Homeschooling Sebagai Sekolah Alternatif Study Kasus: SUN Homeschooling

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Syafina Hanum

1050 11000 163

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah

Jakarta

2013


(2)

(3)

i Homeschooling Sebagai Sekolah Alternatif Kata kunci: Homeschooling

Skripsi ini membahas mengenai alasan orang tua dalam memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif bagi anaknya. Beberapa diantaranya dalah ketidak nyamanan system pendidikan pada sekolah formal, biaya pendidikan yang semakin tinggi serta tidak tercukupinya pendidikan mengenai keagamaan, etika, estetika, pendidikan karakter dan moral pada anak.

Penelitian ini bertujun untuk memberikan informasi dan gambaran mengenai homeschooling yang dewasa ini semakin dilirik oleh para pendidik dan orang tua serta anak didik.

Data yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif yang dikemukakan secara deskriptif analisis melalui Field Research (Penelitian Lapangan).

Hasil penelitian menyatakan bahwa alasan orang tua memilih homeschooling adalah ketidak puasan dan ketidak setujuan atas sistem pendidikan disekolah, keadaan pergaulan disekolah yang tidak sehat, dapat menekan kepada pendidikan moral dan keagamaan, memperluas lingkungan social serta tersedianya waktu yang fleksible dan suasana belajar yang nyaman, dan anakn memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi bakat di luar kemampuan akademis.


(4)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang maha rahim yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat sehat walafiat.shalawat serta salam tercurahkan pada muara ilham, lautan ilmu yang tidak pernah larut yakni keharibaan baginda Nabi Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya. Aamiiin Ya Rabbal alamin.

Penulis juga menyadari adanya kekurangan dalam skripsi ini. Maka dengan semangat belajar dari keselahan, penulis akan menerima kritik, saran, masukan dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam menyelesaikan tugas ini penulis tidak semata berhasil dengan tenaga dan upaya sendiri namun banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam terselesaikannya penulisan skripsi ini baik yang bersifat moril maupun materiil, maka dengan sepatutnya penulis menyampaikan terimakasih atas kerjasamanya dan dorongannya. Rasa terimaksih yang begitu tinggi saya sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Rif’at Syauqi, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyan dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah dan Ibu Nurlena, Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan serta dosen seminar proposal skripsi.

2. Bapak Bahrisalim, M.A dan Bapak Sapiudin, M.Ag, Ketua dan Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Prof. Komarudin Hidayat, dan Prof. Azyumardi Azra Rektor UIN Syahid dan Rektor Pascasarjana UIN Syahid, terimakasih atas izin cutinya Prof. Alhamdulillah saya telah kembali ketanah air untuk menyelesaikan study di UIN Syahid).

4. Bapak M. Zuhdi, M. Ed, Ph. D. Pembimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang selalu meluangkan waktunya ditengah-tengah kesibukannya untuk membuka e-mail dan mengoreksi skripsi ini serta waktu untuk setiap pertemuan untuk advice nya. Saya bersyukur mendapatkan bapak sebagai pembimbing saya, yang secara tidak sadar saya inginkan dari pertama bapak mengajar di kelas saya.


(5)

iii

5. Pak Tanenji atas bimbingannya selama saya menjadi Mahasiswa PAI. Pak Furqon, Pak Aminuddin Ya’kub dan seluruh Dosen Jurusan PAI yang telah berbagi ilmu, pengalaman dan senyumannya selama ini. Serta seluruh staff dan karyawan Jurusan Pendidikan Agama Islam.

6. Pak Dhanang Sasongko, Pemilik SUN Homeschooling. Terimakasih atas izinnya untuk melakukan penelitian di SUN HS, pengalamannya, waktu dan diskusi-diskusinya sehingga skripsi ini menjadi lengkap. Serta mas Aris, Karyawan SUN Homeschooling. Terimakasih atas bantuan dan keramahannya. 7. Orangtua terkasih. Ayahanda dan Ibunda, yang tak henti-hentinya mendo’akan

yang terbaik bagi anak-anaknya. Khalidah Nisma Fritz yang memberi masukan dan inspirasi buat skripsi ini. Fauziah Nashrin yang sedang studi Kedokteran di Pakistan (Jadilah Dokter muslimah yang bermanfaat bagi orang lain). My first love, who give me the color of life. Thanks for helping me finishing my little thesis proposal even just by texting. I love you

8. Teman-teman seperjuangan PAI D angkatan 2005 atas kekeluargaan dan persahabatan yang kalian berikan. Ais thank you so much for your patience in helping me

9. Sepupuku, Afifah Emilia dan Shafa Noer atas informasi dan bantuannya. Serta sahabatku Ading Munawar dan Muflichun atas translate dan nasehat serta dukungannya.

Semoga skripsi ini bermanfaat untuk pembaca sekalian khususnya bagi penulis dalam hal mengetahui tentang homeschooling lebih mendalam guna memenuhi keinginan penulis untuk melakukan homeschooling dimasa mendatang.

Jakarta: 28 May, 2013 M 12 Rajab 1434 H


(6)

iv

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ………. ii

DAFTAR ISI ……….... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Identifikasi Masalah ………. 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….….………. 7

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………..………… 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Homeschooling ………... 9

B. Sejarah Homeschooling ……….. 13

1. Sejarah homeschooling di Amerika ………... . 13

2. Sejarah homeschooling di Indonesia ……… 20

C. Alasan Orang Tua Memilih homeschooling ……….. 23

D. Klafikasi homeschooling ………... 27

E. Kelebihan dan Kekurangan homeschooling ……….. 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ……….. 35

B. Metode Penelitian ……….… 35

C. Jenis Penelitian ………. 36

D. Analisis Data ………..………. 37

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Mengenai SUN Homeschooling ……….... 39

B. Kurikulum SUN Homeschooling ………. 45

C. Profil Siswa ……….. 45


(7)

v

B. Kesimpulan ………..……… 51 DAFTAR PUSTAKA


(8)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Berbagai macam alasan mengapa orang tua lebih memilih homeschooling bagi anak-anaknya membuat nama homeschooling yang sudah ada mulai dikenal oleh kalangan pendidik dan masyarakat luas.

Sebenarnya, metode homeschooling sudah ada sejak zaman dahulu. Jauh sebelum era pendidikan masal dimulai. Liahatlah orang-orang zaman dahulu; kakek-nenek kita dan sebelum mereka, mereka tidak mengenal adanya sekolahan. Sistem pembelajaran mereka sangatlah berbeda dengan kita saat ini. Mereka berguru pada seseorang yang memiliki ilmu yang tidak diragukan dalam suatu bidang. Misalnya, jika mereka ingin belajar mengenai obat-obatan, mereka tidak akan pergi ke sekolah untuk mempelajarinya. Mereka akan mencari seseorang yang dianggap mampu dan menguasai ilmu mengenai obat-obatan. Lalu mereka akan berguru pada orang tersebut. Saat mereka dianggap cukup mampu menguasai ilmunya, maka mereka akan dinyatakan lulus tanpa mengikuti ujian-ujian seperti zaman sekarang.

Sistem sekolah seperti ini pada zaman Rasulullah dinamakan ‘Halaqah’. Artinya kita berguru pada seseorang yang menguasai pada suatu bidang tertentu.

Dewasa ini sistem seperti itu lebih dikenal dengan sebutan ‘Homeschooling’. Yang dipahami dengan sekolah yang dilakukan dirumah.

Awalnya homeschooling dikenal dinegara ‘Paman Sam’. Kemudian sistem ini digunakan di negara-negara lain di dunia, termasuk di Indonesia. Secara tidak disadari, sesungguhnya setiap manusia sudah melakukan homeschooling sejak mereka dilahirkan ke dunia ini.

Pendidikan adalah sebuah sarana atau jalan bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Pendidikan tidak hanya di peroleh melalui sekolah-sekolah atau kursus-kursus. Pendidikan juga bisa didapatkan melalui pengalaman.


(9)

Pendidikan sama dengan hidup. Pendidikan juga merupakan pengalaman belajar. Oleh karena itu, pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidupnya. Pendidikan tidak terbatas pada usia, tempat dan waktu. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat, selama kita masih hidup.

Menurut Zurinal, “Dalam pengertian yang sederhana, pendidikan sering dimaknai sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaaan, baik potensi jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masarakat dan kebudayaan”.1

John Dewey, sebagaimana dikutip oleh Zurinal, memandang pendidikan sebagai suatu rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman agar lebih bermakna, sehingga pengalaman tersebut dapat mengarahkan pengalaman yang didapat

berikutnya”.2

John .S. Brubacher, sebagaimana dikutip oleh Zurinal, berpendapat bahwa pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan dan kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan, kemudian disempurnakan dengan kebiasaaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.3

Sedangkan Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip oleh Zurinal, mendefinisikan pendidikan dengan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak.4

Zurinal sendiri berpandangan bahwa,

“Pendidikan dalam pengertian sempit, dimaknai sekolah atau persekolahan

(schooling). Dengan kata lain, dalam pengertian sempit pendidikan merupakan pengaruh yang diuayakan dan direkayasa sekolah terhadap anak dan remaja agar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh

1

Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) hal. 1

2

Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) hal. 2

3

Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) hal. 2

4

Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) hal. 2


(10)

terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Pendidikan dalam pengertian luas adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi

pertumbuhan seseorang”.5

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan manusia untuk mengambangkan potensi jasmani maupun potensi rohani yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan yang terorganisasi dengan pengalaman yang disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik yang dapat mengarahkan pengalaman yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB 1 Pasal 1, “Sistem pendidikan di Indonesia dikenal dalam tiga jalur, yaitu jalur pendidikan formal, nonformal dan informal yang saling melengkapi dan memperkaya satu sama lain6. Pendidikan formal, nonformal dan informal diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh”.7

Pendidikan formal adalah pendidikan yang terdiri atas sekolah dasar (SD dan MI), sekolah menengah pertama (SMP dan MTs), pendidikan menengah (SMA, MA, SMK, MAK), dan pendidikan tinggi yang mencakup pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional BAB 1 Ketentuan Umum, Pasal satu dikatakan: “Pendidikan formal

adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Direktur Jendral Pendidikan dasar dan menengah Kementrian Pendidikan

dan Kebudayaan, Hamid Muhammad berpendapat “Homeschooling masuk dalam

katagori pendidikan bukan formal”.8

5

Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) hal. 4-6

6

Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB 1 Pasal 1

7

Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB 1 Pasal 1

8

Siwi Tri Puji, Homeschooling:Ketika Rumah Berubah Jadi Sekolah, Harian Republika edisi senin, 30 Januari 2012, hal. 23


(11)

Ada beberapa alasan mengapa banyak orang tua di Indonesia, terutama di Jakarta lebih memilih sekolah rumah. Tidak sedikit orang tua yang merasa kecewa dengan sistem pendidikan dewasa ini. Dari mulai ganti-ganti kurikulum, kekerasan di sekolah seperti guru menghukum siswa yang terlambat datang ke sekolah, siswa di tuntut untuk mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang tidak sedikit, jam pelajaran di sekolah yang di mulai dari jam tujuh pagi hingga jam dua siang, bahkan ada yang hingga jam tiga atau jam empat sore. Terlebih lagi bagi anak yang akan menghadapi ujian akhir sekolah (kelas enam SD, kelas tiga SMP dan SMA).

Bagi sebagian sekolah ada yang mewajibkan siswa-siswi untuk memilih kegiatan ektrakurikuler minimal satu; seperti Pramuka, Paskibra, PMR dan kegiatan-kegitan yang lain.

Bagi siswa-siswi yang kurang mampu dalam pelajaran di sekolah, mereka diminta untuk mengikuti les atau kursus yang mempelajari mata pelajaran yang mereka kurang mampu atau lamban dalam menerima pelajaran.

Dengan beragam kegiatan yang ada, siswa sering sekali merasa terbebani. Dewasa ini, biaya untuk sekolah sangatlah mahal sehingga banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya. Keamanan pun juga menjadi alasan mengapa orang tua lebih memilih homeschooling. Pergaulan teman sebaya yang dapat mengakibatkan si anak terlibat dalam tawuran dan narkoba serta minuman keras.

Kecenderungannya antara lain, bisa menekankan kepada pendidikan moral atau keagamaan, memperluas lingkungan sosial dan tentunya suasana belajar yang lebih baik, selain memberikan pembelajaran langsung yang konstekstual, tematik, nonskolastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu.9

“Saya termasuk orang tua yang tidak puas dengan sistem pendidikan kita.

Sudah berapa banyak sekolah yang saya datangi, hingga yang internasional, ternyata tidak memuaskan juga. Akhirnya saya putuskan untuk mengajar sendiri

9

Indosiar.com, Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah, Jakarta:

http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling--sekolah-rumah-atau-rumah-sekolah, Di Akses pada tanggal 22 Oktober 2011


(12)

anak-anak saya” Kata wanti Wowor, seorang ibu yang merasa tidak puas dengan sistem pendidikan di Indonesia.10

John Lloyd menyebutkan beberapa alasan orang tua memilih homeschooling sebagai pendidikan alternatif bagi anak-anak mereka. Concerns about the school environment (including safety, drugs, peer pressure), a desire to provide religious or moral instruction, dissatisfaction with instruction at other schools, an interest in a non-traditional approach.11

Direktur Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Ella Yulaelawati mengatakan

Ada beberapa alasan mengapa para orang tua di Indonesia lebih memilih sekolah rumah. Kecendrungannya antara lain, bisa menekankan kepada pendidikan moral atau keagamaan, memperluas lingkungan sosial dan tentunya suasana belajar yang lebih baik, selain memberikan pembelajaran langsung yang konstekstual, tematik, nonskolastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu.12

Menurut Munasprianto Ramli, koordinator tutorial Homeschooling Kak Seto, sebagiaman dikutip oleh Arif Rahman,

Ada berbagai alasan anak berpindah dari sekolah formal ke sekolah-rumah. Sebagian karena pengalaman kurang berkesan, bullying atau diolok-olok teman-temannya, kurang dapat mengikuti pelajaran formal, ritme kehidupan yang berbeda, serta jenuh dengan mata pelajaran dan tumpukan pekerjaan rumah. Akan tetapi, tentu tidak dapat digeneralisasi pengalaman anak di sekolah formal dan tidak dapat dibandingkan mana yang terbaik antara sekolah-rumah dan sekolah formal karena sistemnya memang berbeda.13

Beberapa tahun belakangan ini, fenomena homeschooling nampaknya mulai muncul dan menarik perhatian khusus dalam dunia pendidikan. Sekolah formal yang dianggap kurang memberi perhatian besar kepada peserta didik, juga

10

Arief Rachman, Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: KOMPAS), h. 22

11

Janice Lloyd, Homeschooling Grows, (USA Today, Update January 5, 2009 at 5:23pm), http://www.usatoday.com/community/tags/reporter.aspx?=id264 , Di akses pada tanggal 14 Oktober 2011

12

Indosiar.com, Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah,

http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling-sekolah-rumah-atau-rumah-sekolah Di akses pada tanggal 22 Oktober 2011

13

Arief Rachman, Homeschooling Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: KOMPAS, ), h. 12


(13)

dianggap kurang efektif dan efisien dalam rangka pemenuhan kebutuhan kecerdasan siswa didik, yakni intelektual, emosional dan spiritual.14

Menurut Iman Munandar, “homeschooling atau sekolah rumah kini mulai banyak dillirik orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Sebagian karena merasa pembelajaran di sekolah formal kurang mengedepankan kepentingan sang anak”.15

Menurut Arif Rahman, “homeschooling sudah mulai menjadi pilihan yang menarik bagi masyarakat dalam mendidik anak”.16 Berkembangnya homeschooling tentu dengan berbagai alasan. Salah satu alasan yang mendasar adalah faktor ketidakpuasaan atas sistem pendidikan disekolah. Alasan lain adalah pergaulan di sekolah yang tidak sehat. Alasan tersebut dilatari dengan berbagai macam, latar belakang sosial seperti religious (agama), sekuler, kaya, kelas menengah, miskin, kota, pinggiran, pedesaan. Dan latar belakang profesi orang tua seperti dokter, Pegawai pemerintah, pegawai swasta, pemilik bisnis, bahkan guru di sekolah umum.

Karena banyaknya orangtua siswa yang lebih memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif bagi anak-anak mereka dan beragamnya alasan orang tua memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif, maka penulis tertarik

untuk membahas “HOMESCHOOLING SEBAGAI SEKOLAH

ALTERNATIF”

B. Identifikasi Masalah

Dari pemaparan Latar Belakang diatas, penulis dapat mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Pendidikan formal dewasa ini tidak lagi dapat memberikan kepuasan terhadap para orang tua.

14

Skripsi Pelaksanaan Homeschooling Dalam Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak di Taman Pembinaan Anak Soleh, di akses pada tanggal 09 November 2011.

15

Iwan Munandar, Ketika Homeschooling Jadi Pilihan, Di akses pada tanggal 22 Oktober 2011, http://indosiar.com/ragam/68434/ketika-homeschooling-jadi-pilihan

16

Arief Rachman, Homeschooling Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: KOMPAS ), h. 9


(14)

2. Banyaknya tuntutan-tuntutan terhadap peserta didik dapat membuat anak merasa terbebani.

3. Kekerasan dalam sekolah dan hal-hal kecil yang akhirnya melibatkan orangtua.

4. Adanya bullying, tawuran, dan alasan keamanan lain yang membuat sekolah di anggap tidak lagi aman.

5. Tingginya tingkat anak putus sekolah (Drop Out) dikarenakan tidak adanya biaya untuk sekolah17

6. Kurang berkembangnya bakat dan minat siswa

7. Kewajiban bagi setiap siswa untuk memakai seragam sekolah

8. Kewajiban seorang siswa memiliku buku yang baru, padahal buku yang lama masih dapat dipergunakan.

9. Alasan para orang tua yang memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif bagi anak-anaknya.

10. Sistem pembelajaran flexible yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja serta tidak memberatkan bagi anak dan orang tua.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, akan membatasi masalah yang ingin diteliti, antara lain: 1. Alasan orang tua yang memilih homeschooling sebagai sekolah alternative

bagi anak-anaknya.

2. Sistem pembelajaran flexible yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja serta tidak memberatkan bagi anak dan orang tua.

Adapun perumusan masalah yang penulis teliti adalah ‘Bagaimana konsep homeschooling yang di implementasikan oleh SUN Homeschooling?”

D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan-alasan orang tua memilih homeschooling bagi anak-anaknya.

17

Neneng Zubaidah, Pacu Rata-rata Lama Sekolah, Seputar Indonesia, Senin 19 Desember 2011


(15)

Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah tersebut di atas mempunyai manfaat

1. Sebagai data awal bagi penulis dan penulis selanjutnya yang berkeinginan untuk meneliti homeschooling.

2. Sebagai informasi bagi pembaca mengenai apa dan bagaimana homeschooling.

3. Untuk memahami dan mengetahui alasan-alasan bagi orang tua dalam memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif bagi anak-anaknya.

4. Dapat menambah wawasan keilmuan para pembaca untuk kehidupan anak-anaknya kelak.

5. Dapat memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak bangsa di masa yang mendatang.


(16)

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Definisi Homeschooling

Dan Lips dan Evan Feinberg berpendapat bahwa homeschooling adalah pendidikan alternatif di mana anak-anak di ajarkan dirumah daripada di sekolah tradisional atau sekolah privat. Anak-anak yang melakukan homeschooling di ajarkan oleh orang tua, wali, atau tutor yang lain.1 Homeschooling is an alternative form of education in which children are instructed at home rather than at a traditional public or private school. Children who are homeschooled are instructed by parents, guardians, or other tutors.

Homeschooling adalah sistem pembelajaran yang dilakukan di rumah. Selain itu, homeschooling juga dapat di lakukan di mana saja selain disekolah, seperti di masjid, di pasar, di sawah, di hutan, dan di tempat-temat lain yang dapat mejadi sumber dalam belajar. Sumber materi pada homeschooling tidak hanya terbatas pada buku yang telah ditetapkan pemerintah. Secara etimologis, homeschooling (HS) adalah sekolah yang diadakan di rumah. Meski disebut homeschoooling, tidak berarti anak akan terus menerus belajar di rumah, tetapi anak-anak bisa belajar di mana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada dirumah. Keunggulan secara individual inilah yang memberi makna bagi terintegrasinya mata pelajaran kepada peserta didik.2

Homeschooling atau Sekolah-Rumah saat ini mulai dilirik para pengamat pendidikan nusantara. Sebagai salah satu alternatif pendidikan, homeschooling memiliki daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki sekolah. Para orang tua sedikit demi sedikit mulai memilih untuk melanjutkan pendidikan anaknya melalui homeschooling. Hal ini ditempuh karena orang tua memandang homeschooling

1

Dan Lips and Evan Feinberg, Homeschooling: a Growing Option in American Education, (Washington DC: The Heritage Foundation, 2008) No. 2122, h. 2

2

Indosiar.com, Homeschooling : Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah: Penerapan

Homeschooling, http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling --sekolah-rumah-atau-rumah-sekolah


(17)

lebih tepat untuk mengembangkan bakat dan minat sang buah hati. Jika Homeschooling difahami sebagai model belajar otodidak dan mandiri, maka jejaknya telah dikenal sejak dahulu. Di Indonesia, model belajar ini banyak dijalani oleh para pedagang dengan sistem magang dan para santri dengan pesantrennya.3 Menurut Kak Seto, homeschooling adalah sebuah sistem pendidikan atau pembelajaran yang diselenggarakan di rumah.4

Istilah homeschooling mungkin jarang terdengar, tapi sebenarnya proses homeschooling yang berarti sekolah rumah, sudah diterapkan hampir oleh seluruh keluarga. Bukankah setiap anak mendapatkan pendidikan di rumahnya? Bagaimana sang ibu mulai mengajarkan anak berbicara, berhitung bahkan membaca? Sebenarnya, di situlah proses homeschooling dimulai. Hanya saja, proses pendidikan orang tua di rumah itu umumnya tak berlangsung lama. Saat anak memasuki usia sekolah dasar, orang tua lebih banyak mengandalkan sistem sekolah umum untuk perkembangan pendidikan anaknya.5

Tak ada sebuah definisi tunggal mengenai homeschooling. Homeschooling yang dimaksud di sini adalah model alternatif belajar selain di sekolah. Selain homeschooling, ada istilah “Home Education” atau “Home-Based Learning” yang digunakan untuk maksud yang kurang lebih sama.6 Dalam bahasa Indonesia,

ada yang menggunakan istilah “Sekolah Rumah”, ataupun sekolah mandiri. Disebut apapun yang penting adalah esensinya. Menurut Kak Seto, seperti yang dikutip pada harian Republika, pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.7

3

Abdurrrahman HRD, “Homeschooling di Indonesia dan Problematikanya”, Diakses pada October 22, 2011 http://percikankehidupan.wordpress.com/2008/11/07/homeschooling -di-indonesia-dan-problematikanya/

4

Kak Seto (Dr. Seto Mulyadi), Homeschooling, Pendidikan Alternatif Masa Depan,

Disampaikan dalam „Lokakarya Nasional’ yang diadakan oleh Direktorat Pendidikan Kesetaraan- Departement Pendidikan Nasional, pada tanggal 09 Maret 2007 di Yogyakarta

5

Yayah Komariah, Homeschooling Tren Baru Sekolah Alternatif, (Jakarta: Sakura Publishing, 2007), h. 4

6

Komariah, ibid 7

Siwi Tri Puji, “Homeschooling: Ketika Rumah Berubah Jadi Sekolah”, Harian


(18)

Dalam ber-homeschooling, orang tualah yang menjadi guru bagi murid. Di sini orang tua tidak hanya dapat mengajarkan anaknya materi yang hanya di ajarkan di sekolah saja. Sambil meminta anak untuk membantu mengerjakan pekerjaan rumah juga dapat menjadi pelajaran bagi anak. Jika orang tua bekerja sebagai nelayan atau petani, maka dengan membantu orang tuannya anak akan mendapatkan pelajaran dari apa yang mereka lakukan. Karena belajar tidak hanya mempelajari matematika, bahasa Indoneisa, pengetahuan alam, pengetahuan sosial, dan pelajaran lain yang hanya didapatkan dibangku sekolah.

Definisi homeschooling menurut Arief Rachman adalah:

“Secara etimologis homeschooling adalah sekolah yang di adakan di rumah.Sedangkan secara hakiki homeschooling adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subyek dengan pendekatan pendidikan secara At Home. Dengan pendekatan ini anak merasa nyaman. Mereka bisa belajar sesuai keinginan dan gaya belajar masing-masing; kapan saja dan di mana saja, sebagaimana ia tengah berada di rumahnya sendiri.8

Home-education literally means teaching or having your children taught in the privacy of your own home. The home-educating family has full control over the education of the child including choosing the curriculum, choosing the school schedule, choosing whether or not to assign grades to their children’s work, and choosing whether or not to give their children test.9 (Pendidikan rumah berarti mengajarkan atau mendapatkan anak-anak anda diajarkan pada tempat khusus di rumah anda. Pendidikan rumah memiliki kontrol penuh atas pendidikan anak termasuk memilih kurikulum, memilih jadwal sekolah dan memilih antara memberikan tugas kelas pada tugas anak, dan memilih antar memberikan atau tes atau tidak pada anak-anak).

Menurut Komariah, salah satu pengertian umum homeschooling adalah, Proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua/ keluarga di rumah atau tempat-tempat lain, dimana proses belajar mengajar dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Jadi, homeschooling adalah pilihan sebuah keluarga untuk

8

Arief Rachman, Homeschooling: Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: Kompas, 2007), h. 18

9

Kinza Accademy, What Is Home-education? http://www.ahomeeducation.co.uk/what-home-schooling.html Diakses pada tanggal 21 Maret 2011


(19)

bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anak dan mendidik anaknya dengan berbasis rumah. Pada homeschooling, orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan anak; sementara pada sekolah regular tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah.10

Dengan ber-homeschooling sang anak tidak dituntut belajar secara paksa dan tidak sesuai dengan kemampuannya. Pada homeschooling, anak akan lebih di arahkan pada minat dan bakatnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak.

Homeschooling (also known as home education, home learning or home teaching) is when a family chooses to educate their child, or children, at home instead of enrolling them in a school.11 (Homeschooling –juga diketahui sebagai pendidikan dirumah, belajar dirumah atau mengajar dirumah- adalah saat dimana sebuah keluarga memilih mendidik anak-anak dirumah disamping mendaftarkan mereka pada sebuah sekolah).

Sumardiono, menjelaskan bahwa salah satu pengertian homeschooling adalah:

“Sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas

proses pendidikan anak dengan berbasis rumah. Meskipun demikian, pendidikan tidak selalu dilakukan orang tua saja. Selain mengajar sendiri, orang tua dapat pula mengundang guru privat, mendaftar anak pada kursus, melibatkan anak pada proses magang, dan sebagainya.12

Dalam ber-homeschooling, anak dapat pula di daftarkan pada lembaga-lembaga tertentu yang dapat mengasah bakat anak, seperti jika sang anak menyukai musik, maka orang tua dapat mendaftarkan anak pada sekolah musik. Orang tua juga dapat memperdalam agama sang anak dengan menitipkan sang anak pada seorang ustad atau syeikh untuk menggali potensi yang ada pada anak, seperti mengaji dengan nada (qori), bagaimana cara berbicara dihadapan orang banyak, dan sebagainya.

Disamping itu, anak juga dapat diikutsertakan dengan kegiatan-kegiatan sosial dan kemasyarakatan lain untuk sosialisasi anak dengan teman sebaya.

10

Komariah, loc. cit, h. 4

11

Kinza Academy, op. cit 12


(20)

Untuk mengikuti kegiatan kepramukaan atau out boud dan perkemahan, anak tidak perlu untuk mendaftar menjadi murid disatu sekolah. Dengan demikian anak tidak akan mengalami tekanan atau paksaan dalam belajar. Anak menganggap bahwa learn is fun, with learning we can strunggle on our life. Learning is everyday needed. Belajar bukanlah suatu kewajiban, melainkan suatu keharusan dan kebutuhan yang digunakan untuk kelangsungan hidup sang anak untuk saat ini dan saat mereka dewasa kelak.

Menurut Direktur Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Ella Yulaelawati, seperti yang dikutip oleh Abdurrahman,

Homeschooling adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar mengajar pun berlangsung dalam suasana yang kondusif. Tujuannya, agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Rumusan yang sama juga dipegang oleh lembaga-lembaga pendidik lain yang mulai menggiatkan sarana penyediaan program homeschooling.13

Homeschooling adalah pendidikan alternatif, dimana anak-anak diajarkan di rumah daripada di sekolah tradisional atau sekolah privat. Meski disebut homeschooling, tidak berarti anak terus menerus belajar di rumah. Anak-anak bias belajar dimana saja dan kapan saja sesuai dengan situasi dan kondisi yang benar-benar nyaman dan menyenangkan. Dewasa ini sedikit demi sedikit orang tua siswa lebih memilih untuk melanjutkan pandidikan anaknya melalui homeschooling karena dipandang lebih tepat untuk mengembangkan bakat dan minat anak.

Sebenarnya proses homeschooling sudah diterapkan oleh hampir seluruh keluarga, terutama saat sang ibu mulai mengajarkan anaknya berbicara, berhitung bahkan membaca. Hanya saja proses itu tidak berlangsung lama. Saat anak memasuki usia sekolah, maka orang tua lebih mengandalkan anaknya pada sistem sekolah untuk perkembangan pendidikan anaknya.

B.Sejarah Homeschooling

1. Sejarah Homeschooling di Amerika

13


(21)

L.Paul D. Lindstrom, seperti yang dikutip oleh Loy Kho mengatakan

bahwa “Sekolah rumah dimulai di Amerika Serikat jauh sebelum pendidikan modern muncul, yaitu sebelum abad ke-18. Umumnya anak-anak dididik oleh

keluarganya sendiri atau memanggil guru privat ke rumah”.14

Pada zaman dahulu, jauh sebelum sekolah formal didirikan, para orang tua mendidik anaknya secara pribadi atau menitipkan anak-anaknya pada seorang yang dianggap mampu pada bidang tertentu.

Pada zaman Rasulullah SAW, setiap anak akan mendatangi seorang ulama untuk belajar. Jika ia ingin belajar Fiqh, maka dia akan mendatangi seseorang yang menguasai ilmu fiqh, jika si anak ingin memperdalam ilmu hadis, maka mereka akan mendatangi seorang ulama yang menguasai hadits. Mereka belajar di serambi-serambi masjid atau di tempat terbuka dan mereka duduk mengelilingi sang guru. Menurut sejarah Islam, cara belajar seperti itu

dinamakan “Halaqah”. Sang guru tidak akan megeluarkan ijazah bagi murid -muridnya. Jika muridnya dianggap mampu, maka ia akan menggantikan sang guru untuk mengajar atau diminta oleh sang guru untuk mengajar di tempat lain yang membutuhkannya.

Rick Boyer, seperti yang dikutip oleh Loy Kho berkata “Pendidikan

massal dimulai sejak berkembangnya psikologi dan filsafat modern, terutama sejak munculnya filsafat pragmatism dari John Dewey dan pandangan Unitarian dari Horace Mann, yakni mulai tahun 1860-an”.

Homeschooling bukanlah jenis sekolah yang baru.Homeschooling adalah sistem pembelajaran yang di lakukan oleh kakek dan nenek kita dahulu.

John Taylor Gatto, seperti yang dikutip oleh Loy Kho,

“Sang guru teladan di New York yang membongkar kebobrokan sistem

pendidikan di Amerika mengatakan bahwa pada saat penguasa atau pemilik modal merasa perlu melakukan kontrol terhadap masyarakat dan mengindoktrinasi massa untuk memiliki pandangan yang sama dengan

penguasa atau pemilik modal, pada saat itulah pendidikan massal dimulai”.

14

Loy Kho, Homeschooling Untuk Anak, Mengapa Tidak?, (Yogyakarta: Pustaka Familia, Penerbit Kanisius, 2007) Cet. 5, h. 25


(22)

Setelah pendidikan masal dimulai, maka sistem pendidikan yang telah dipakai dari zaman dahulu mulai terhapus. Sistem pembelajaran yang digunakan adalah sistem pendidikan masal seperti yang kita saksikan saat ini.Dewasa ini sistem halaqah hanya digunakan di masjid-masjid.

Rick Boyer, John Taylor Gatto, DR. James Dobson dan David Kupelian mengatakan:

“Dewasa ini yang diajarkan di sekolah jauh dari sifat alami manusia sebagai makhluk ciptaan. Filsafat humanisme memegang peran utama dalam kurikulum sekolah. Manusia menjadi tolok ukur utama dalam nilai-nilai yang diajarkan di sekolah. Akibatnya, nilai moral tidak lagi merupakan sesuatu yang mutlak tetapi menjadi sangat relatif, tergantung keputusan pengusa dan pemilik modal. Guru tidak dididik mengenai bagaimana mendidik siswa”.

Rick Boyer sendiri mengatakan bahwa Pada tahun 1980-an pendidikan publik di sekolah bertujuan memberikan pendidikan yang terjangkau bagi semua rakyat dan penduduk di Amerika dan menjadikan manusia yang baik, warga negara yang baik. Pada waktu itu diharapkan setiap pelajar menemukan bakat istimewanya untuk dikembangkan secara optimal. Tetapi pada zaman revolusi industri para pemilik modal seperti Carnegie, JP Morgan, Rockefeller, dan lain-lain, merekalah yang menentukan wajah pendidikan massal. Timbullah tujuan tambahan dari pendidikan masssal yakni menjadikan manusia sebagai pelayan masyarakat, tepatnya pelayan koprasi dan manajemen politik. Manusia dinyatakan sebagai sumber daya manusia.15

DR. James Dobson, David Kupelian dan George Grant seperti yang dikutip oleh Loy Kho berkata:

“Pada era 1970-an pembaca Alkitab dan penerapan “Sepuluh Perintah

Allah” di sekolah dihapuskan. Segala hal yang berbau agama dilarang dan

diharamkan di sekolah. Bahkan, atas nama toleransi dan kebebasan, pengajaran yang bertentangan dengan harkat dan kodrat manusia dilakukan di Taman Kanak-Kanak di California, Massachusetts, Utah, Washington DC, dan berbagai tempat di America Serikat yang menyebabkan salah satu negara barat yang mengalami dekadensi moral terhebat diseluruh dunia, sekaligus mengekspor segala kebejatan tersebut ke seluruh dunia. Hal tersebut juga merupakan salah satu alasan utama mengapa homeschooling berkembang”.

15


(23)

Pada awalnya, pemerintah Amerika, dalam hal ini Departemen Pendidikan, menentang perkembangan Sekolah Rumah. Sekolah publik yang didanai pajak menentang keras gerakan Sekolah Rumah, karena mengurangi pendapatan dana sekolah. Setiap anak dibiayai pemerintah sekitar US $6,000 per tahun bila terdaftar di sekolah public. Dengan demikian bila jumlah anak yang disekolahrumahkan bertambah, dana yang diterima sekolah setempat menjadi berkurang secara signifikan. Departmen Pendidikan berusaha mengeluarkan peraturan ketat guna membatasi gerakan ini. Distrik sekolah berusaha melakukan tuntutan hukum dan menyerang keluarga-keluarga yang menyekolahrumahkan anak-anak mereka terutama di sekitar tahun 1980-an. Di pihak lain keluarga Sekolah Rumah juga melakukan strategi pertahanan dengan membentuk Home School Legal Defense Association, kata Rick Boyer

Hingga saat ini pun, jika kita mendaftarkan anak-anak kita pada salah satu homeschooling di US, maka pemerintah akan memberikan kita uang sebesar US $6,000. Disamping itu, pemerintah juga akan memberikan kita materi berupa buku-buku pelajaran atau alat-alat yang dipergunakan dalam pelajaran, seperti pada mata pelajaran IPA. Hal itu sangat berbanding terbalik dengan homeschooling yang di dirikan oleh komunitas Muslim. Pada Islamic Homeschooling orang tua diminta untuk membayar biaya pendidikan dan membeli keperluan sekolah masing-masing, walaupun pihak homescloooling telah menyediakan kurikulum yang akan dipilih oleh anak dan orang tua. Orang tua homeschooler di Seattle (Amerika Utara), kebayakan mereka mengikuti homeschooling dari pemerintah, lalu pelajaran agamanya di sisipkan oleh orang tua dan orang tua mempercayakan seorang Syeh untuk mengajari anak-anak mereka belajar Al-Qur’an.16

Dewasa ini homeschooling di Amerika sudah legal. The Home School Legal Defense Association (HSLDA) adalah sebua h organisani yang menaungi homeschooling. The Home School Legal Defense Association (HSLDA), a nonprofit organization that advocates for homeschooling, rates the degree to which states regulate homeschooling.17

16

Wawancara dengan Afifah Siddik, salah satu orang tua homeschooler di Seattle, Amerika Utara

17

Dan Lips and Evan Feinberg, Homeschooling: A Growing Option in American Education, (Washington DC: The Heritage Foundation, 2008) No. 2122, h. 2


(24)

Before public education became widely available in the United States and Canada during the late 19th century, many children obtained a FORMAL EDUCATION AT HOME. Even throughout the 20th century many parent have continued to homeschool their children, usually for religious or cultural reasons. In the 1960s and 1970s some families began homeschooling to provide an education in which the child is free to pursue subjects that stimulate personal interes. In this form of instruction, known as child-directed education, parents and other adult give support but do not impose a course of study on the child. Families who adopt this technique believe children learn best at home because they are motivated to pursue and education in a less-structured but stimulating environment. In the 1980s and 1990s even more families began homeschooling, often because of religion.18

Dan Lips dan Evan Feinberg mengatakan awalnya sekolah rumah hanya dilakukan oleh komunitas tertentu terkait ideologi dan agama. Belakangan, ketidakpuasan secara umum dengan sistem sekolah publik dan gaya hidup ikut berpengaruh.

Sekolah publik, dewasa ini membuat anak menjadi malas untuk belajar. Mereka beranggapan bahwa sekolah itu adalah tempat yang tidak menyenangkan, sekolah membuat anak menjadi stress. Dengan bersekolah, maka status sosial seseorang akan menjadi tinggi. Jika anak tidak bersekolah, maka orang berpendapat dan berfikir negatif pada si anak. Tidak semua orang tua bisa menyekolahkan anaknya, seperti orang tua yang berprofesi sebagai buruh biasa. Jangankan untuk menyekolahkan anak, untuk kehidupan sehari-hari pun kadang mereka tidak dapat mencukupinya terlebih untuk membayar biaya pendidikan.

Dengan adanya homeschooling, maka orang tua yang berprofesi sebagai apapun akan dengan mudah menyekolahkan anaknya. Sang anak dapat menggunakan buku-buku pelajaran yang telah dipakai oleh kakaknya atau teman-temannya.Bahkan mereka dapat menggunakan buku tersebut

18

Komunitas Homeschooling Pelangi, Sejarah Homeschooling,

http://www.facebook.com/profile.php?id=1137314440#!/komunitassekolahrumah.sekolahpelangi/ posts/267725629955371?notif_t=feed_comment, Diakses 27 December 2011


(25)

sama dengan temannya. Dengan demikian orang tua tidak perlu mengeluarkan biaya banyak untuk menyekolahkan anaknya. Anak juga tidak membutuhkan seragam, topi, dasi, buku yang bermacam-macam (buku khusus PR, buku khusus untuk mencatat, dll), membayar sumbangan, membayar uang gedung, uang bangku dan membayar beragam sumbangan-sumbangan yang lain. Seiring denga adanya gerakan sekolah rumah yang terus bergulir dan komunitas terus membuktikan diri, akhirnya keberadaan sekolah rumah dapat diterima. Legalitas juga diakui.19 Saat ini, di Indonesia pun nama

homeschooling’ sudah mulai dikenal publik. Jika pada awalnya homeschooling hanya dipahami bagi orang-orang yang berekonomi menengah keatas, maka homeschooling saat ini juga dipahami oleh orang-orang berkelas menengah kebawah. Bahkan orang-orang awam mulai mengetahui keberadaan homeschooling.

Menurut sejarah, homeschooling sudah menjadi metode utama para orang tua mengajar dirumah. Beberapa penemu Amerika seperti George Washington dan Thomas Jefferson pun melakukan homeschooling. Sejak 1970-an dan 1980-an, homeschooling telah menjadi metode pengajaran yang sukses.20

Di Indonesia sendiri homeschooling bukanlah sistem pembelejaran yang baru. Sistem pembelajaran homeschooling sudah lama dikenal di Indonesia. Hanya saja tidak semua orang memahami bagaimana sistem pembelajaran homeschooling , untuk apa mereka ber-homeschooling, dan sebagainya. Di Amerika Serikat, sekitar 1.35 juta anak telah secara resmi mengikuti model sekolah rumah. Padahal, sekitar 20 tahun lalu model sekolah rumah di hampir

seluruh negara bagian Amerika dianggap “kejahatan”, itu tak lepas karena

kurangnya proteksi terhadap anak yang belajar di rumah.21

Tidak hanya para artis, atlet, atau anak pejabat dan anak orang kaya saja yang bisa melakukan homeschooling. Anak tukang cuci, anak tukang ojek,

19

Arief Rachman, Homeschooling: Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: KOMPAS, ) h. 12

20

Dan Lips and Evan Feinberg, lop. cit, h. 2

21

Arief Rachman, Homeschooling: Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta:KOMPAS, ) h. 12


(26)

anak guru, anak kepala sekolah bahkan anak dokter sekalipun dapat memilih homeschooling sebagi pendidikan yang dipilihnya.

Mengacu pada Departemen Pendidikan, Dan Lips dan Evan Feinberg berpendapat bahwa angka homeschooler mendekati 1.1 juta murid (2.2 persen dari jumlah usia sekolah) telah dididik di rumah pada tahun 2003, dibanding dengan perkiraan 850.000 murid pada tahun 1999. Perkiraan ini berasumsi dari sebuah survey nasional murid usia sekolah. Dari perkiraan 1.1 juta murid, 200.000 juga mendaftar pada sekolah part time. Menurut Dan Lip dan Evan Feinberg, angka pertumbukan keluarga di Amerika memilih untuk homeschooling anak-anak mereka. Statistik pusat Departemen Pendidikan Nasional US melaporkan bahwa angka homeschooler mendekati 1.1 juta anak (2.2 persen dari anak-anak usia sekolah) lebih dari 850.000 murid yang homeschooling pada tahun 1998. Perkiraan lain kedepan adalah dua juta atau lebih anak-anak akan melakukan homeschooling.22

Perkiraan jumlah homeschooler yang terdaftar di Indonesia, JABODETABEK khususnya, setiap kota madyan (kodya) memiliki 6-9 komunitas, bahkan didaerah Tanggerang Selatan sendiri memiliki 12 komunitas homeschooling. Sedangkan jumlah homeschooler perkomunitas sangat berbeda atara komunitas yang satu dengan komunitas yang lain. Homeschooling Pelangi memiliki homeschooler lebih dari 250 homeschoolers, Homeschooling Kak Seto (HSKS) memiliki lebih dari 400 homeschooler (HSKS memiliki cabang hampir diseluruh Indonesia), dan Homeschooling Technosa memiliki sekitar 200 homeschoolers. Ketiga homeschooling tersebut berada didaerah Tenggerang Selatan. Morning Star Academy dibilangan Kuningan Jakarta memiliki jumlah homeschoolers lebih dari 500 homeschoolers. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah homeschoolers Primagama yang mendirikan homeschooling dibeberapa tempat seperti di Jogjakarta, Jakarta, Tenggerang Selatan, Batam, Palembang, Denpasar dan kota-kota lain di Indonesia. Selain homeschooling tersebut diatas, masih ada lagi homeschooling seperti SUN Homeschooling, Homeschooling Berkemas,

22


(27)

Kamyabi Homeschooling, Hughes Homeschooling, Kandank Jurank, Homeschooling Kibar, Sekolah Dolan, Fikar Homeschooling, dan lain-lain. Homeschooling dewasa ini banyak diminati oleh orang tua sebagai pendidikan alternatif bagi anak-anaknya. Kemudahan dan fleksibelitas waktu adalah salah satu dari sekian alasan yang membuatorang tua memilih homeschooling sebagai pendidikan alternatif.

2. Sejarah Homeschooling di Indonesia

Pendidikan di rumah bukanlah sebuah hal yang baru. Jauh sebelum ada sistem pendidikan modern (sekolah) sebagaimana yang dikenal pada saat ini, Pendidikan dilakukan berbasis rumah. Seorang pendekar senantiasa berkeinginan agar ilmunya dapat diwarisi oleh anak-anaknya kelak. Ia pun menerapkan Pendidikan di rumah atau menitipkan anaknya ke sebuah padepokan, jika tidak sanggup melaksanakannya sendiri. Sistem magang adalah model yang dikenal oleh masyarakat. Demikianpun belajar otodidak yang ampai sekarang masih dilakukan. Selain itu, para bangsawan zaman dahulu biasa mengundang guru-guru privat untuk mengajarkan anak-anaknya. Itulah jejak homeschooling pada masa dahulu. Sejak perkembangan industri terjadi proses sistematisasi pendidikan dan proses belajar.23

Di daerah Pulo Gadung, Jakarta Timur terdapat sekolah otomotif gratis yang di khususkan untuk anak-anak jalanan yang tidak tersentuh oleh program pemerintah, seperti jatah beras untuk rakyat miskin atau yang tidak punya karto berobat untuk warga miskin. Sekolah ini bernama Sekolah Otomotif Kartini Gratis (SOKG). Pagi hingga sore hari para siswa dapat menerima jasa mencuci mobil dan motor. Malamnya mereka di ajarkan bagaimana cara mengenali mesin sampai memperbaikinya. Sekolah otomotif ini tidak memunggut biaya sama sekali bagi siswa-siswanya. Biaya yang dikeluarkan sebagian besar berasal dari uang pribadi pendiri sekolah otomotif kartini.

Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakian (beliefs), pertumbuhan homeschooling juga

23

Yayah Komariah, Homeschooling: Trend Baru Sekolah Alternative, (Jakarta: Sakura Publishing, 2007), h. 5-6


(28)

banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidian di sekolah. Keadaan pergaulan sosial di sekolah yang tidak sehat juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan homeschooling. Walaupun awalnya dipersepsi sebagai kelompok konservatif dan penyendiri (isolationis), homeschooling terus tumbuh dan membuktikan diri sebagai sistem yang efektif dan dapat dijalankan. Praktisi homeschooling pun semakin berfariasi; dengan berbagai alasan memilih homeschooling dan dengan beragam latar belakang religious dan sekuler; kaya, kelas menengah, miskin; kota (urban), pinggiran (sub urban), pedesaan (rural). Keluarga praktisi homeschooling memiliki beragam profesi; dokter, pegawai pemerintah, pegawai swasta, pemilik bisnis, bahkan guru di sekolah umum.24

Dewasa ini homeschooling mulai dikenal oleh masyarakat luas. Beragam alasan orang tua dan siswa mulai melirik homeschooling sebagai pendidikan alternatif, mulai dari ketidak setujuan dengan sistem pembelajaran yang diterapkan oleh sekolah-sekolah hingga biaya yang sangat mahal.

Homeschooling juga memiliki landasan hukum yang di atur oleh UU Nomor 20 Sisdiknas Tahun 2003.25 Landasan hukum ini di muat dalam UU Nomor 20 Sisdiknas Tahun 2003 pasal 12 ayat 1 dan 1326 serta pasal 27 ayat 1 dan ayat 227. Homeschooling adalah model pendidikan yang berada dalam jalur pendidikan informal. Keberadaan homeschooling secara implisit telah diatur dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (1): Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.28

24

Yayah Komariah, ibid, h. 7

25

Seminar Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Sekolah Rumah, Di laksanakan pada Kamis 22 Desember, 2011 di Universitas Multimedia Nusantara, Serpong, Tanggerang Selatan

26

Bahwa setiap warga negara dapat memilih alternatif pendidikan baik melalui jalur pendidikan formal, informal, non formal sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan minat anak.

27

Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setela peserta lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

28

Abdurrahman HRD, Homeschooling di Indonesia dan Problematikanya,

http://percikankehidupan.wordpress.com/2008/11/07/homeschooling -di-indonesia-dan-problematikanya/, diakses pada tanggal 22 Oktober, 2011


(29)

Pada tanggal 10 Januari 2007, telah ditandatangani kesepakatan kerjasama Nomor: 02/E/TR/2007 dan Nomor: 001/I/DK/AP/0729 antara Dirjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas (PLS Depdiknas) dengan Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (ASAHPENA). Kesepakatan tersebut telah ditandatangani oleh Ace Suryadi, Ph. D (Dirjen PLS Depdiknas) dan Dr. Seto Mulyadi (Ketua Umum ASAH PENA). Kesepakatan ini meningkatkan pengakuan dan eksistensi homeschooling di Indonesia, karena Komunitas SekolahRumah diakui sebagai satuan pendidikan kesetaraan.30

Tujuan didirikanya homeschooling secara umum adalah menyelenggarakan pelayanan informal guna menanamkan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan secara khusus adalah mengembangkan peserta didik menjadi manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudaya, bermoral, berestetika, berkepribadian Indonesia, berilmu, cakap, mandiri serta bertanggung jawab. Menghasilkan kompetensi peserta didik yang dapat diakui sama dengan pendidikan formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai SNP (Standar Pendidkan Nasional). 31

Nilai-nilai agama, budaya, keterampilan serta etika dan kepribadian tidak mendapatkan porsi pengajaran yang cukup disekolah-sekolah. Jika pun sekolah-sekolah mengajarakan nilai-nilai tersebut, maka jumalnya tidaklah semibang dengan mata pelajaran yang lain. Jika disekolah-sekolah lebih mengejar nilai dan ijazah, maka pada homeschooling anak tidak dituntut untuk mengejar nilai atau ijazah. Mereka lebih di ajak untuk menyukai belajar sambil mengenbangkan bakat dan minat mereka.

29

Kesepakatan terdapat pada lampiran

30

Abdurrahman HRD, Homeschooling di Indonesia dan Problematikanya 31

Seminar Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Sekolah Rumah, Di laksanakan pada Kamis, 22 Desember, 2011 di Universitas Multimedia Nusantara, Serpong, Tanggerang Selatan


(30)

Adapun visi dan misi didirikannya homeschooling di Indonesia adalah

“Sekolah rumah adalah terwujudnya penyelenggaraan pendidikan informal melalui pendidikan di rumah yang mampu mengembangkan potensi, minat, bakat peserta didik agar dapat diakui oleh pendidikan formal berdasarkan

standar nasional pendidikan (SNP)”. Sedangkan misinya adalah

mengembangkan potensi peserta didik dalam proses belajar secara mandiri yang hasilnya agar dapat diakui sama dengan hasil pendidikan formal. Memberikan kesempatan bagi peserta didik memperoleh pendidikan di rumah berdasarkan standar nasional pendidikan. Fungsi homeschooling ini adalah mengembangkan potensi peserta didik pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepribadian sesuai dengan standar pendidikan nasional.Memberikan kesempatan pendidikan bagi warga masyarakat untuk melakukan kegiatan belajar secara mandiri di rumah.32

C.Alasan Orang Tua Memilih Homeschooling

Laporan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) 2011 menyebutkan 489.000 anak sekolah dasar (SD) drop out (DO), 366.000 anak tidak bisa melanjutkan sekolah ke tingkat SMP; alasannya, 70% dari mereka tidak memiliki biaya untuk sekolah. Data tersebut cukup mencengangkan, apalagi jumlahnya sangat tinggi. Karena itu perlu ada langkah-langkah startegis dan progresif untuk mengurangi angka siswa DO.33

Alasan utama anak-anak DO karena tidak memiliki biaya untuk sekolah. Biaya ini tidak hanya sebatas untuk membayar uang masuk sekolah dan uang bulanan sekolah. Biaya yang dibutuhkan juga mencakup uang transportasi (jika jarak antara rumah dan sekolah harus menggunakan kendaraan), iuran-iuran sekolah, sumbangan-sumbangan sukarela yang dipaksakan, seragam sekolah, baju olah raga, buku-buku serta lembar kerja siswa dan lain-lain.

Sungguh sangat memalukan saat melihat jumlah siswa yang drop out, apalagi jumlahnya mencapai ratusan ribu anak. Alasan mereka DO adalah karena tidak adanya biaya untuk sekolah.Dengan angka sebesar, dapat di katakana bahwa

32

Seminar Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Sekolah Rumah, ibid 33

Neneng Zubaidah, Pacu Rata-rata Lama sekolah, di kutip dari harian Seputar Indonesia terbit tanggal 19 Desember, 2011


(31)

program pemerintah wajib belajar 9 tahun dapat dikatakan tidak berhasil terbukti dari banyaknya jumlah anak yang putus sekolah. Jumlah anak yang putus sekolah juga merupakan bukti bahwa dana BOS yang diberikan pada sekolah-sekolah tingkat dasar tidak sampai pada sekolah atau bahkan pada siswa yang membutuhkan. Atau jika dana tersebut sampai ketangan para siswa, mereka tidak mendapatkan jumlah sesuai yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Menurut John dan Kathy Perry, melakukan homeschooling untuk anak-anak diperbolehkan dengan alasan apapun yang anda fikirkan. Dalam berhomeschooling, orang tua tidak perlu mengisi formulir atau daftar mengenai alasan apa yang orang tua pilih untuk si anak melakukan homeschooling. As you

meet more parents who’ve chosen homeschooling as an alternative to public education, you’ll realize that every parent expresses a different concern or reason to homeschool.34 Percayakan pada keyakinan anda (orang tua) untuk melakukan homeschooling. Apapun alasan anda, jangan biarkan orang lain mengatakan bahwa alasan-alasan anda melakukan homeschooling adalah tidak cukup kuat.

Ada beragam alasan mengapa homeschooling menjadi pilihan bagi orang tua. Dari mulai alasan keamanan, pergaulan, beban yang membuat anak stress hingga kurikulum yang gonta-ganti dapat menjadi alasan mengapa orang tua mulai melirik homeschooling sebagai sekolah alternatif bagi anak-anak mereka. Flexibilitas waktu, ketidakpuasan sistem di sekolah dan penghematan biaya sekolah pun juga menjadi faktor alasan berpalingnya orang tua pada homeschooling. Apapun alasan anda dalam memilih homeschooling, jangan biarkan orang lain mengatakan bahwa alasan anda tidak tepat.

Indosiar.com mengutip beberapa kecenderungan orang tua di Indonesia lebih memilih sekolah rumah. Kecenderungannya antara lain adalah, bisa menekankan kepada pendidikan moral atau keagamaan, memperluas lingkungan sosial dan tentunya suasana belajar yang lebih baik, selain memberikan pembelajaran langsung yang konstekstual, tematik, nonskolastik yang tidak

34

John and Kathy Perry, The Complete Guide to Homeschooling (Los Angeles: Lowell House:2000) h. 31


(32)

tersekat-sekat oleh batasan ilmu.35 Arief Rachman mengungkapkan bahwa alasan orang tua memilih homeschooling adalah strategi untuk menghindari ke khawatiran bahwa siswa yang mengikuti metode pendidikan ini adan teraliensi dari lingkungan sosialnya sehingga potensi kecerdasan sosialnya tidak muncul.36

Menurut Yayah Komariah, ketidak puasan dengan sistem pendidikan di sekolah, agar anak punya lebih banyak waktu untuk bersosialisasi, agar anak bisa memperoleh materi akademis yang lebih baik, anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus (seperti penderita autism dan hiperaktif), untuk menjalankan nilai-nila agama tertentu, anak-anak yang memiliki karir (seperti artis dan atlet), anak-anak yang menderita sakit parah, kendala geografis, flexibilitas, menyediakan pendidikan moral atau keagamaan, memberikan lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik, menyediakan waktu untuk belajar yang lebih fleksibel, memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran, menghindari penyakit sosial, memberikan keterampilan khusus, memberikan pembelajaran langsung yang kontekstual, tematik, nonscholastic yang tidak tersekat oleh batasan ilmu juga menjadi alasan bagi orang tua memilih homeschooling daripada sekolah publik.37

Menurut Anton, salah satu orang tua siswa sekolah formal, kurikulum sekolah formal terlalu padat, kaku, dan seragam. Ruang kreativitas bagi siswa juga tertutup karena pembelajaran hanya disesuaikan selera pemerintah. "Saya lebih suka belajar di rumah karena bisa bebas dan tidak stres," kata Pascalis, seorang siswa sekolah umum yang sebelumnya pernah muntah-muntah ketika belajar di sekolah formal. Kedepan, Anton berharap pemerintah bisa lebih memerhatikan pelaku sekolah rumah dengan pemberian ijazah pendidikan dasar atau pendidikan menengah. Sejauh ini, ijazah pelaku sekolah rumah masih sama dengan siswa pendidikan kesetaraan seperti Paket A, Paket B, atau Paket C. Anton

35

Indosiar.com, Homeschooling : Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah: Model Pengembangan Sistem Pendidikan, http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling --sekolah-rumah-atau-rumah-sekolah, diakses pada

36

Arief Rachman, Homeschooling: Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: KOMPAS) h. ix

37

Yayah Komariah, Homeschooling: Trend Baru Sekolah Alternative, (Jakarta: Sakura Publishing, 2007), h. 16-20


(33)

mengatakan, hingga kini pemerintah cenderung mengabaikan eksistensi pelaku sekolah rumah. Padahal, kurikulum sekolah rumah dinilai lebih fleksibel dan sesuai kebutuhan siswa. Anak akhirnya bisa memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengeksplorasi bakat di luar kemampuan akademis.38

Alasan orang tua memilih homeschooling menurut Yayah Komariah adalah tersedianya pendidikan moral atau keagamaan, memberikan lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik, tersedia waktu belajar yang lebih fleksibel, memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran, menghindari penyakit sosial, memberikan keterampilan khusus serta memberikan pembelajaran langsung yang kontekstual, tematik, nonscholastik yang tidak tersekat oleh batasan ilmu.39

Berbeda dengan homeschooling, sekolah formal dibatasi oleh waktu dan ilmu yang didapat sangatlah terbatas. Tidak semua ilmu dapat tersampaikan dan tidak semua pertanyaan dapat terjawab karena keterbatasan waktu yang ada. Dengan waktu yang sangat singkat, tidak semua siswa dapat menerima seluruh mata pelajaran yang disampaikan disekolah. Anak lebih dituntut untuk menguasai satu materi dalam waktu tertentu, jika si anak tidak dapat menguasai dalam waktu tertentu maka mereka akan tertinggal dalam pelajarannya.

Homeschooling tidak mesti mahal”, kata Ny Yayah. Besaran biaya tergantung pada bagaimana proses pembelajaran. Terlebih lagi untuk pendidikan

dasar. “Untuk itu sumber belajar dapat digunakan buku bekas atau materi lain.

Apalagi sekarang sudah banyak informasi di internet, radio, atau televisi. Belajar juga dapat di mana saja, siapa saja dapat menjadi guru bagi anak-anak homeschooling. Terkadang saya membawa anak-anak ke orang-orang dengan keahlian tertentu agar mereka bisa belajar langsung dari sumbernya. Intinya,

segala yang ada di lingkungan dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran,”

katanya. Tidak semua homeschooling menunut biaya yang tinggi, bahkan ada juga

38

Kompas.com, Sekolah Rumah Mulai Jadi Pilihan,

http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/16/15553775/Sekolah.Rumah.Mulai.Jadi.Pilihan, di akses pada tanggal 5 November, 2011

39

Yayah Komariah, Homeschooling: Trend Baru Sekolah Alternative, (Jakarta: Sakura Publishing, 2007), hal. 16-17


(34)

homeschooling yang tidak memungut biaya sedikitpun bagi para siswanya. Homeschooling yang dipahami masyarakat dewasa ini sangatlah mahal. Tetapi apa yang telah dikatakan oleh Ibu Yayah tidaklah salah. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan dalam homeschooling adalah tergantung bagaimana orang tua menyiasatinya.

Beberapa homeschooling besar, seperti Homeschooling Kak Seto (HSKS) dan Homeschooling Hughes memang mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dibanding sekolah formal. Bahkan untuk membayar satu tutor (guru) pun biaya yang dikeluarkan bisa mencapai biaya satu bulan untuk membayar disekolah formal. Pada HSKS, siswa yang mendaftar dari kalangan menengah keatas. Berbeda dengan homeschooling yang didirikan oleh Ibu Yayah. Ada beberapa homeschooling yang menrima anak dari golongan menengah keatas maupun menengah kebawah, dengan demikian biaya yang dikeluarkan untuk anak yang tidak mampu akan ditutupi oleh angka yang mampu.

Abdurrahman berpendapat bagi orang tua yang memilih Homeschooling, terdapat banyak alasan yang melatarbelakangi yaitu orang tua ingin meningkatkan kualitas anak, tidak puas dengan kualitas pendidikan di sekolah reguler, merasa keamanan dan pergaulan sekolah tidak kondusif bagi perkembangan anak, menginginkan hubungan keluarga yang lebih dekat dengan anak, merasa sekolah yang baik semakin mahal dan tidak terjangkau, memiliki keyakinan bahwa sistem yang ada tidak mendukung nilai-nilai keluarga yang dipegangnya, merasa terpanggil untuk mendidik sendiri anak-anaknya, sering berpindah-pindah atau melakukan perjalanan, dan merasa bahwa anak-anaknya memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat dipenuhi di sekolah umum.40

D.Klasifikasi Homeschooling

Homeschooling terbagi dalam tiga klasifikasi format homeschooling, yaitu: 1. Homeschooling tunggal

40

Abdurrahman HRD, Homeschooling di Indonesia dan Problematikanya,

http://percikankehidupan.wordpress.com/2008/11/07/homeschooling -di-indonesia-dan-problematikanya/, di akses pada tanggal 22 Oktober, 2011


(35)

Homeschooling tunggal yaitu homeschooling yang dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya karena hal tertentu atau karena lokasi yang berjauhan.

2. Homeschooling majemuk

Homeschooling majemuk adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing.Alasannya karena terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama.Contohnya kurikulum dari Konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlit tennis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan agama.

3. Komunitas homeschooling

Komunitas homeschooling adalah gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, musik/seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran.Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.41

Alasan memilih komunitas homeschooling antara lain karena komunitas homeschooling lebih terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia dan pencapaian hasil belajar. Tersedia fasilitas pembelajaran yang lebih baik misalnya: bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan, laboratorium IPA/Bahasa, auditorium, fasilitas olah raga dan kesenian. Ruang gerak sosialisasi peserta didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan, dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggung jawab untuk saling mengajar sesuai keahlian masing-masing, sesuai untuk anak usia di atas 10 tahun dan menggabungkan keluarga tinggal berjauhan melalui internet dan alat informasi lainnya untuk tolak banding (benchmarking) termasuk untuk standardisasi.42

41

Abdurrahman HRD, ibid 42

Indosiar.com, Homeschooling: Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah: Penerapan Homeschooling, http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling --sekolah-rumah-atau-rumah-sekolah


(36)

Dalam perkembangannya, homeschooling juga menghadapi beberapa tantangan, yaitu:

1. Homeschooling tunggal

Pada homeschooling tunggal kendala yang dihadapi antara lain adalah sulitnya memperoleh dukungan atau tempat bertanya, berbagi dan berbanding keberhasilan, kurang tempat sosialisasi untuk mengekspresikan diri sebagai syarat pendewasaan, dan orang tua harus melakukan penilaian hasil pendidikan dan mengusahakan penyetaraannya.

2. Homeschooling majemuk

Pada homeschooling majemuk kendala yang dihadapi antara lain adalah perrlu kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan

tertentu, perlu ahli dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran” orang tua

harus tetap ada, anak-anak dengan keahlian/kegiatan khusus harus menyesuaikan/menerima lingkungan lainnya dengan dan menerima

“perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai proses pembentukan jati diri, orang tua masing-masing penyelenggara homeschooling harus menyelenggarakan sendiri penyetaraannya.43

3. Komunitas homeschooling

Komunitas homeschooling mengalami kendala sebagai berikut: perlunya kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas dan kegiatan tertentu yang dapat dilaksanakan bersama-sama, perlunya pengawasan yang professional

sehingga diperlukan keahlian dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran”

orang tua harus tetap ada, anak-anak dengan keahlian atau kegiatan khusus harus juga bisa menyesuaikan dengan lingkungan lainnya dan menerima

“perbedaan-perbedaan” lainnya sebagai proses pembentukan jati diri.44

43

Abdurrahman HRD, Homeschooling di Indonesia dan Problematikanya,

http://percikankehidupan.wordpress.com/2008/11/07/homeschooling -di-indonesia-dan-problematikanya/, diakses pada tanggal 22 Oktober, 2011

44


(37)

E.Kelebihan dan Kekurangan Homeschooling

Sebagai sebuah pendidikan alternatif, homeschooling juga mempunyai beberapa kekuatan dan kelemahan.

Kekuatan/ kelebihan homeschooling adalah:

1. Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas individual bukan pembelajaran secara klasikal.

2. Memberikan peluang untuk mencapai kompetensi individual semaksimal mungkin sehingga tidak selalu harus terbatasi untuk membandingkan dengan kemampuan tertinggi, rata-rata atau bahkan terendah.

3. Terlindungi dari “tawuran”, kenakalan, NAPZA, pergaulan yang menyimpang, konsumerisme dan jajan makanan yang malnutrisi.

4. Lebih bergaul dengan orang dewasa sebagai panutan. Lebih disipakan untuk kehidupan nyata.

5. Lebih didorong untuk melakukan kegiatan keagamaan, rekreasi/olahraga keluarga.

6. Membantu anak lebih berkembang, memahami dirinya dan perannya dalam dunia nyata disertai kebebasan berpendapat, menolak atau menyepakati nilai-nlai tertentu tanpa harus merasa takut untuk mendapat celaan dari teman atau nilai kurang.

7. Membelajarkan anak-anak dengan berbagai situasi, kondisi dan lingkungan sosial.

8. Masih memberikan peluang berinteraksi dengan teman sebaya di luar jam belajarnya. 45

9. Customized, sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga.

10. Lebih memberikan peluang untuk kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum.

11. Memaksimalkan potensi anak sejak usia dini, tanpa harus mengikuti standar waktu yang ditetapkan di sekolah.

12. Lebih siap untuk terjun di dunia nyata (real world) karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya.

45


(38)

13. Kesesuaian pertumbuhan nilai-nilai anak dengan keluarga. Relatif terlindung dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang (tawuran, drug, konsumerisme, pornografi, mencontek, dsb).

14. Kemampuan bergaul dengan orang tua dan yang berbeda umur (vertical socialization).

15. Biaya pendidikan dapat menyesuaikan dengan keadaan orang tua. 46

Kelemahan homeschooling seperti yang dikutip dari indosiar.com adalah: 1. Anak-anak yang belajar di homeschooling kurang berinteraksi dengan teman

sebaya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat.

2. Sekolah merupakan tempat belajar yang khas yang dapat melatih anak untuk bersaing dan mencapai keberhasilan setinggi-tingginya.

3. Homeschooling dapat mengisolasi peserta didik dari kenyataan-kenyataan yang kurang menyenangkan sehingga dapat berpengaruh pada perkembangan individu.

4. Apabila anak hanya belajar di homeschooling, kemungkinan ia akan terisolasi dari lingkungan sosial yang kurang menyenangkan sehingga ia akan kurang siap untuk menghadapi berbagai kesalahan atau ketidakpastian.47

5. Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orang tua.

6. Sosialisasi seumur (horizontal socialization) relatif rendah dibandingkan anak sekolah karena anak homeschooling lebih terekspos dengan sosialiasi lintas umur (vertical socialization).

7. Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi, dan kepemimpinan.

8. Perlindungan orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang kompleks yang tidak terprediksi.48

John dan Kathy Perry menyebutkan perbandingan homeschooling dengan private school adalah49

46

Abdurrahman HRD, op. cit 47

Indosiar.com, op. cit 48


(39)

Homeschooling Private School

One-on-one teaching 1:18 average ratio

Learning is by retention

Learning is by repetition

Repeat what is missed

Moveon or be left behind

Safety is assured Safety is not

guaranted

Move at child’s pace Move at class pace

Minimal cost Monthly tuition

Alasan orang tua memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif sangat beragam, penulis akan mengutip beberapa alasan orang tua menurut John dan Kathy Perry.

“Anak saya membutuhkan perhatian khusus saat masuk pada pelajaran

baru, karena pikirannya selalu kemana-mana.Dia selalu ketinggalan jauh

dibelakang pada sekolah umum”. “Anak kami tidak melakukan konsep

pembukaan kelas dengan baik. Dia tidak hanya fokus pada apa yang gurunya katakan. Dia mendengarkan pada semua guru di ruangannya, yang membuat dia

binggung”. “Saya perhatikan anak saya tidak membawa pulang apapun kecuali pekerjaan sibuk. Kapan saatnya sekolah melangkah kedasar? Saya melangkah dan

49

John and Kathy Perry, The Complete Guide to Homeschooling (Los Angeles: Lowell House:2000) h. 18


(40)

memulai mengajarkan anak saya begaimana cara membaca dan mengeja sambil dia hadir public school. Hal itu membuat saya sampir setahun sebelum saya sadar bahwa ia pergi ke sekolah untuk bermain dan pulang kerumah untuk belajar”.

“Kami mempersiapkan anak kami untuk sekolah di atas apa yang anak kelas satu

harus tahu. Pada kenyataannya dia memiliki kemampuan alami dan program talenta, dia bosan pada bulan pertama sekolahnya adan memiliki masalah tingkah laku. Pihak sekolah memberitahukan kami bahwa dia tahu terlalu banyak untuk tingaktannya dan menjulukinya hiperaktif”. “Anak kami tidak dapat membaca dengan benar di kelas enam dan sekolahnya tetap meluluskan dia dengan nilai A”. 50

Cerita orang tua diatas merupakan beberapa dari sejuta alasan orang tua di Amerika memilih homeschooling untuk anak-anak mereka dari pada public school (di Indonesia public school adalah sekolah formal). Selain alasan-alasan tersebut diatas, masih banyak lagi alasan para orang tua memilih homeschooling dari pada sekolah formal. Seperti masalah agama, pergaulan, kekerasan dalam sekolah, dan lain-lain.

Seperti yang dikutip dari indosiar.com, prasyarat keberhasilah homeschooling, adalah:

1. Kemauan dan tekad yang bulat. Ketersediaan waktu yang cukup. 2. Disiplin belajar-pembelajaran yang dipegang teguh.

3. Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran.

4. Kemampuan orang tua mengelola kegiatan. Kegiatan sumber belajar 5. Dipenuhinya standar yang ditentukkan.

6. Ditegakkannya ketentuan hukum.

7. Diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat dan teman sebaya.

8. Dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan multimakna.

50


(41)

9. Terjalin komunikasi yang baik antar penyelenggara homeschooling.51

10. Tersedianya perangkat penialaian belajar yang inovatif (misalanya dalam bentuk portofolio dan kolokium).52

51

Indosiar.com, Homeschooling : Sekolah Rumah atau Rumah Sekolah: Tantangan Homeschooling, http://indosiar.com/ragam/60082/homeschooling --sekolah-rumah-atau-rumah-sekolah

52

Kak Seto, Homeschooling, Pendidikan Alternatif Masa Depan, Disampaikan dalam

„Lokakarya Nasional’ yang diadakan oleh Direktorat Pendidikan Kesetaraan- Departement Pendidikan Nasional, pada tanggal 09 Maret 2007 di Yogyakarta


(42)

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Waktu dan Tempat penelitian

Tempat yang dijadikan penulis sebagai penelitian tentang alasan orangtua memilih homeschooling sebagai pendidikan alternatif adalah “SUN Homeschooling”. Penelitian ini dilaksanakan di SUN Homeschooling yang dilaksanakan pada bulan Maret 2012 hingga April 2012.

B.Metode Penelitian

Metode penelitian yang saya gunakan adalah metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif analisi. Metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian. Ditinjau dari sudut filsafat, metode penelitian merupakan epistimologi penelitian. Yaitu yang menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian.1 Adapun metode penelitian yang penulis pergunakan adalah:

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan:

a. Studi Pustaka

Studi pustaka ini dilakukan dengan cara inventarisasi dan mengutip buku-buku atau literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Menurut Lofland dan Lofland seperti yang dikutip oleh Lexi J. Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam

1

Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Peneltian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 42


(43)

kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik.2 Menurut pendapat Lexy J. Moleong, studi pustaka termasuk dalam sumber tertulis. b. Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dau orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut intervieuwer, sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewe.3

Adapun prosedur wawancaranya adalah dengan menyusun pertanyaan baku terlebih dahulu untuk mengetahui dan menggali informasi dari narasumber sesuai dengan topik yang diteliti.

Dengan melakukan wawancara pada pihak terkait, maka akan di dapatkan informasi yang diperlukan. Seperti apa alasan para orang tua memilihkan homeschooling sebagai sekolah bagi anaknya, kenyamanan anak dengan sistem homeschooling, biaya yang dikeluakan untuk homeschooling serta sistem pembelajaran yang ditawarkan.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini data utama yang di gunakan penulis adalah data yang berkaitan langsung dengan topik penelitian yakni berupa buku-buku, narasumber yang terdiri dari pendiri SUN Homeschooling dan orang tua murid, kegiatan/ aktifitas di SUN Homeschooling, artikel, brosur dan website yang dapat menjadi pendukung dalam topik penelitian.

3. Instrumen penelitian

Adapun instrument yang penulis gunakan dalam pengumpulan data adalah pedoman wawancara dan pedoman observasi. Dimana responden akan diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang penulis ajukan.

C. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis.

2

Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 2010), Cet. 27, h. 112

3


(44)

Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller, seperti yang dikutip oleh Lexi J. Moelong, pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif. Bodgan dan Taylor, mengatakan:

”Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Menurut Kirk dan Miller, seperti yang dikutip oleh Lexi Moelong, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.4

D.Analisa Data

Dalam proses penganalisisan data, penulis akan mengadakan penelitian di SUN Homeschooling. Dalam proses penelitian, penulis menggunakan metode interview yang akan mengajukan beberapa pertanyaan yang telah penulis susun sebelumnya. Selain interview, penulis juga akan mengumpulkan data dengan cara mendokomentasikan atau mengumpulkan arsip-arsip yang diperlukan untuk melengkapi penelitian.

Setelah data terkumpul, penulis akan mendeskripsikan data-data dari hasil wawancara dan studi pustaka untuk menjawab alasan orangtua memilih homeschooling sebagai sekolah alternatif.

Analisis data adalah proses pengumpulan data yang didapat dari berbagai sumber, yang akan dikelompokkna dan disesuaikan sehingga dapat menjadi membantu merumuskan hipotesis data sesuai dengan tema yang disaranan oleh data itu.

Analisis data menurut Patton, seperti yang dikutip oleh Lexi Moelong, adalah:

4


(45)

“Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,

kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian”. Bogdan dan Taylor, seperti yang dikutip oleh Lexi Moelong, mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema bantuan pada tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Menurut Lexy Moelong sendiri, analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.5

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengumpulkan data secara rinci sehingga dapat merusmuskan ide (hipotesis) kerja seperti yang disarankan oleh data.

5


(46)

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.Gambaran Umum Mengenai SUN Homeschooling

Yayasan Sumbangsih Untuk Negri (Yayasan SUN) adalah yayasan yang membawahi SUN Homeschooling. Yayasan SUN mempunyai berbagai kegiatan,

seperti majlis ta’lim, pelatihan bagi guru-guru PAUD, homeschooling dan penyelenggaraan ujian kesetaraan paket A, paket B dan paket C.

Yayasan SUN berdiri pada tahun 2007, sedangkan SUN homeschooling berdiri pada tahun 2009 bulan Mei. SUN Homeschooling awalnya berdiri di pinggir jalan Kalimalang, Jakarta Timur, yang juga menjadi cabang asah pena daerah Jakarta Timur. Karena jumlah murid yang terus berkembang, maka SUN Homeschooling pindah lokasi di Cipinang Indah, Jakarta Timur. Yayasan SUN homeschooling di dirkan oleh Dhanang Sasongko, SE, S. Psi. SUN homeschooling di Jakarta Timur di dirikan karena banyak orang yang bertanya mengenai homeschooling di bilangan Jakarta Timur.

Disamping sebagai pemilik SUN Homeschooling, Pak Dhanang Sasongko juga menjabat sebagai kepala sekolah SUN Homeschooling. Beliau juga merupakan salahsatu pendiri Homeschooling Kak Seto (HSKS). Beliau bekerja di HSKS selama 4 bulan dari mulai mendirikan homeschooling hingga men-setting bagaimana HSKS berjalan. Hingga saat ini, Dhanang Sansongko masih menjabat sebagai sekertaris di ASAH PENA Jakarta yang di ketuai oleh Dr. Seto Mulyadi (Kak Seto). SUN Homeschooling juga merupakan cabang ASAH PENA wilayah Jakarta Timur.

ASAH PENA adalah sebuah asosiasi yang mewadahi homeschooling yang berada di seluruh Indoneisa. Hingga saat ini ASAH PENA sudah memiliki cabang yang tersebar dihampir penjuru Indonesia. ASAH PENA tidak hanya mewadahi SUN Homescholing dan HSKS, ASAH PENA mewadahi semua jenis homeschooling yang ada di Indonesia, baik tunggal, majemuk maupun komunitas. Adapun beberapa homeschooling lain yang dinaungi oleh ASAH PENA adalah homeschooling berkemas, Homeschooling Kandank Jurank (milik Dik Doank), Hughes Homeschooling dan lain sebagianya.


(1)

(2)

(3)

Lampiran 7

Seminar Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan Sekolah Rumah di Campus Universitas Multimedia Nusantara pada tanggal 22 Desember 2011


(4)

(5)

(6)