Uji Normalitas Uji Multikolinearitas Uji Heteroskedastisitas

44 varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness kemencengan distribusi.

3.8.2 Pengujian Asumsi Klasik

Penengujian asumsi klasik disebut juga dengan pengujian asumsi atas analisa multivariate. Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linier berganda yang berbasis ordinary least square OLS. Tujuan dari dilakukannnya pengujian ini adalah untuk menghindari atau mengurangi bias atas hasil penelitian yang diperoleh. Uji asumsi klasik ini terdiri atas uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan apabila data yang diteliti dapat terdistribusi secara normal, tidak terdapat multikolinearitas, heterokedasitas, dan autokorelasi.

3.8.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Dalam Erlina 2011, ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu: 1. Analisis grafik Untuk melakukan pengujian normalitas dengan analisis grafik dapat dengan melihat grafik histogram dan normal probability plot. 2. Analisis statistik Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk Universitas Sumatera Utara 45 menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov K-S

3.8.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang linear antara variabel independen satu dengan variabel independen lainnya.Frisch dalam Sudarmanto 2013:224 menjelaskan bahwa “istilah multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi”. Ada tidaknya hubungan atau korelasi antarvariabel independen dapat diketahui dengan melihat nilai Tolerance. Jika nilai Tolerance lebih besar daripada 0,10, maka diindikasikan tidak terjadi gejala multikolineartitas, namun jika nilai Tolerance lebih kecil daripada atau sama dengan 0,10, maka diindikasikan terjadi gejala multikolinearitas. Selain itu, gejala multikolinearitas juga dapat diketahui dengan memanfaatkan statistik korelasi Varian Inflation Factor VIF.Kriteria yang digunakan untuk mengetahui apakah ada gejala ada tidaknya multikolinearitas adalah harga koefisien VIF untuk masing-masing variabel independen lebih besar daripada 10 atau tidak.Apabila harga koefisien VIF untuk masing-masing variabel independen lebih besar daripada 10, maka variabel tersebut diindikasikan memiliki gejala multikolinearitas.

3.8.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Gozhali 2013 : 139 “Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari Universitas Sumatera Utara 46 residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regeresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas”.Cara mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID.Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitasnya dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah yang telah diprediksi dan sumbu X residual Y prediksi-Y sesungguhnya yang telah distandarisasi. Dasar analisis heteroskedasitas, sebagai berikut: a Jika ada pola tertentu, seperti titik yang membentuk pola yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heterodastisitas. b Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak heterokedastisitas.

3.8.2.4 Uji Autokorelasi

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

7 91 72

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah di Provinsi Aceh

1 50 99

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal sebagai variabel intervening studi empiris di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

7 101 90

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah pada Pemda di Provinsi Sumatera Utara

1 43 73

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Belanja Modal terhadap Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara

0 14 103

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah pada Pulau Sumatera (Periode 2011- 2013)

1 62 98

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

0 2 11

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

0 1 12