Metode Perhitungan Debit Banjir .1 Metode Rasional

Mengingat banyak sungai di Indonesia yang tidak dilengkapi dengan alat pengukur debit, maka debit banjir biasanya dihitung berdasarkan curah hujan dengan menggunakan metode Gumbel, metode Log Pearson III, ataupun metode Normal. Dan perhitungan debit banjir digunakan dengan metode hidrograf sintetis Nakayasu, Snyder, dll untuk pemodelan unsteady flow dan metode rasional untuk steady flow. 2.5.2 Metode Perhitungan Debit Banjir 2.5.2.1 Metode Rasional Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau daerah alirannya kurang dari 80 Ha. Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah. Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah. Rumus metode rasional adalah sebagai berikut: Q = f x C x I x A 2.20 di mana: C = Koefisien pengaliran. I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi mmjam. A = Luas daerah aliran km 2 . f = Faktor konversi = 0.278.

2.5.2.2 Metode Hidrograf Banjir

Kebanyakan daerah aliran sungai sebagian besar curah hujan akan menjadi limpasan langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang tinggi. Teori hidrograf satuan menghubungkan hujan netto atau hujan efektif, yaitu sebagian hujan total yang menyebabkan adanya limpasan permukaan, dengan hidrograf limpasan langsung sehingga merupakan sarana untuk menghitung hidrograf akibat hujan Universitas Sumatera Utara sembarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan bahwa transformasi hujan netto menjadi limpasan langsung tidak berubah karena waktu time invariant. Dari sudut limpasan langsung semua hujan yang tidak memberikan sumbangan terhadap terjadinya banjir dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut terdiri atas: a. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan interception. b. Tampungan di cekungan depression storage. c. Pengisian lengas tanah replenisment of soil moisture. d. Pengisian air tanah recharge. e. Evapotranspirasi. Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data atau garafik hasil rekaman AWLR Automatic Water Level Recorder. Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit. Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar base flow. Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan. 1. Hidrograf Satuan Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap selama satu satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan. Hujan satuan adalah curah hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya limpasan permukaan tidak menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek. Jadi hujan satuan yang Universitas Sumatera Utara dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih pendek dari periode naik hidrograf waktu dari titik permulaan aliran permukaan sampai puncak. Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas hujan. Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon DAS terhadap hujan. Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan hubungan antara hujan efektif dan aliran permukaan. Konsep hidrograf saatuan pertama kali dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan bahwa suatu sistem DAS mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS terhadap suatu masukan tertentu yang berdasarkan 3 prinsip: a. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda. Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran. b. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang waktu memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif. Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan efektif yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam satuan waktu tertentu akan menghasilkan suatu hidrograf dengan ordinat sebesar n kali lipat. Universitas Sumatera Utara c. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan efektif berintensitas seragam yang memiliki periode periode yang berdekatan atau tersendiri. Jadi, hidrograf yang merepresentasikan kombinasi beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat hidrograf tunggal yang memberi kontribusi. Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat. Namun demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana. 2. Hidrograf satuan sintetik Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf satuan diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita jumpai ada beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam kasus ini, hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada DAS yang sama atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama. Karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu perlu dicari waktu, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang, koefisien limpasan dan lain sebagainya. Hasil dari penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satuan sintetik HSS. Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu: 1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu 2. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder 3. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I Universitas Sumatera Utara 4. Hidrograf Satuan Sintetik SCS Dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi studi di DAS Deli dan DAS Belawan khususnya pada sungai utama dan anak sungainya di kedua DAS tersebut yaitu Sungai Deli, Sungai Babura, dan Sungai Belawan. 3. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Stasiun pengukur debit dan tinggi muka air sungai stasiun hidrometri pada umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh pengelolanya mempunyai arti yang cukup penting. Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya pemasangannya juga tidak murah. Namun masalah yang banyak timbul adalah ketidak-cocokan antara rencana pengembangan jaringan stasiun hidrometri. Pengembangan suatu daerah sering tidak dapat diketahui sebelumnya, atau kalau rencana itu diketahui tidak selekasnya diikuti dengan keiatan pengumpulan data. Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek. Untuk mengatasi hal ini sebenarnya di Indonesia telah dikenal dan banyak digunakan berbagai cara untuk memperkirakan banjir rancangan yang didasarkan atas persamaan rasional. Cara ini mengandalkan data curah hujan sebagai dasar hitungan. Namun dari penelitian terbukti bahwa metode seperti Melchior, Der Weduwen dan Haspers mempunyai penyimpangan yang berkisar antara 2 - 80, dengan penyimpangan rata rata berturut turut sebesar 89, 85 dan 56. Selain itu tercatat pula bahwa 77 dari kasus yang ditinjau menunjukkan perkiraan lebih overestimated. Cara- cara rasional untuk memperkirakan banjir yang mendapatkan kritikan tajam, Universitas Sumatera Utara karena pemakaian koefisien limpasan runoff coefficient mengundang subjektivitas yang sangat besar dan merupakan salah satu faktor penyebab penyimpangannya. Penyebab lainnya adalah koefisien reduksi reduction coefficient. Persamaan rasional hanya dianjurkan untuk DAS kecil kurang dari 80 hektar atau untuk DAS yang memiliki unsur unsur penyusun yang seragam. Dalam perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang menyimpang sekecil mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak akan dapat diharapkan, karena proses pengalihragaman hujan menjadi banjir merupakan proses alam yang sangat kompleks yang tidak dapat diungkapkan dengan persamaan matematik secara tuntas. Cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran sungai yang memadai. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut. Cara ini dapat digunakan disembarang lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpa tergantung ada atau tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan data, namun prioritas pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara sederhana dapat ditampilkan pada Gambar 2.12. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5 Kurva Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Nakayasu 1950 telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan sebagai berikut: 1. Waktu kelambatan t g , rumusnya: untuk L 15 : = 0,4 + 0,05 8 2.18 untuk L 15 : = 0,2 1 , 2.19 2. Waktu puncak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut: = + 0,8 2.20 3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak: , = 2.21 Universitas Sumatera Utara 4. Waktu puncak : = + 0,8 2.22 5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut: = , , , 2.23 6. Bagian lengkung naik 0 t tp: = , 2.24 7. Bagian lengkung turun: Jika , = 0,3 , 2.25 Jika , = 0,3 , , , , 2.26 Jika 1,5 , = 0,3 , , , 2.37

2.6 Aplikasi HEC-RAS