9
2.2. Jenis - Jenis Beton
Beton adalah hasil pencampuran semen portland, air, dan agregat. Untuk penggunaan lain, material untuk beton juga dapat disubstitusikan sesuai dengan
perencanaan, baik jenis semen, agregat halus maupun agregat kasar, sehingga beton mudah dimodifikasi untuk inovasi yang akan datang. Kadang-kadang juga
ditambah bahan tambahan yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non kimia dengan perbandingan tertentu.
Ada bermacam – macam jenis beton, yaitu :
2.2.1. Beton non pasir
Sesuai dengan namanya beton ini tidak menggunakan pasir sebagai bahan adukannya. Sehingga hasil dari pengecoran beton jenis ini akan berongga-
rongga. Hal ini diakibatkan kerikil yang digunakan sebagai campuran semen tidak mampu menutupi bagian yang kosong. Beton jenis ini juga memiliki
berat jenis yang lebih rendah dibandingkan jenis beton lainnya.
2.2.2. Beton Hampa
Jenis beton ini merupakan yang paling kuat daya tahannya, karena ketika semen dicampur dengan air saat pengadukan kemudian dikeringkan dengan
cara yang hampir mirip dengan metode vakum. Pada saat proses vakum berlangsung, air yang terkandung dalam beton yang masih basah disedot
dengan cara khusus sehingga beton ini menjadi sangat padat dan kuat.
2.2.3 Beton Ringan
Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk massa padat Surya Sebayang, 2000. Beton normal merupakan bahan bangunan yang relatif cukup berat dengan berat satuan 2400 kgm
3
. Untuk mengurangi beban mati suatu struktur beton, maka telah banyak
dipakai beton ringan. Menurut SNI 3402-2008 beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis lebih ringan daripada beton pada umumnya. Beton
ringan mempunyai berat satuan tidak lebih dari 1900 kgm
3
. Pada dasarnya
beton ringan diperoleh dengan cara penambahan pori-pori udara kedalam campuran betonnya. Menurut Tjokrodimuljo 2007 pembuatan beton ringan
dapat dilakukan dengan cara :
Universitas Sumatera Utara
10
1. Membuat gelembung-gelembung gas udara dalam adukan semen. Dengan
demikian akan terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Bahan tambahan khusus pembentuk gelembung udara dalam beton
ditambahkan ke dalam semen dan akan terbentuk gelembung udara. 2.
Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar dan batu apung. Dengan demikian beton yang terjadi pun akan lebih ringan
daripada beton normal. 3.
Pembuatan beton tidak dengan butir-butir agregat halus. Dengan demikian beton ini disebut “beton non-pasir” dan hanya dibuat dari semen
dan agregat kasar saja dengan butiran maksimum agregat kasar sebesar 20 mm atau 10 mm. Beton ini mempunyai pori-pori yang hanya berisi
udara yang semula terisi oleh butir-butir agregat halus. Tabel 2.1. Klasifikasi berat volume beton
Jenis Beton Berat Volume Beton kgm
3
Beton ultra ringan 300
– 1100 Beton ringan
1100 – 1600
Beton ringan struktural 1450
– 1900 Beton normal
2100 – 2550
Beton berat 2900 - 6100
Sumber : ACI American Concrete Institute 213R-79
Tabel 2.2. Klasifikasi berat volume beton
Jenis Beton Berat volume Beton kgm
3
Beton berbobot ringan 1900
Beton berbobot Normal 2200
– 2500
Sumber : Standart Nasional Indonesia SNI 03-2847-2002
Universitas Sumatera Utara
11
Tabel 2.3. Klasifikasi kepadatan beton ringan
No Kategori beton
ringan Berat isi unit
beton kgm
3
Tipikal kuat tekan beton
Tipikal aplikasi
1 Non-struktural
300 – 1100
7 MPa Insulating Material
2 Non-struktural
1100 – 1600
7- 14 MPa Unit masonry
3 Struktural
1450 – 1900
17 – 35 MPa
Struktural 4
Normal 2100
– 2550 20
– 40 MPa Struktural
Sumber : Young, J. Francis.1972
Beton ringan merupakan beton yang memiliki bobot ringan. Beton ringan sendiri dalam dunia konstruksi, memiliki sejarah yang sudah dikenal dunia dalam
beberapa produk. Produk beton sangat ringan yang sudah banyak dikenal dalam dunia konstruksi yaitu Autoclaved Aerated Concrete AAC dan Cellular
Lightweight Concrete CLC. Keduanya didasarkan pada gagasan yang sama yaitu menambahkan gelembung udara ke dalam mortar akan mengurangi berat beton
yang dihasilkan secara drastis. Perbedaan beton ringan AAC dengan CLC dari segi proses pengeringan yaitu AAC mengalami pengeringan dalam oven autoklaf
bertekanan tinggi sedangkan beton ringan jenis CLC yang mengalami proses pengeringan alami. CLC sering disebut juga sebagai Non-Autoclaved Aerated
Concrete NAAC. Beton ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun
1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Beton ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman
pada tahun 1943. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya Pabrikasi beton ringan AAC di Karawang, Jawa Barat.
Beton ringan AAC adalah beton selular dimana gelembung udara yang ada disebabkan oleh reaksi kimia, adonan beton ringan AAC umumnya terdiri dari
pasir kwarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan alumunium pasta sebagai bahan pengembang pengisi udara secara kimiawi.
Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 7- 8 jam. Alumunium pasta yang digunakan dalam adonan tadi, selain berfungsi
sebagai pengembang ia berperan dalam mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8 persen dari adonan yang dibuat, tergantung
Universitas Sumatera Utara
12
kepadatan yang diinginkan. Adonan beton aerasi ini lantas dipotong sesuai ukuran. Adonan beton aerasi yang masih mentah ini, kemudian dimasukkan ke
autoclave chamber atau diberi uap panas dan diberi tekanan tinggi. Suhu di dalam autoclave chamber sekitar 183
o
C. Hal ini dilakukan sebagai proses pengeringan atau pematangan. Saat pencampuran pasir kwarsa, semen, kapur, gypsum, air, dan
alumunium pasta, terjadi reaksi kimia. Butiran alumunium bereaksi dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir kwarsa dan air sehingga membentuk
hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya
menjadi dua kali lebih besar dari volume semula, di akhir proses pengembangan atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung digantikan oleh
udara, rongga- rongga udara yang terbentuk ini yang membuat beton ini menjadi ringan.
Beton ringan NAAC adalah beton selular yang mengalami proses curing secara alami. Beton ringan NAAC adalah beton konvensional yang mana dalam
prosesnya mengunakan busa organik yang sangat stabil dan tidak ada reaksi kimia ketika proses pencampuran adonan, foambusa berfungsi hanya sebagai media
untuk membungkus udara. Pabrikasi dan peralatan yang digunakan untuk menghasilkan NAAC juga standard, sehingga produksi dengan mudah dapat pula
diintegrasikan ke dalam pabrikasi beton konvensional. Hanya pasir, semen, air dan foam yang digunakan dan kepadatan yand didapatkan dapat disesuaikan mulai
dari 350 kgm
3
sampai 1.800 kgm
3
. Pada beton ringan NAAC gelembung udara di dalam beton benar-benar
terpisah satu sama lain, sehingga penyerapan air jauh lebih sedikit dan baja tidak perlu dilapisi dengan lapisan anti korosi, beton dengan kepadatan diatas 1.200
kgm
3
juga tidak memerlukan plaster, seperti pada beton ringan AAC, hanya cukup di cat saja. Penyerapan air lebih rendah daripada beton ringan AAC dan
masih cukup baik dibandingkan dengan beton konvensional. Beton ringan NAAC sama halnya dengan beton konvensional, kekuatan akan bertambah seiring dengan
waktu melalui kelembapan alamiah pada tekanan atmosfir saja. Meskipun tidak seringan beton AAC, beton ringan NAAC tetap menawarkan penurunan bobot isi
yang cukup besar dibandingkan dengan beton konvensional dan isolasi termal
Universitas Sumatera Utara
13
500 lebih tinggi dan tahan api. Karena sangat praktis maka beton ringan NAAC menawarkan banyak ruang lingkup pengaplikasian, mulai dari isolasi atap rumah
pada kepadatan serendah 350 kgm
3
sampai dengan produksi panel dan lantai beton dengan kepadatan 1800 kgm
3
. Berdasarkan metode di atas, penulis berkeinginan untuk mencoba membuat beton ringan NAAC dengan fly ash dan
bottom ash sebagai substitusi agregat halus yaitu semen dan pasir, karena beton ringan NAAC ini belum banyak dikomersilkan dibanding beton ringan AAC dan
pembuatannya relatif lebih hemat energi karena pemrosesannya tanpa autoclave, dan dalam pembuatannya menggunakan foaming agent sebagai bahan
pengembangnya.
2.2.4. Beton Siklop