DASAR TEORI KESIMPULAN. Bidang Fisika dan Pend. Fisika

Salatiga, 21 Juni 2014, Vol 5, No.1, ISSN :2087-0922 48 detonasi dan frekwensi yang menentukan lamanya tiap siklus. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan pengujian pengaruh perubahan kapasitas bahan bakar yang dimasukkan keruang bakar terhadap tekanan detonasi yang terjadi untuk memperoleh karakteristik dari PDE.

2. DASAR TEORI

Bila diasumsikan mesin penggerak dioperasikan di atmosfer seperti ditunjukkan pada gambar 1, dimana campuran oksigen dan hidrogen masuk melalui ujung depan i, melewati ruang pembakaran c, dan keluar melalui pembuangan e, maka keseimbangan momentum untuk menghasilkan gaya dorong F adalah mengikuti persamaan Kubota.N, [5] : Gambar 1 . Perubahan momentum pada pendorong. 1 dimana : = momentum masuk di i. = momentum keluar di e. = gaya tekan yang bekerja pada i. = gaya tekan yang bekerja pada e. = gaya yang bekerja pada permukaan luar mesin . Tetapi dalam kenyataan sisi masuk PDE tidak terbuka seperti ditunjukkan pada gambar 1, sehingga tidak ada momentum yang diberikan gas demikian persamaan 1 dapat ditulis : 2 Dari persamaan 2 dapat dilihat bahwa gaya dorong dipengaruhi oleh laju aliran massa gas pada sisi keluar , kecepatan aliran gas pembakaran , luas penampang keluar dan selisih tekanan pada sisi keluar , sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya dorong akan maksimum bila Gambar 2 . Venturi pada sisi keluar PDE. Jika pada sisi keluar diberi nosel konvergen dan divergen gambar 2 maka persamaan 2 perlu dikoreksi dengan faktor koreksi aliran untuk aliran nonaksial dan sudut nosel divergen serta dorongan oleh tekanan , maka persamaannya menjadi; Dimana faktor koreksi dengan sudut puncak α harus kecil untuk menjaga kerugian sampai pada batas yang dapat diterima, tipikal desain untuk memudahkan pembentukan, sudut α = 15 sehingga = 0,9830, dengan memakai nilai ini akan mengakibatkan kerugian gaya dorong sebesar 1,7 . Bila impuls spesifik I sp berdasarkan berat gas pembakaran didefinisikan sebagai , maka persamaan 3 dapat ditulis : Bila tidak terdapat venturi pada sisi keluar dan maka persamaan 4 menjadi : dimana gravitasi g. Salatiga, 21 Juni 2014, Vol 5, No.1, ISSN :2087-0922 49 3. DESAIN DAN PELAKSANAAN 3.1. Desain eksperimen. Pengujian ini menggunakan pipa detonasi dengan panjang satu meter dan diameter dalam pipa 53 mm, jumlah sensor yang dipakai adalah 2 sensor tekanan dan 2 sensor ion probe ditempatkan pada jarak 25 cm dari ujung pipa yang terdapat busi dan sensor yang satunya lagi dipasang 25 cm dari ujung sisi keluar exhaust. Pemasangan sensor ini saling berhadapan dengan jarak yang sama dimana fungsi masing masing sensor ini adalah untuk mendeteksi nyala ion probe dan tekanan. PDE ini dilengkapi dengan busi dan ignition coil seperti ditunjukkan pada gambar 3.

3.2. Kondisi eksperimen.

Bahan bakar yang digunakan dalam pengujian ini adalah campuran hidrogen dan oksigen dengan memvariasikan tekanan awal bahan bakar dalam pipa uji sehingga dapat juga dikatakan memvariasikan kapasitas bahan bakar dalam pipa denonasi. Tabel 1. Kondisi eksperimen. Parameter Kondisi Bahan bakar campuran Hidrogen dengan Oksigen Equivalence ratio 1 Tekanan awal 30 kPa - 100 kPa Suhu Ruangan Bahan bakar yang digunakan dalam pengujian ini adalah campuran hidrogen dan oksigen dengan memvariasikan kapasitas bahan bakar dalam pipa dentonasi berdasarkan kerapatan dan tekanan gas pada tekanan tertentu seperti ditunjukkan pada tabel 1. Selanjutnya untuk dimensi pipa detonasi dari PDE adalah sebagai berikut tabel 2 : Tabel 2. Dimensi pipa detonasi dari PDE. Pengujian ini dilakukan dengan urutan tekanan 30 kPa, 40 kPa, 50 kPa, 60 kPa, 70 kPa, 80 kPa, 90 kPa dan 100 kPa, pada kondisi campuran stoikiometri. 4. PEMBAHASAN DAN DISKUSI 4.1. Grafik hasil pengujian. Hasil pengujian perubahan tekanan awal bahan bakar dalam pipa PDE adalah sebagai berikut : a b Salatiga, 21 Juni 2014, Vol 5, No.1, ISSN :2087-0922 50 Gambar 4. Histori pembakaran dari tekanan awal 80 kPa, a dan soot track yang diambil pada jarak 30 cm dari busi, b. a b Gambar 5. Histori pembakaran dari tekanan awal 90 kPa, a dan soot track yang diambil pada jarak 30 cm dari busi, b. a b Gambar 6. Histori pembakaran dari tekanan awal 100 kPa, a dan soot track yang diambil pada jarak 30 cm dari busi, b. a b Gambar 7. Histori pembakaran dari tekanan awal 40 kPa, a dan soot track yang diambil pada jarak 98 cm dari busi, b. Dari tekanan yang dihasilkan pada gambar 4 sampai dengan gambar 7. grafik 40 kPa, 80 kPa, 90 kPa dan 100 kPa terlihat bahwa semakin kecil tekanan awal maka tekanan detonasi yang jaraknya 12 cm dari busi untuk tekanan awal 100 kPa, akan bergeser sampai melewati sensor 1, bahkan untuk beberapa tekanan eksperimen lainnya seperti tekanan 40 kPa tekanan detonasinya hanya terdeteksi pada sensor 2 yang menjadi tekanan maksimum, hal ini terjadi karena kerapatan gas dalam pipa semakin rendah sehingga kestabilan pembakaran menjadi berkurang, kejadian ini berakibat menjadi panjangnya waktu dari deflagration to detonation trasition DDT, dengan bertambah panjangnya DDT maka waktu yang diperlukan setiap siklus akan semakin panjang dan memungkinkan impuls yang dihasilkan tidak begitu besar sehingga akan mempengaruhi gaya dorong yang dihasilkan, hal ini disebabkan terlalu jauhnya posisi tekanan detonasi dari dinding pipa upstream, sehingga memungkinkan tekanan detonasi yang semestinya menjadi impuls hanya terendam oleh gas sisa pembakaran yang pada dasarnya sudah mulai mengalami penurunan temperatur dan tekanan. Salatiga, 21 Juni 2014, Vol 5, No.1, ISSN :2087-0922 51 Bentuk sel pada soot track menunjukkan bahwa semakin tinggi tekanan awal maka posisi daerah detonasinya atau jarak titik detonasi dengan busi akan semakin dekat sehingga impuls yang dihasilkan akan lebih tinggi.

4.2. Pengaruh tekanan awal terhadap besaran

dasar PDE. Dengan menggunakan data – data hasil eksperimen, diperoleh hasil sebagai berikut : a b c Gambar 9. Grafik besaran dasar PDE . Hubungan impuls dengan kecepatan rata – rata pembakaran gas atau gas buang merupakan hubungan liner karena semakin banyak impuls yang terjadi maka semakin cepat kecepatan pembakaran gas, hal ini disebabkan impuls merupakan fungsi dari tekanan detonasi sehingga dengan semakin banyak tekanan detonasi yang terjadi maka semakin cepat gas sisa pembakaran terdorong keluar pipa detonasi dari PDE, hal ini seperti digambarkan dalam gambar 9a, dimana u x = 3158,56 ms dengan besar impuls spesifik, I sp = 321,973 detik dan kecepatan aliran terendah, u x = 579,71 ms dan impuls spesifik I sp = 59,094 detik. Gambar 9b menunjukkan tekanan awal gas sebelum disulut dengan api dari busi adalah salah satu varibel yang berhubungan dengan proses pembakaran dimana, semakin tinggi tekanan awal maka kerapatan campuran bahan bakar akan semakin tinggi sehingga saat disulut dengan percikan api dari busi maka akan terbakar dengan mudah sampai pada tahap terbakar sendirinya autoignition, peritiwa ini terjadi karena pada bagian produk terjadi kenaikan tekanan dan temperatur sehingga gas pada bagian reaktan akan terkompres sampai kerapatannya meningakat dan mencukupi untuk terjadinya pembakaran stabil dimana peningkatan tekanan dan temperatur akan diikuti oleh peningkatan kecepatan pembakaran. Kenaikkan gaya dorong dipengaruhi juga oleh impuls spesifik berdasar laju aliran bahan bakar gambar 9c, menggambarkan hubungan impuls spesifik dengan gaya dorong dimana semakin besar impuls spesifik akan diikuti dengan kenaikan gaya dorong, kemungkinan kegagalan yang bisa terjadi dari kenaikan impuls spesifik ini yaitu, terjadinya tekanan detonasi yang menyebabkan berkurangnya pasokan bahan bakar keruang bakar untuk siklus Salatiga, 21 Juni 2014, Vol 5, No.1, ISSN :2087-0922 52 berikutmya, sehingga pada kondisi tekanan masuk bahan bakar yang sama akan terjadi perubahan gaya dorong, perubahan ini disebabkan oleh selisih tekanan bahan bakar yang masuk keruang bakar dimana; pada siklus awal cukup besar sedangkan pada siklus berikutnya selisih tekanan bahan bakar dengan ruang bakar lebih kecil sehingga untuk waktu dan tekanan injeksi bahan bakar yang sama akan terjadi pengurangan kapasitas bahan bakar yang masuk keruang bakar dan menyebabkan terjadinya penurunan gaya dorong atau bahkan mesinnya tidak bisa hidup untuk siklus berikutnya, disamping itu penggunaan tekanan berbeda antara oksigen dan hidrogen pada sisi masuk bahan bakar akan mempengaruhi kapasitas bahan bakar yang masuk ke ruang bakar dan akibatnya kondisi stoikiometri tidak dapat tercapai dan pembakaran tidak lengkap. Dalam kasus ini impuls tertinggi mencapai I sp = 321,974 s, gaya dorong, F = 31963,265 N, dan kecepatan pembakaran, u x = 3158,56 ms.

5. KESIMPULAN.

Sebagai kesimpulan yang dapat diambil dalam penulisan ini yaitu : Sel detonasi yang terdapat pada soot track terdiri atas multi sel dimana, sekitar daerah yang terjadi tekanan detonasi ukuran selnya lebih kecil dan mulai membesar setelah selang waktu dan jarak tertentu, pada soot track ini juga dapat dilihat hanya tekanan awal 60 kPa dan 70 kPa yang memiliki ukuran sel yang teratur dalam arti bentuk dan ukuran selnya dapat dikatakan sama seperti ditunjukkan pada gambar 16 sampai gambar 23. Impuls dan gaya dorong tertinggi yang dihasilkan dalam pengujian ini terjadi pada tekanan bahan bakar 70 kPa sampai 100 kPa dimana I sp = , pada kecepatan pembakaran u x = 1764,73 ms, dengan gaya dorong F = 6984,9266 N dan impuls tertinggi mencapai I sp = 321,974 s, dengan gaya dorong, F = 31963,265 N, dan kecepatan pembakaran, u x = 3158,56 ms. sehingga tekanan ini dapat dijadikan referensi dalam perancangan PDE sebab jarak daerah detonasinya cukup dekat dengan dinding upstream dari PDE. Bentuk sel pada soot track menunjukkan bahwa semakin tinggi tekanan awal maka posisi daerah detonasinya atau jarak titik detonasi dengan busi akan semakin dekat sehingga impuls yang dihasilkan akan lebih tinggi. 6. DAFTAR PUSTAKA [1].