Sistem pembelajaran pendidikan agama islam pada Kamyabi Homeschool Tangerang: analisis perbandingan pembelajaran PAI di Homeschooling dan sekolah formal

(1)

Sekolah Formal)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

OLEH DRIFAL

NIM. 1110011000030

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Kamyabi Homeschool Tangerang. (Analisis Perbandingan Pembelajaran PAI di Homeschooling dan Sekolah Formal)”, ditulis oleh Drifal (1110011000030) di bawah bimbingan Dr. Dimyati, M.Ag.

Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Untuk merealisasikan tujuan pendidikan diatas, bidang studi Pendidikan Agama Islam memiliki andil yang sangat besar disamping bidang studi lainnya yang ada disekolah formal saat ini. Namun dalam pelaksanaan, khusus pengajaran Pendidikan Agama Islam jauh dari harapan dengan segala kekurangan yang semakin banyak, mulai dari alokasi waktu, pengawasan hingga proses pembelajarannya.

Munculnya homeschooling sebagai salah satu model pendidikan dijadikan alternatif oleh banyak keluarga untuk ikut andil dalam pendidikan dan membentuk kepribadian anak. Meningat bahwa belajar merupakan sebuah proses, oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui bagaimana proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di keluarga yang mengadakan homeschooling.

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif komparatif (perbandingan) antara homeschooling dengan sekolah formal. Penulis melakukan wawancara pada pihak terkait yaitu pimpinan Kamyabi Homeschool dan keluarga pelaksana homeschooling. Penulis juga ikut mengamati (observasi) proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diterapkan oleh keluarga pelaksana homeschooling jauh lebih baik dari sekolah formal. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun dengan baik dan benar – benar terwujud pembelajaran yang aktif serta menyenangkan bagi anak. Selain itu anak merasa dilibatkan dalam menentukan desain dan metode pembelajaran yang mereka sukai. Pembelajaran yang aktif, menyenangkan dan penuh tantangan yang dirasakan siswa, dapat meningkatkan minat dan prestasi mereka dalam pendidikan.


(6)

ii















Alhamdulillahi Robbil ’Alamiin. Puji dan syukur kepada Allah SWT yang

senantiasa memberikan nikmat dan karunia yang berlimpah kepada penulis. Shalawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW berserta keluarga dan para sahabatnya, sehingga penulis memiliki kemampuan

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Kamyabi Homeschooling Tangerang. (Analisis Perbandingan Pembelajaran PAI di Homeschooling dengan Sekolah Formal)” dalam rangka menyelesaikan Studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah menerima banyak bimbingan, arahan, dorongan, semangat dan motivasi serta bantuan dari berbagai pihak yang tidak ternilai harganya. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Dra. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D beserta staff

2. Ketua dan sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam, Dr. H. Abd. Majid Khon, M.Ag dan Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA., beserta staff serta seluruh dosen yang ikut mendukung dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Dimyati, M.Ag selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing, memberi arahan serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 4. Siti Khadijah, MA dan Drs. H. A. Basuni, M.Ag selaku dosen penguji yang

telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam memperbaiki kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini.

5. Kedua orang tua penulis, Misril dan Hj. Sastri Endriani yang selalu

memberikan do’a, semangat, dan kasih sayang kepada penulis serta kakak dan adik penulis, Grika Umbara, Amd. dan Sendy Sarmila.


(7)

6. Keluarga besar Cinta Rasul Family, Kak Haddad Alwi, Kak Haydar Ali Yahya, dan Sulis; To’at Management, Mas Opick dan Mba Dian; SitiZoner’s Indonesia; Yayasan Amal Wanita Tangerang Selatan, serta Brilliant

Children’s Streetyang sudi menerima penulis sebagai keluarga baru.

7. Keluarga Remaja Islam Masjid Nurus Sakinah, Fauzi Raimon, Iqbal, Roven Junaidi, Reza Hadisaputra, Kak Anis dan The Twin Brother Fadhli Iwanda dan Brilliant Dzikri yang telah membantu dengan caranya masing – masing. 8. H. Abdul Halim Said selaku pendiri Kamyabi Homeschool yang telah

mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di lembaga yang beliau pimpin dan Siti Chairunnisa selaku orang tua pelaksana Homeschooling yang menerima dan mendukung penulis untuk melakukan penelitian dirumahnya. 9. Fiqih Fadillah yang dengan sabar mengantar dan menemani penulis selama

melakukan penelitian di Kamyabi Homeschool Tangerang.

10. Seluruh teman - teman PAI angkatan 2010, terutama Nur Kholis Makki, Sabilil Muttaqin, Aqilatul Munawaroh, Tejo Prasetyo, M. Teguh Nugroho, Abdul Rahman, Nur Annisa, Amalia, Nur Fathimah, dan teman – teman yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya disini.

11. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dan mensupport hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.

Jakarta, 20 Oktober 2014


(8)

iv

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1. Definisi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 8

2. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 10

3. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 11

4. Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 14

5. Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 17

B. Homeschooling 1. Pengertian Homeschooling ... 20

2. Sejarah Homeschooling di Indonesia ... 22

3. Legalitas Homeschooling ... 23

4. Tujuan Homeschooling ... 25


(9)

C. Kerangka Berfikir ... 27

D. Penelitian yang Relevan ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

B. Metode Penelitian ... 30

C. Teknik Pengumpulan Data ... 31

D. Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kondisi Objektif Tempat Penelitian 1. Latar Belakang Berdirinya Kamyabi Homeschool ... 35

2. Profil Lembaga Kamyabi Homeschool ... 39

3. Visi dan Misi Kamyabi Homeschool ... 40

4. Guru dan Karyawan di Kamyabi Homeschool ... 41

5. Siswa Secara Umum di Kamyabi Homeschool ... 41

6. Sarana dan Prasarana di Kamyabi Homeschool ... 43

B. Deskripsi Data 1. Perencanaan Pengajaran ... 43

2. Tujuan Pembelajaran ... 48

3. Kegiatan Pembelajaran ... 51

4. Sumber Belajar ... 54

5. Materi Belajar ... 55

6. Metode Pembelajaran ... 56

7. Media Pembelajaran ... 57

8. Evaluasi Pembelajaran ... 58

9. Tindak lanjut ... 58

C. Interpretasi Data 1. Perencanaan Pengajaran ... 59

2. Tujuan Pembelajaran ... 65


(10)

4. Sumber Belajar ... 69

5. Materi Belajar ... 70

6. Metode Pembelajaran ... 71

7. Media Pembelajaran ... 73

8. Evaluasi Pembelajaran ... 73

9. Tindak Lanjut ... 77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Pendidikan menjadi bagian penting ketika dipahami secara luas sebagai sebuah proses belajar yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat. Proses tersebut terjadi alami, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pengalaman hidup sehari-hari. Bagi manusia, semua itu dilakukan untuk menyiapkan diri agar menjadi utuh, sehingga dapat menunaikan tugas hidupnya dengan baik dan wajar. Utuh dalam pengertian bahwa melalui pendidikan, manusia dapat menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya untuk dapat terus bertahan hidup.2

Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas untuk mencapai cita-cita yang diharapkan serta mampu beradaptasi dengan cepat dan tepat dalam berbagai lingkungan dan perkembangan zaman. Pada dasarnya pendidikan memotivasi seseorang untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupannya.

Pendidikan menurut Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 tentang tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

1

Hasbullah, Dasar – Dasar Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 4.

2

Muhammad Mulyadi, Homeschooling Sebagai Pendidikan Alternatif, http://www.google.com/artikel/homeschooling: sebagai pendidikan alternatif. (Ditulis pada 12 Januari, 2005. Diakses pada tanggal 25 Juni 2013, pukul 19.00 WIB).


(12)

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3

Untuk mencapai tujuan tersebut, masyarakat umum menganggap sekolah formal merupakan satu–satunya sistem pendidikan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sekolah formal yang diselenggarakan pemerintah telah banyak mengalami perubahan guna meningkatkan mutu untuk mencapai tujuan yang ada, mulai dari perubahan kurikulum, hingga peningkatan sumber daya manusia. Akan tetapi, hal tersebut lambat laun membuat peserta didik merasa bosan, jenuh bahkan terbebani dengan sistem pedidikan yang ada. Hal ini salah satunya disebabkan oleh sifat sekolah yang menyama-ratakan kemampuan peserta didik dalam setiap pembelajaran.

Semakin hari, sekolah formal tidak lagi mampu mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan harapan orang tua dan bakat serta minat yang dimiliki anaknya. Seringkali sekolah formal berorientasi pada nilai rapor (kepentingan sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan bersosial serta penanaman nilai–nilai iman dan moral. Patokan nilai sebagai suatu keberhasilan membuat banyak murid mengejar nilai rapor dengan mencontek atau membeli ijazah palsu. Selain itu, perhatian secara personal pada anak, kurang diperhatikan.4

Banyak temuan dilapangan dimana sekolah formal tidak mampu menghadapi permasalahan yang dialami oleh peserta didiknya secara personal. Banyaknya jumlah peserta didik mengakibatkan kontrol sekolah menjadi tidak maksimal. Maraknya bullying, tawuran antar pelajar bahkan antar sekolah, pemakaian obat–obat terlarang dan kasus asusila dalam lingkungan sekolah semakin menambah buruk citra pendidikan dan rusaknya karakter peserta didik. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran bagi orang tua terhadap tumbuh-kembangnya anak.

3

Undang – Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), (Bandung: Citra Umbara, 2003), hal. 6

4

Muhammad Mulyadi, Homeschooling Sebagai Pendidikan Alternatif, http://www.google.com/artikel/homeschooling: sebagai pendidikan alternatif. (Ditulis pada 12 Januari, 2005. Diakses pada tanggal 25 Juni 2013, pukul 19.00 WIB).


(13)

Adalah hal yang wajar apabila setiap orang tua menghendaki anak-anaknya mendapat pendidikan bermutu tanpa menghalangi bakat dan minat, nilai-nilai iman dan moral yang tertanam baik, dan suasana belajar yang menyenangkan. Banyaknya keluhan tentang kondisi sekolah formal yang jauh dari harapan orang tua memunculkan isu yang relatif baru bagi alternatif pendidikan anak yang selama ini kita kenal, yaitu sekolah-rumah (homeschooling).5

Secara umum, pengertian homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik anak-anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.6

Hal ini seiring dengan pandangan Islam bahwa lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak adalah keluarga. Sebagian besar interaksi orang tua terhadap anak memiliki implikasi masa depan karena keluarga adalah tempat masing–masing dari kita untuk belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.7

Allah SWT berfirman:





























...



“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...” (QS. At-Tahrim Ayat 6).

Kemunculan homeschooling merupakan bentuk kritik terhadap realita-realita negatif terutama ketidak-efektifan sebagian besar proses belajar di sekolah formal serta merupakan alternatif proses pendidikan yang memberikan peluang seluas–luasnya kepada peserta didik untuk mengembangkan diri, mengingat adanya demokratisasi dalam penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat

5

Pormadi Simbolon, Homeschooling: Sebuah Pendidikan Alternatif. http://www.google.com/artikel/homeschooling: sebuah pendidikan alternatif. Ditulis pada 12 Nopember, 2007. Diakses 25 Juni 2013. hal. 1).

6

Sumardiono. Homeschooling. (Jakarta : PT Elex Media Komputindo.2007), hal. 57

7


(14)

dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (UU Sisdiknas No 20 thn 2003, pasal 54 ayat 1). Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga.8

Walaupun pendidikan di dalam rumah sebagai pendidikan informal merupakan kewenangan penuh keluarga atau orang tua dalam rangka menjamin terpenuhinya hak pendidikan dan perkembangan anak, orang tua yang akan menyelenggarakan sekolah-rumah diwajibkan melaporkan kepada pemerintah. Penyelenggara sekolah-rumah tetap perlu mendaftarkan komunitas belajar pada bidang yang menangani pendidikan kesetaraan, yaitu dinas pendidikan kabupaten/kota setempat.9

Dalam pelaksanaan pendidikan, Pendidikan Agama Islam memiliki tanggung jawab besar untuk merealisasikan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan Agama merupakan hal yang utama dalam pembentukan pondasi, karakter serta sikap keberagamaan peserta didik agar mengerti dan memahami antara yang hak dan bathil.

Beberapa pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa prioritas pengajaran Pendidikan Agama Islam pada sekolah formal menempati posisi atau urutan kedua setelah bidang studi umum. Penempatan pada urutan kedua ini menandakan kurangnya Pendidikan Agama Islam mendapat perhatian khusus dan serius dari penyelenggara pendidikan. Terbatasnya alokasi waktu yang ada menjadi sebab seorang pendidik kurang maksimal dalam menyampaikan materi Pendidikan Agama Islam. Di sisi lain, minat siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam mulai berkurang dan tergantikan dengan mata pelajaran berbasis teknologi dan informasi.10

8

Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang Sisdiknas, (Jakarta : Departemen Agama RI, 2003), hal. 4.

9

Arief Rachman, Homeschooling : Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2007), hal. 7.

10

MGMP PAI. http://paismpn1lembang.blogspot.com (diakses pada tanggal 14 Februari 2014, pukul 08.00 WIB).


(15)

Sampai saat sekarang ini, yang menjadi masalah serius adalah metode dan cara pengajaran guru sekolah yang masih belum mampu meningkatkan minat belajar siswa apalagi membuat pembelajaran Pendidikan Agama Islam menjadi menarik dan menyenangkan. Masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah dan menghafal sehingga minat dan motivasi peserta didik berkurang dan pembelajaran menjadi membosankan bagi anak karena mereka tidak merasa dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran.11

Adanya kurikulum 2013 yang menuntut aspek khusus pada penilaian dan perubahan sikap peserta didik dalam setiap bidang studi tidak merubah posisi Pendidikan Agama Islam dalam prioritas pengajaran. Tetap saja tidak semua guru dalam kegiatan pembelajaran dapat mengintegrasikan nilai Pendidikan Agama Islam dengan bidang studi yang di ajarkan. Hal ini tentu tidak akan merubah karakter dan sikap peserta didik menjadi lebih baik lagi.

Permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan formal diatas, khususnya untuk bidang studi Pendidikan Agama Islam, dapat diselesaikan dengan adanya usaha seorang pendidik dalam memahami potensi dan kecerdasan peserta didik yang beragam, salah satunya dengan mewujudkan alternatif pendidikan yang disebut homeschooling. Dalam pendidikan ini, anak merasa bebas dan berhak menentukan pembelajaran yang menyenangkan baginya. Mulai dari pemilihan lokasi belajar, waktu (alokasi) belajar, metode hingga proses belajar mengajar, termasuk memilih guru yang ia senangi untuk setiap mata pelajaran, terutama pada bidang studi Pendidikan Agama Islam. Bila homeschooling dilaksanakan dengan serius, maka kurikulum 2013 dan tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.12

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji tentang “Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Kamyabi Homeschool Tangerang (Analisis Perbandingan Pembelajaran PAI di Homeschooling dengan Sekolah Formal).”

11

MGMP PAI. http://paismpn1lembang.blogspot.com (diakses pada tanggal 14 Februari 2014, pukul 08.40 WIB)

12

Hasil wawancara dengan H. Abdul Halim Said selaku Pendiri Kamyabi Homeschooling


(16)

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, diantaranya :

1. Pendidikan formal saat ini tidak lagi mampu memberikan kepuasan terhadap hasil yang diterima orang tua, terutama perubahan sikap menuju yang lebih baik lagi.

2. Kurang berkembangnya bakat dan minat siswa akibat sistem sekolah formal yang membebani mereka.

3. Kurang diprioritaskannya pembelajaran Pendidikan Agama Islam berakibat pada tidak tercapainya tujuan kurikulum 2013 yang menuntut adanya perubahan sikap yang baik pada setiap peserta didik.

4. Sarana dan prasarana serta alokasi waktu yang tersedia pada sekolah formal kurang mendukung pengaplikasian Pendidikan Agama Islam pada peserta didik.

5. Keterbatasan sekolah formal dalam mewujudkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang aktif dan menyenangkan.

6. Berbedanya sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

Homeschooling dengan sekolah formal.

C. Pembatasan Masalah

Setelah mengidentifikasi masalah yang ada, maka agar penelitian ini tidak terlalu meluas, maka dibatasi pada perbedaan sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam di homeschooling dengan sekolah formal.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan: Bagaimana Perbedaan Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Homeschooling dengan Sekolah Formal?


(17)

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Homeschooling dan di sekolah formal.

2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Homeschoolong dan di sekolah formal.

F. Manfaat Penelitian

Adapun setelah penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat di antaranya:

1. Melengkapi dan memperluas teori yang sudah diperoleh melalui penelitian lain sebelumnya.

2. Menyajikan wawasan khusus tentang sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam praktek homeschooling

3. Memberikan gambaran pada masyarakat terutama tamatan fakultas tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam bahwa homeschooling

bukanlah sesuatu yang sulit untuk diadakan mengingat proses dan pelaksanaannya yang mudah dan menyenangkan.

4. Memberikan sumbangsih karya ilmiah yang bermanfaat untuk dipersembahkan pada masyarakat umumnya dan bagi pribadi penulis khususnya.


(18)

8

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Definisi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan anak didik. Dalam definisi ini terkandung makna bahwa dalam pembelajaran tersebut ada kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode atau strategi yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang di inginkan dalam kondisi tertentu.1

Gagne mengemukakan bahwa pembelajaran terdiri dari tiga komponen yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam acara belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal (pribadi) dan kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.2

Dengan demikian, ciri – ciri yang menunjukkan bahwa seseorang melakukan pembelajaran dapat ditandai dengan adanya:

a. Perubahan tingkah laku yang aktual dan potensial. Aktual berarti perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil belajar itu nyata dan dapat dilihat. Perubahan potensial berarti perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar yang tidak dapat dilihat perubahannya secara nyata. Perubahan hanya dapat dirasakan oleh yang belajar saja, seperti keyakinan, kemampuan analisis dan sebagainya.

b. Kemampuan dan perbaikan serta peningkatan belajar sifatnya relatif menetap dan tidak segera lenyap.

c. Adanya usaha atau aktivitas yang sengaja dilakukan oleh orang yang belajar dengan pengalaman (memperhatikan, mengamati, memikirkan,

1

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 82.

2


(19)

merasakan, menghayati, dan sebagainya) atau dengan latihan (melatih dan menirukan.3

Pendidikan ialah usaha sadar orang dewasa atau pendidik untuk membantu, membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak ke arah kedewasaan.4 Pendidikan dalam istilah arab disebut juga dengan ta’lim.

Kata ta’lim menurut Abdul Fatah Jalal merupakan proses yang terus menerus diusahakan manusia sejak lahir, sehingga mencapai suatu kognisi dan pada segi lain tidak mengabaikan aspek afeksi dan psikomotorik. Abdul Fatah juga mendasarkan pandangan tersebut pada argumentasi bahwa Rasulallah diutus sebagai pendidik. Hal ini tersirat dalam Surat Al-Baqarah ayat 151, yaitu:5



































































“Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”

Secara sederhana, agama bisa diartikan sebagai ajaran – ajaran yang mengandung tuntunan dan Islam adalah ketentuan – ketentuan Allah berupa takdir dan sunnah-Nya untuk semua makhluk yang berakal agar terpelihara dan senantiasa terpelihara dalam keadaan selamat sentosa.

Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama Republik Indonesia, merumuskan pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) yaitu usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan

3

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal. 56.

4

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal. 10.

5

Abdul Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal. 1.


(20)

untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.6

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami agama Islam seluruhnya serta menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan dan menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Menurut Mahmud Yunus tujuan pendidikan agama ialah mendidik anak – anak, pemuda – pemudi dan orang dewasa, supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal salih dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup diatas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.7

Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu membina manusia beragama berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya, dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kejayaan dunia dan akhirat, yang dapat dibina melalui pengajaran agama yang intensif dan efektif.8

Ibnu Khaldun merumuskan tujuan pendidikan agama Islam sesuai dengan firman Allah Surat Al-Qashash ayat 77:9

6

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hal. 10

7

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1992), hal. 13

8

Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hal. 172

9

Abdul Mujib dan Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosopis dan Kerangka Dasar Operasionalusasi, (Bandung; Tri Genda Karya, 1993), hal. 161.


(21)



























































“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Dari ayat diatas Ibnu Khaldun merumuskan bahwa tujuan pendidikan agama Islam terbagi atas dua macam, yaitu:

a. Tujuan yang berorientasi ukhrawi, yaitu mendorong seorang hamba agar melakukan kewajiban kepada Allah.

b. Tujuan yang berorientasi duniawi, yaitu membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk kehidupan yang lebih layak dan bermanfaat bagi orang lain.

3. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Materi ajar dalam hal ini memuat fakta, konsep dan prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk butir – butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.

Materi Pendidikan Agama Islam mencakup lima unsur pokok, yaitu: a. Al-Qur’an dan Hadits

Al-Qur’an dan hadits merupakan sumber utama dalam memahami dan menjalankan Agama Islam dengan benar. Dari sinilah keimanan,

akhlak, fiqh (syari’at) dan sejarah Islam menjadi rujukan. Tujuan pembelajaran ini secara khusus diantaranya:

1) Meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap Al-Qur’an dan hadits nabi.


(22)

2) Membekali peserta didik dengan dalil – dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan.

3) Meningkatkan kekhusyukan peserta didik dalam beribadah dengan menerapkan hukum bacaan (tajwid) serta isi kandungan dari ayat atau hadits yang mereka baca.

b. Keimanan (aqidah)

Keimanan yang berarti keyakinan adalah pondasi utama dalam menjalankan ajaran agama Islam dengan baik, mengenal siapa Allah, malaikat, kitab, nabi dan rasul, hari kiamat serta ketetapan Allah. Tujuan umum dari pembelajaran ini adalah menumbuh-kembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, pembiasaan serta pengamalan peserta didik tentang aqidah Islam sehingga menjadi manusia yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

c. Akhlak

Akhlak merupakan nilai mutlak yang harus dimiliki untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlak kepada Allah, akhlak pada diri sendiri, akhlak kepada sesama dan sebagainya. Tujuan umum dari materi ini adalah mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari – hari, baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai – nilai aqidah Islam. d. Fiqh (syari’at)

Fiqh merupakan ilmu khusus yang menerangkan hukum – hukum

syari’at yang diambil dari Al-Qur’an, hadits nabi dan sumber hukum shahih lainnya. Hukum itu berbentuk amaliyah yang wajib di amalkan oleh setiap mukallaf. Materi ini membekali peserta didik agar dapat: 1) Mengetahui dan memahami pokok – pokok hukum Islam dalam


(23)

Allah yang diatur dalam fiqih ibadah dan hubungan manusia dengan sesama yang diatur dalam fiqih muamalah.

2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial. e. Tarikh (sejarah Islam)

Sejarah Islam merupakan cabang ilmu yang khusus untuk memahami sejarah munculnya agama Islam itu sendiri, dan juga risalah para nabi dan rasul, para sahabat serta alim ulama dalam menyebarkan Agama Islam. Tujuan dari materi ini secara umum adalah:

1) Membangun kesadaran peseta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran, nilai – nilai dan norma – norma Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.

2) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini dan masa depan

3) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah

4) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.

5) Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil

ibrah dari peristiwa – peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh – tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek, seni dan sebagainya untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.10

10

Siti Khadijah, Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Islam. http://sitikhadijahibrahim.blogspot.com/2013/08/tujuan-dan-ruang-lingkup-pendidikan_12.html. (Diakses pada tanggal 8 Januari 2014, pukul 18.15 WIB)


(24)

4. Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI

Secara global, faktor – faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dikelompokkan menjadi:

a. Faktor Internal Siswa

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari siswa sendiri yang meliputi dua aspek, yaitu:11

1) Aspek fisiologis (jasmaniah)

Kondisi umum jasmani dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajari kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ – organ khusus siswa seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.

2) Aspek psikologis

Aspek psikologis dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Aspek ini dibagi pula atas:12

a) Inteligensi siswa

Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Inteligensi bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ – organ tubuh lainnya.

b) Sikap siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang,

11

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2008), cet ke-14, hal. 132-133

12

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2008), cet ke-14, hal. 133 - 136.


(25)

barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif berupa antusias dan semangat merupakan pertanda awal yang baik dalam proses belajar siswa. Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negatif siswa, guru dituntut untuk terlebih dahulu menunjukkan sikap positif terhadap diri sendiri dan mata pelajaran yang akan diajarkannya.

c) Bakat siswa

Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing – masing. Bakat juga dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Bakat dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar bidang studi tertentu. Dalam hal ini, orang tua tidak boleh memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anak pada jurusan keahlian tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya itu.

d) Minat siswa

Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dalam bidang – bidang studi tertentu. Guru dalam kaitan ini seyogianya berusaha membangkitkan minat siswa untuk menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara membangun sikap positif pada siswa.

e) Motivasi siswa

Motivasi adalah keadaan internal organisme, baik manusia maupun hewan yang mendorongnya melakukan sesuatu.


(26)

Motivasi juga berarti memasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dimana hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Selanjutnya adalah motivasi ekstrinsik dimana hal dan keadaan yang datang dari luar individu seperti pujian, peraturan, suri tauladan dari lingkungan sekitar.

b. Faktor Eksternal Siswa

Faktor eksternal siswa terdiri atas dua macam, yakni faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non-sosial.13

1) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, staf administrasi dan teman – teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman sepermainannya. Namun lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar siswa adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat yang muncul dari orang tua dan keluarga akan memberi dampak pada anak itu sendiri.

2) Lingkungan Non-Sosial

Faktor – faktor yang termasuk lingkungan non-sosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat – alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor – faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

13

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2008), cet ke-14, hal. 137-138.


(27)

c. Faktor Pendekatan Belajar

Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan guru dan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.14

5. Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam a. Strategi Pembelajaran

Menurut Sanjaya, dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dari pendapat tersebut, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.15

Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal berikut:

1) Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.

2) Memilih sistem pendekatan belajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.

14

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2008), cet ke-14, hal. 139.

15

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan,


(28)

3) Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknikbelajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.

4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakuan evaluasi hasil kegiatan hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.16

b. Metode Pembelajaran

Dalam mengimplementasikan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam membutuhkan metode untuk dapat direalisasikan. Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.Adapun macam – macam metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah:

1) Metode Ceramah

Metode ceramah ialah sebuah metode mengajar dengan menyampiakan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Metode ini hanya cocok digunakan untuk menyampaikan informasi, kalau bahan itu cukup diingat sebentar, untuk memberi pengantar dan untuk menyampiakn materi yang berkenaan dengan pengertian-pengertian atau konsep-konsep.

2) Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa,

16

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: CV. Alfabeta, 2006), cet. Ke-IV, hal. 222.


(29)

tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang untuk berpikir dan membimbing peserta didik dalam mencapai kebenaran.

3) Metode Diskusi

Metode diskusi adalah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan – pertanyaan problematis atau pemunculan ide – ide dan pengujuan ide – ide yang dilakukan beberapa orang dalam kelompok. Tujuan penggunaan metode diskusi ialah untuk memotivasi dan memberi stimulasi kepada siswa agar berpikir dengan renungan yang dalam. 4) Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah metode dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun dengan penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahsan yang sedang disajikan. Tujuan pokok penggunaan metode ini dalam proses pembelajaran adalah untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu.

5) Metode Karyawisata

Metode karyawisata adalah metode dalam proses belajar mengajar siswa perlu diajak keluar sekolah, untuk meninjau tempat tertentu atau objek yang mengandung sejarah, hal ini bukan rekreasi, tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat langsung atau kenyataan.

6) Metode Pemahaman dan Penalaran

Metode ini adalah metode mendidik dengan membimbing anak didik untuk dapat memahami problema yang dihadapi dengan menemukan jalan keluar yang benar dari berbagai macam kesulitan dengan melatih anak didik menggunakan pikirannya dalam mendata dan menginventarisasi masalah, dengan cara


(30)

memilah dan memilah, membuang mana yang salah, meluruskan yang bengkok, dan mengambil yang benar.

7) Metode Praktek

Dimaksudkan supaya mendidik dengan memberikan materi pendidikan baik menggunakan alat atau benda, seperti diperagakan, dengan harapan anak didik menjadi jelas dan mudah sekaligus dapat mempraktekkan materi yang dimaksud.

8) Metode Penugasan

Metode penugasan tidak sama dengan istilah pekerjaan rumah, tapi jauh lebih luas. Tugas dilaksanakan dirumah, di sekolah, di perpustakaan, dan tempat lainnya. Metode penugasan untuk merangsang anak aktif belajar baik secara individual atau kelompok. Oleh karena itu, tugas dapat dikerjakan secara individual maupun secara komunal (kelompok).

9) Metode Eksperimen

Metode eksperimen yaitu cara penyajian bahan pelajaran dimana peserta didik melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri suatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari.17

B. Homeschooling

1. Pengertian Homeschooling

Homeschooling merupakan jalur pendidikan informal yang keberadaannya telah diakui oleh pemerintah. Homeschooling merupakan sekolah berbasis rumah yang menempatkan siswa sebagai subjek pendidikan.

Homeschooling berasal dari bahasa Inggris yang berarti sekolah-rumah. Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan

17

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: CV. Alfabeta, 2006), cet. Ke-IV, hal. 201.


(31)

dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.18

Homeschooling (sekolah-rumah) menurut Direktur Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Ella Yulaelawati adalah proses pendidikan yang secara sadar, teratur, dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan proses belajar mengajar pun berlangsung dalam suasana kondusif. Homeschooling

adalah salah satu model belajar bagi anak dan merupakan pendidikan pilihan yang diselenggarakan oleh orang tua. Homeschooling atau sekolah-rumah merupakan sistem pendidikan yang dilakukan dirumah dan merupakan sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara at home.19

Homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untung bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dan turut mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Dalam hal ini, orang tua tidak begitu saja melepaskan tanggung jawab pendidikan dan pengajaran pada guru dari suatu

homeschooling, melainkan mereka turut bertanggung jawab secara aktif atas pendidikan anaknya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa homeschooling

adalah suatu proses pendidikan yang diselenggarakan keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang masih dalam usia pendidikan dengan memilih model dan kurikulum yang sesuai dengan gaya belajar anak.

Orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dalam kehidupan anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur – unsur pendidikan tidak langsung yang dengan sendirinya akan

18

Pormadi Simbolon. Homeschooling: Sebuah Pendidikan Alternatif. http://www.google.com/artikel/homeschooling: sebuah pendidikan alternatif. (Ditulis pada 12 Nopember, 2007. Diakses 30 Juni 2013, pukul 19.30 WIB)

19

Ahsin AW, Cara Efektif Mengelola Homeschooling, (Jurnal Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang), diakses pada 10 Oktober 2013; 13.10 WIB.


(32)

masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Allah SWT berfirman

dalam Qur’an surah At-Tahrim ayat 6:



















































































“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Anak – anak pada dasarnya memiliki kemampuan alamiah untuk belajar dengan caranya sendiri. Orang tua dalam hal ini hanya memfasilitasi dan memberikan semangat serta dorongan karena pada dasarnya setiap anak senang dengan belajar, apalagi sesuai dengan metode dan sistem yang menyenangkan.

Dalam homeschooling, pendidikan dan pergaulan anak menjadi hal yang perlu diperhatikan secara serius, karena anak dalam perkembangannya sangat membutuhkan didikan dan bimbingan kedua orang tuanya. Dalam model pendidikan homeschooling, besar harapan orang tua agar anaknya dapat berkembang dan mendapatkan pendidikan selayaknya anak yang bersekolah formal, bahkan diharapkan lebih cepat dan lebih mantap dalam perkembangannya. Semua harapan itu, tentunya ada kerjasama yang baik antara siswa, orang tua dan tutor yang melaksanakan model pendidikan homeschooling.

2. Sejarah Homeschooling Di Indonesia

Pendidikan di rumah atau homeschooling bukanlah hal yang baru. Jauh sebelum ada sistem pendidikan modern (sekolah) sebagaimana yang dikenal pada saat ini, pendidikan dilakukan di rumah. Para bangsawan


(33)

zaman dahulu biasa mengundang guru – guru privat untuk mengajarkan anak – anaknya. Itulah jejak homeschooling pada masa dahulu. Sejak perkembangan industri, terjadilah proses sistematisasi pendidikan dan proses belajar.20

Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs), pertumbuhan

homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan sekolah.

Homeschooling atau Sekolah-Rumah saat ini mulai dilirik para pengamat pendidikan nusantara. Sebagai salah satu alternatif pendidikan,

homeschooling memiliki daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki sekolah formal. Para orang tua sedikit demi sedikit mulai memilih untuk melanjutkan pendidikan anaknya melalui homeschooling. Hal ini ditempuh karena orang tua memandang homeschooling lebih tepat untuk mengembangkan bakat dan minat sang buah hati.

Jika homeschooling difahami sebagai model belajar otodidak dan mandiri, maka jejaknya telah dikenal sejak dahulu. Model belajar ini banyak dijalani oleh para pedagang dengan sistem magang dan para santri dengan pesantrennya. Banyak tokoh dunia ‘lahir’ dari Homeschooling, seperti Albert Einstein, Alexander Graham Bell, Agatha Christie, Thomas A. Edison, George Bernard Shaw, Woodrow Wilson, Mark Twain, Charlie Chaplin, Charles Dickens dan Winston Churchill. Adapun tokoh nasional yang menjalankan homeschooling antara lain K.H. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka.

3. Legalitas Homeschooling

Sekolah disebut jalur pendidikan formal, homeschooling disebut jalur pendidikan informal. Di Negara Republik Indonesia, kegiatan pendidikan, baik untuk memenuhi kebutuhan perorangan maupun

20

Yayah Komariah, Homeschooling: Trend Baru Sekolah Alternative, (Jakarta: Sakura Publishing, 2007), hal. 6.


(34)

masyarakat, bangsa dan negara, dibagi dalam dua golongan sebagai bagian dari satu sistem pendidikan nasional, yaitu jalur pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah.21

Keberadaan homeschooling di Indonesia telah diatur dalam Undang

– Undang nomor 20 tahun 2003 tentag Sistem Pendidikan Nasional yang tertuang dalam pasal 27 Ayat (1) dan (2) :

(1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. (2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dalam buku karangan Loy Kho dijelaskan mengenai legalitas hukum homeschooling di Indonesia diantaranya sebagai berikut:

a. Undang – Undang Dasar 1945

b. Undang – Undang nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, terutama pada pasal 27 ayat 1 dan 2 mengenai kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan hasil pendidikan formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

c. UU nomor 32 tahun 2003 tentang desentralisasi dan otonomi daerah. d. PP nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.

e. PP nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom.

f. PP nomor 73 tahun 1991 tentang pendidikan luar sekolah.

g. Keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0131/U/1991 tentang paket A dan paket B

h. Keputusan menteri pendidikan nasional nomor 132/U/2004 tentang paket C.

i. Peraturan menteri pendidikan nasional RI nomor 14 tahun 2007 tentang standar isi pendidikan kesetaraan.22

21

Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga, Undang – Undang Republik Indonesia. (Jakarta, 1992), hal. 61


(35)

Kegiatan homeschooling perlu dilaporkan ke Dinas Pendidikan setempat agar peserta homeschooling mendapat ijazah resmi dari pemerintah. Untuk ijazah Sekolah Dasar adalah paket A, ijazah Sekolah Menengah Pertama adalah paket B dan Sekolah Menengah Atas adalah paket C. Ijazah yang mereka terima sah dimata hukum dan dapat dipergunakan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya bahkan perguruan tinggi manapun yang diinginkan.

4. Tujuan Homeschooling

Pendidikan informal melalui homeschooling berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sekaligus memperluas akses terhadap pendidikan dasar dan menengah. Adapun tujuan

homeschooling, yaitu:

a. Untuk menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari keluarga yang menentukan pendidikan anaknya melalui homeschooling.

b. Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan belajar bagi semua manusia muda dan orang dewasa melalui akses yang adil pada program belajar kecakapan.

c. Untuk menghapus disparintas gender dalam pendidikan dasar menengah.

d. Untuk melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupannnya.23

22

Loy Kho, Secangkir Kopi: Obrolan Seputar Homeschooling, (Yogyakarta: Kansius, 2008), hal. 243-244.

23

Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Komunitas Homeschooling Sebagai Pendidikan Kesetaraan, (Jakarta, 2006), hal. 12.


(36)

5. Jenis – Jenis Homeschooling

Departemen Pendidikan Nasional dalam bukunya komunitas rumah sebagai satuan pendidikan kesetaraan menyebutkan bahwa pada dasarnya format sekolah-rumah atau homeschooling dapat dibedakan menjadi:24 a. Homeschooling tunggal.

Jenis ini dilakukan oleh orang tua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan yang lainnya. Ini karena hal tertentu atau lokasi yang berjauhan. Homeschooling tunggal memiliki fleksibilitas tinggi karena tempat, bentuk dan waktu belajar bisa disepakati oleh pengajar dan peserta didik.

Dalam homeschooling ini, orang tua berperan penting dalam pendidikan yang dijalani anaknya serta sebagai penilai dan evaluator hasil belajar anak serta mengusahakan penyetaraan. Apabila orang tua atau keluarga tidak mampu melaksanakannya, jenis homeschooling ini bisa dikombinasikan dengan jenis homeschooling selanjutnya.

b. Homechooling majemuk.

Jenis ini dilakukan oleh dua atau lebih keluarga sekolah-rumah yang memilih untuk menyelenggarakan satu atau lebih kegiatan secara bersama – sama di tempat dan waktu yang telah ditentukan, sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing – masing.25

Pada jenis homeschooling ini, semangat berkompetensi dan bersosialisasi pun akan muncul. Masing – masing anak akan terpacu untuk berprestasi semaksimal mungkin. Mereka dapat bersosialisasi dan berkolaborasi dengan anak lain yang tentu saja proses belajar mereka menjadi lebih dinamis.

c. Komunitas Homeschooling

Jenis ini merupakan gabungan dari homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok,

24

Sumardiono, Homeschooling : A Leap For Better Leraning; Lompatan Cara Belajar,

(Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2007), hal 62-66.

25

Sumardiono, Homeschooling : A Leap For Better Leraning; Lompatan Cara Belajar,


(37)

sarana dan prasarana, serta jadwal pelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.

Jenis homeschooling yang ketiga ini lebih terstruktur dan lengkap untuk pendidikan akademik, pembinaan akhlak, dan pencapaian hasil belajar. Selain itu, jenis ini tentu saja ditunjang dengan fasilitas pembelajaran yang relatif lebih lengkap dan memadai.

C. Kerangka Berfikir

Homeschooling atau sekolah-rumah pada hakikatnya lahir dari sebuah kegagalan sekolah formal yang dianggap tidak mampu lagi mewujudkan apa yang diharapkan orang tua atas pendidikan anaknya. Kekhawatiran orang tua terhadap perubahan sikap dan moral anak dari lingkungan sekolah turut mempengaruhi orang tua untuk mengambil-alih dan memindahkan pendidikan di sekolah menjadi pendidikan di rumah.

Pendidikan agama telah dimulai dari seseorang saat lahir karena orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam mewujudkan cita – cita anaknya. Dengan adanya homeschooling, seharusnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam jauh baik dari sekolah formal yang ada karena, orang tua maupun pendidik (tutor) dapat bersinergi dalam mengajarkan dan menerapkan nilai dari Pendidikan Agama Islam dan pada akhirnya memberi pengaruh tersendiri bagi peserta didik (anak).

D. Penelitian Yang Relevan

Secara umum, penelitian tentang homeschooling telah mulai dilakukan para peneliti diberbagai tempat. Adapun diantaranya adalah:

1. Nur Fitriyah Rahmawati. Implementasi Model Homeschooling dalam Mengatasi Keterbatasan Pendidikan Formal. Malang : Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, 2009.


(38)

Kesamaan pembahasan diatas dengan penulis adalah sama – sama membahas tentang homeschooling. Bedanya, pembahasan yang disusun oleh Nur Fitriyah Rahmawati lebih pada alasan pemilihan homeschooling

oleh orang tua ataupun peserta didik, faktor penunjang dan penghambat pelaksanaan homeschooling serta upaya dalam mengatasi hambatan dalam pelaksanaan homeschooling dan tidak menyinggung bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran di homeschooling. Sedangkan penulis dalam hal ini, memfokuskan pembahasan pada proses pelaksanaan pembelajaran di homeschooling sebagai kelanjutan dari alasan dipilihnya

homeschooling sebagai pendidikan alternatif.

2. Fitriah. Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Siswa Homeschooling. Jakarta : Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2010.

Kesamaan pembahasan diatas dengan penulis adalah sama – sama membahas proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

homeschooling. Namun perbedaannya adalah pada jenis pelaksanaan

homeschooling yang dilaksanakan. Pembahasan dan penulisan yang disusun oleh Fitriah lebih terfokus pada pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan jenis homeschooling komunitas sehingga isisnya hampir serupa dengan pelaksanaan sekolah formal, sedangkan penulis dalam pembahasannya lebih terfokus pada jenis

homeschooling tunggal yang merupakan latar belakang munculnya

homeschooling, kemudian membandingkannya dengan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah formal.

3. Syafina Hanum. Homeschooling sebagai sekolah alternatif: Studi kasus SUN Homeschooling. Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.


(39)

Kesamaan pembahasan diatas dengan penulis adalah sama – sama membahas homeschooling sebagai pendidikan alternatif. Perbedaannya adalah pada pembahasan, dimana saudari Sayfina Hanum mengemukakan banyak alasan dan faktor dipilihnya homeschooling oleh orang tua dan peserta didik. Selain itu turut dikemukakan bagaimana proses pembelajaran pada homeschooling secara global. Sedangkan penulis dalam pembahasannya mengemukakan bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada homeschooling secara detail, mulai dari persiapan hingga akhir pembelajaran, khususnya pada bidang studi Pendidikan Agama Islam.


(40)

30

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di KAMYABI Homeschool

yang beralamat di Jalan Seroja I Blok 38-39, BSD City, Serpong Tangerang (15318), Banten, Indonesia. Adapun waktu yang direncanakan selama melakukan penelitian adalah dari bulan Januari hingga April 2014.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang diperoleh bersifat empiris dengan kriterianya yaitu, valid, reliabel dan obyektif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil pebelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.1

Dalam metode penelitian kualitatif, penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan nyata yang terjadi. Adapun tujuan utama dalam menggunakan metode dan pendekatan ini adalah untuk menggambarkan suatu keadaan yang sedang terjadi pada saat penelitian dilakukan.

1

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method). (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 13 .


(41)

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian, banyak variasi teknik pengumpulan data untuk mendukung dan menjawab masalah yang ada. Adapun teknik pengumpulan data yang penulis pakai dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti, baik pengamatan itu dilakukan dalam situasi yang sebenarnya maupun situasi khusus yang diadakan.2

Pada saat melakukan observasi, penulis terlibat langsung dalam kegiatan sehari – hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Keberadaan penulis sebagai peneliti telah diketahui oleh subjek yang diteliti dan telah dianggap sebagai bagian dari mereka sehingga keberadaan penulis tidak mengganggu atau mempengaruhi sifat naturalistiknya. Cara ini dilakukan untuk memudahkan akses mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian. 2. Wawancara

Untuk teknik pengumpulan data selanjutnya peneliti menggunakan wawancara dan dialog secara mendalam (indeph interview) kepada pihak yang bersangkutan. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.3

Dalam hal ini digunakan wawancara terstruktur guna memperoleh informasi yang utuh dan terfokus pada proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Beberapa pertanyaan wawancara dirumuskan sebelum melaksanakan wawancara kepada pihak homeschooling dan guru bidang studi Pendidikan Agama Islam.

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: CV. Rineka Cipta, 1993), cet ke-9, hal. 102

3

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method), (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 316


(42)

Tujuan wawancara pada penelitian ini adalah untuk melengkapi informasi yang telah diperoleh dari observasi yang dilakukan peneliti. Wawancara akan dilakukan terhadap guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Kamyabi Homeschooling. Secara mendalam wawancara akan dilakukan meliputi proses pembelajaran yang terdiri dari rencana, tujuan, kegiatan, materi, media dan penilaian yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam.

3. Studi Dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya – karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain – lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung film, dan lain – lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.4

Dalam penelitian ini, penulis melakukan dokumentasi seperti mengambil gambar pada saat proses pembelajaran berlangsung, meminta contoh rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru Pendidikan Agama Islam, jenis dan desain soal ujian serta nilai rapor di Kamyabi homeschool serta dokumen pendukung lainnya.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit – unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

4

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method), (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 326


(43)

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.5

Adapun proses analisis data yang penulis rancang adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data Mentah

Pada tahap ini, penulis melakukan pengumpulan data mentah dari hasil observasi yang dilakukan dilapangan, wawancara dan dokumen yang diperoleh penulis dari pihak yang bersangkutan.

2. Transkrip Data

Pada tahap ini, penulis mengolah bahan mentah yang ada ke dalam bentuk tulisan yang berasal dari observasi, wawancara dan dokumentasi yang diperoleh dari hasil penelitian.

3. Pembuatan Koding

Pada tahap ini, penulis membaca ulang seluruh data yang telah ditranskrip sebelumnya.

4. Kategorisasi Data

Pada tahap ini, penulis mulai menyederhanakan data dengan cara mengikat konsep – konsep (kata) kunci dalam satu besaran yang dinamakan kategori.

5. Kesimpulan Sementara

Pada tahap ini, penulis menyusun kesimpulan sementara dalam bentuk interpretasi data yang berasal dari deskripsi data yang diperoleh melalui penelitian lapangan.

6. Triangulasi

Triangulasi bersifat menggabungkan hasil dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber yang telah ada. Namun dalam penelitian ini, penulis tidak melakukan triangulasi data karena sumber atau informan yang berada ditempat penelitian terkhusus.

5

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method), (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 333


(44)

7. Kesimpulan Akhir.

Pada tahap ini, penulis memberikan kesimpulan terhadap apa yang ditemukan dan merupakan jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Hal ini merupakan tahap akhir dalam sebuah proses penelitian ilmiah


(45)

35

A. Kondisi Tempat Penelitian

1. Latar Belakang Berdirinya Kamyabi Homeschool.

Kamyabi Homeschool di dirikan oleh H. Abdul Halim Said beserta istri, Zubaidah pada tanggal 31 Oktober 2005. Homeschooling ini berada di BSD City, sektor I, Tangerang. Homeschooling ini dipimpin oleh Yudhi Pramudya, S.Pd sebagai kepala sekolah.

Kata kamyabi sendiri berasal dari bahasa urdu yang merupakan bahasa umum Pakistan dan juga paling banyak dipakai di India. Kamyabi jika diterjemahkan ke dalam bahasa Arab berarti An-Najah dan dalam bahasa Inggris berarti success. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kamyabi berarti sukses.1

Latar belakang berdirinya Kamyabi Homeschool berawal dari banyaknya keprihatinan yang dilihat oleh pendiri lembaga ini. Sebagai contoh, keprihatinan pendiri (founder) terhadap sikap siswa dalam merayakan kelulusan setelah pengumuman hasil Ujian Akhir Nasional mereka dengan mencoret pakaian. Hal ini membuat Pendidikan Agama Islam yang mereka pelajari selama 3 (tiga) tahun hancur oleh sikap tersebut.

Moral siswa yang semakin hari semakin memprihatinkan karena tidak ada pengawasan dari orang tua atau orang tua merasa lepas tangan setelah menyerahkan anaknya pada suatu sekolah formal yang ada. Hal ini tidak terlepas dari Pendidikan Agama Islam di sekolah formal yang mulai terpinggirkan oleh bertambahnya alokasi waktu materi pendidikan umum lainnya atau yang akan di ujikan dalam Ujian Akhir Nasional. Hal ini berdampak pada penilaian yang hanya terfokus pada nilai. Nilai yang diwakili oleh angka atau huruf dianggap sebagai penentu keberhasilan,

1

Hasil wawancara dengan H. Abdul Halim Said selaku Pendiri Kamyabi Homeschooling


(46)

bahkan hidup dan matinya siswa. Begitu sakralnya sebuah nilai dalam bentuk angka ataupun huruf sehingga membuat berbagai pihak menjadi stress, mulai dari guru, orang tua, bahkan anak didik itu sendiri apabila mendapat nilai yang tidak memuaskan (dibawah angka 7 atau dengan huruf C). Melihat hal ini, setiap pihak terutama guru dan orang tua mengkondisikan siswanya untuk berlomba – lomba mencapai nilai yang tinggi pada setiap bidang studi dengan cara apapun, bahkan tidak peduli lagi hal tersebut akan membuat anak didiknya kesulitan untuk mencapainya. Hal ini perlahan – lahan akan membuat anak muak, tertekan dan stres. Faktanya, nilai yang diagung – agungkan oleh pihak sekolah maupun orang tua kurang berperan banyak dalam menentukan kesuksesan hidup seseorang. Nilai ini akan melahirkan diskriminasi antar siswa. Betapa bangganya siswa yang mendapat nilai tinggi dan betapa hinanya siswa yang mendapat nilai rendah, bahkan untuk mempertegas kehinaan ini, masih ada beberapa guru di sekolah yang menggunakan tinta merah menyala dan mencolok mata. Dipertegas, nilai hanyalah representasi dari kemampuan menghafal pelajaran dan pemberiannya pun dilakukan secara subjektif oleh guru bidang studi kepada siswanya.

Dampak dari terusnya sebuah nilai dijadikan ukuran dalam keberhasilan suatu pembelajaran pada setiap bidang studi mengakibatkan kontrol afektif meningkat namun kontrol moral menurun secara perlahan

– lahan, terutama setelah belajar Pendidikan Agama Islam. Nilai bidang studi Agama Islam yang tinggi tidaklah menjamin tumbuhnya moral yang baik pula. Inilah yang dihasilkan oleh pendidikan formal terhadap Pendidikan Agama Islam. Memaksakan teori tanpa adanya praktek dan refleksi karena alokasi waktu yang terbatas.

Belum lagi sistem hukuman yang diterapkan di sekolah formal yang cenderung menyama-ratakan penerapannya kepada setiap siswa, tanpa memahami alasan yang terjadi pada setiap siswa. Sebuah contoh, si anak di scors (tidak di izinkan masuk selamam beberapa hari) karena tidak hadir dalam beberapa kali pertemuan. Hukuman dijatuhkan begitu


(47)

saja, padahal si anak memiliki alasan mengapa ia tidak masuk sekolah, misalnya karena orang tua yang telat mengantar ke sekolah sehingga ia malu datang terlambat, atau si anak mengalami masalah dan memutuskan untuk menyendiri dan enggan keluar rumah setelah mendapati keluarganya yang berantakan (broken home). Hukuman yang diberikan pada si anak tersebut tidak akan membuatnya menjadi lebih baik. Hal ini akan menambah masalah baru pada si anak nantinya.

Pendiri Kamyabi Homeschooling ini mempertegas bahwa setiap anak memiliki bakat yang diberikan oleh Allah dengan sangat luar biasa. Bakat ini diperkuat dengan adanya minat dari seseorang. Bakat dan minat serta pola belajar anak tentunya berbeda – beda. Dan hal ini tidaklah bisa mereka dapatkan dan kembangkan di sekolah formal yang menganggap semua siswa adalah. Banyak kasus yang menghalangi bakat berkembang di sekolah formal, seperti kasus bullying, bentakan dan kekerasan dari guru bahkan pemasungan kreativitas anak. Upaya penyeragaman kemampuan dan keterampilan semua anak pada setiap bidang studi turut mematikan bakat dan minat siswa yang berbeda – beda, karena setiap anak adalah unik. Terlebih lagi, kurikulum yang terlalu padat dan tugas rumah yang menumpuk menjadi beban tambahan setelah mereka belajar seharian di sekolah. Melihat kondisi ini, maka perlu alternatif untuk menyelamatkan anak – anak yang kurang cocok dengan sistem pendidikan formal, salah satunya dengan pendidikan homeschooling. Bertolak dari kondisi inilah H. Abdul Halim Said merasa terpanggil untuk mendirikan Kamyabi Homeschool sebagai sebuah institusi pendidikan alternatif yang senantiasa memperhatikan hak anak atas pendidikan yang mereka jalani.

Pendirian homeschooling ini juga terinspirasi dari Nabi

Muhammad Shalallahu ’Alaihi Wasallam yang melaksanakan dakwah

dan pendidikan (tarbiyah) dengan sistem yang mirip dengan


(48)

Mengingat pendidikan pertama dan yang utama pada seorang anak adalah orang tua atau keluarga, dengan adanya homeschooling ini H. Abdul Halim Said kembali mengajak orang tua dan keluarga untuk ikut berpartisipasi utuh secara aktif dan langsung dalam pendidikan anak atau anggota keluarganya. Orang tua lebih memahami bakat dan minat serta cara belajar yang dimiliki anaknya. Disinilah peran orang tua sebagai pengarah, bukan penentu mutlak karena yang berhak menentukan adalah anak yang menjalani pendidikan. Mereka diberi kebebasan dalam menenutukan waktu, metode dan didikan seperti apa yang ia inginkan. Apabila hal ini dipahami secara bijak, kelemahan homeschooling yang dilihat dari segi sosial dimana anak kurang dapat bersosialisasi tidak akan terjadi. Si anak masih bisa bermain, bersosialisasi bahkan berkarya di sela kegiatan homeschooling. Dalam pelaksanaan selanjutnya, orang tua atau keluarga dapat bertindak sebagai fasilitator, motivator, konselor dan teman yang baik bagi anaknya saat belajar.

Berangkat dari hal itu semua, H. Abdul Halim Said memberanikan diri untuk membentuk komunitas Kamyabi Homeschool dengan tujuan agar tidak ada lagi anak – anak Indonesia yang merasa sekolah sebagai sebuah beban dalam kehidupannya. Hal ini akan melahirkan presepsi baru bahwa sekolah adalah tempat dimana mereka bisa mengekspresikan diri mereka sendiri sesuai dengan bakat, minat dan cara belajar yang menyenangkan. Lebihnya lembaga ini dengan lembaga yang serupa adalah Pendidikan Agama Islam selalu menjadi prioritas utama dan nilai – nilai agama selalu dimasukkan dalam setiap bidang studi2.

Kamyabi Homeschool ini menerima peserta didik yang terdiri atas Taman Kanak – Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan kelas untuk Anak Berkebutuhan Khusus.

2

Hasil wawancara dengan H. Abdul Halim Said selaku Pendiri Kamyabi Homeschooling


(1)

10. Pertanyaan : Berapa kali materi Pendidikan Agama Islam diajarkan? Jawaban : Setiap jenis homeschooling yang ada memiliki waktu

yang berbeda untuk belajar agama Islam. Untuk materi khusus (praktek) Agama Islam, kita mengalokasikan tiga hari untuk mereka pilih salah satunya yaitu selasa, kamis, dan sabtu mulai pukul 15.30 sampai selesai.

11. Pertanyan : Apakah ada materi lain untuk menunjang pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

Jawaban : Ada. Beberapa diantaranya seperti program pesantren kilat, hafalan Qur’an, hadits, deeniyah, nahwu, sharaf, dan sebagainya. Program ini tentunya ditentukan dengan jenjang atau tingkat pendidikan mereka.

12. Pertanyaan : Bagaimana dengan kurikulum yang ada di homeschooling ini?

Jawaban : Kurikulum mengikuti kurikulum yang ada di Indonesia dengan tetap mengutamakan nilai – nilai agama di dalamnya.

13 Pertanyaan : Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di homeschooling dimana orang tua atau keluarga sebagai pelaksana atau tutor?

Jawaban : Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di homeschooling yang dilakukan oleh keluarga hampir sama dengan sekolah formal yang ada. Mereka (keluarga) harus membuat RPP sebegai bentuk kesiapan dalam memulai pembelajaran. Setiap alokasi waktu (jadwal pembelajaran) disesuaikan dengan keadaan anak dan karakteristik mereka. Keluarga tentu mengetahui mana


(2)

yang terbaik untuk anggota keluarganya. Pemilihan pemateri/tutor juga diserahkan sepenuhnya kepada keluarga. Bisa saja semua pelajaran di ambil alih oleh anggota keluarga (bila memiliki kesanggupan) atau melibatkan pihak luar (guru privat) mengajarkan anaknya. Untuk proses kegiatan pembelajaran sendiri, siswa lebih dituntut untuk berperan aktif daripada orang tua yang hanya pemberi umpan (rangsangan). Hal ini bertujuan agar keberhasilan pembelajaran tidak hanya diukur dari nilai saja akan tetapi juga meliputi penerapan (praktik) menyeluruh dan berkelanjutan dari pembelajan yang telah dilaksanakan. Itulah yang menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah pembelajaran (penerapan).


(3)

BERITA WAWANCARA 2

Nama : Siti Chairunnisa

Jabatan : Orang Tua Pelaksana Homeschooling Hari/Tanggal : Kamis, 23 Januari 2014

Tempat : Rumah Pribadi

1. Pertanyaan : Apa alasan anda memilih homeschooling untuk anak? Jawaban : Alasan utama saya memilih homeschooling sebagai

tempat pendidikan anak adalah karena orang tua yang tugasnya sebagai pendidik utama terhadap anak - anaknya. Saya ingin ikut berpartisipasi dan menikmati secara langsung dalam pendidikan anak, memastikan anak tumbuh secara normal, sehat jasmaninya, rohani, intelektual, dan mental.

2. Pertanyaan : Adakah alasan lain?

Jawaban : Mungkin hampir sama dengan alasan para orang tua yang menyelenggarakan homeschooling untuk anaknya. Pergaulan disekolah yang saya lihat semakin mengkhawatirkan seperti tawuran, obat – obat terlarang bahkan asusila membuat saya cemas dengan kembang-tumbuh anak. Alasan lain, saya memahami betul karakteristik belajar anak yang sukar ditemukan disekolah formal, seperti senang belajar dalam keadaaan santai sambil mendengarkan musik. Lokasi sekolah formal yang jauh dari rumah juga turut menjadi pertimbangan. Saya juga tidak ingin anak terjebak pada paradigma bahwa belajar untuk mendapatkan nilai bagus dan ijazah


(4)

3. Pertanyaan : Siapa yang menjadi pemateri/tutor dalam homeschooling?

Jawaban : Semua anggota keluarga yang dirasa mampu. Setiap bidang studi dipegang oleh salah satu anggota keluarga kecuali IPA yang kami mendatangkan guru dari luar.

4. Pertanyaan : Siapa yang menjadi pemateri/tutor untuk pelajaran Pendidikan Agama Islam?

Jawaban : Tetap anggota keluarga. Lebih dominan adalah saya sebagai ibunya. Tapi untuk beberapa bab tertentu, pemateri adalah ayahnya atau kakak.

5. Pertanyaan : Bagaimana dengan penyusunan RPP?

Jawaban : RPP sedikit-banyak kami ambil dari RPP yang sudah ada di internet dengan melakukan perubahan didalamnya. Perubahan itu dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi anak serta pemateri/tutor. Karena yang belajar adalah anak, saya melibatkan mereka dalam perubahan dan penyusunan RPP.

6. Pertanyaan : Kapan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

Jawab : Pelajaran Pendidikan Agama Islam dimulai setelah sholat Maghrib, sekitar 75 Menit untuk setiap pertemuan. Dimulai pukul 18.15 hingga 19.30 WIB.

7. Pertanyaan : Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

Jawab : Sama seperti sekolah formal. Hanya saja, disini anak dituntut untuk aktif menggali apa yang ia mau (indikator). Jika kompetensi dasar belum tercapai dari yang anak


(5)

kemukakan (melalui indikator), pemateri/tutor melengkapinya. Intinya saya ingin membuat setiap pembelajaran aktif dan menyenangkan.

Saya juga memfasilitasi pembelajaran anak dengan multimedia dan media internet. Fasilitas ini yang sukar ditemukan oleh anak saya sebelumnya karena beberapa sekolah formal tidak memfasilitasi anak untuk menggunakan internet karena beberapa pertimbangan seperti konten dewasa, game dan sebagainya

8. Pertanyaan : Tidakkah anda khawatir dengan aspek sosial (pergaulan) anak yang melaksanakan homeschooling?

Jawaban : Insya Allah tidak. Homeschooling bukanlah penjara bagi anak. Anak, saya beri kebebasan untuk bersosialisasi dengan siapapun, baik dalam dunia maya, tempat les ataupun lingkungan sekitar. Tentu semua itu tetap dalam pengawasan anggota keluarga tanpa mereka merasa diawasi. Inilah yang tidak didapat anak dalam sekolah formal (pengawasan dari guru)

9. Pertanyaan : Bagaimana hasil pembelajaran yang anda lihat dari anak? Jawaban : Hasil belajar anak untuk semester ini dikategorikan baik.

Tumbuh kembangnya pun dapat saya awasi dengan baik. Aspek sosialnya pun saya rasa tidak ada masalah karena anak masih dapat bergaul dengan banyak teman yang ada dilingkungannya.


(6)

TAMPILAN APLIKASI EDMODO