan pendekatan ini. Program ini dilakukan dengan mengutamakan teknik PRA (Participatory Rural Appraisal). Pendekatan ini dilaksanakan di dalam model penanganan yang dikenal dengan model penanganan “community based” (penanganan berbasis masyarakat) atau “home based treatment” (penanganan yang dilakukan di rumah/keluarga masing-masing).


(43)

Walaupun demikian, pendekatan-pendekatan klinis pun tidak bisa di tinggalkan karena selain persoalan mikro, juga banyak persoalan-persoalan yang perlu ditangani secara khusus. Karenanya, pelayanan-pelayanan kelompok dan perorangan juga masih perlu mendapatkan porsi yang seimbang. Pendekatan klinis seperti ini diterapkan dalam model-model penanganan “street based” yang dilaksanakan di jalanan, pendampingan anak, dan sebagainya. Model “halfway houses” yang kemudian banyak dikenal dengan istilah pelayanan rumah singgah, dan model penanganan “institusional based/center based” atau lebih dikenal dengan pelayanan panti.

Pada model penanganan yang bersifat street based, biasanya lebih banyak diarahkan pada pelayanan advokasi dan pendampingan anak. Sedangkan model penanganan “institusional based” diarahkan pada pelayanan pemeliharaan, provisi social, dan pelayanan konseling maupun pelayanan kelompok dalam rangka membantu anak keluar dari kesulita-kesulitan psikososial. Sementara penanganan model rumah singgah, lebih merupakan suatu penanganan pengalihan dari penanganan yang bersifat street based kepada penanganan institusional based atau pelayanan transisi dari institusional based ke model penanganan yang bersifat home based.


(44)

2.3 Program Kesejahteraan Sosial Anak

2.3.1 Pengertian Program

Program adalah cara tersendiri dan khusus dirancang demi pencapaian suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program, maka segala rancangan akan lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, maka program adalah unsur pertama yang harus ada bagi berlangsungnya aktivitas yang teratur, karena dalam program telah dirangkum berbagai aspek, seperti :

1. Adanya tujuan yang mau dicapai.

2. Adanya berbagai kebijakan yang diambil dalam upaya pencapaian tujuan tersebut.

3. Adanya prinsip-prinsip dan metode-metode yang harus dijadikan acuan dengan prosedur yang harus dilewati.

4. Adanya pemikiran atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan. 5. Adanya strategi yang harus diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas

2.3.2 Pengertian Program Kesejahteraan Sosial Anak

Kesejahteraan Anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun social. Sementara usaha kesejahteraan anak adalah kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak terutama terpenuhinya kebutuhan pokok anak (Undang-Undang Kesejahteraan Anak No.6 Tahun 1974).


(45)

Program Kesejahteraan Sosial Anak adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar, aksesbilitas pelayanan sosial dasar, peningkatan potensi diri dan kreativitas anak, penguatan orang tua/keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak.

2.3.3 Tujuan Program Kesejahteraan Sosial Anak

Tujuan Program Kesejahteraan Sosial Anak adalah terwujudnya pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari keterlantaran, kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi sehingga tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud.

2.3.4 Sasaran Program Kesejahteraan Sosial Anak

Sasaran Program Kesejahteraan Sosial Anak yang akan dicapai dalam periode RPJM II (tahun 2010-2014) adalah :

1. Meningkatnya presentase anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dengan kecacatan dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus untuk memperoleh akses pelayanan sosial dasar.

2. Meningkatnya presentase orang tua/keluarga yang bertanggung jawab dalam pengasuhan dan perlindungan anak.


(46)

4. Meningkatnya lembaga kesejahteraan sosial yang memberikan perlindungan terhadap anak.

5. Meningkatnya Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial dan Relawan Sosial terlatih, yang memberikan pendampingan dibidang pelayanan kesejahteraan sosial anak.

6. Meningkatnya peranan Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dalam mensinergiskan PKSA dengan program kesejahteraan dan perlindungan anak yang bersumber dari APBD.

7. Meningkatnya produk hukum pengasuhan dan perlindungan anak sebagai landasan hokum pelaksanaan PKSA.

2.3.5 Kebijakan Program Kesejahteraan Sosial Anak

1. Mengedepankan kemitraan dengan berbagai pihak dalam mewujudkan sistem kesejahteraan sosial anak yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan,

2. Mengupayakan perluasan jangkauan layanan untuk seluruh anak yang mengalami masalah sosial,

3. Mengedepankan pengembangan sistem pelayanan dan program kesejahteraan sosial yang melembaga dan professional,

4. Menempatkan keluarga sebagai pusat pelayanan dalam rangka memperkuat tanggung jawab orang tua/keluarga dalam memberikan pengasuhan dan perlindungan bagi anak,


(47)

5. Mendorong peningkatan kemampuan dan keterlibatan masyarakat dalam upaya mensejahterahkan dan melindungi anak.

2.3.6 Persyaratan dan Kewajiban Penerima Layanan PKSA

Sasaran penerima layanan PKSA : anak,orang tua/keluarga maupun lembaga kesejahteraan sosial yang menjadi mitra pendamping, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Adanya perubahan sikap dan perilaku social anak ke arah positif.

2. Intensitas kehadiran anak dalam layanan sosial dasar dari berbagai organisasi/lembaga semakin meningkat.

3. Intensitas kehadiran anak dalam kegiatan pengembangan potensi diri/kreativitas anak semakin meningkat.

4. Tanggung jawab orang tua/keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak semakin meningkat.

5. Peran Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang bermitra dengan Kementrian Sosial semakin efektif dalam mendampingi anak sehingga anak dapat terhindar dari penelantaran, eksploitasi, kekerasan dam diskriminasi.


(48)

2.3.7 Pendamping Program Kesejahteraan Sosial Anak

Pendamping Program Kesejahteraan Sosial Anak adalah pekerja sosial professional, tenaga kesejahteraan sosial anak, atau relawan sosial yang direkrut oleh dan bekerja untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), yang fungsinya adalah melaksanakan tugas-tugas pelayanan kesejahteraan sosial dan perlindungan khusus kepada anak dan keluarga yang menjadi penerima manfaat PKSA, serta lingkungan komunitas/masyarakat.

Tugas-tugas Pekerja Sosial Profesional pendamping PKSA adalah merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan hasil pemberian pelayanan kesejahteraan sosial, antara lain :

1. Pendampingan terhadap anak, orang tua/keluarga dan komunitas yang menjadi saasaran/berada dalam jangkauan PKSA.

2. Layanan dalam pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan akses terhadap pelayanan sosial dasar, peningkatan potensi diri dan kreativitas anak, penguatan tanggung jawab orang tua/keluarga dan penguatan dan penguatan peran LKSA. 3. Melakukan verifikasi komitmen penerima manfaat PKSA sesuai persyaratan dan

kewajiban yang telah ditetapkan pada setiap sub-program/klaster.

4. Melaksanankan tugas-tugas professional dalam mendampingi sasaran PKSA. 5. Melakukan advokasi social dalam rangka peningkatan kinerja PKSA kepada

jaringan mitra kerja PKSA, pemerintah, pemerintah daerah, DPR/DPRD, dan lembaga lembaga Nnegara lainnya.


(49)

7. Membuat laporan pelaksanaan pendampingan pertriwulan, dan akhir tahun kontrak kerja, selain laporan penanganan kasus.

Pekerja Sosial Profesional yang menjadi pendamping antara lain Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) yang merupakan petugas kemanusiaan di bidang pekerjaan social yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial atau Dinas/Instansi Sosial yang memiliki status kerja kontrak karya dengan Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA Pusat) atau Dinas/Instansi Sosial Provinsi (PKSA Dekon). Kontrak karya dilakukan pertahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.

Persyaratan Satuan Bakti Pekeja Sosial yang menjadi pendamping PKSA, adalah

1. Pendidikan Diploma IV/Sarjana Pekerja Sosial/Kesejahteraan Sosial. 2. Berusia maksimal 40 tahun pada 31 Desember.

3. Warga Negara Republik Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia dan taat kepada Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Tidak berkedudukan sebagai CPNS/PNS/TNI/POLRI.

5. Tidak berkedudukan sebagai anggota atau pengurus Partai Politik. 6. Bebas dari narkotika dan zat adiktif lain.

7. Mengisi formulir pendaftaran

8. Sehat Jasmani dan Rohani dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter pemerintah.

9. Tidak sedang terikat kontrak kerja dengan pihak lain. 10.Bersedia bekerja penuh waktu.


(50)

Pelaksanaan seleksi dilaksanakan oleh Panitia Seleksi Satuan Bakti Pekerja Sosial bekerja sama dengan Biro Organisasi Kepegawaian, Sekretariat Jenderal Rehabilitasi Sosial, Perguruan Tinggi Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI).Seleksi didasarkan pada hasil Test Potensi Akademik dan Kompetensi Pekerjaan Sosial di bidang kesejahteraan social anak.

2.4 Kesejahteraan Sosial

Walter A.Friedlander mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan, serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka secara penuh, serta untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat (Wibhawa, dkk. 2010:24)

Bahkan karena begitu pentingnya upaya mewujudkan kesejahteraan sosial, maka negara kita pun memiliki Undang-Undang yang secara khusus mengatur hal ini, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang “Kesejahteraan Sosial” yang memaparkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kubutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.


(51)

Beberapa hal dapat disimpulkan dari defenisi tersebut, antara lain :

1. Kesejahteraan sosial dipandang sebagai suatu tatanan masyarakat.

2. Tatanan masyarakat tersebut bersifat kondusif bagi setiap warga negara untuk melakukan upaya memenuhi kebutuhan hidup mereka.

3. Adanya interaksi yang tidak terpisahkan dan saling mendukung diantara setiap individu warga masyarakat dengan masyarakatnya.

4. Landasan nilai bagi tatanan masyarakat adalah nilai-nilai dasar sosial budaya masyarakat itu sendiri (untuk masyarakat Indonesia, dirumuskan dalam sila-sila Pancasila) (Wibhawa, dkk. 2010:28)

Berdasarkan pada kedua pengertian kesejahteraan sosial tersebut diatas, maka tak salah dan tak heran jika semua orang ingin hidupnya sejahtera, dan bahkan salah satu tujuan penyelenggaraan negara adalah ingin menyejahterahkan rakyatnya.

Dengan melihat kondisi tersebut, maka upaya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dilakukan oleh semua pihak, baik oleh pemerintah, dunia usaha, maupun civil society, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang bermitra pelayanan sosial, penyembuhan sosial, perlindungan sosial, dan pemberdayaan masyarakat.


(52)

2.5 Kerangka Pemikiran

Anak jalanan adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan maupun di tempat-tempat umum. Sebagian besar dari anak jalanan bertempat-tempat tinggal di pinggiran jalan, dan kolong jembatan, karena tidak mampu menyewa tempat tinggal. Hal ini mengidentikkan bahwa anak jalanan kurang mendapat perhatian yang melahirkan anggapan-anggapan negative terhadap mereka.

Disamping mereka sebagai pemicu masalah di jalanan, tidak menutup kemungkinan pula bahwa mereka nantinya kelak menjadi generasi penerus bangsa ke arah yang lebih baik. Untuk itu Program Kesejahteraan Sosial Anak hadir untuk menjawab persoalan anak-anak jalanan khususnya. Program Kesejahteraan Sosial Anak merupakan upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar, aksesbilitas pelayanan sosial dasar, peningkatan potensi diri dan kreativitas anak, penguatan orang tua/keluarga dan penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Dalam pelaksanaan program ini perlu dilihat bagaimana respon anak jalanan yang merupakan sasaran dari program ini. Respon tersebut dapat dilihat dari wujud persepsi, sikap, dan partisipasi.

Harapan melalui program ini fungsi sosial anak jalanan dapat meningkat diketahui dari perubahan sikap dan perilaku ke arah positif. Anak tidak melakukan


(53)

aktivitas ekonomi lagi di jalanan, karena telah memiliki aktivitas yang lebih positif. Orang tua/keluarga melakukan pengasuhan secara bertanggung jawab. Orang tua/keluarga mengurus berbagai kebutuhan dasar anak dan memperjuangkn akses pelayanan sosial dasar.


(54)

Bagan Alur Pikir

Program Kesejahteraan Sosial Anak

Anak Jalanan

Respon

Sikap Partisipasi

Persepsi

1. Pengertian 2.Pengetahuan 3.Pemahaman

1. Penilaian

2.Penolakan/penerima an

3.Mengharapkan/ menghindari

1. Frekuensi Keterlibatan 2. Peran serta


(55)

2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.6.1 Defenisi Konsep

Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan obyek penelitian, maka seorang ahli peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan defenisi konsep (Siagian, 2011;138). Dengan kata lain, peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian itu untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diingankan dan dimaksudkan si peneliti.

Defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep,baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti. Untuk memfokuskan penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep yang akan digunakan sebagai berikut :

1. Respon adalah jawaban, balasan, atau tanggapan terhadap suatu fenomena tertentu.

2. Anak jalanan adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan maupun di tempat-tempat umum.

3. Program Kesejahteraan Sosial Anak adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan social guna memenuhi kebutuhan dasar, aksesbilitas


(56)

pelayanan sosial dasar, peningkatan potensi diri dan kreativitas anak, penguatan orang tua/keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak.

2.6.2 Defenisi Operasional

Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari defenisi konsep. Jika perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011;141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini dapat diukur melalui indikator sebagai berikut :

1. Persepsi masyarakat mengenai program PKSA yaitu : a. Pengetahuan masyarakat mengenai PKSA

b. Pengertian masyarakat mengenai tujuan dan sasaran PKSA c. Pemahaman masyarakat tentang manfaat dari PKSA. 2. Sikap masyarakat terhadap program PKSA, yaitu :

a. Penilaian masyarakat terhadap program PKSA b. Penilaian masyarakat tentang kelanjutan PKSA

c. Penolakan atau penerimaan dari masyarakat terhadap program PKSA d. Mengharapkan atau menghindari kehadiran program PKSA.

3. Partisipasi masyarakat terhadap program PKSA, yaitu : a. Frekuensi keterlibatan dalam pelaksanaan

b. Peran serta dalam kegiatan yang diselenggarakan lembaga penyelenggara PKSA c. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan PKSA.


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Adapun tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang diteliti (Siagian, 2011;52). Dalam hal ini memberikan gambaran tentang bagaimana pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak oleh Yakmi di pingiran rel kereta api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di pinggiran rel kereta api Gaperta yang terletak di Kecamatan Medan Helvetia. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini karena wilayah tersebut sedang aktif dalam pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak.

3.3 Populasi

Secara sederhana populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan obyek, benda, peristiwa ataupun individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian (Siagian, 2011;155). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah anak jalanan di pinggiran rel kereta api Gaperta yang ikut aktif dalam Program Kesejahteraan Sosial Anak.


(58)

Populasi dalam penelitian ini adalah 30 orang. Oleh karenanya, semua populasi akan dijadikan sampel. Karena populasi kurang dari 100 maka penelitian ini termasuk penelitian populasi, keseluruhan populasi akan diambil datanya untuk dianalisis.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaaan, yaitu pengumpulan data atau informasi menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah, surat kabar, tulisan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.

2. Studi Lapangan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu :

a. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menyebar angket yang akan dijawab responden

b. Wawancara, yaitu mengajukan pertanyaan secara tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperlukan.


(59)

3.5 Teknik Analisi Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya. Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dilapangan kemudian dikumpulkan serta diolah dan dianalisis dengan menggambarkan, menjelaskan serta memberikan komentar dengan menggunakan tabel.


(60)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Latar Belakang Berdiri Lembaga

Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia (Yakmi) merupakan sebuah lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial yang berdiri pada tahun 1997. Yakmi didirikan berdasarkan ide dan prakarsa murni dari pada pekerja sosial profesional sehingga pelayanan lembaga berorientasi pada metodologi profesi pekerja sosial.

Pada tahun 2000, Yakmi telah terdaftar secara hukum dengan akte notaries No.78 / tanggal 28 mei 2000 dan terdaftar pada kantor Dinas Sosial Sumatera Utara No.467.6/17 tanggal 11 januari 2001. Awalya Yakmi memulai kegiatan yang secara khusus memusatkan perhatian pada pembinaan, pemberdayaan dan perlindungan terhadap anak jalanan melalui model rumah singgah. Selama melakukan kegiatan pendampingan terhadap anak, terutama anak jalanan, Yakmi mengmati bahwa dalam menangani permasalahan yang biasanya dialami anak, khususnya anak jalanan itu adalah permasalahan yang sulit untuk dituntaskan dan perlu melibatkan masyarakat luas untuk memahami permasalahan anak jalanan.


(61)

Sejak berdirinya tahun 1997, Lembaga Yakmi telah menjalankan program, diantaranya : 1. Program pembinaan anak jalanan

2. Program urban street children empowerment and support

3. Program pembinaan anak jalanan (beasiswa dan keterampilan)

4. Pendidikan luar sekolah (PLS) dan Life Skill

5. Program food security and nutrition in Medan Deli dan Medan Labuhan

6. Emergency respons in Aceh Tamiang

7. Child led inisiative for improving nutrition and hygiene practices in primary school (SHN)

8. Program urban street children empowerment and support

9. Save water system

10. Pembentukan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga (LK3)


(62)

4.2 Struktur Kepengurusan Lembaga

4.3 Keterangan Uraian Kerja

Program Manajer :

1. Bertanggung jawab dalam setiap kegiatan program

2. Mengkoordinir dan memonitor staf dan koordinator dalam pelaksanaan kegiatan 3. Membuat draft dan rencana kerja bersama dengan coordinator dan staff

4. Menghadiri pertemuan yang diadakan lembaga

5. Mengadakan pertemuan bulanan dengan semua staff setiap bulan 6. Membuat kebijakan secara partisipasi dan berkoordinasi dengan atasan 7. Membuat laporan dan evaluasi kegiatan 1x3 bulan ke lembaga

8. Motivator dan membantu pendamping bila mengalami hambata dalam pelaksanaan di lapangan

9. Membuat dan mengajukan program yang inovatif ke lembaga 10.Menerima laporan pelaksanaan kegiatan dari setiap koordinator

Ester Hutabarat, A.KS Direktur

Bob Marthias S.St Sekretaris

Tina Estheria, Amd Bendahara


(63)

11.Mengadakan koordinasi program untuk tingkat kelurahan dan kecamatan 12.Melakukan evaluasi dan pengadaan staff.

Koordinator :

1. Mengkoordinir staff dalam melaksanakan kegiatan pendamping di lapangan 2. Membuat draft dan rencana kerja bersama staff

3. Bertanggung jawab dalam setiap kegiatan yang dilakukan staff

4. Membuat laporan kegiatan setiap satu kali sebulan yang diserahkan kepada program manager

5. Berkoordinasi dengan program manager stiap kegiatan pengembangan kegiatan yang dilakukan

6. Membuat staff mengkoordinir kegiatan

7. Memimpin pertemuan koordinasi denga staff secara berkala 8. Mengadakan koordinasi dengan instansi terkait

9. Mengkoordinir pengiriman atau pembuat laporan 10.Membuat rencana kerja (activity) selama sebulan.

Staff :

1. Membuat rincian dan jadwal pelaksanaan kegiatan selama setiap bulan dan menyerahkan kepada koordinator

2. Memobilisasi masyarakat pada setiap kegiatan 3. Memfasilitasi pertemuan dengan dampingan

4. Bersama-sama dengan koordinator merancang metode perencanaan kegiatan 5. Melakukan home visit terhadap dampingan yang memerlukan perhatian khusus.


(64)

Keuangan dan kasir :

1. Membuat rencana anggaran serta rencana penggunaannya untuk menunjang kelancaran lembaga

2. Menyelenggarakan dan mengkoordinir kegiatan pembukuan sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku

3. Menyusun dan merumuskan anggaran pembiayaan kesekretariatan, personalia, program kgiatan lainnya

4. Melakukan pencatatan penerimaan dan pengeluaran 5. Membuat laporan secara berkala

Administrasi :

1. Melakukan pengaturan, pengelolaan surat menyurat meliputi pemprosesan surat masuk dan surat keluar, penyusunan konsep surat keluar, pengetikan dan pengadaan surat, pengaturan dan administrasi arsip dan pengaturan distribusi surat

2. Melakukan pengumpulan, pencatatan, penyusunan dan pemeliharaan dokumen lembaga, bahan yang berkenaan dengan tata internal dan eksternal lembaga 3. Mengatur penyelenggaraan pendistribusian dokumen dan informasi yang perlu

disampaikan kepada seluruh anggota 4. Mengatur pengelolaan perpustakaan Yakmi

5. Melakukan koordinasi dengan badan pelaksanaan lainnya untuk meningkatkan pengelolaan kesekretariatan dalam mengimplementasikan program dan kegiatan


(65)

6. Membantu badan pengurus dan direktur eksekutif dalam melakukan aktifitas kesekretariatan dalam rangka pelaksanaan program kegiatan

7. Menyusun dan merumuskan segala kebutuhan rutin kesekretariatan Yakmi.

4.4 Visi dan Misi Lembaga Yakmi

Visi dari lembaga Yakmi adalah :

“Membangun masyarakat secara khusus perempuan dan anak yang berkualitas serta berpandangan kedepan menuju kemandirian”

Misi dari lembaga Yakmi adalah :

1. Membantu memperbaiki kualitas kesejahteraan perempuan, anak dan keluarganya

2. Meningkatkan sumber daya manusia yang bermutu dengan berbagai program

pemberdayaan.

Beberapa program yang dilakukan dalam pendampingan, pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan seperti :

a) Penyelenggaraan taman bacaaan di 3 tempat terletak di komunitas Setia Luhur, Komunitas PALMA, sanggar anak.

b) Meningkatkan pendidikan anak melalui tutorial belajar, pemberian beasiswa, membantu anak untuk mendapatkan akses terhadap pendidikan alternative.


(66)

c) Mempersiapkan kemandirian anak melalui program kewirausahaan dan program life skill.

d) Advokasi hak-hak anak (akses kesehatan, pendampingan anak jalanan korban kekerasan, fasilitas belajar anak, dll)

e) Pendampingan terhadap orang tua anak jalanan dengan membentuk kelompok simpan pinjam di komunitas PALMA.


(67)

BAB V

ANALISIS DATA

Pada bab ini dijelaskan tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dan sekaligus analisis data yang dikumpulkan berdasarkan hasil penyebaran kuesioner maupun hasil wawancara di lapangan yang disusun dalam bentuk tabel. Mengalisa data tersebut merupakan upaya yang dilakukan untuk mengelompokkan data atau mengkhususkan data menjadi suatu bagian-bagian tertentu menurut kelompok data sesuai jawaban responden.

Dalam penelitian ini penulis membagi pembahasan data dalam dua sub bab, yaitu :

1. Analisis Karakteristik Responden 2. Analisis Jawaban Responden


(68)

5.I Karakteristik Responden

Tabel 1

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No Usia Frekuesi %

1 2 3

6-10 11-14 15-18

2 14 14

6,6 46,7 46,7

Jumlah 30 100

Sumber: Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 1 diatas menunjukkan bahwa peserta PKSA yang berusia 11-14 tahun dan usia 15-18 memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 11-14 orang, selanjutnya pada usia 6-10 tahun memiliki jumlah sebanyak 2 orang.

Dapat dilihat bahwa para responden dimayoritasi oleh kelompok umur 11-18 tahun yaitu kelompok usia yang sangat rentan. Mereka yang menjadi responden juga orang orang yang ingin hidup bebas tanpa ada tekanan dan peraturan dari orang tuanya.


(69)

Tabel 2

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi %

1 2 Laki-laki Perempuan 20 10 66,6 33,4

Jumlah 30 100

Sumber: Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 2 tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah peserta PKSA di Pinggiran Rel Kereta Api Gaperta didominasi oleh laki-laki yaitu sebanyak 20 orang, sedangkan perempuan sebanyak 10 orang. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak laki lebih mudah terjerumus dengan kehidupan di jalanan.

Tabel 3

Karakteristik Responden Berdasarkan Agama

No Agama Frekuensi %

1 2 Protestan Katolik 29 1 96,6 3,4

Jumlah 30 100


(70)

Agama merupakan sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Berdasarkan tabel 3 tersebut menunjukkan peserta PKSA yang memeluk agama protestan berjumlah 29 orang dan peserta PKSA yang memeluk katolik berjumlah 1 orang. Hal ini menggambarkan masyarakat di Pinggiran Rel Kereta Api sebagian besar memeluk agama protestan.

Tabel 4

Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa

No Suku Bangsa Frekuensi %

1 2

Batak Nias

29 1

96,6 3,4

Jumlah 30 100

Sumber: Data Primer 2014

Suku bangsa adalah suatu golonga mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarka yang dianggap sama. Bangsa Indonesia terbagi atas ratusan suku bangsa, yang masing-masing memiliki adat dan tradisi berbeda. Mereka mempunyai bahasa daerah yang berlainan, dengan ratusan dialek dan logat bahasa. Jika dikelompokkan diperkirakn terdapat 200-250 bahasa daerah.


(1)

mengurangi kegiatan di jalanan, begitu juga dana yang diberikan ,membantu kami untuk membeli perlengkapan sekolah, seperti baju, tas, buku”.

5.2.3 Berdasarkan Partisipasi Responden

Tabel 12

Distribusi Jawaban Responden Mengenai Sosialisasi PKSA

No Jawaban Frekuensi %

1 2

Sering Jarang

22 8

73,3 26,7

Jumlah 30 100

Sumber: Data Primer 2014

Sebelum program PKSA dilaksanakan di pinggiran rel kereta api Gaperta, Lembaga YAKMI yang telah dipercaya pemerintah melakukan sosialisasi di rumah warga yang sudah ditentukan sebelumnya. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan gambaran dari program PKSA, seperti apa kegiatan-kegiatan dilaksanakan, dan tujuan dilaksanakannya PKSA itu sendiri.

Dari tabel 12 dapat disimpulkan bahwa sosialisasi program PKSA yang dilaksanakan Yakmi di pinggiran rel kereta api Gaperta sering dilakukan. Sebanyak 22 responden menyatakan sering dilakukan, dan sebanyak 8 responden menyatakan Yakmi jarang melakukan sosialisasi di pinggiran rel kereta Gaperta.


(2)

Tabel 13

Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kegiatan-Kegiatan yang Dilaksanakan oleh Yakmi

No Jawaban Frekuensi %

1 2

Sering Jarang

25 5

83,3 16,7

Jumlah 30 100

Sumber: Data Primer 2014

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk untuk mengembangkan potensi diri dan kratifitas anak. Anak akan diberikan keterampilan sesuai dengan minat dan bakat/potensi anak. Kegiatan-kegiatan antara lain itu terdiri dari bermain bola, bermain zimbe, menari dan lain-lain.

Dari tabel 13 diatas dapat diketahui bahwa 25 responden sering melakukan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Yakmi. Sedangkan yang jarang melakukan kegiatan-kegiatan Yakmi sebanyak 5 orang. Hal ini menunjukkan responden cenderung aktif terhadap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Yakmi.

Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kegiatan-Kegiatan yang Dilaksanakan oleh Yakmi

Berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan oleh peneliti, menunjukkan bahwa seluruh responden menyatakan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Yakmi bagus.


(3)

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Yakmi itu baik, guna memberi keterampilan kepada peserta PKSA. Salah satu peserta bernama Julianus Simatupang berkata : “ kegiatan yang diberikan Yakmi itu bagus dan sangat bermanfaat , tapi maunya jenis kegiatan yang diberikan ditambahi lagi agar peserta lebih banyak pilihan terhadap keterampilan-keterampilan tersebut”.


(4)

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Persepsi

Berdasarkan analisis data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa anak jalanan memiliki persepsi yang positif terhadap pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak. Hal ini terlihat dari pemahaman peserta PKSA terhadap program yang dilaksanakan. Mulai dari awal program, pertemuan demi pertemuan, hingga kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.

2. Sikap

Berdasarkan analisis data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa anak jalanan memiliki sikap yang positif terhadap pelaksanaan Program Kesejahteraan Sosial Anak. Hal ini terlihat dari penilaian peserta terhadap pelaksanaan program PKSA di pinggiran rel kereta api Gaperta yang baik. Kehadiran program PKSA memberikan manfaat yang sangat dirasakan oleh peserta dalam upaya memenuhi kubutuhan-kebutuhan dasar.

3. Partisipasi

Berdasarkan analisi data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa anak jalanan memiliki partisipasi yang positif terhadap pelaksanaan Program


(5)

Kesejahteraan Sosial Anak. Hal ini terlihat dari keaktifan peserta PKSA terhadap kegiatan demi kegiatan yang dilaksanakan Yakmi.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan, peneliti mencoba memberikan masukan atau saran, yaitu sebagai berikut :

1. Sakti Peksos sebagai pendamping PKSA agar melakukan pendampingan yang lebih intensif untuk meminimalkan keberadaan anak di jalanan.

2. Keterlibatan dari seluruh peserta PKSA di pinggiran rel kereta api Gaperta lebih ditingkatkan dalam mengikuti segala kegiatan yang dilaksanakan Yakmi. Sehingga kegiatan demi kegiatan yang dilaksanakan berjalan efektif dan memberikan manfaat yang baik terhadap seluruh peserta.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2000. Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Dasar-Dasar Pemikiran. Jakarta : PT.Raja Grafindo.

Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak. 2011. Pedoman Operasional Kesejahteraan Sosial Anak. Jakarta: Kementerian Kesejahteraan Sosial Rakyat Indonesia.

Huraerah, Abu. 2007. Child Abuse. Bandung : Penerbit Nuansa. PKPA. 2011. Situasi Anak Jalanan Kota Medan: PKPA.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Social: PT. Grasindo Monoratana.

Siagian, Matias & Suriadi, Agus. 2012. CRS Persfektif Pekerjaan Sosial. Medan: PT. Grasindo Monoratana.

Subhansyah, Aan Tdkk. Anak Jalanan Di Indonesia. Yogyakarta: YLPS Humana. Suprapto. 2007. Ekonomi Partisipasi. Jakarta : Konrad Adnaeuer Stiftung.

Susilowati, Ima dkk. 2003. Pengertian Konvensi Hak anak. Jakarta: PT.Enka Parahiyangan.

Taylor, dkk. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Wibhawa, Budhi dkk. 2010. Dasar Dasar Pekerjaan Sosial. Bandung: Widya Padjadjaran.

Sumber Lain :

sangat-rentan


Dokumen yang terkait

Respon Penerima Bantuan Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) oleh Lembaga Kesejahteraan Masyarakat (YAKMI) di Daerah Pinggiran Rel Gaperta Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

0 8 97

Respon Penerima Bantuan Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) oleh Lembaga Kesejahteraan Masyarakat (YAKMI) di Daerah Pinggiran Rel Gaperta Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

0 0 10

Respon Penerima Bantuan Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) oleh Lembaga Kesejahteraan Masyarakat (YAKMI) di Daerah Pinggiran Rel Gaperta Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

0 0 2

Respon Penerima Bantuan Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) oleh Lembaga Kesejahteraan Masyarakat (YAKMI) di Daerah Pinggiran Rel Gaperta Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

0 0 11

Respon Penerima Bantuan Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) oleh Lembaga Kesejahteraan Masyarakat (YAKMI) di Daerah Pinggiran Rel Gaperta Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

0 0 27

Respon Penerima Bantuan Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) oleh Lembaga Kesejahteraan Masyarakat (YAKMI) di Daerah Pinggiran Rel Gaperta Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

0 0 2

Respon Penerima Bantuan Program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) oleh Lembaga Kesejahteraan Masyarakat (YAKMI) di Daerah Pinggiran Rel Gaperta Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

0 0 5

Respon Anak Jalanan Terhadap Program Kesejahteraan Sosial Anak Oleh Yakmi Di Pinggiran Rel Kereta Api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia.

0 0 31

1 BAB I PENDAHULUAN - Respon Anak Jalanan Terhadap Program Kesejahteraan Sosial Anak Oleh Yakmi Di Pinggiran Rel Kereta Api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia.

0 0 11

Respon Anak Jalanan Terhadap Program Kesejahteraan Sosial Anak Oleh Yakmi Di Pinggiran Rel Kereta Api Gaperta Kecamatan Medan Helvetia.

0 0 12