Guru Lebih Menekankan Unsur Kognitif dalam Pembelajaran Sejarah

35 Reformulasi Pendidikan Sejarah Begitu juga dalam pembelajaran sejarah masih cukup mem­ pri hatinkan. Pembelajaran sejarah lebih banyak hafalan dan bersifat kognitif. Akibatnya pembelajaran sejarah tidak mampu menjangkau kepada aspek­aspek moralitas, menyangkut kecerdasan emosional dan spiritual. Pembelajaran sejarah kita masih jarang yang mampu me­ masuki wilayah ranah afektif, seperti sikap arif, menumbuhkan se ma­ ngat kebangsaan, bangga terhadap bangsa dan negaranya, apalagi sampai memahami hakikat dirinya sebagai manifestasi kesadaran sejarah yang paling tinggi, sehingga memunculkan sikap dan tindakan sebagaimana pernah dicontohkan oleh para pejuang dan pahlawan kita Sardiman AM 2012, h.5. Proses pembelajaran sejarah kita, disadari atau tidak memang ma­ sih berkutat pada transfer pengetahuan yang lebih menekankan pada ranah kognitif. Padahal proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, aspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai de ngan bakat, minat, dan perkembangan isik serta psikologis peserta didik Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. Mewujudkan Belajar Sejarah Menjadi Lebih Menyenangkan Dalam rangka mewujudkan belajar sejarah menjadi lebih me­ nye nangkan dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh guru, antara lain yaitu:

1. Guru Harus Kreatif untuk Menyiapkan dan Menerapkan Metode Model Pembelajaran yang Bervariasi.

Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pe­ milihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran Peraturan Menteri Pen didikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Lam piran butir B.8.. Metodemodel pembelajaran bisa diciptakan sendiri atau cu kup dengan mengadopsi model­model pembelajaran yang sudah dirumuskan 36 Pendidikan Sejarah, Suatu Keharusan para ahli. Guru dapat melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan PAIKEM. Dengan me­ nerapkan model pembelajaran yang bervariatif, siswa tidak akan me ra­ sakan kejenuhan dalam belajar, namun bisa dipastikan siswa akan selalu merasa senang. Guru harus bisa memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi anak didik agar mam pu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk me me­ cahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode supaya anak didik terdorong dan mampu berpikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi dengan sasaran yang berbeda, guru hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang sama. Bila beberapa tujuan ingin diperoleh, maka dituntut untuk memiliki kemampuan tentang peng­ gunaan berbagai metode atau mengombinasikan beberapa metode yang relevan Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag. dan Drs. Aswan Zain 2010, h.7. Untuk memilih metode mengajar yang akan digunakan dalam rangka perencanaan pengajaran, perlu dipertimbangkan faktor­faktor tertentu antara lain : kesesuaiannya dengan tujuan instruksional serta ke terlaksanaannya dilihat dari waktu dan sarana yang ada. Setiap metode memiliki kekuatan dan kelemahannya dilihat dari berbagai sudut. Namun, yang penting bagi guru, metode mengajar apa pun yang akan digunakan, harus jelas dahulu tujuan yang akan di capai pada kegiatan pembelajaran tersebut R. Ibrahim dan Nana Syaodih S. 2010, h.108. Di dunia pendidikan sekarang ini sedang berkembang apa yang disebut cooperative learning atau pembelajaran kooperatif, yang su­ dah menjadi kecenderungan positif pada kegiatan pembelajaran di se kolah. Cooperative learning menurut Artz Newman Miftahul Huda, 2011, h.vii dapat dideinisikan sebagai small groups of learners wor king together as a team to solve a problem complete a task or accomplish a common goal. Model pembelajaran kooperaif mengharuskan siswa untuk bekerjasama dan saling bergantung secara positif antar satu sama lain dalam konteks struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward. Gagasan di balik pembelajaran ini adalah bagaimana materi pelajaran