Selain tidak mengenakan helm, banyak pengendara motor yang masih di bawah umur. Apakah mereka sudah memiliki Surat Izin Mengemudi? Bila tidak, ini sama saja sudah
melanggar Pasal 77 Ayat 1 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan wajib memiliki SIM sesuai dengan jenis kendaraan yang dikemudikan.” Seperti yang dijelaskan pada Pasal 81 Ayat 2 Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, bahwa syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditentukan paling rendah sebagai berkut:
a. Usia 17 tujuh belas tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C,
dan Surta Izin Mengemudi D; b.
Usia 20 dua puluh tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I dan; c.
Usia 21 dua puluh satu tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II.
B. Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran Lalu Lintas Di Kota Medan
Sebagai konsekuensi peningkatan jumlah kendaraan dan tingginya mobilitas masyarakat, angka kecelakaan lalu lintas dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Kecelakaan lalu lintas darat tersebut mengakibatkan korban dari kecelakaan lalu lintas tersebut tidak sedikit, baik korban yang menderita luka ringan, luka berat sampai
mengakibatkan korban meninggal dunia serta kerugian-kerugian lain yang timbul karena kerusakan kendaraan akibat kecelakaan lalu lintas. Pelanggaran terhadap ketentuan pidana
tentang lalu lintas dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan kerugian. Kecelakaan yang ditimbulkan tersebut bukan hanya berupa tabrakan, baik antar
sesama kendaraan bermotor maupun antara kendaraan bermotor dengan pemakai jalan lainnya, tetapi dapat pula berupa kecelakaann lainnya seperti jatuhnya penumpang dari bus
kota ataupun jatuhnya kendaraan umum antar kota ke dalam jurang. Dalam kecelakaan
Universitas Sumatera Utara
semacam itu, pada umumnya orang akan mempermasalahkan mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada si pelaku yang bersalah dalam kecelakaan itu.
67
Umumnya masyarakat seringkali memahami hukum sebagai sesuatu perangkat aturan yang dibuat oleh negara dan mengikat warga negaranya dengan mekanisme
keberadaan sanksi sebagai pemaksa. Tujuan hukum adalah terciptanya suatu kedamaian yang didasarkan pada keserasian antara ketertiban dengan ketentraman. Tujuan hukum tersebut
akan tercapai manakala terdapat keserasian antara kepastian hukum dengan kesebandingan hukum sehingga menghasilkan suatu keadilan.
68
Von Sovigny, seorang ahli hukum asal Jerman dalam buku Anton Tabah yang berjudul Mata Hati Polisi Indonesia menegaskan bahwa hukum akan dapat berjalan efektif
apabila ada keserasian antara aturan hukum dengan kultur masyarakatnya. Kultur masyarakat ini juga akan menjadi kultur hukum yang biasanya tercermin pada peraturan hukum yang
ada.
69
Di Indonesia terdapat pengaturan mengenai lalu lintas yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan. Di dalam undang-
undang ini memuat pengaturan-pengaturan lalu lintas yang wajib dipatuhi dan juga sanksi bagi yang melanggarnya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti di Satlantas
Apabila dikaitkan dengan kondisi kultur masyarakat saat ini, jelas dalam kondisi kurang menguntungkan. Masyarakat kita masih belum memiliki kesadaran hukum yang baik,
sikap mental yang suka menerobos dan mau taat hukum apabila ada rangsangan dari luar. Hal ini tercermin pada tingkah laku masyarakat dalam menaati hukum hanya apabila melihat
petugas hukum. Disamping itu faktor prasarana yang tidak mendukung dan minimnya petugas dalam penegakan hukum mengakibatkan tidak seluruhnya masalah pelanggaran lalu
lintas dapat ditangani dengan baik.
67
Marianna Sutadi, Tanggung Jawab Perdata dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Jakarta:Mahkamah Agung RI. 1992, hlm. 2.
68
Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2005. Hlm. 7
69
Anton Tabah, Menatap Dengan Hati Pokisi Indonesia. Jakarta: Gramedia. 1991. hlm. 10
Universitas Sumatera Utara
Polresta Medan terdapat dua faktor yangmenjadi penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan oleh masyarakat yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor pemicu pelanggaran lalu lintas yang berasal dari dalam diri pelaku. Berikut ini faktor yang menjadi pendorong seseorang melakukan suatu
pelanggaran lalu lintas
70
a. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam mematuhi peraturan lalu lintas.
:
Faktor yang dapat mempengaruhi keamanan dan ketertiban lalu lintas adalah kesadaran masyarakat akan peraturan berlalu lintas dan kepentingan manusia yang
berlainan. Hal ini menyebabkan manusia cenderung bersikap ceroboh dan lalai. Bahkan kesengajaan menjadi faktor dominan terjadinya pelanggaran lalu lintas.
Semakin tinggi kesadaran masyarakat akan hukum maka semakin memungkinkan adanya penegakkan hukum di masyarakat. Karena hukum berasal dari masyarakat dan
diperuntukkan mencapai kedamaian di masyarakat pula. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakkan hukum
tersebut. Dalam kaitanya dengan efektifitas penerapanpelanggaran hukum, masalah
kesadaran hukum dalam diri masyarakat sangat memegang peranan penting. Masyarakat yang ingin melihat terciptanya suatu ketertiban dalam masyarakat akan
berusaha untuk teratur sehingga tercipta suatu pola hubungan tingkah laku yang teratur. Masyarakat dianggap tau dengan keberadaan hukum itu sendiri untuk
dijalankan. Pola hubungan antara hukum dengan perilaku masyarakat, terdapat unsur
pervasive socially penyerapan sosial. Artinya bahwa kepatuhan dan ketidakpatuhan
70
Wawancara dengan AKP Lastiar Siburian, SSi Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Medan, 4 Juli 2016 pukul.09.30 Wib
Universitas Sumatera Utara
terhadap hukum serta hubungannya dengan sanksi atau rasa takut terhadap sanksi dikatakan saling relevan atau memiliki pertalian yang jelas apabila aturan-aturan
hukum dan penegakannya telah diatur jelas maka dibutuhkan adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk menciptakan hukum sebagai kontrol sosial.
71
Hal yang juga sering terjadi adalah bahwa ketika pengemudi melanggar suatu peraturan lalu lintas, hal pertama yang diajukan pengemudi tersebut adalah negosiasi
“jalan damai” dengan aparat kepolisian, tidak sedikit juga orang mencoba berdamai Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap peraturan lalu lintas yang berlaku
disebabkan belum adanya kesadaran masyarakat untuk memahami peraturan tersebut karena kurang adanya sosialisasi terkait peraturan lalu lintas. Hal ini dapat dilihat dari
perilaku masyarakat dalam berlalulintas, tidak semua pengemudi kendaraan paham dan mengetahui peraturan lalu lintas sehingga dapat menimbulkan pelanggaran.
Ditambah lagi kebanyakan dari pengendara bermotor khususnya sepeda motor dalam memperoleh SIM, didapat dengan cara yang instan daripada mengikuti prosedur yang
benar. Selain itu kebanyakan masyarakat hanya patuh ketika ada petugas yang
mengatur lalu lintas di persimpangan jalan atau ada Polisi yang sedang berjaga di pos Polisi. Kemudian sering juga kita dengar “peraturan ada untuk dilanggar” yang sangat
melekat dibenak masyarakat sehingga sebagian orang menerapkannya. Ini juga merupakan salah satu alasan yang mengurangi tingkat kesadaran seseorang mematuhi
peraturan lalu lintas. Kepatuhan masyarakat terhadap rambu-rambu lalu lintas dan peraturan lalu
lintas masih dipengaruhi oleh kehadiran petugas Polisi lalu lintas. Masalah utamanya adalah belum adanya kesadaran berlalu lintas yang baik dalam diri masyarakat.
71
Adam Podgorecki, Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum. Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987 Hlm. 256.
Universitas Sumatera Utara
sebelum proses pengadilan untuk mendapatkan kembali surat-surat yang ditahan kepolisian.
b. Faktor Kematangan Emosional Manusia
Perilaku seorang pengemudi kendaraan bermotor dipengaruhi oleh berbagai faktor berupa faktor dari luar keadaan sekelilingnya, cuaca, penerangan jalan dimalam
hari, selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi emosionalnya sendiri seperti tidak sabarterburu-buru atau lagi sedang keadaan marah-marah. Salah satu faktor seseorang
melakukan pelanggaran lalu lintas adalah faktor emosional. Faktor ini dapat dipengaruhi berbagai hal antara lain usia dan tingkat pendidikan seseorang tersebut.
Emosi adalah respon fisik dan mental yang sangat kuat, emosi dapat menimbulkan dampak perilaku mengemudi yang dapat mengganggu pengguna jalan lain.
72
Menurut Alik Ansyori Alamsyah seorang pengamat permasalahan lalu lintas dalam buku Analisis Keselamatan Lalu Lintas Jalan menyatakan bahwa ada berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik psikologi dasar pengendara. Faktor tersebut ada yang bersifat tetap ataupun sementara. Contoh dari faktor yang
mempengaruhi karakteristik psikologi dasar pengendara yang bersifat tetap adalah umur, cacat, atau penyakit yang menyebabkan penurunan kemampuan fisik secara
permanen. Sedangkan contoh dari faktor yang mempengaruhi karakteristik pengendara yang bersifat sementara adalah kelelahan yang dapat menyebabkan
seseorang pengendara tidak dapat melihat rambu-rambu dengan jelas.
73
72
Tri Tjahjono, Analisis Keselamatan Lalu Lintas Jalan, Bandung: Lubuk Agung, 2001, Hlm. 26.
73
Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Lalu Lintas, Malang: UMM Press, 2008, Hlm. 10.
Perilaku yang membudaya dari pengguna jalan merupakan salah satu faktor utama yang sangat
berpengaruh terhadap situasi lalu lintas. Etika, sopan santun, serta toleransi antar pengguna jalan, kematangan dalam pengendalian emosi serta kepedulian pengguna
Universitas Sumatera Utara
jalan akan menimbulkan interaksi yang dapat mewarnai situasi lalu lintas berupa hasil yang positif seperti terciptanya keamanan, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor pemicu yang berasal dari luar diri pelaku pelanggaran yang menjadi pemicu terjadinya suatu pelanggaran lalu lintas. Berikut ini beberapa faktor
dari luar diri yang mengakibatkan seseorang melakukan pelanggaran lalu lintas
74
a. Faktor Prasarana Lalu Lintas
:
Sarana atau fasilitas mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukup. Tanpa
adanya sarana atau fasilitas, maka tidak mungkin penegak hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana dan prasarana mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi
kelancaran pelaksanaan penegakkan hukum sangat mudah dipahami, dan banyak sekali contoh-contoh masyarakat.
75
Misalnya pada UU No. 22 Tahun 2009 Paragraf 9 tentang Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum Pasal 126 setiap orang yang
mengemudikan kendaraan bermotor umum angkutan orang dilarang berhenti selain di tempat yang telah ditentukan. Tetapi kenyataan di jalan, jumlah halte yang disediakan
sangat terbatas. Sehingga menimbulkan pelanggaran-pelanggaran terhadap undang- undang tersebut.
76
Dalam menciptakan dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban serta kelancaran lalu lintas, faktor sarana dan prasarana lalu lintas memiliki peranan penting
dalam berlalu lintas. Untuk menciptakan lalu lintas yang selamat, aman, cepat, lancar,
74
Wawancara dengan AKP Lastiar Siburian, SSi Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Medan, 4 Juli 2016 pukul.09.30 Wib
75
M. Karjadi, Kejahatan Pelanggaran dan Kecelakaan, Bogor : Politeia. 1981. hlm. 63.
76
Ibid, Hlm. 64.
Universitas Sumatera Utara
tertib dan teratur dibutuhkan faktor sarana dan prasarana lalu lintas yang memadai yang meliputi jaringan transportasi jalan.
Jaringan transportasi jalan merupakan rangkaian simpul danatau ruang kegiatan yang dihubungkan oleh lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan
untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, dalam hal ini yang dimaksudkan dengan Jalan adalahjalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum,
yang merupakan ruang lalu lintas tempat kendaraan dan orang bergerak untuk berpindah tempat.
Penataan jaringan jalan merupakan bagian penting agar tersusun sistem jaringan yang baik maka harus diperhatikan tata jenjang jaringan jalan. Penetapan jaringan
jalan merupakan salah satu unsur pokok pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan untuk mencapai tujuan terciptanya sistem lalu lintas andal, aman, nyaman, cepat,
tertib, teratur, dan efisien. Selain itu jaringan angkutan jalan harus mampu memadukan moda angkutan agar mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah untuk
menunjang pemerataan dan terhindar dari penumpukan kendaraan.
77
Untuk keselamatan, keamanan , ketertiban, dan kelancaran lalu linras serta kemudahan bagi pengguna jalan, Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas
umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:
78
a rambu Lalu Lintas;
b marka Jalan;
c alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d alat penerangan Jalan;
e alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
f alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
77
Suwardjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bandung: Penerbit ITB, 2002, Hlm. 8
78
Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
Universitas Sumatera Utara
g fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
h fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di
Jalan dan di luar badan Jalan. Sarana dan prasarana yang belum maksimal dan perawatannya yang masih
kurang khususnya jalan. Kondisi jalan masih banyak yang rusak, ruas badan jalan yang sempit menjadi faktor timbulnya pelanggaran lalu lintas.
Menurut Warpani dalam bukunya yang berjudul Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kondisi jalan buruk dapat menjadi salah satu sebab terjadinya
pelanggaran yang dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Meskipun demikian, semuanya kembali kepada manusia sebagai pengguna jalan itu sendiri. Dengan
rekayasa, para ahli merancang sistem jaringan dan rancang bangun jalan sedemikian rupa untuk “mempengaruhi” tingkah laku para pengguna jalan, dan mengurangi atau
mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas.
79
b. Faktor Penegak Hukum
Ruang lingkup dari istilah “penegak hukum” adalah luas sekali, oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tak langsung berkecimpung
dibidang penegakan hukum. Dalam tulisan ini yang dimaksudkan dengan penegak hukum akan dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam
bidang penegakan hukum yaitu Kepolisian. Setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan status dan perananan
role. Apabila dalam kenyataannya terjadi suatu kesenjangan antara peranan yang seharusnya dengan peranan yang sebenarnya dilakukan atau peranan aktual, maka
79
Suwardjoko P. Warpani, Op. Cit, Hal. 114.
Universitas Sumatera Utara
terjadi suatu kesenjangan peranan role-distance.
80
Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi
masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapat pengertian dari golongan sasaran, di samping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang
dapat diterima oleh mereka. Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu, lingkungan yang tepat dalam memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah
hukum yang baru, serta memberikan keteladanan yang baik. Demikian pula dengan polisi lalu
lintas. Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan
masyarakat dan rekayasa lau litas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam
bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas.
Unsur lain yang dapat menjadi pemicu terjadinya pelanggaran lalu lintas adalah unsur penegak hukumnya, unsur penegak hukum dalam hal ini adalah polisi lalu lintas
yang memegang kendali dalam penegakan hukum, prinsip yang berkembang dalam masyarakat adalah keamanan, kelancaran, dan ketertiban lalu lintas adalah mutlak
tanggung jawab polisi. Prinsip ini keliru, bahwa keamanan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas merupakan tanggung jawab bersama dan tidak dibebankan sepenuhnya
kepada aparat kepolisian saja.
81
Penegak hukum seringkali melakukan tindakan penyalahgunaan kekuasaan terhadap masyarakat, seperti halnya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh
oknum kepolisian. Hal yang dimaksudkan penulis ialah oknum polisi melakukan
80
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 1983, Hlm. 21.
81
M. Karjadi, Op. Cit, Hlm. 63.
Universitas Sumatera Utara
penilangan tanpa adanya surat tugas dari atasan sehingga jika pelanggar tidak ingin ditilang maka diberikan pilihan apakah penyelesaiannya di tempat kejadian atau
mengikuti sidang. Menurut Undang-undang Kepolisian Pasal 17, setiap pelanggaran terhadap kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dikenakan sanksi
moral berupa : 1
Perilaku pelanggaran dinyatakan sebagai perbuatan tercela . 2
Kewajiban pelanggar untuk menyatakan penyesalan atau meminta maaf secara terbatas ataupun secara terbuka.
3 Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi .
4 Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi kepolisian.
Rinto Raharjo dalam bukunya Tertib Berlalu Lintas menyatakan bahwa tingkat pelanggaran lalu lintas dipengaruhi oleh profesionalisme penegak hukum. Mentalitas
penegak hukum merupakan titik sentral daripada proses penegakan hukum. Hal ini disebabkan, oleh karena pada masyarakat Indonesia masih terdapat kecendrungan
yang kuat, untuk senantiasa mengidentifikasikan hukum dengan penegaknya. Apabila penegaknya bermental baik, maka dengan sendirinya hukum diterapkannya juga baik.
Maka dengan begitu tingkat pelanggaran lalu lintas dapat dikendalikan dengan baik.
82
82
Rinto Raharjo, Op. Cit, Hlm. 63.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERANAN POLRESTA MEDAN DALAM MENANGGULANGI
TINDAK PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS YANG TERJADI DI KOTA MEDAN
C. Upaya penanggulangan POLRESTA Medan terhadap Tindak Pidana Pelanggaran