1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai macam alasan mengapa orang tua lebih memilih homeschooling bagi anak-anaknya membuat nama homeschooling yang sudah ada mulai dikenal
oleh kalangan pendidik dan masyarakat luas. Sebenarnya, metode homeschooling sudah ada sejak zaman dahulu. Jauh
sebelum era pendidikan masal dimulai. Liahatlah orang-orang zaman dahulu; kakek-nenek kita dan sebelum mereka, mereka tidak mengenal adanya sekolahan.
Sistem pembelajaran mereka sangatlah berbeda dengan kita saat ini. Mereka berguru pada seseorang yang memiliki ilmu yang tidak diragukan dalam suatu
bidang. Misalnya, jika mereka ingin belajar mengenai obat-obatan, mereka tidak akan pergi ke sekolah untuk mempelajarinya. Mereka akan mencari seseorang
yang dianggap mampu dan menguasai ilmu mengenai obat-obatan. Lalu mereka akan berguru pada orang tersebut. Saat mereka dianggap cukup mampu
menguasai ilmunya, maka mereka akan dinyatakan lulus tanpa mengikuti ujian- ujian seperti zaman sekarang.
Sistem sekolah seper ti ini pada zaman Rasulullah dinamakan ‘Halaqah’.
Artinya kita berguru pada seseorang yang menguasai pada suatu bidang tertentu. Dewasa ini sistem seperti itu lebih dikenal dengan sebutan ‘Homeschooling’.
Yang dipahami dengan sekolah yang dilakukan dirumah. Awalnya homeschooling
dikenal dinegara ‘Paman Sam’. Kemudian sistem ini digunakan di negara-negara lain di dunia, termasuk di Indonesia. Secara tidak
disadari, sesungguhnya setiap manusia sudah melakukan homeschooling sejak mereka dilahirkan ke dunia ini.
Pendidikan adalah sebuah sarana atau jalan bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Pendidikan tidak hanya di peroleh melalui sekolah-
sekolah atau kursus-kursus. Pendidikan juga bisa didapatkan melalui pengalaman.
2
Pendidikan sama dengan hidup. Pendidikan juga merupakan pengalaman belajar. Oleh karena itu, pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai keseluruhan
pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidupnya. Pendidikan tidak terbatas pada usia, tempat dan waktu. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat, selama
kita masih hidup. Menurut
Zurinal, “Dalam pengertian yang sederhana, pendidikan sering dimaknai sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi-potensi pembawaaan, baik potensi jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-n
ilai yang ada di dalam masarakat dan kebudayaan”.
1
John Dewey, sebagaimana dikutip oleh Zurinal, memandang pendidikan sebagai suatu rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman agar lebih bermakna,
sehingga pengalaman tersebut dapat mengarahkan pengalaman yang didapat berikutnya”.
2
John .S. Brubacher, sebagaimana dikutip oleh Zurinal, berpendapat bahwa pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan dan
kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan, kemudian disempurnakan dengan kebiasaaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat
media yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan.
3
Sedangkan Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip oleh Zurinal, mendefinisikan pendidikan dengan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak.
4
Zurinal sendiri berpandangan bahwa, “Pendidikan dalam pengertian sempit, dimaknai sekolah atau persekolahan
schooling. Dengan kata lain, dalam pengertian sempit pendidikan merupakan pengaruh yang diuayakan dan direkayasa sekolah terhadap anak dan remaja
agar mereka mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh
1
Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006 hal. 1
2
Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006 hal. 2
3
Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006 hal. 2
4
Zurinal, Ilmu Pendidikan Islam: Pengantar Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006 hal. 2