Pengaruh efetivitas, efisisensi,dan kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak: studi komparatif pada KPP Jakarta Kabayoran Lama dengan KPP Tangerang Serpong

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

v I. DATA PRIBADI

Nama : Muhammad Firdaus

Tempat/ Tgl. Lahir : Jakarta, 22 Oktober 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Ayah : H. Achmad Dimyatie Nama Ibu : Hj. Fachreny

Status : Belum menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Nanas Blok I No. 2 Komplek TNI AU Angkasa Puri Jatiasih Bekasi 17422

No. Telp : 021-99982684/ 0856-8094810 Email : [email protected]

II. PENDIDIKAN FORMAL

1994 – 2001 : SD Islam Asyyafi’iyah Jatiwaringin Jakarta Timur 2001 – 2003 : MTS Assalaam Solo

2003 – 2006 : SMA Assalaam Solo

2006 – 2010 : S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta III.PENGALAMAN ORGANISASI

2004-2005 : Pengurus OPPPMIA Assalaam

2007-2009 : BEM Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis IV.SEMINAR DAN TRAINING

2010 : Seminar Talkshow KPK di UIN Jakarta 2010 : Seminar Asuransi IGTC di UIN Jakarta 2010 : Brevet Perpajakan di IAI Kelapa Dua


(6)

vi THE INFLUENCE OF EFFECTIVENESS, EFFICIENCY, AND QUALITY

OF TAX AUDIT DUE TO THE LEVEL OF EASE OF TAX ARREARS COLLECTION ACTION

(Comparative Studies at KPP Jakarta Kebayoran Lama and KPP Tangerang Serpong)

By: Muhammad Firdaus ABSTRACT

The objective of this research was to determine the extent to which influence the effectiveness, efficiency, and quality of tax audit affect the level of ease of tax arrears collection action. And whether there are differences in effectiveness, efficiency, and quality of tax audit to the level of ease of tax arrears collection action between KPP Kebayoran Lama with KPP Serpong. Object this research at KPP Jakarta Kebayoran Lama and KPP Serpong Tangerang. Variables used in this study are the level of ease of tax arrears collection action as the dependent variable and the effectiveness, efficiency, and quality of tax audit as an independent variable.

Data obtained by survey method using questionnaire as the principal data collectors. Sample in this research is unexamined Taxpayer at KPP Jakarta Kebayoran Lama and KPP Serpong Tangerang. Method of sample taking is using purposive sampling method, while method of data analysis is using doubled regression analysis and independent sample t-test.

The hypothesis tested is revealed as that the effectiveness, efficiency, and quality of tax audit influence on the level of ease of tax arrears collection action either partially or simultaneously. The results of hypotheses tested is shown as that partial effectiveness of tax audit effect on the level of ease of tax arrears collection action, the efficiency of tax audit effect is partially on the level of ease of tax arrears collection action, while the quality of tax audit also affects the partial to the level of arrears in tax collection. The results of hypothesis tested also shown that effectiveness, efficiency, and quality of tax audit as simultaneously affect was influence the level of ease of tax arrears collection action and there was not difference in effectiveness, efficiency, and quality of tax audit to the level of ease of tax arrears collection action between KPP Kebayoran Lama with KPP Serpong.

Keyword: Effectiveness, Efficiency, Quality of Tax Audit, The Level Of Ease Of Tax Arrears Collection Action


(7)

vii PENGARUH EFEKTIVITAS, EFISIENSI, DAN KUALITAS

PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEMUDAHAN TINDAKAN PENAGIHAN TUNGGAKAN PAJAK

(Studi Komparatif pada KPP Jakarta Kebayoran Lama dengan KPP Tangerang Serpong)

Oleh: Muhammad Firdaus ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak. Dan apakah terdapat perbedaan efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak antara KPP Kebayoran Lama dengan KPP Serpong. Objek dalam penelitian ini adalah KPP Jakarta Kebayoran Lama dan KPP Tangerang Serpong. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak sebagai variabel dependen serta efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak sebagai variabel independen.

Data diperoleh dengan metode survei yang menggunakan kuesioner sebagai pengumpul data pokok. Sampel dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak terperiksa KPP Jakarta Kebayoran Lama dan KPP Tangerang Serpong. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, sedangkan metode analisis data menggunakan metode analisis regresi berganda dan independent sample t-test.

Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak baik secara parsial maupun simultan. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa secara parsial efektivitas pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak, efisiensi pemeriksaan pajak berpengaruh secara parsial terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak, sedangkan kualitas pemeriksaan pajak juga berpengaruh secara parsial terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak. Hasil pengujian hipotesis juga menunjukkan bahwa efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak berpengaruh secara simultan terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak dan tidak terdapat perbedaan efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak antara KPP Kebayoran Lama dengan KPP Serpong.

Kata Kunci: Efektivitas, Efisiensi, Kualitas Pemeriksaan, Tingkat Kemudahan Tindakan Penagihan Tunggakan Pajak


(8)

viii KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji hanya milik Allah SWT yang jiwa kita berada dalam genggaman-Nya yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat kepada kita semua. Sholawat serta salam tercurahkan kepada suri tauladan kita Rasulullah Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat, dan pengikutnya.

Alhamdulillahi Robbil’alamin dengan pertolongan Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Pengaruh Efektivitas, Efisiensi, dan Kualitas Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kemudahan Tindakan Penagihan Tunggakan Pajak” (Studi Komparatif pada KPP Jakarta Kebayoran Lama dengan KPP Tangerang Serpong).

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan yang tidak ternilai harganya dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Orangtua tercinta Papa (Dimyatie) dan Mama (Fachreny) yang selalu berdoa dan berjuang untuk anak-anaknya semoga Allah meridhoi kita serta kakak (Abang Kiki), adik (Wulan), dan seluruh keluarga atas doa serta dukungannya. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu

Sosial.

3. Bapak Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si, selaku pembimbing pertama yang sudah memberikan waktu dan sarannya.

4. Bapak Drs. M. Arief Bintoro D, Ak., MBM, selaku dosen pembimbing kedua atas waktu dan saran serta bimbingannya.

5. Bapak Afif Sulfa SE, Ak, M.Si, selaku Kajur Akuntansi. 6. Ibu Yessi Fitri SE, Ak, M.Si, selaku Sekjur Akuntansi.

7. Seluruh dosen dan Staf serta Perpustakaan, khususnya jurusan Akuntansi FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Pengurus beserta karyawan Kantor Pelayanan Pajak Kebayoran Lama, Bapak Angga, Pak Faisal, Ibu Ita, Pak Ari, Ibu Nadia, Ibu Indi, terima kasih sudah diberi kemudahan untuk melakukan penelitian.


(9)

ix 9. Pengurus beserta karyawan Kantor Pelayanan Pajak Serpong, Ibu Novi, Pak Chandra, Pak Bagus, terima kasih sudah diberi kemudahan untuk melakukan penelitian.

10.Kawan-kawan Akuntansi D’Best 2006, Ririn, Nunu, Ghania, Uul, Ani, Omeh, Ranggi, Ono, Bowo, Bewok, Ical, Lia, Ratih, Mira, Riana, Syem, Opi, Sigit, Dika, Sidik, Diki, Yani, Lutfi, dan semuanya terima kasih untuk tangis canda tawa dan kebersamaan kita.

11.Teman-teman Akuntansi 2006, Mufti, Syahrul, Tomy, Ijal, Rama, Yayat, Jamal, Rizki, Fandy, Fuad, Reja, Ijal, dan Suwe. Semua teman Akunansi, Manajemen, HI, IESP.

12.Untuk semua Senior dan Junior Akuntansi UIN, Didi, Azharul, Aprisandy, Syamsul, Fajar, Aprii, Kabul, Risthy, Cyntia, Lira, Aii, Desi, Citra, Putri, Dini, serta semua Rekan BEM, hidup mahasiswa!.

13.Rekan-rekan Brevet IAI Kelapa Dua, Mbak Mira, Mbak Indi, Yusuf, Agus, Ari, Nadia, dan Eko. Serta rekan-rekan alumni Assalaam, Adnan, Arsyi, Adji, Nidho, Enis, Vanda, dan Huda makasih untuk dukungan dan pengertiannya semoga Allah memberikan yang terbaik untuk kita.

14.Semua saudara dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada peneliti. Dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati, peneliti menerima semua kritik dan saran yang membangun.

Jakarta, 10 Desember 2010


(10)

x DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

ABSTRACT... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Perpajakan ... 10

1. Definisi Pajak ... 10


(11)

xi B. Pengertian, Jenis, Tujuan, Tata Cara, dan Ruang

Lingkup Pemeriksaan Pajak ... 13

C. Pemeriksa Pajak ... 22

D. Efektivitas, Efisiensi, dan Kualitas Pemeriksaan Pajak ... 22

1. Efektivitas Pemeriksaan Pajak ... 22

2. Efisiensi Pemeriksaan Pajak ... 24

3. Kualitas Pemeriksaan Pajak ... 29

E. Kebijakan Penagihan Pajak ... 31

F. Tindakan Penagihan Tunggakan Pajak ... 34

G. Penelitian Terdahulu ... 38

H. Keterkaitan Antar Variabel ... 41

I. Kerangka Pemikiran ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 45

B. Metode Penentuan Sampel ... 45

C. Metode Pengumpulan Data ... 46

D. Metode Analisis Data ... 47

1. Statistik Deskriptif ... 47

2. Uji Kualitas Data ... 48

3. Uji Asumsi Klasik ... 49


(12)

xii

E. Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 55

1. Efektivitas Pemeriksaan (X1) ... 55

2. Efisiensi Pemeriksaan (X2) ... 56

3. Kualitas Pemeriksaan (X3) ... 56

4. Tingkat Kemudahan Tindakan Penagihan Tunggakan Pajak (Y) ... 57

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 62

1. Sejarah Singkat KPP Jakarta Kebayoran Lama ... 62

2. Sejarah Singkat KPP Tangerang Serpong ... 64

3. Karakteristik Responden ... 66

4. Profil Responden ... 67

B. Hasil Uji Analisis dan Pembahasan ... 69

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 69

2. Hasil Uji Kualitas Data ... 70

a. Hasil Uji Validitas Data ... 70

b. Hasil Uji Reliabilitas Data ... 72

3. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 73

a. Hasil Uji Multikoloniaritas ... 73

b. Hasil Uji Normalitas ... 74


(13)

xiii

4. Hasil Uji Hipotesis ... 76

a. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 76

b. Hasil Uji Statistik t ... 78

c. Hasil Uji Statistik F ... 81

d. Hasil Uji Independent SampleT-Test ... 82

C. Pembahasan ... 88

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 92

B. Implikasi ... 93

C. Keterbatasan dan Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 44 4.1 Hasil Uji Normalitas (grafik normal p-plot) ... 74 4.2 Hasil Uji Normalitas Heteroskedastisitas (grafik scatterplot) ... 75


(15)

xv DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu ... 38

3.1 Tingkat Penilaian Jawaban ... 47

3.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 58

4.1 Jumlah Wajib Pajak KPP Jakarta Kebayoran Lama ... 64

4.2 Jumlah Wajib Pajak KPP Tangerang Serpong ... 66

4.3 Distribusi Kuesioner Penelitian ... 67

4.4 Data Statistik Responden ... 68

4.5 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 69

4.6 Hasil Uji Validitas ... 71

4.7 Hasil Uji Reliabilitas ... 72

4.8 Hasil Uji Multikoloniearitas ... 73

4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi... 76

4.10 Hasil Uji Statistik t ... 78

4.11 Hasil Uji Statistik F ... 82

4.12 Hasil Uji Independent Sample T-Test (1) ... 83


(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 99

2. Skor Jawaban Responden ... 106

3. Surat Izin Riset ... 123

4. Hasil Uji SPSS ... 127


(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki suatu negara, baik berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Pajak adalah iuran partisipasi seluruh anggota masyarakat kepada negara berdasarkan kemampuan masing-masing yang dapat dipaksakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Pembayar pajak tidak menerima imbalan atau kontribusi yang dapat dihubungkan secara langsung dengan pajak yang dibayarnya.

Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan menurunnya peranan minyak dan gas bumi terhadap penerimaan negara. Harapan ini tumbuh dari kesadaran pemerintah bahwa minyak dan gas mempunyai keterbatasan sebagai sumber daya, yaitu tidak dapat diperbaharui lagi dan harga jual minyak berfluktuasi, serta adanya keinginan pemerintah untuk meningkatkan kemandirian bangsa Indonesia dalam membiayai pembangunan dan pemerintahan melalui partisipasi aktif masyarakat berupa pajak. Keinginan pemerintah Indonesia adalah tepat, sebab sebagaimana halnya yang terjadi pada pemerintahan lain, terutama negara maju, andalan utama penerimaan negaranya berasal dari penerimaan pajak (Diaz Priantara, 2009:2).


(18)

2 Namun dalam pelaksanaannya banyak faktor yang mempengaruhi wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak, karena pada umumnya orang tidak suka membayar pajak. Orang juga segan membayar pajak karena mengurangi penghasilan mereka tanpa menerima imbalan secara langsung. Beberapa kendala pemerintah dalam memungut pajak, diantaranya karena tidak semua wajib pajak mempunyai kesadaran (tax consciousness), kepatuhan (tax disciplines), dan pengetahuan bahwa membayar pajak merupakan kewajiban dan hak setiap warga negara untuk ikut serta dalam pembiayaan pembangunan.

Latar belakang sejarah rakyat Indonesia yang mendapat tekanan pajak yang berat pada masa penjajahan, yang sisa-sisanya belum lenyap sama sekali, juga merupakan salah satu faktor penghambat kesadaran untuk membayar pajak. Hal ini diantaranya tampak dari sikap wajib pajak yang berupa berbagai tindakan, mulai dari tindakan penghindaran pajak secara legal (tax avoidance), penghindaran pajak secara illegal (tax evasion), maupun tindakan-tindakan penunggakan pajak dalam membayar pajak.

Direktorat Jenderal Pajak mencatat, dalam lima tahun terakhir dari 1 Januari 2005 hingga 31 Desember 2009, tunggakan pajak 100 perusahaan penunggak pajak terbesar mencapai Rp 17,5 triliun atau 33,7 persen dari total tunggakan pajak sebanyak Rp 52 triliun. Tanggal 28 Januari 2010, Direktorat Jenderal menyerahkan daftar penunggak pajak itu ke Komisi XI DPR yang membidangi masalah keuangan dan perbankan. Bahkan sejumlah perusahaan


(19)

3 besar menghiasi daftar 100 penunggak pajak terbesar, seperti: PT Pertamina, PT Garuda Indonesia, PT Jamsostek, serta PT Bank BNI Tbk.

Direktur Jenderal Pajak, Mochammad Tjiptardjo juga tidak mengungkapkan angka tunggakan pajak perusahaan-perusahaan tersebut. Ditjen Pajak akan melakukan berbagai cara untuk menagih pajak terutang tersebut. Bahkan, mereka tidak segan-segan melakukan penyitaan aset, termasuk yang tersimpan di bank milik penunggak pajak yang tidak mempunyai itikad baik melunasi tunggakan pajaknya. Caranya bisa lewat pemblokiran rekening, pencegahan, bahkan penyanderaan (http://bisniskeuangan.kompas.com).

Dalam praktik dapat pula terjadi, meskipun wajib pajak mampu tetapi ia tidak mau untuk melunasi utang pajak. Wajib pajak menyembunyikan harta kekayaannya terhadap fiskus sebagai penagih pajak, sehingga obyek sita secara konkret tidak ada. Wajib pajak yang beritikad buruk menyembunyikan sebagian atau seluruh kekayaanya dan atau sebagian harta miliknya dengan memindahkan harta tersebut atas nama orang lain. Untuk mengatasi hal tersebut, fiskus dapat menggunakan berbagai sarana dan instrumen dalam undang-undang perpajakan untuk penagihan utang pajak. Dalam praktiknya banyak kendala yang mempengaruhi dalam mengoptimalkan upaya penegakan hukum dengan menggunakan instrumen-instrumen penagihan utang pajak tersebut (Susila Adiyanta, 2004:69).

Variabel efektivitas pemeriksaan pajak yang diperoleh dalam penelitian Totok Hariyanto (2006), efektivitas pemeriksaan pajak mempunyai pengaruh


(20)

4 yang signifikan terhadap tingkat kemudahan tindakan tunggakan pajak. Hubungan antara efektivitas pemeriksaan pajak dan tingkat kemudahan tindakan tunggakan pajak bersifat positif. Dalam penelitian ini juga menguji pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Pajak sebagai konsekuensi penerimaan sistem self assessment dan aspek responsivitas dari Tri Dharma Perpajakan (pelayanan, penyuluhan, dan pemeriksaan) memiliki efektifitas mendorong kepatuhan wajib pajak yang ada pada akhirnya ditandai lunasnya pembayaran pajak secara tepat waktu dan tingkat kemudahan tindakan penagihan atas tunggakan pajak yang timbul.

Sedangkan variabel efisiensi pemeriksaan pajak yang diperoleh dalam penelitian Sandra Buana (2002), pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Karikpa telah memenuhi prinsip efisiensi serta pemeriksaan manakah yang menghasilkan penerimaan pajak relatif lebih tinggi. Setelah dilakukan penelitian oleh Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) telah memenuhi prinsip efisiensi dipandang dari perbandingan biaya pemeriksaan terhadap koreksi pajak yang dihasilkan. Serta jenis pemeriksaan pajak yang menghasilkan koreksi rata-rata terbesar dan tingkat efsiensi yang paling tinggi.

Variabel kualitas pemeriksaan pajak yang diperoleh dalam penelitian dari Sri Wulandari (2008), yaitu pengaruh kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak yang dilakukan KPP Pratama Pasar Minggu adalah baik, hal itu didukung oleh


(21)

5 sumber daya pemeriksa yang berkualitas menurut pendidikan, spesialisasi pendidikan, usia matang, dan pengalaman menjadi pemeriksa yang cukup. Setiap tahapan dalam pemeriksaan mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut pemeriksaan umumnya dilaksanakan dengan baik hanya beberapa langkah dalam perencanaan yang kurang baik, sedangkan pengetahuan pemeriksa tentang peraturan perpajakan secara umum baik.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Efektivitas, Efisiensi, dan Kualitas Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kemudahan Tindakan Penagihan Tunggakan Pajak (Studi Komparatif pada KPP Jakarta Kebayoran Lama dengan KPP Tangerang Serpong).

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sri Wulandari (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Variabel Penelitian

Penelitian sebelumya menguji efisiensi, kualitas, dan komunikasi pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak, sedangkan penelitian ini mengganti variabel independen dengan variabel efektivitas pemeriksaan pajak.


(22)

6 2. Jenis Studi

Penelitian ini menggunakan studi komparatif yaitu membandingkan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Lama dengan Kantor Pelayanan Pajak Tangerang Serpong dalam hal tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak di dua KPP tersebut, sedangkan pada penelitian sebelumnya hanya meneliti satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Minggu.

3. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang terperiksa pada Kantor Pelayanan Pajak Kebayoran Lama dengan Kantor Pelayanan Pajak Serpong, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan sampel wajib pajak yang terperiksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasar Minggu.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah efektivitas pemeriksaan pajak berpengaruh secara parsial terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak?

2. Apakah efisiensi pemeriksaan pajak berpengaruh secara parsial terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak?

3. Apakah kualitas pemeriksaan pajak berpengaruh secara parsial terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak?


(23)

7 4. Apakah efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak berpengaruh secara simultan terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak?

5. Apakah ada perbedaan efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak antara KPP Kebayoran Lama dengan KPP Serpong?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris diantaranya:

a. Menguji pengaruh efektivitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak.

b. Menguji pengaruh efisiensi pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak.

c. Menguji pengaruh kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak.

d. Menguji pengaruh efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak. e. Menguji perbedaan efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan

pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak antara KPP Kebayoran Lama dengan KPP Serpong.


(24)

8 2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya:

a. Pengembangan Ilmu Perpajakan

Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman yang memadai mengenai efektivitas, efesiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak.

b. Praktisi

1. Direktorat Jenderal Pajak

Memberikan bahan masukan yang bermanfaat dan sebagai sumber informasi untuk Direktorat Jenderal Pajak dalam menetapkan kebijaksanaan operasional bidang pemeriksaan pajak dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak.

2. Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Memberikan informasi dan manfaat bagi Kantor Pelayanan Pajak diharapkan berguna untuk mengetahui seberapa besar peran pelaksanaan pemeriksaan pajak yang efektif, efisien, dan berkualitas terhadap penagihan tunggakan pajak.

3. Pemeriksa Pajak

Sebagai informasi bagi pemeriksa pajak dalam menjalankan tugasnya dengan cara meningkatkan profesionalisme dan kualitasnya dalam penagihan tunggakan pajak.


(25)

9 4. Wajib Pajak

Sebagai bahan informasi bagi wajib pajak tentang standar prosedur pemeriksaan pajak bagi wajib pajak yang menunggak pajak.

5. Penulis

Mendapatkan pengetahuan praktis sebagai hasil pengamatan langsung serta dapat menerapkan teori yang pernah diperoleh.


(26)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Perpajakan 1. Definisi Pajak

Definisi pajak menurut beberapa pakar seperti yang diungkapkan oleh Siti Resmi (2008:1) diantaranya sebagai berikut:

a. Prof. DR. Rochmat Soemitro

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang, yang dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang, dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

b. S. I. Djajadiningrat

“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum”.

c. Dr. N. J. Feldmann

“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.

Berdasarkan definisi di atas, pengertian pajak adalah adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Pajak juga sebagai pengalihan


(27)

11 kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

2. Fungsi Pajak

Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2004:8) menyebutkan bahwa fungsi pajak ada 4 (empat), yaitu: fungsi budgetair, fungsi regulator, fungsi demokrasi, dan fungsi redistribusi.

a. Fungsi Budgetair

Fungsi budgetair adalah fungsi yang letaknya disektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu: pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan, dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah. b. Fungsi Regulator

Fungsi regulator adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan. Fungsi ini umumnya dapat dilihat di dalam sektor swasta.

c. Fungsi Demokrasi

Fungsi demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan. Fungsi demokrasi pada saat sekarang ini


(28)

12 dikaitkan dengan hak seseorang apabila akan memperoleh pelayanan dari pemerintah. Apabila seseorang telah melakukan kewajibannya membayar pajak kepada negara sesuai ketentuan yang berlaku, maka ia mempunyai hak pula untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah. d. Fungsi Redistribusi

Fungsi redistribusi adalah fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Hal ini dapat terlihat dengan adanya tarif progresif yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih kecil kepada yang mempunyai penghasilan lebih kecil.

Sedangkan menurut Siti Resmi (2008:3) hanya terdapat dua fungsi pajak, yaitu: fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulator (pengatur).

a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan peraturan berbagai jenis pajak, seperti: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Pajak Bumi dan Bangunan, dan lain-lain.


(29)

13 b. Pajak Regulator (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

Berdasarkan fungsi-fungsi pajak di atas, fungsi budgetair dan fungsi regulator mempunyai peranan penting dalam berlangsungnya pembangunan suatu negara, karena fungsi budgetair sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Dalam APBN, pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri. Sedangkan, fungsi regulator sebagai alat untuk mengatur kebijakan dibidang sosial dan ekonomi, misalnya PPn BM untuk minuman keras dan barang-barang mewah lainnya.

B. Pengertian, Jenis, Tujuan, Tata Cara, dan Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak

Early Suandy (2005:209) memberikan pengertian atas pemeriksaan sebagai berikut:

”Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data/atau keterangan lainnya, untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan, dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, memberikan pengertian atas pemeriksaan sebagai berikut:


(30)

14 “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun, dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Berdasarkan definisi di atas, pengertian pemeriksaan menurut ketentuan perpajakan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah, dan keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Tujuan lain dalam pemeriksaan pajak untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Early Suandy (2001:104) mengelompokkan jenis-jenis pemeriksaan pajak, adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Rutin, adalah pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap wajib pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak yang bersangkutan.

b. Pemeriksaan khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak berkenaan dengan adanya masalah dan keterangan yang secara khusus berkaitan dengan wajib pajak yang bersangkutan. Pemeriksaan khusus harus dilakukan melalui pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana lapangan.

c. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak untuk mendapatkan bukti permulaan bukti tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

d. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik atau tempat usaha dari wajib pajak


(31)

15 domisili, yang lokasinya berada di luar wilayah kerja unit pelaksana pemeriksaan wajib pajak domisili.

e. Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap wajib pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu dan untuk mengumpulkan data atau keterangan atas kewajiban pajak lainnya.

Sedangkan menurut Diaz Priantara (2009:74) mengelompokkan jenis-jenis pemeriksaan pajak, adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan mengundang wajib pajak ke kantor pemeriksa untuk memberikan keterangan atau bukti tertulis. Secara tegas dinyatakan bahwa Pemeriksa tidak boleh mengunjungi tempat usaha wajib pajak.

b. Pemeriksaan Lapangan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat usaha wajib pajak baik dikantornya, aktivitas bisnisnya, gedung, atau tempat lain yang ada hubungannya dengan usaha wajib pajak. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang sebenarnya karena Pemeriksa dengan leluasa dapat menerapkan metode dan teknik pemeriksaan sesuai dengan kebutuhan.

c. Pemeriksaan Kepatuhan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan menguji kepatuhan wajib pajak memenuhi peraturan perundang-undangan perpajakan.

d. Pemeriksaan untuk tujuan lain, yaitu semua pemeriksaan yang dilakukan selain untuk menguji kepatuhan wajib pajak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


(32)

16 Dalam pemeriksaan pajak juga ditentukan ruang lingkup untuk setiap pemeriksaan. Menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007, ruang lingkup pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, Bagian tahun pajak atau tahun pajak dalam setahun lalu maupun tahun berjalan. Sedangkan menurut pasal 30 ayat (1) ruang lingkup pemeriksaan pajak, yaitu: untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan tersebut.

Adapun tujuan dari pemeriksaan pajak sebagaimana diuraikan menurut Pasal 3 ayat (2) dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang tata cara pemeriksaan adalah sebagai berikut: 1) Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka

memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak. Pemeriksaan untuk tujuan diatas dapat dilakukan dalam hal sebagai berikut:

a. Surat Pemberitahuan (SPT) menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengambilan pendahuluan kelebihan pajak.

b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) menunjukkan rugi.

c. SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan.


(33)

17 d. SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktorat

Jenderal Pajak.

e. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada huruf c tidak dipenuhi.

2) Tujuan lain dalam Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, antara lain:

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan. b. Penghapusan NPWP.

c. Wajib Pajak mengajukan keberatan.

d. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. e. Pencocokan data atau alat keterangan.

f. Pengumpulan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

g. Penentuan wajib pajak berlokasi didaerah terpencil. h. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

i. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

Sedangkan menurut Pradiat (2008:6) tujuan pemeriksaan pajak sebagai berikut:

“Pemeriksaan pajak yang dilakukan terhadap SPT wajib pajak, yang bertujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, kecuali ditemukan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan akan dilanjutkan dengan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan”.


(34)

18 Berdasarkan deinisi di atas, tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain. Pemeriksaan ini guna keperluan penetapan pajak yang terhutang dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Beberapa norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan wajib pajak (Waluyo, 2010:75) adalah sebagai berikut:

a. Dalam hal Pemeriksaan Lapangan, wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa.

b. Wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan pemeriksaan.

c. Dalam hal Pemeriksaan Kantor, wajib pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu ditentukan. d. Wajib pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku,

catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang berutang pajak.

e. Wajib pajak berhak mengajukan permohonan oleh tim pembahas, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara wajib pajak dengan pemeriksa pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.


(35)

19 f. Wajib pajak memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan pemeriksaan oleh pemeriksa pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan.

g. Dalam hal Pemeriksaan Lengkap, wajib pajak atau kuasanya wajib menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui.

Sedangkan beberapa norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan wajib pajak menurut Diaz Priantara (2009:176) adalah sebagai berikut:

a. Meminta Pemeriksa memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan.

b. Meminta pemberitahuan tertulis sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan lapangan.

c. Mendapatkan Surat Panggilan apabila akan dilakukan pemeriksaan kantor. d. Mendapatkan penjelasan dari Pemeriksa Pajak tentang maksud dan tujuan

pemeriksaan.

e. Meminta tanda bukti peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen.

f. Meminta diperiksa dalam jam kerja.

g. Mendapatkan pembinaan dari pemeriksa pajak mengenai Pembukuan /pencatatan dan perpajakan.

h. Mendapatkan pemberitahuan tertulis tentang hasil pemeriksaan untuk pengujian kepatuhan.


(36)

20 i. Meminta perincian yang berkenaan dengan perbedaan antara SPT dan

hasil pemeriksaan.

j. Mendapat panggilan dan menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Beberapa Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan dalam Siti Resmi (2008:68) adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan dilakukan di Kantor Jenderal Pajak, di Kantor wajib pajak atau di Kantor lainnya atau di pabrik atau di tempat usaha, atau ditempat pekerjaan bebas atau di tempat tinggal wajib pajak atau ditempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

2. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap wajib pajak termasuk terhadap instansi pemerintah dan badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak.

3. Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari wajib pajak.

4. Petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkan kepada wajib pajak yang diperiksa.

5. Wajib pajak yang diperiksa wajib:

a. Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan


(37)

21 penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.

b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. c. Memberikan keterangan lain yang diperlukan baik secara tertulis dan

lisan, misal surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, keterangan bahwa fotokopi yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya, biaya hidup, dan wawancara tentang proses pembukuan wajib pajak. 6. Buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan keterangan lain yang diminta

oleh Pemeriksa dalam rangka pemeriksaan, wajib dipenuhi oleh wajib pajak paling lama satu bulan sejak permintaan disampaikan.

Sedangkan Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan dalam Diaz Priantara (2009:184) adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksa Pajak Memperlihatkan Tanda Pengenal pemeriksa pajak serta Surat Perintah Pemeriksaan Pajak kepada wajib pajak.

b. Memberikan surat pemberitahuan pemeriksaan pajak kepada wajib pajak yang diperiksa lapangan dan menyampaikan surat panggilan kepada wajib pajak yang dilakukan Pemeriksaan Kantor.

c. Memberikan Surat Pemberitahuan tertulis tentang hasil pemeriksaan pajak dan memastikan bahwa surat tersebut sudah diterima wajib pajak untuk menghindari pernyataan sepihak bahwa wajib pajak tidak hadir.


(38)

22 d. Pemeriksa pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen yang dipinjam dalam keadaan lengkap sesuai dengan jumlah dan kondisi saat pertama kali dipinjam.

C. Pemeriksa Pajak

Pemeriksa pajak menurut Bwoga, Yoseph, dan Tony (2005:5) adalah sebagai berikut:

“Pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan bertanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak”.

Sedangkan menurut Pradiat (2008:14) adalah sebagai berikut:

“Pemeriksa pajak harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa”.

Berdasarkan deinisi di atas, pemeriksa pajak adalah petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki ketrampilan dalam memeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya, pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengertian, sopan, dan objektif serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.

D. Efektivitas, Efisiensi, dan Kualitas Pemeriksaan Pajak 1. Efektivitas Pemeriksaan Pajak

Efektivitas menurut Sondang P. Siagian (2001 : 24) adalah sebagai berikut:


(39)

23 “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana, dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya”.

Sedangkan efektivitas menurut Abdurahmat (2003:92) sebagai berikut:

“Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana, dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya”.

Berdasarkan definisi di atas, efektivitas pemeriksaan pajak adalah kriteria efektivitas yang menggambarkan seluruh siklus input-proses-out put dalam pemeriksaan pajak. Ini menggambarkan hubungan timbal balik antara wajib pajak dan pemeriksa pajak yang lebih luas terhadap hidupnya pemeriksa pajak dan dimensi waktu yang menggambarkan tentang kelangsungan hidup suatu organisasi.

Yuwono (2002: 23) mendefinisikan pengukuran efektivitas sebagai berikut:

“Pengukuran efektivitas adalah tindakan pengukuran yang dilakukan berbagai aktivitas, dalam rantai yang ada dalam perusahaan/organisasi, yang hasil pengukurannya akan digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan surat rencana, dan tingkat saat organisasi memerlukan penyesuaian atau efektivitas perencanaan dan pengendalian”.

Sedangkan menurut T. Hani Handoko (1998:103) menyatakan bahwa ada beberapa kriteria dalam mengukur efektivitas, yaitu:

a. Kegunaan.


(40)

24 c. Ruang lingkup.

d. Efektivitas biaya. e. Akuntabilitas. f. Ketepatan waktu.

Jadi, kriteria dalam efektivitas pemeriksaan pajak yang pertama adalah suatu prestasi dari pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan apabila melakukan kinerja yang baik. Kedua, tercapainya sasaran, tujuan atau keberhasilan dari pemeriksa dalam merencanakan pemeriksaan. Ketiga, menggunakan cara kerja dari pemeriksa yang baik dan benar sesuai dengan prosedur yang ada. Keempat, merupakan hasil berdasarkan penggunaan sumber daya-sumber daya yang ada seperti tenaga kerja dan biaya. Kelima, produktivitas dalam bentuk pelayanan.

2. Efisiensi Pemeriksaan Pajak

Pengertian efisiensi menurut T. Hani Handoko (2003:7) adalah sebagai berikut:

“Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. Ini merupakan konsep matematik, atau merupakan perhitungan ratio antara keluaran (out put) dan masukan (input)”.

Sedangkan pengertian efisiensi menurut Agus Wibisono (2010:1) adalah sebagai berikut:

“Penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima”.


(41)

25 Berdasarkan definisi di atas, efisiensi pemeriksaan pajak adalah melakukan pemeriksaan dengan penghematan sumber daya yang ada. Input yang dikeluarkan harus lebih kecil dari penerimaan pajak yang diterima, dan dengan begitu tingkat efisiensi yang optimal dapat dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas.

Dalam perpajakan terdapat asas ekonomi yang bermakna bahwa harus ada efisiensi dalam pemungutan pajak. Biaya yang harus dikeluarkan dalam mengadministrasikan, mengelola, dan memungut pajak harus lebih kecil dari penerimaan pajak. Demikian pula pengorbanan masyarakat yang timbul akibat dari pemungutan pajak harus lebih kecil daripada manfaat yang dapat dirasakan masyarakat dari pajak (Diaz Priantara, (2000) dalam Sandra Buana, 2002:66)).

Nasucha (2000:3) pemeriksaan yang efisien akan ditandai dengan penghematan penggunaan sumber daya berupa waktu, tenaga, material, dan sarana yang ada. Namun pengukuran efisiensi tehadap biaya seperti organsasi laba tidak dapat dilakukan sebagai contoh biaya perjalanan dinas pemeriksaan dibandingkan dengan penerimaan setoran pajak. Biaya perjalanan dinas yang pemeriksaan yang tetap tidak mungkin dijadikan acuan berapa besarnya penetapan yang diterbitkan. Efisiensi waktu akan ditunjukkan dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian pemeriksaan, tingkat kerelaan terhadap tersitanya waktu wajib pajak, efisiensi material ditunjukkan dengan jenis data yang dibutuhkan oleh Fiskus (Teddy Sanguadi, 2004:28).


(42)

26 Efisien adalah ukuran berapa banyak input untuk masing-masing unit out put. Sistem pemungutan pajak adalah sistem kebijakan publik yang mencakup hubungan timbal balik antar tiga unsur, yaitu: kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan (Osbone dan Gaebler, (2000:23) dalam Totok Harianto, 2006:17)).

Dipantau dari kebijakan publik adalah keluaran (output) dan dampak (impacts). Keluaran kebijakan meliputi barang, layanan, atau sumber daya yang diterima oleh sekelompok sasaran, sedangkan dampak berkenaan dengan akibat yang diharapkan. Kebijakan publik dalam penelitian ini berupa peraturan perundangan perpajakan, pelaku kebijakan adalah aparat dan wajib pajak, sedangkan lingkungan kebijakan adalah tempat diberlakukannya kebijakan.

Peraturan perpajakan digunakan untuk mempengaruhi perilaku setiap orang untuk tujuan ekonomi dan sosial. Efek ini begitu penting pada sistem pemungutan pajak yang berdasarkan self assesment dan kepatuhan sukarela (voluntary compliance). Mengetahui motif dan kebutuhan serta faktor pencipta kekuatan dan kelemahannya menjadi penting bagi pembuat kebijakan pajak dalam pelaksanaan maupun evaluasi. Pencapaian penerimaan pajak pada posisi ekstrim dapat dicapai dengan menjalankan pemeriksaan dan pengenaan sanksi yang memiliki kemungkinan timbulnya biaya tinggi.

Agar adil, sistem perpajakan yang baik sebaiknya efisien, menggunakan sesedikit mungkin dana serta sumber daya lainnya (Rosen,


(43)

27 (1999:88) dalam Sandra Buana (2002:66)). Tiga ukuran dari efisiensi perpajakan yaitu: biaya administrasi, biaya kepatuhan, serta beban lebih. a. Biaya Administrasi

Untuk memungut pajak, dibutuhkan biaya. Pemerintah harus mempekerjakan petugas pemungut untuk mengumpulkan penerimaan pajak, petugas klerikal data untuk memproses laporan (SPT) wajib pajak, petugas pemeriksa untuk menilai/mengawasi SPT tersebut, para ahli hukum untuk menangani perkara yang mungkin timbul serta akuntan untuk melacak aliran dana. Biaya administrasi tentu saja terdiri dari biaya seluruh sumber daya pada sektor publik untuk melaksanakan masing-masing jenis pajak. Hal ini terdiri dari gaji, upah tenaga kerja, serta akomodasi yang digunakan oleh staf.

b. Biaya Kepatuhan

Wajib pajak sangatlah sulit untuk dihitung. Biaya mematuhi ketentuan perpajakan tidak hanya terdiri dari uang yang dibelanjakan untuk membayar akuntan dan konsultan pajak, tetapi juga waktu yang dihabiskan wajib pajak untuk memenuhi/melengkapi SPT tersebut. Biaya tersebut termasuk pula biaya mental yang ditandai dengan penderitaan kecemasan sebagai hasil dari kegiatan perpajakan. Walaupun biaya tersebut bukanlah merupakan pengeluaran kebutuhan langsung, tetap merupakan “Sesuatu yang setara dengan pengeluaran dimana setiap orang berkeinginan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari biaya tersebut”.


(44)

28 c. Beban Lebih

Sebagai bagian dari penerimaan negara yang meningkat, pajak menimbulkan biaya ekonomi bagi masyarakat. Biaya-biaya tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: beban lebih perpajakan, biaya kepatuhan, dan biaya adminstrasi. Biaya lebih dari suatu pajak tergantung dampak yang ditimbulkan pada mekanisme harga berjalan/berlaku.

Sedangkan ada tiga tolok ukur untuk menilai administrasi pajak agar efisien menurut Devas (2000:67), yaitu sebagai berikut:

a. Upaya pajak merupakan perbandingan antara hasil suatu sistem pajak dengan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak.

b. Hasil guna pajak mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi hasil pajak itu sendiri. Di sini semua wajib pajak diharapkan akan membayar pajak terutangnya masing-masing.

c. Daya guna pajak adalah untuk menilai kemampuan administrasi perpajakan baik efisien, eksternal, maupun efisiensi internal.

Dari penjelasan di atas, maka untuk mendapatkan suatu penerimaan pajak yang maksimal diperlukan penerapan administrasi pajak yang efisien. Semakin besar beban lebih dari suatu jenis pajak, maka akan semakin kecil tingkat efisiensinya. Dengan penerapan administrasi pajak oleh instansi yang berwenang ini, akan mendapatkan out put kinerja administrasi pajak.


(45)

29 3. Kualitas Pemeriksaan Pajak

Kualitas menurut Kotler (2001:84) adalah sebagai berikut:

“Quality is the totality of features and characteristics of a product or service that bear in its ability to satisfy started or implied needs”.

Artinya kualitas merupakan totalitas ciri-ciri dan karakteristik suatu produk atau jasa yang berpusat pada kemampuan produk tersebut untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Kualitas jasa merupakan karakteristik yang harus dipenuhi dalam pemeriksaan pajak, sehingga kepuasan wajib pajak terhadap kualitas pemeriksa sesuai dengan norma-norma yang ada.

Sedangkan kualitas menurut Fandy Tjiptono (2000:51) adalah sebagai berikut:

“Kualitas pelayanan atau jasa adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelayanan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan”.

Berdasarkan definisi di atas, kualitas pemeriksaan pajak digambarkan sebagai bentuk sikap, tetapi tidak sama dengan kepuasan, yang dihasilkan dari perbandingan antara harapan wajib pajak dengan kemampuan pemeriksa pajak. Kualitas dari sebuah pelayanan sangat tergantung pada dua variabel, yaitu pelayanan yang diharapkan atas pelayanan dari pemeriksa pajak dan pengalaman yang telah dialami sebelumnya.

Kualitas pemeriksaan pajak ditentukan oleh norma-norma pemeriksaan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor


(46)

30 199/PMK.03/2007 tentang tata cara pemeriksaan yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a. Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksa pajak, yang menyangkut kualifikasi tertentu yang harus dimiliki oleh pemeriksa. b. Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan,

yang menyangkut tata cara dalam melaksanakan pemeriksaan.

c. Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan wajib pajak, yang mengatur bagaimana hubungan pemeriksa dengan wajib pajak selama melakukan pemeriksaan.

Dalam penelitian ini pemeriksaan akan ditelaah menurut beberapa kriteria yaitu dengan memasukkan variabel: efektivitas, efisiensi, dan kualitas dalam hubungannya dengan tingkat kemudahan penagihan tunggakan pajak yang masih harus dibayar sebagai hasil pemeriksaan. Seperti telah diuraikan sebelumnya pemeriksaan akan mendorong perubahan sikap wajib pajak agar patuh terhadap peraturan yang berlaku, dengan demikian wajib pajak harus diberikan pula kesempatan mendapatkan hak-haknya saat dilakukan pemeriksaan. Pemenuhan hak secara memadai mendekatkan pada kepuasan atas kualitas pemeriksaan itu sendiri.

Pemeriksaan yang berkualitas akan ditunjukkan dengan adanya kepastian hukum pelaksanaan uji kepatuhan dan penetapannya. Pemeriksaan yang dijalankan oleh fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak harus berkepastian hukum


(47)

31 baik mengenai subjek, objek (dasar pengenaan), dan saat terutangnya. Dari pemeriksaan tersebut wajib pajak dapat mengetahui objek pajak yang menjadi kewajibannya, sehingga apabila ternyata dikenakan sanksi administrasi wajib pajak dapat menguji, membandingkan, dan meyakini keandalannya (Santoso Brotodiharjo, (1991:32) dalam Totok Harianto (2006:25)).

Sedangkan menurut Fandy Tjiptono (2005:261) ada kriteria kualitas harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Profesionalisme dan keahlian. b. Sikap dan perilaku.

c. Keandalan dan sifat dipercaya. d. Kredibilitas.

Berdasarkan uraian diatas, kualitas pemeriksaan pajak digambarkan sebagai adanya profesionalisme pemeriksa pajak dalam pemeriksaan pajak, dan tentunya mempunyai kredibilitas yang tinggi. Keandalan dan perilaku juga mempunyai pengaruh dalam pemeriksaan pajak sehingga dengan demikian wajib pajak bisa patuh terhadap peraturan yang ada.

E. Kebijakan Penagihan Pajak

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika, dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan


(48)

32 penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita. Penagihan pajak dapat dilakukan dengan penagihan pajak pasif dan penagihan pajak aktif (Early Suandy, 2005:174).

Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.

Penagihan aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini upaya fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan sita, dan dilanjutkan dengan pelaksanan lelang. Untuk meningkatkan penerimaan negara melalui pencairan tunggakan pajak, maka pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Jenderal Pajak perlu mempunyai otoritas atau wewenang untuk menagih tunggakan pajak. Otoritas tersebut dapat berupa peraturan aturan, prosedur, maupun wewenang. Demi menjamin terlaksananya penagihan pajak dan begitu besar peranan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak. Saat ini penagihan pajak dengan surat paksa diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008


(49)

33 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, perubahan dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Tindakan pemerintah untuk melakukan pemaksaan adalah untuk mengusahakannya terpenuhinya kewajiban wajib pajak, yang ada tanda-tanda akan dilunasinya hutang pajak tersebut. Dalam melakukan tindakan memaksa tersebut, pada prinsipnya tidak memberikan keistimewaan bagi suatu pihak untuk tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Keistimewaan yang bersifat pengecualian hanya diberikan pada suatu “keadaan” bukan pada orang. Ini artinya suatu keadaan yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan penagihan dengan paksa (misalnya keadaan keuangan wajib pajak tidak memungkinkan), maka pengecualian diberikan dalam bentuk pembayaran dengan cicilan, sehingga wajib pajak merasakan adanya keadilan dalam prinsip perpajakan Indonesia. Peraturan-peraturan dalam melakukan tindakan pemeriksaan haruslah memenuhi target kewajiban utamanya, yaitu: pembayaran pajak, untuk menjamin penerimaan negara, maka diadakan suatu paksaan yang bersifat langsung dengan melakukan penyitaan dan pelelangan barang-barang dari wajib pajak.

Sebagaimana halnya dengan setiap kewajiban, maka kewajiban-kewajiban yang timbul dalam hukum pajak pun harus dipenuhi, dengan membayar pajak itu. Barang siapa yang mengetahui, bahwa wajib pajak tidak memenuhi keharusannya membayar pajak, tentu akan menderita akibat-akibat yang tidak menyenangkan baginya, dengan demikian wajib pajak akan


(50)

34 menunaikan kewajibannya tanpa menunggu–nunggu ditimpanya oleh paksaan yang mengancamnya. Agar terjamin pemasukan uang ini dalam kas negara, maka dalam hal ini diadakanlah paksaan yang bersifat langsung, yaitu dengan penyitaan dan pelelangan barang-barang orang yang berhutang pajak (Santoso Brotodihardjo, 2008:196).

F. Tindakan Penagihan Tunggakan Pajak

Tony Masyarul (2005:47) apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum dilunasi, maka akan dilakukan tindakan penagihan pajak, yaitu: penerbitan surat teguran, pemberitahuan surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan, penyitaan, dan pelelangan.

1. Penerbitan Surat Teguran

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, perubahan dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. “Surat Teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya”. Dengan demikian, Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Surat teguran akan diterbitkan apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 7 (tujuh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran.


(51)

35 2. Pemberitahuan Surat Paksa

Setelah lewat dari 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal Surat Teguran utang pajak tidak juga dilunasi, akan diterbitkan Surat Paksa yang diberitahukan oleh juru sita pajak. Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Utang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh juru sita pajak. Surat Paksa mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte, artinya putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pemberitahuan kepada penanggung pajak oleh juru sita pajak dilaksanakan dengan cara membacakan isi Surat Paksa dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan. Selanjutnya salinan Surat Paksa diserahkan kepada Penanggung Pajak, sedangkan asli Surat Paksa disimpan di kantor pejabat. 3. Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP)

Apabila penanggung pajak tidak juga melunasi utang pajak dalam dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan, maka tindakan penagihan dapat dilanjutkan dengan penyitaan. Tindakan penyitaan dilakukan dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP). 4. Penyitaan

Penyitaan adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai baang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak


(52)

36 menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan penyitaan adalah untuk memperoleh uang jaminan pelunasan utang pajak dari penanggung pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang penanggung pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan penanggung pajak, atau tempat lain sekalipun penguasaannya berada di tangan pihak lain atau dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu. Penyitaan terhadap penanggung pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat kedudukan yang bersangkutan, ditempat tinggal mereka maupun di tempat lain.

5. Pelelangan

Dalam jangka waktu paling singkat 14 (empat belas) hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum juga dilunasi akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang melalui media massa. Penjualan secara lelang melalui kantor lelang negara terhadap barang yang disita, dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Dalam hal ini biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum bayar, akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.


(53)

37 Sedangkan apabila utang pajak belum dilunasi menurut Santoso Brotodihardjo (2008:197) adalah sebagai berikut:

1. Paksaan yang bersifat pasif, artinya dengan cara memberi peringatan, setelah itu memberi teguran, kemudian dengan aturan pencicilan pembayaran atau tidak.

2. Penagihan dengan Surat Paksa

Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa ini adalah suatu bentuk ekseskusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung. Surat paksa dilancarkan dengan pertama-tama diberitahukan oleh juru sita kepada wajib pajak, segera setelah surat tu ditetapkan. Menurut peraturan, pelaksanaan surat paksa baru dapat dilakukan, 24 jam setelah surat tersebut diberitahukan kepada wajib pajak.

3. Penyitaan

Penyitaan adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.

4. Pelelangan

Barang-barang milik penanggung pajak yang akan dijual kecuali terhadap biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak, biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud, atau biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan


(54)

38 penyelesaian suatu warisan. Hasil penjualan barang-barang milik penanggung pajak terlebih dahulu untuk membayar biaya-biaya tersebut di atas dan sisanya dipergunakan untuk melunasi utang pajak.

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan tunggakan pajak telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Ada beberapa variabel dari Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan masukan serta kontribusi tambahan bagi pemeriksa pajak untuk mendeteksi tingkat kemudahan dalam tunggakan pajak. Tabel 2.1 menunjukkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan tunggakan pajak.

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian Fitnawati (2009) Efektivitas Pelaksanaan Penagihan Aktif Dalam Pencairan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pasar Minggu

1. Efektivitas penagihan aktif (X1)

2. Pencairan Tunggakan Pajak (Y) Sampel: Pegawai pajak pada KPP Pajak Pasar Minggu. Metode importance and performance analysis. Efektivitas penagihan aktif (X1)

berpengaruh terhadap Pencairan Tunggakan Pajak (Y).


(55)

39 Tabel 2.1 (Lanjutan)

Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian Rohaedi (2003) Studi Komparatif Antara Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Sebelum Dengan Sesudah Dilakukan Pemeriksaan Sederhana Lapangan 1. Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Dilakukan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (X1)

2. Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Dilakukan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (X2)

Sampel: Wajib Pajak di KPP Bandung Bojonegara. Metode penelitian dengan deskriptif analisis. Penerimaan Pajak Penghasilan Sesudah Dilakukan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (X2) lebih

baik Penerimaan Pajak Penghasilan Sebelum Dilakukan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (X1)

Romulus Manurung dan Purwoko (2000) Analisis Optimalisasi Pemeriksaan Pajak Dalam Meningkatkan Penerimaan Negara 1. Optimalisasi pemeriksaaa n (X1)

2. Penenerimaa n Negara(Y)

Sampel: Wajib Pajak di KPP Kramat Jati, KPP Matraman dan KPP Tanah Abang. Metode analisis data menggunakan Purpossive sampling. Optimalisasi pemeriksaaa n (X1)

berpengaruh terhadap Penerimaan Negara (Y). Salip dan Tendy Wato (2006) Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (Studi Kasus di KPP Jakarta Kebon Jeruk)

1. Pemeriksaan Pajak (X1)

2. Penerimaan Pajak(Y)

Sampel: Wajib Pajak di KPP Kebon Jeruk. Metode analisis data menggunakan metode one sample kolmogrov-smirnov test. Pemeriksaan Pajak (X1)

berpengaruh terhadap Penerimaan Negara(Y).


(56)

40 Tabel 2.1 (Lanjutan)

Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian Sandra Buana (2002) Analisis Efisiensi Pemeriksaan Pajak (Studi Kasus pada Karipa Jayapura) 1. Efisiensi pemeriksaan (X1)

2. Penerimaan Pajak (Y)

Sampel: Wajib Pajak di Karikpa Jayapura. Metode analisis data Pearson Correlation. Efisiensi Pemeriksaan (X1)

memenuhi prinsip efisiensi terhadap Penerimaan Pajak (Y). Sri Wulandari (2008) Analisis Efisiensi, Kualitas, dan Komunikasi Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kemudahan Tindakan Penagihan Tunggakan Pajak Di KPP Pratama Jakarta

1. Efisiensi Pemeriksaan (X1)

2. Kualitas Pemeriksaan (X2)

3. Komunikasi Pemeriksaan (X3)

4. Tingkat Kemudahan Tindakan Penagihan Tunggakan (Y) Sampel: Wajib Pajak di KPP Pratama. Metode analisis data Pearson Correlation. Efektivitas Pemeriksaan (X1),

Kualitas Pemeriksaan (X2),

Komunikasi Pemeriksaan (X3)

memiliki hubungan positif dengan Tingkat Kemudahan Tindakan Penagihan Tunggakan (Y). Susila Adiyanta (2000) Optimalisasi Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Untuk Mengantisipasi Kerugian Negara Akibat Penunggakan Pajak 1. Optimalisasi pelaksanaan penagihan (X1)

2. Antisipasi kerugian Negara Tunggakan pajak (Y) Sampel: Fiskus di Dirjen Pajak. Metode analisis data Deskriptif Analitis. Optimalisasi pelaksanaan penagihan (X1)

berpengaruh positif terhadap antisipasi kerugian Negara akibat Tunggakan pajak (Y).


(57)

41 Tabel 2.1 (Lanjutan)

Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian Totok Harianto (2006) Analisis Atas Pengaruh Efektivitas Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kemudahan Tindakan Pengihan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Madiun

1.Efektivitas Pemeriksaan (X1)

2.Tingkat Kemudahan Tindakan Penagihan Tunggakan (Y) Sampel: Wajib Pajak di KPP Madiun. Metode analisis data menggunak an Pearson Correlation. Efektivitas Pemeriksaan (X1)

memiliki hubungan positif dengan Tingkat Kemudahan Tindakan Penagihan Tunggakan (Y). Sumber: Diolah dari berbagai referensi

H. Keterkaitan Antar Variabel

1. Efektivitas Pemeriksaan Pajak Dengan Tingkat Kemudahan Penagihan Tunggakan Pajak

Penelitian yang dilakukan dalam Totok Harianto (2006) menyatakan bahwa efektivitas pemeriksaan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemudahan tindakan tunggakan pajak. Hubungan antara efektivitas pemeriksaan pajak dan tingkat kemudahan tindakan tunggakan pajak bersifat positif. Dalam penelitian ini juga ingin menguji apakah pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh KPP Madiun yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Pajak sebagai konsekuensi penerimaan sistem self assessment dan aspek responsivitas dari Tri Dharma Perpajakan (pelayanan, penyuluhan, dan pemeriksaan) memiliki efektifitas mendorong kepatuhan wajib pajak yang ada pada akhirnya ditandai lunasnya pembayaran pajak secara tepat waktu dan


(58)

42 tingkat kemudahan tindakan penagihan atas tunggakan pajak yang timbul. Hasil pengujian dengan menggunakan uji F diperoleh Ftabel sebesar 2,68, sedangkan hasil perhitungan diperoleh Fhitung sbesar 55,351. Oleh karena Fhitung lebih besar dari Ftabel maka Ho ditolak dan HA diterima, sehingga penelitian ini menyatakan bahwa variabel-variabel bebas efisiensi dan kualitas pemeriksaan secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel tidak bebas tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak.

Ha1 : Efektivitas pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kemudahan penagihan tunggakan pajak.

2. Efisiensi Pemeriksaan Pajak Dengan Tingkat Kemudahan Penagihan Tunggakan Pajak

Penelitian dalam Sandra Buana (2002), yaitu menguji efisiensi pemeriksaan pajak. Penelitian ini menguji apakah pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Karipa Jayapura telah memenuhi prinsip efisiensi serta pemeriksaan manakah yang menghasilkan penerimaan pajak relatif lebih tinggi. Setelah dilakukan penelitian Karikpa Jayapura telah memenuhi prinsip efisiensi dipandang dari perbandingan biaya terhadap koreksi pajak yang dihasilkan. Serta jenis pemeriksaan pajak yang menghasilkan koreksi rata-rata terbesar dan tingkat efsiensi yang paling tinggi adalah pemeriksaan rutin Lebih Bayar.

Ha2 : Efisiensi pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kemudahan penagihan tunggakan pajak.


(59)

43 3. Kualitas Pemeriksaan Pajak Dengan Tingkat Kemudahan Penagihan

Tunggakan Pajak

Pada penelitian dalam Sri Wulandari (2008), yaitu menguji efisiensi, kualitas, dan komunikasi pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan penagihan tunggakan pajak di KPP Pratama Pasar Minggu. Dalam penelitian ini menguji pengaruh kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak. Kualitas pemeriksaan yang dilakukan KPP Pratama Pasar Minggu adalah baik, hal itu didukung oleh sumber daya pemeriksa yang berkualitas menurut pendidikan, spesialisasi pendidikan, usia matang, dan pengalaman menjadi pemeriksa yang cukup. Setiap tahapan dalam pemeriksaan mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut pemeriksaan umumnya dilaksanakan dengan baik hanya beberapa langkah dalam perencanaan yang kurang baik, sedangkan pengetahuan pemeriksa tentang peraturan perpajakan secara umum baik.

Ha3 : Kualitas pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kemudahan penagihan tunggakan pajak.

I. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kajian teori diatas, maka gambaran tentang pengaruh antara efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak yang merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(60)

44

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran Efektivitas

pemeriksaan(X1) (Totok Hariyanto (2006))

Efisiensi pemeriksaan (X2) (Sandra Buana (2002))

Kualitas pemeriksaan (X3) (Sri Wulandari (2008))

Tindakan kemudahan Tunggakan Pajak (Y) (Sri Wulandari (2008)

dan Totok Harianto (2006))

Kantor Pelayanan Pajak Kebayoran Lama

Kantor Pelayanan Pajak Serpong


(61)

45 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan serta pengaruh antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen, yaitu efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan terhadap variabel dependen, yaitu tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak. populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan yang telah terperiksa di Kantor Pelayanan Pajak Kebayoran Lama dan Kantor Pelayanan Pajak Serpong.

B. Metode Penentuan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Menurut Sugiyono (1999:62) dalam Totok Harianto (2006:40), purposive sampling adalah teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja, yang dalam penelitian adalah hubungan korelasi antara efektivitas, efisiensi, dan kualitas pemeriksaan pajak terhadap tingkat kemudahan tindakan penagihan tunggakan pajak. Kriteria responden dalam metode purposive sampling yang digunakan dalam populasi ini adalah wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan yang telah terperiksa di Kantor Pelayanan Pajak Kebayoran Lama dan Kantor Pelayanan Pajak Serpong.


(62)

46 C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu: penelitian pustaka, penelitian lapangan.

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder (Indriantoro dan Supomo, 2002:150). Penelusuran data sekunder memerlukan cara agar penelitian data sekunder dapat dilakukan lebih cepat dan efisien. Penelusuran data sekunder dilakukan dengan dua cara yaitu penelusuran secara manual dan penelusuran dengan komputer. Dengan memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti yang berasal dari buku, jurnal, internet, dan perangkat halus yang berkaitan dengan judul penelitian.

2. Penelitian Lapangan (Field Research) a. Observasi

Penelitian ini dilakukan dengan terjun langung ke Kantor Pelayanan Pajak Kebayoran Lama dan Kantor Pelayanan Pajak Serpong untuk mengadakan pengamatan dan pengambilan data objek penelitian. b. Kuesioner

Kuesioner yang digunakan peneliti yaitu untuk mendapatkan data yang diperlukan yang berasal dari Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Kebayoran Lama dan Kantor Pelayanan Pajak Serpong.


(63)

47 Menurut (Indriantoro dan Supomo, 2002:104), skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk mengkuantitatifkan data dari pengukuran suatu variabel. Berbagai jenis skala dapat dilakukan untuk mengukur fenomena sosial dan dapat dianalisis dengan menggunakan metode statistik. Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah summated rating method yang dikembangkan oleh Likert atau lebih dikenal dengan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala Likert yang dipergunakan untuk menjawab bagian pernyataan penelitian memiliki lima kategori sebagaimana dalam tabel 3.1 dibawah ini:

Tabel 3.1

Tingkat Penilaian Jawaban

No Jenis Jawaban Bobot

1 SS = Sangat Setuju 5

2 S = Setuju 4

3 R = Ragu-Ragu 3

4 TS = Tidak Setuju 2

5 STS = Sangat Tidak Setuju 1

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik, uji hipotesis, dan uji beda t-test.

1. Statistik Deskriptif

Statistik diskriptif digunakan oleh peneliti untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel penelitian yang utama dan daftar demografi responden. Statistik deskriptif memberikan gambaran


(64)

48 atau deskripsi suatu data yang dilihat rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2006:19).

2. Uji Kualitas Data

Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti menggunakan uji validitas dan reliabilitas.

a. Uji Validitas Data

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapakan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan. Apabila Pearson Correlation yang didapat memiliki nilai di bawah 0,05 berarti data yang diperoleh adalah valid (Ghozali, 2006:49). b. Uji Reliabilitas Data

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi jawaban responden. Suatu kuesioner dikatakan reliable jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

1) Repeated Measure atau pengukuran ulang.

2) One Shot atau pengukuran sekali saja, pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.


(65)

49 Kriteria pengujian dilakukan dengan menggunakan pengujian Cronbach Alpha ( ). Suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2006:45).

3. Uji Asumsi Klasik

Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji multikolonieritas, uji normalitas, dan uji heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengukur apakah di dalam model regresi variabel independen dan variabel dependen keduanya mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan Normal Probability Plot(P-P Plot). Suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal (Santoso, 2004:212).

b. Uji Multikolonieritas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Uji multikolonieritas dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflantion Factor (VIF) (Ghozali, 2006:95). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikoliniearitas (multiko). Model


(1)

137 Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Data primer yang diolah

Uji Normalitas


(2)

138 Koefisien Determinasi (R2)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .690a .476 .463 2.561

a. Predictors: (Constant), Kual, Efek, Efis b. Dependent Variable: Ting

Sumber: Data primer yang diolah

Uji t

Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 691.406 3 230.469 35.132 .000a

Residual 760.961 116 6.560

Total 1452.367 119

a. Predictors: (Constant), Kual, Efek, Efis b. Dependent Variable: Ting

Sumber: Data primer yang diolah

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B

Std.

Error Beta

1 (Constant) -1.975 2.451 -.806 .422

Efek .420 .103 .294 4.074 .000

Efis .134 .065 .190 2.069 .041

Kual .314 .073 .388 4.327 .000

a. Dependent Variable:Ting

Sumber: Data primer yang diolah


(3)

139 Hasil Uji Independent Sample T-Test (1)

Group Statistics

KPP N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Efek KPP Keb.Lama 60 19.47 2.460 .318

KPP Serpong 60 19.35 2.448 .316

Efis KPP Keb.Lama 60 40.85 4.793 .619

KPP Serpong 60 40.20 5.125 .662

Kual KPP Keb.Lama 60 36.12 4.322 .558

KPP Serpong 60 35.70 4.327 .559

Sumber: Data primer yang diolah

Hasil Uji Independent Sample T-Test (2)

Sumber: Data primer yang diolah

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-taile d) Mean Differen ce Std. Error Differen ce 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Efek Equal variances

assumed .012 .915 .260 118 .795 .117 .448 -.771 1.004

Equal variances

not assumed .260 117.997 .795 .117 .448 -.771 1.004

Efis Equal variances

assumed .100 .753 .718 118 .474 .650 .906 -1.144 2.444

Equal variances

not assumed .718 117.476 .474 .650 .906 -1.144 2.444

Kual Equal variances

assumed .081 .776 .528 118 .599 .417 .790 -1.147 1.980

Equal variances


(4)

140

Lampiran 4


(5)

(6)