Implementasi model homeschooling di komunitas sekolah rumah pelangi Ciputat

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruaan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Serjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

MOH FAUZI IBRAHIM NIM : 104018200621

JURUSAN KI-MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruaan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Serjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

MOH FAUZI IBRAHIM 104018200621

Dibawah Bimbingan

Dr. Faridal Arkam, M.Pd NIP. 195003071979031004

PROGRAM STUDI MANJEMEN PENDIDIKAN JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010


(3)

(FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada hari Kamis, Tanggal 24 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan.

Jakarta, 24 Juni 2010

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal dan Tanda Tangan Ketua Jurusan/ Ka. Prodi KI-MP

Rusydy Zakaria, M.Ed., M.Phil (………..…...……) (….….………….) NIP. I9560530 198503 1 002

Ketua Prodi Manajemen Pendidikan

Drs. H. Mu’arif SAM, M.Pd (………..…...) (………..……….)

NIP. 19650717 199403 1 003 Penguji I

Akbar Zainudin, MM (………..…...) (….………..) NIP.

Penguji II

Bahrissalim, M.Ag (………..…...……) (….….………….) NIP. 196803071998031002

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP.19571005 198703 1 003


(4)

Moh Fauzi Ibrahim, 2010. Implementasi Model Homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat. Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing : Dr. Faridal Arkam, M.Pd.

Homeschooling adalah suatu proses pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang masih usia sekolah, dengan memilih model/kurikulum yang sesuai dengan gaya belajar anak. Sehingga motivasi belajar pun memegang peranan penting dalam memberikan gairah dan semangat belajarnya. Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi: Pertama: Bagaimana implementasi model homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat?. Kedua: Apakah faktor penunjang pada implementasi model homeschooling?. Ketiga: Apakah faktor penghambat pada implementasi model homeschooling? Keempat: Bagaimanakah upaya untuk mengatasi hambatan pada implementasi model homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat?.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dalam bentuk studi kasus. Data diperoleh dari Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat Tangerang Selatan. Sedangkan Pengumpulan data diperoleh dengan metode wawancara, observasi. dan dokumentasi. Instrumennya yaitu peneliti sendiri dan pedoman pengumpulan data. Keabsahan data dengan perpanjangan keikutsertaan peneliti, dan ketekunan pengamatan. Analisis data dalam penelitian ini berproses secara induksi-interpretasi-konseptualisasi.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat telah mengimplementasikan Model Homeschool Montessori (unit pembelajaran/unit studies), Model Homeschool Charlotte Mason. dan jenis Homeschooling Komunitas tanpa melupakan minat dan kebutuhan anak seusianya, sehingga anak pun dapat termotivasi belajarnya. Adapun faktor penunjang : Fasilitas belajar mengajar yang lebih baik dan ruang gerak sosialisasi anak semakin luas, Adanya kebutuhan yang sama antara orang tua (pengajar) dan anak untuk membuat struktur yang lebih lengkap dalam meyelenggarakan aktivitas pendidikan, Orang tua (pengajar) akan lebih banyak mendapatkan dukungan karena masing-masing dapat mengambil tanggung jawab dalam skala yang lebih besar, Anak bisa belajar dari sumber manapun yang dapat dipelajarinya.

Sedangkan Faktor penghambatnya: Memerlukan kerjasama dan fleksibilitas untuk menyesuaikan jadwal, suasana, dan fasilitasnya, Anak dengan keahlian/berkebutuhan khusus harus bisa menyesuaikan dengan lingkungan dan menerima perbedaan lainnya sebagai proses pembentukan jati diri, Anggapan sepele dari masyarakat. Upaya mengatasi hambatan; Memberikan fasilitas sebagai penunjang belajar anak, Melakukan kreasi baru untuk membangkitkan semangat dan motivasi belajar anak, Memperhatikan faktor internal dan eksternal anak dengan tetap bangkitkan motivasi belajar anak tanpa terganggu dengan status pilihan belajarnya


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT. Sholawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang diutusNya untuk memberi petunjuk kepada umat manusia ke jalan yang lurus, penyebar kedamaian dan ketentraman ke seluruh pelosok negeri. dan kepada seluruh keluarganya serta para sahabatnya yang setia mengikutinya.

Sebagian dari manusia diciptakan dengan keunggulan intelektual dan mereka biasa disebut sebagai manusia cerdas. Keberadaan kelompok manusia cerdas adalah suatu potensi sumber daya manusia yang dapat membawa perbaikan di segala relung kehidupan. Namun, mereka juga akan dapat membawa kehancuran apabila menyalahgunakan kecerdasannya tersebut. Di sinilah tugas para pendidik untuk mengantisipasi segala kemungkinan negatif yang akan muncul dan untuk terus menggali dan memperhatikan keseimbangan Manusia dan pendidikannya.

Uraian tersebut di atas merupakan suatu dorongan pribadi penulis untuk menyusun skripsi dengan judul Implementasi Model Homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat Tangerang Selatan. 

Sebagai manusia, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Tanpa bantuan serta dorongan dari berbagai pihak yang secara tulus ikhlas memberikan bantuannya secara moril maupun materiil, dimungkinkan skripsi ini tidak akan bisa selesai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Rusydi Zakariya, MA., Ketua Jurusan Kependidikan Islam, Bapak Drs. Muarif SAM, M.Pd., Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan,

   


(6)

Bapak Drs. Hasyim Asy’ari, M.Pd., Dosen penasehat akademik dan para dosen yang telah mentransformasikan ilmunya kepada penulis sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Dr. Faridal Arkam, M.Pd., Dosen pembimbing skripsi yang dengan tulus ikhlas dan Sabar telah meluangkan waktu yang berharga untuk memberikan bimbingan, bantuan serta motivasinya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Erlina, SPd, Pimpinan Komunitas Homeschooling Pelangi Ciputat, yang telah sudi kiranya menerima penulis dengan baik dan terbuka dalam melakukan penelitian di lembaganya, sehingga penulis dapat dengan mudah memperoleh data-data yang dapat mendukung penulisan skripsi ini.

5. Ayahanda tercinta H. Isbai (Ibrahim) dan Ibunda Hj. Wanon (Fatimatuz Zahro),yang merupakan sumber kehidupan saya, pembimbing pertama dan utama hidup saya, pendidik saya yang telah membesarkan dan mendidik saya untuk bersikap terbuka, berani dan bijaksana dalam menghadapi hidup ini. yang mempunyai peran penting dan tak terhingga, sehingga rasanya ucapan terima kasih ini tidak cukup menggambarkan wujud penghargaan saya ini. serta Kepada Adik-adikku (Mu’tiqah, Asmani dan Ni’matul Imanah), yang memberikan keceriaan dan semangat dalam hidup: dengan cinta kita, canda kita, tangis kita dan harapan-harapan kita.

6. Sahabat-sahabatku yang senantiasa berjalan dalam irama perjuangan bersama-sama yang bermarkas di MABES NKRI. Shalihin Mudjiono (Joni) sang Pemburu Mimpi, Dai Mu’min yang selalu istiqamah pergi ke Mushalla, Rudi Purwanto (Pa’le’) manusia imajiner sejati yang kesehariannya selalu berimajinasi dalam keoptimisan hidupnya, Kamal Basya sang demonstran kondang, Achmad Romdhoni yang paling betah menghuni kamar mandi, dan Shalihin Kacong sang komandan pasukan khusus NKRI. Semoga ikatan persahabatan dan Persaudaraan kita abadi selalu.

7. Ade’qu Dina Murdliah yang senantiasa memberikan spirit hidup dan menjadi teman setia, baik suka maupun duka. Sungguh sangat saya banggakan dan saya sayangi. Semoga ikatan ini barokah dan diridlo’i oleh Allah SWT.

   


(7)

   

8. Teman-teman KI-Manajemen Pendidikan angkatan 2004-2005 khususnya kelas A. M. Amin Nasrullah, Ridwan Munandar, Sulaiman, Edy Sudrajad, Dede Kurnia R., Achmad Zahruddin, Jamal Ripani, Robi Amin, Mukhyar Hardi, Budi Ikhsanudin, Rustana, Sukhro W., Siti Farhanah, Nur Fajriyah, Mulyani, Laily Wulandari, Eva, Pupuy, Evi, Lala, Juju, Murni D. Bunda Sinta, Yusmiati, Tati, Memah, Widiah, Shofa, dan Astri. Semoga kekompakan kita tetap terjaga dan terpelihara selama-lamanya.

Untuk mereka penulis berharap, semoga Allah selalu memberikan kasih sayangNya berupa kesehatan, kebahagiaan, keluasan ilmu dan ketaqwaan yang semakin mendalam. Dan untuk hasil karya yang belum sempurna ini, penulis berharap semoga tidak menjadi kesia-siaan, tetapi dapat memberi manfaat kepada dunia pendidikan di Indonesia. Amin.

Jakarta, 08 Juni 2010 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II : KAJIAN TEORI ... 10

A. Pendidikan Luar Sekolah ... 11

1. Karakteristik pendidikan luar sekolah ... 12

B. Homeschooling ... 14

BAB III 1. Pengertian Homeschooling ... 14

2. Sejarah Adanya Homeschooling ... 18

3. Homeschooling di Indonesia ... 19

4. Faktor-FaktorPemicu dan Pendukung Homechooling ... 23

5. Jenis-jenis Homeschooling ... 24

6. Manfaat dan Keunggulan Homeschooling ... 26

7. Kiat-kiat melaksanakan Homeschooling ... 28

8. Tujuan Homeschooling ... 29

9. Model Homeschooling ... 30

: METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Metode Penelitian ... 35


(9)

C. Variable Penelitian ... 36

D. Sumber Data ... 37

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37

F. Teknik pengolahan Data dan Analisa Data ... 40

BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 42

A. LATAR BELAKANG OBJEK PENELITIAN ... 42

1. Gambaran Umum Komunitas Homeschooling Pelangi ... 42

2. Visi dan Misi ... 45

3. Keadaan Guru/Pembimbing ... 45

4. Program kerja Komunitas ... 46

5. Fasilitas dan Sarana Pembelajaran ... 47

6. Kegiatan Ekstra Kulikuler ... 47

7. Program Unggulan ... 48

8. Prestasi Komunitas ... 48

B. PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN ... 49

1. Implementasi Model Homeschooling ... 49`

a. Model jan Jenis Homeschooling yang diterapkan ... 51

b. Tujuan Melaksanakan Model Homeschooling ... 55

c. Kurikulum dan Materi Pembelajaran yang diterapkan 57 d. Model Pembelajaran Homeschooling ... 60

e. Sistem Evaluasi Implementasi Model Homeschooling 61 f. Faktor Penunjang Dalam Implementasi Model Homeschooling ... 68

g. Faktor Penghambat Dalam Implementasi Model Homeschooling ... 73

h. Upaya Mengatasi Hambatan Pada Implementasi Model Homeschooling ... 75


(10)

C. PEMBAHASAN ... 78 1. Implementasi Model Homeschooling ... 80

h. Upaya Mengatasi Hambatan Pada Implementasi Model Homeschooling ... 89

BAB V

DAFTAR PU LAMPIR BIODATA P

a. Model jan Jenis Homeschooling yang diterapkan ... 80 b. Tujuan Melaksanakan Model Homeschooling... 81 c. Kurikulum dan Materi Pembelajaran yang diterapkan 82 d. Model Pembelajaran ... 83 e. Sistem Evaluasi Implementasi Model Homeschooling 84 f. Faktor Penunjang Dalam Implementasi Model

Homeschooling ... 84 g. Faktor Penghambat Dalam Implementasi Model

Homeschooling ... 88

: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 93 B. Saran ... 95

STAKA ... 96

AN-LAMPIRAN ENULIS


(11)

Tabel 1 : Jum .. 61

Tabel 2 : Jum ... 61

Tabel 3 : Jum 61

as Sekolah Rumah Pelangi ... 62

Tabel 5 : D 63

Tabel 6 : K 65

DAFTAR GAMBAR

ambar 1 : Kegiatan Ekstra Kulikuler ... 66

DAFTAR TABEL

lah Siswa-Siswi Tingkat SD Tahun Ajaran 2009-2010 ... lah Siswa-Siswi Tingkat SMP Tahun Ajaran 2009-2010 ... lah Siswa -Siswi Tingkat SMA Tahun Ajaran 2009-2010 ... Tabel 4 : Data Komunit

ata Guru Komunitas Sekolah Rumah Pelangi 2009/2010 ... eadaan Sarana dan Prasarana ...


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di abad ini, tantangan yang amat besar yang harus kita hadapi adalah globalisasi yang sedang melanda, maka haruslah ada minimal satu kesatuan pendidikan yang bertaraf internasional yang setara dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) hingga muncullah sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, melalui proses pendidikan.

Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pemberdayaan masyarakat dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan dengan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi dan organisasi masyarakat dalam penyelenggaraan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Sebab pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga.

Peran pemerintah adalah dengan membentuk suatu badan hukum pendidikan sehingga semua penyelenggara pendidikan dan atau satuan pendidikan formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum pendidikan. Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi memberikan pelayanan kepada peserta didik

Masyarakat tersebut dapat berperan sebagai sumber, pelaksana, pengguna hasil pendidikan. Sedangkan pada keluarga berperan sebagai tempat untuk memperoleh pendidikan yang utama serta pembentukan awal dari keperibadian


(13)

(karakter) dan pola belajar anak, maka pentingnya pendidikan keluarga itu diperoleh sebelum pendidikan yang lain.

Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kemajuan bidang pendidikan mencapai puncaknya dengan timbulnya konsepsi pendidikan baru yang berbeda dengan konsep pendidikan yang sudah ada dan telah lama berlangsung. Dalam konsepsi tersebut diketengahkan tentang pendidikan luar sekolah yang merupakan sistem baru dalam dunia pendidikan.

Sesuai dengan paradigma baru dalam UU sisdiknas pasal 13 yang disahkan oleh DPR-RI tanggal 11 Juni 2003 yaitu perubahan mendasar mengenai jalur pendidikan yaitu mengubah jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah menjadi 3 jalur, yaitu jalur pendidikan formal, non formal dan informal1

Yang berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi dalam abad ini dengan bentuk isi dan penyelenggaraan program pendidikan yang beraneka ragam dari tingkat sederhana samapai tingkat yang kompleks. Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan tersebut dapat dimaklumi oleh karena:

a. Adanya penemuan-penemuan baru dalam dunia pendidikan

b. Institusi-institusi penyelenggaraan pendidikan yang demikian efektif dan efisien.

c. Pengaruh berbagai faktor yang menunjang proses pendidikan 2

Sedangkan dalam asas pendidikan yang selama ini sebagai titik tolak bagi penyelenggara pendidikan, yaitu asas pendidikan yang dikenal dengan istilah “long life education” atau pendidikan seumur hidup

1 UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1

2 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 1


(14)

Dari 3 jalur (formal, non formal dan informal) tersebut memang dianut dalam sistem pendidikan nasional sebelum berlakunya UU No 2 tahun 1989. Akan tetapi terdapat berbagai faktor yang pada hakekatnya pendidikan formal kurang bisa memenuhi, sehingga perlu mengadakan jenis kegiatan pendidikan lain yang disebut pendidikan informal dan non formal.

Faktor-faktor tersebut meliputi:

a. Kemajuan teknologi yang antara lain membuat usangnya hasil penemuan masa lampau, sekaligus dengan itu membuka perspektif-perspektif baru. b. Lahirnya persoalan-persoalan baru terhadap apa orang harus belajar tentang

bagaimana menghadapinya, soal-soal mana tidak dapat diserahkan hanya kepada lembaga pendidikan formal.

c. Keinginan untuk maju, untuk belajar yang kian meningkat, mereka yang ingin menambah atau memperbaiki pengetahuan serta kecakapannya.

d. Perkembangan alat-alat komunikasi yang memperluas kemungkinan untuk mengikuti pendidikan apa tanpa datang kesekolah atau memperluas kemungkinan untuk menyajikan program pendidikan secara sistematis tanpa mengumpulkan orang yang bersangkutan dalam suatu tempat yang sama. e. Terbentuknya macam-macam organisasi sosial yang menambah medan

pendidikan serta kebutuhan akan penyelenggaraan pendidikan informal dan non formal yaitu karena keluarga dan organisasi-organisasi tersebut banyak yang ingin menambah pengetahuan serta keterampilan anggotanya lewat forum pendidikan dalam keluarga/organisasi yang dapat diandalkan.3

Maka para orang tua yang tidak puas dengan sistem pendidikan yang diterapkan sekolah akhirnya mencari alternative di luar sekolah formal. Salah satu metode ataupun model pendidikan yang sudah banyak diterapkan diluar negeri dan mulai banyak dilirik para orang tua di Indonesia adalah homeschooling.

Dari sinilah perlu adanya pertanyaan yang mendasar, yaitu mengapa perlunya homeschooling, setiap orang tua pasti menginginkan anaknya dapat berkembang optimal dan merasa nyaman melalui masa pendidikannya, namun pada kenyataannya ada orang tua merasa lembaga pendidikan yang ada tak lagi


(15)

dapat memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Jika orang tua dihadapkan pada situasi itu, Maka homeschooling dapat menjadi salah satu pilihan bagi keluarga untuk mendidik anaknya sendiri di rumah. Karena model pendidikan homeschooling memugkinkan anak memperoleh kurikulum spesifik dan teknik mengajar yang sesuai dengan kebutuhan anak”. Homeschooling juga dapat menjadi jawaban pilihan program pendidikan yang fleksibel dan sesuai dengan minat pendidikan anak

Adapun homeschooling termasuk sistem pendidikan yang disebut pendidikan informal. Pendidikan ini sama sekali tidak terorganisasi secara struktural, tidak mengenal adanya kredensial, lebih merupakan hasil pengalaman belajar individu mandiri dan pendidikannya tidak terjadi di dalam medan interaksi belajar-mengajar buatan sebagaimana pada pendidikan formal dan non formal. Contoh konkritnya seperti pendidikan yang terjadi sebagai sebab akibat wajar dari fungsi keluarga, media massa, acara-acara keagamaan, pertunjukan-pertunjukan seni atau hiburan, kampanye-kampanye, partisipan dalam kelompok-kelompok organisasi.

Homeschooling merupakan pendidikan berbasis rumah yang memungkinkan anak berkembang sesuai dengan potensi diri mereka masing-masing. Dr. Howard Gadner seorang peneliti di Harvard University dengan bukunya fremes of Mind, sudah menyempaikan teorinya tentang multiple intelligence atau kecerdasan majmuk. Ada 8 kecerdasan yang kemungkinan akan bertambah karena beliau terus membuat kajian dan penelitian secara intensif :

a. Kecerdasan Linguistik, kemampuan untuk menggunakan kata-kata baik secara lisan maupun tertulis, seperti yang dilakukan para presenter, aktor, sastrawan, jurnalis dan lain-lain.

b. Kecerdasan metematis-logis, kemampuan menggunakan angka dan penalaran secara logis, seperti yang dilakukan para akuntan, ahli matematika, ilmuwan, peneliti, programmer dan lain-lain.

c. Kecerdasan Spasial, kemampuan membuat visualisasi secara akurat bentuk bangunan, ruang dan warna, seperti pematung, arsitek, pilot dan lain-lain.


(16)

d. Kecerdasan Kinetetis, kemahiran dalam menggunakan anggota tubuh, seperti para penari, para atlet, actor dan lain-lain.

e. Kecerdasan musical, kemampuan yang berhubungan dengan bunyi nada atau suara, seperti para pemusik, penyanyi, pencipta lagu dan lain-lain.

f. Kecerdasan interpersonal, kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain seperti para negosiator, politikus, diplomat, tenaga pemasaran dan lain-lain. g. Kecerdasan intrapersonal, kemampuan untuk memahami diri sendiri

sebagaimana para konsultan, psikolog, rohaniawan, pendidik dan lain-lain. h. Kecerdasan Naturalis dan lain-lain.4

Teori Multiple Intelligence atau kecerdasan majmuk telah membuka mata kita bahwa ada begitu banyak cara untuk membuat anak-anak memahami suatu materi pelajaran. Kita harus menyadari bahwa anak-anak ini mungkin bisa belajar dengan sangat baik dengan cara mereka sendiri.

Pada umumnya pendidik, orang tua dan lain-lain. Hanya peduli pada kemampuan dalam arti yang paling tradisional dan akademis yaitu membaca, menulis, mengeja, IPA, IPS dan Matematika dalam bentuk buku pelajaran dan lembar latihan standar serta belajar dengan cara duduk manis didalam kelas dan mendengarkan guru berceramah. Pada hal ada begitu banyak potensi dalam diri anak yang tidak bisa dinilai hanya dengan cara-cara seperti itu. Hal inilah yang mendasari banyak orang tua untuk menghomeschooling anak-anak mereka. Homeschooling memberi banyak keluasan bagi anak untuk menikmati proses belajar tanpa harus merasa tertekan dengan beban-beban yang terkondisi oleh target kurikulum. Seorang homeschooler bisa saja hanya meluangkan beberapa menit mengerjakan lembar kerja matematika, tetapi bisa berbulan-bulan asyik meneliti satu spesies serangga. Hal ini tentu saja tidak mungkin terjadi di sekolah formal.

Orang tuapun tidak harus menjadi orang yang tau segalanya untuk bisa menghomeschooling anaknnya, bahkan yang penting dalam homeschooling adalah sikap mental belajar kepada anak-anak sehingga mereka bisa belajar dengan cara mereka sendiri serta belajar apa saja dimana saja dan dari siapa saja. Hal-hal yang

4


(17)

sangat minim bisa dilakukan oleh siswa sekolah formal karena kesibukan mereka mengerjakan pekerjaan rumah, belajar untuk ulangan, les, dan sebagian yang belum mereka nikmati secara aktif dari dalam hati mereka.

Bagi kebanyakan orang bersekolah di rumah masih di anggap aneh, sekolah itu harus formal disekolah. Namun, ada juga orang tua yang merasa lebih nyaman menerapkan homeschooling bagi anak-anaknya. Selain lebih aman, orang tua bisa lebih intensif membantu tumbuh kembang anak. Namun ada pula sejumlah orang tua yang tidak mau dipusingkan dengan urusan tersebut. Mereka merasa lebih nyaman menerapkan sistem belajar di rumah atau dengan istilah homeschooling, karena pada intinya pendidikan berasal dari rumah. Begitulah dasar pemikiran mereka.

Sehingga homeschooling saat ini mulai menjadi salah satu pilihan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Pilihan ini terutama disebabkan oleh adanya pandangan/pemikiran orang tua tentang kesesuaian bagi anak-anaknya. Bisa juga karena orang tua merasa lebih siap untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah. Ini banyak dilakukan dikota-kota besar terutama oleh mereka yang pernah melakukannya ketika berada di luar negeri.

Kegiatan belajar yang dialihkan dari sekolah ke rumah merupakan bentuk ketidak puasan orang tua terhadap sistem pendidikan formal yang ada. Para orang tua lantas memutuskan untuk membuat pendidikan alternatif bagi anak-anaknya. Mereka juga melihat belajar tidak menjadi sesuatu yag menyenangkan bagi anak-anaknya. Malah seperti menjadi siksaan. Homeschooling dapat menjadi jawaban pilihan program pendidikan yang fleksibel dan sesuai dengan minat pendidikan anak.

Proses Pembelajaran itu sangat komplek, yang melibatkan komponen internal dan eksternal. Dua komponen tersebut berproses dalam satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Komponen internal terdiri atas tujuan, materi pelajaran, metode, media dan evaluasi. Sedangkan komponen eksternal mencakup guru, orang tua dan masyarakat sekeliling.

Demikian pula seorang anak belajar karena didorong oleh kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan dan cita-cita. Kekuatan mental yang


(18)

mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengerahkan perilaku manusia, termasuk belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar. Dalam hal ini setiap anak memiliki kebutuhan yang berlainan dalam hal minat dan perhatian, kemauan dan cita-citanya. Ada yang mau belajar jika telah dimotivasi untuk belajar.

Motivasi merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian prestasi belajar. Anak yang memiliki motivasi belajar tinggi akan mudah diarahkan untuk mencapai prestasi belajar. Motivasi dapat dibangkitkan dari dalam diri anak (motivasi intrinsik) dan dapat pula dibangkitkan dari luar (motivasi ekstrinsik). Motivasi dalam diri anak akan tumbuh apabila anak tahu dan menyadari bahwa yang akan dipelajari bermakna atau bermanfaat. Ada dua potensi yang dapat membangkitkan motivasi belajar yang efektif, yaitu keingintahuan dan keyakinan anak akan kemampuan dirinya. Pada umumnya anak memiliki rasa ingin tahu dan memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya. Karena itu orang tua (pengajar) perlu harus dapat membangkitkan motivasi belajar anak.

Sebab pendidikan selama ini hanya dilihat sebagai satu alat yang dapat mendidik anak dengan baik, sama halnya dengan seseorang berpakaian yang selalu berganti-ganti kadang merah, hitam serta putih. Oleh sebab itu dari terlaksananya sistem pendidikan homeschooling ini, diharapkan mampu dalam meningkatkan motivasi belajar anak yang sebagai subjek pada terlaksananya pendidikan. Dengan demikian motivasi belajar pun memegang peranan penting dalam memberikan gairah dan semangat dalam belajar, sehingga anak yang bermotivasi kuat memiliki energi yang banyak pula untuk melakukan kegiatan belajar.

Berdasarkan gambaran yang telah diuraikan di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut dengan judul

IMPLEMENTASI MODEL HOMESCHOOLING DI KOMUNITAS


(19)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka Identifikasi masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana implementasi model homeschooling ?

2. Apakah faktor penunjang pada implementasi model homeschooling ? 3. Apakah faktor penghambat pada implementasi model homeschooling ?

4. Bagaimanakah upaya untuk mengatasi hambatan pada implementasi model homeschooling?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka kami membatasi masalah dalam lingkup sebagai berikut :

1. Implementasi model homeschooling yang dilaksanakan oleh Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat.

2. Kurikulum, materi, metode, serta sistem evaluasi model homeschooling yang dilaksanakan oleh Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat.

3. Faktor penunjang, penghambat dan upaya mengatasi hambatan dalam pelaksanaan model homeschooling yang dilaksanakan oleh Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat.

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan difokuskan pada penelitian ini adalah “Implementasi Model Homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat”

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan uraian yang telah dikemukakan, tujuan operasional yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui secara komprehensif implementasi model homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat.


(20)

2. Untuk mengetahui faktor penunjang pada implementasi model homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat

3. Untuk mengetahui faktor penghambat pada implementasi model homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat.

4. Untuk mendeskripsikan upaya mengatasi hambatan pada implementasi model homeschooling di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi Ciputat

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak pelaksana pendidikan model homeschooling agar menjadi dasar dalam proses mendidik anak.

2. Sebagai bahan rujukan bagi para peneliti yang meneliti tentang Homeschooling di Indonesia

3. Bagi mentor atau pengajar, dapat memberikan masukan alternatif dalam mendidik anak homeschooling. Dan diharapkan dapat menyusun rencana pengajaran sehingga dapat mengembangkan potensi anak.

4. Bagi anak, diharapkan dapat lebih meningkatkan motivasi belajarnya dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun.

5. Bagi penulis, dapat mengetahui implementasi model homeschooling dalam meningkatkan motivasi belajar anak dengan baik.


(21)

BAB II KAJIAN TEORI

A. PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Kita menyadari bahwa Sumber Daya Manusia kita masih rendah, dan tentunya kita masih punya satu sikap yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar yang tidak mungkin terabaikan adalah melalui pendidikan, baik pendidikan formal, in formal maupun non formal atau lebih dikenal dengan pendidikan luar sekolah (PLS). Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh faktor ekonomi

Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian pemerintah melalui semangat otonomi daerah adalah mengerakan program pendidikan non formal tersebut, karena UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara lugas dan tegas menyebutkan bahwa pendidikan non formal akan terus ditumbuhkembangkan dalam kerangka mewujudkan pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerintah ikut bertanggungjawab kelangsungan pendidikan non formal sebagai upaya untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun1

1

UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pasal 27 ayat 1 dan 2


(22)

Fungsi Pendidikan sebagai sarana alih Pengetahuan dapat ditinjau dari teori human capital “ Bahwa Pendidikan tidak lagi dipandang sebagai kebutuhan mewah lagi, melainkan sebagai kebutuhan pokok setiap individu, sehingga setiap orang membutuhkan pendidikan untuk mengantisipasi kemajuan pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.”2

Dalam kerangka perluasan dan pemerataan pendidikan untuk seluruh warga Indonesia, secara bertahap dan bergulir harus terus ditingkatkan jangkauan pelayanan serta peran serta masyarakat dan pemerintah daerah untuk menggali dan memanfaatkan seluruh potensi masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan, tanpa terkecuali pendidikan melalui jalur non Formal dan in formal (pendidikan Luar Sekolah),

Di dalam khazanah pendidikan luar sekolah selama ini sudah dikenal beberapa istilah yang erat sangkut-pautannya dengan Pendidikan Luar Sekolah, istilah-istilah yang dimaksud penting untuk dikenali dalam rangka membangun konsep, batasan atau pengertian Pendidikan Luar Sekolah. Istilah – istilah tersebut yaitu :

a. Mass Education,

b. Community Education,

c. Fundamental Education,

d. Extention Education,

e. Community Development,

f. Adult Education, g. Learning Society,

h. Life Long Education, dan

i. Formal, Non Formal and Informal Education.3

Namun istilah yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat secara luas di Indonesia adalah Pendidikan Non Formal dan In Formal.

Di dalam pengembangan Pendidikan Luar Sekolah, yang perlu menjadi perhatian bahwa, dalam usaha memberdayakan masyarakat kiranya dapat membaca dan merebut peluang dari otonomi daerah, pendidikan luar sekolah pada era otonomi daerah sebenarnya diberi kesempatan untuk berbuat, karena mustahil

2

Nuryanis dan Romli, Pendidikan Luar Sekolah; Kontribusi Dipenamas dalam Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 2

3

Sanapiah Faisal, Pendidikan Luar Sekolah; di Dalam Sistem Pendidikan dan Pembangunan Nasional, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 40-41


(23)

peningkatan dan pemberdayaan masyarakat menjadi beban pendidikan formal saja, akan tetapi pendidikan formal juga memiliki tanggungjawab yang sama

Pendidikan Luar Sekolah menjadi tanggungjawab masyarakat dan pemerintah, sejalan dengan Pendidikan Berbasis Masyarakat, penyelenggaraan PLS lebih memberdayakan masyarakat sebagai perencana, pelaksanaan serta pengendali, PLS perlu mempertahankan falsafah lebih baik mendengar dari pada didengar, Pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota secara terus menerus memberi perhatian terhadap PLS sebagai upaya peningkatan SDM, dan PLS sebagai salah satu solusi terhadap permasalahan masyarakat, terutama anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, dan anak usia putus sekolah.

1. Karakteristik pendidikan luar sekolah

Peranan pendidikan Luar Sekolah sangatlah besar dalam pembangunan Manusia Indonesia secara utuh, karena pendidikan Luar Sekolah atau yang juga kita kenal dengan Pendidikan Non Formal dan Informal mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Pendidikan Luar sekolah perlu mendapatkan perhatian dan perlakukan yang setara dengan pendidikan Formal (Persekolahan).

Pendidikan Luar Sekolah juga menjadi pelengkap dan penyeimbang dari pendidikan Formal. Hal ini karena Pendidikan Luar Sekolah memiliki karakteristik yang berbeda dengan sekolah formal. Adapun Ciri-ciri Pendidkan Luar sekolah diantaranya:

1. Beberapa bentuk pendidikan luar sekolah yang berbeda ditandai untuk mencapai bermacam-macam tujuan.

2. Keterbatasan adalah suatu perlombaan antara beberapa PLS yang dipandang sebagai pendidikan formal dari PLS sebagai pelengkap bentuk-bentuk pendidikan formal

3. Tanggung jawab penyelenggaraan lembaga Pendidikan Luar Sekolah dibagi oleh pengawasan umum/masyarakat, pengawasan pribadi atau kombinasi keduanya.

4. Metode pengajaran juga bermacam-macam dari tatap muka atau guru dan kelompok-kelompok belajar sampai penggunaan audio televise, unit latihan keliling demonstrasi, kursus-kursus korespondensi, alat-alat bantu visual.4

4


(24)

Di Indonesia saat ini banyak sekali kita kenal tentang “Sekolah Alternatif”. Istilah pendidikan alternatif merupakan istilah generik dari berbagai program pendidikan yang dilakukan dengan cara berbeda dari cara tradisional. Secara umum pendidikan alternatif memiliki persamaan, yaitu: pendekatannya berisfat individual, memberi perhatian besar kepada peserta didik, orang tua/keluarga, dan pendidik serta dikembangkan berdasarkan minat dan pengalaman.

Pendidikan luar sekolah (Out of school education) adalah pendidikan yang dirancang untuk membelajarkan warga belajar agar mempunyai jenis keterampilan dan atau pengetahuan serta pengalaman yang dilaksanakan di luar jalur pendidikan formal (persekolahan). Karakteristik yang dimiliki Pendidikan Luar Sekolah adalah:

1. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Subtitute dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan jalur sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti pendidikan di jalur persekolahan (formal). Contohnya: Kejar Paket A, B dan C

2. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Supplement pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah. Contohnya: private, les, training

3. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Complement dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk melengkapi pengetahuan dan keterampilan yang kurang atau tidak dapat diperoleh didalam pendidikan sekolah. Contohnya: Kursus, try out, pelatihan dll5 Dari sini, kita tahu bahwa homeschooling merupakan salah satu sekolah alternatif yang dikenal dimata masyarakat luas dengan sebutan sekolah rumah. Jalan sekolah alternative ini diambil disebabkan dengan secara empiris barangkali salah satu faktor yang mempengaruhi mengapa terjadi pergeseran dinamika pemikiran masyarakat terhadap pola pendidikan di Indonesia adalah salah satunya dikarenakan para orang tua murid sudah begitu menyadari bahwa sudah lama pendidikan kita di “hantui “oleh tingginya kekerasan sosiologis yang selama ini terjadi dalam interaksi dunia pendidikan kita. Kasus tawuran, seks bebas dan narkoba dikalangan pelajar dengan jumlah korban jiwa yang tidak sedikit adalah

5

______, “Pendidikan Luar Sekolah”, dari http://ww.wikipedia.org, 25 Februari 2008


(25)

salah satu faktor yang menyebabkan para orang tua terbangun landasan berfikirnya untuk melakukan terobosan mencari pendidikan alternatif yang relatif “aman” buat anak-anaknya dan rezim diktatorianisme pendidik terhadap peserta didik yang selama ini menjadi budaya dalam pola pendidikan kita juga telah membuka mata sebagian masyarakat terutama para orang tua murid untuk lebih mempertimbangkan putra-putrinya untuk sekolah di pendidikan formal.

Dengan fenomena yang terjadi tersebut, akhirnya hadirnya homeschooling secara menjadi jawaban dari keresahan para orang tua dengan perkembangan pendidikan yang semakin menjadikan anak tidak mandiri.

B. HOMESCHOOLING

1. Pengertian Homeschooling

Istilah Homeschooling ini mungkin masih jarang didengar oleh kebanyakan masyarakat di Indonesia, tapi sebenarnya proses homeschooling yang berarti sekolah rumah, sudah diterapkan hamper oleh seluruh keluarga. Bukankah setiap anak mendapatkan pendidikan di rumahnya, bagaimana sang ibu mulai mengajarkan anak berbicara, berhitung bahkan membaca. Sebenarnya disitulah proses homeschooling dimulai. Hanya saja, proses pendidikan orang tua itu tidak berlangsung lama. Saat anak memasuki usia sekolah dasar, orang tua lebihbanyak mengandalkan system sekolah umum untuk perkembangan pendidikan anaknya.

Selain Homeschooling , ada Istilah “Home Education”, atau “home-based learning” yang digunakan untuk maksud yang kurang lebih sama. Dalam bahasa Indonesia ada yang menggunakan istilah “sekolah rumah” disebut apapun, yang penting adalah esensinya.6. Banyak pertanyaan dan keingintahuan mengenai homeschooling yang kadangkala juga disebut dengan istilah home education atau home-based learning

Dalam bahasa Indonesia, terjemahan yang biasanya digunakan untuk homeschooling adalah ”sekolah rumah”. Istilah ini dipakai secara resmi oleh

6

Yayah Komariyah, Homeschooling; Trend Baru Sekolah Alternatif, (Jakarta: Sakura Publishing, 2007), h. 4


(26)

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk menyebutkan homeschooling. Selain sekolah rumah, homeschooling kadang kala juga diterjemahkan dengan istilah sekolah mandiri.

Homeschooling adalah model pendidikan alternatif selain di sekolah. Homeschooling dipraktikkan oleh jutaan keluarga di seluruh dunia. Walaupun ada keinginan untuk membuat sebuah definisi mengenai apa yang dimaksud dengan homeschooling, tetapi tak mudah untuk melakukannya.

Tak ada sebuah definisi tunggal mengenai homeschooling karena model pendidikan yang dikembangkan di dalam homeschooling sangat beragam dan bervariasi. “Karena hukum yang mengatur sekolah di rumah dan karenanya definisi legal dari istilah “siswa sekolah di rumah”sangat berbeda antar Negara bagian, perkiraan yang akurat sulit didapatkan”7.

Salah satu pengertian umum homeschooling adalah “model pendidikan di mana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya”8. Jadi, alihalih menyerahkan begitu saja tanggung jawab pendidikan anak kepada guru dan sistem sekolah, orang tua homeschooling bertanggung jawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya.

Homeschooling kini layak menjadi salah satu pilihan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Pilihan ini terutama disebabkan oleh adanya pandangan atau penilaian orang tua tentang kesesuaian bagi anak-anaknya. Bisa juga karena orang tua lebih siap untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah. Ini banyak dilakukan di kota-kota besar,terutama oleh mereka yang pernah melakukannya ketika berada di luar negeri.

Sekolah rumah (homeschooling) adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakakuan oleh orang tua atau keluarga di mana proses belajar berlangsung dalam suasana yang kondusif. Tujuannya agar

7

Mary Griffith, Belajar Tanpa Sekolah; Bagaimana Memanfaatkan Seluruh Dunia Sebagai Ruang Kelas Anak Anda, (Bandung: Nuansa, 2006), h. 11

8


(27)

setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Homeschooling merupakan program pengajaran anak yang diberikan tidak di sekolah tradisional. Kegiatan mengajar dapat dilakukan di rumah atau di suatu tempat pada komunitas tertentu. Siswa homeschooling bisa terdiri dari satu anak, beberapa saudara bahakan beberapa anak di mana orang tua mereka setuju untuk memberikan program homeschooling ini kepada anaknya. Pengajar atau guru dari program homeschooling ini biasanya dilakukan oleh orang tua atau orang lain yang ditunjuk sebagai gurunya.9

Di dalam benak bnayak orang, homeschooling sering kali diartikan sebagai school-at-home, sekolah di rumah. Artinya si ibu akan mengajar anak di salah satu ruangan di rumah , sementara si anak duduk dengan rapih di meja makan mendengarkan intruksi ibunya yang menjadi guru. Home schooling adalah alternative pendidikan lain dariorganisasi sekolah,anak belajar di bawah pengawasan orang tuanya, anak dan orang tuanya yang akan menentukan isi atau materi pelajaran mereka. Mereka pun memiliki control penuh aka nisi pelajarannya.

Perlu ditekankan, homeschooling bukan memindahkan sekolah ke rumah. Kegiatan belajar mengajar agak berbeda dengan di sekolah. Orang tua pun tidak perlu selalu menjadi guru tetapi orang tua lebih berperan sebagai fasilitator . tujuannya agar membuat anak cinta belajar bukan demi menciptakan anak jenius yang menguasai semua bahan yang diajarkan.

Secara Prinsip, homeschooling atau sekolah rumah adalah pendidikan pilihan yang diselenggarakan oleh orang tua, proses belajar mengajar diupayakan berlangsung dalam suasana kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal10. Maka dapat diambil inti dari definisi homeschooling adalah suatu proses pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang

9

Abe Saputro, Rumahku Sekolahku; Panduan Bagi Orang Tua Untuk Menciptakan Homesholing, (Yogyakarta: Graha Pustaka, 2007) h. 45

10

Maulia D. Kembara, Panduan Lengkap Homeschooling, (Bandung: Progressio, 2007), h. 16


(28)

masih usia sekolah, dengan memilih model/kurikulum yang sesuai dengan gaya anak belajar.

Pembelajaran homeschooling (sekolah rumah) sebaiknya menyesuaikan dengan standar kompetensi yang telah ditentukan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Ini agar sejalan dengan pertumbuan dan kemampuan anak, di samping dapat diikutkan dalam evaluasi dan ujian yang diselenggarakan secara nasional. Standar kompetensi menjadi panduan yang harus dimiliki seorang anak pada kelas tertentu. Anak kelas VI SD atau setara, misalnya, minimal sudah harus menguasai pelajaran matematika sampai batas tertentu pula. Standar kompetensi ini dapat diperoleh di Dinas Pendidikan yang ada di daerah masing-masing.

Evaluasi bagi anak yang mengikuti homeschooling dapat dilakukan dengan mengikutkan pada ujian Paket A yang setara dengan SD atau Paket B setara SMP, dan paket C pada setara SMA. Pada dasarnya, kata Seto, dapat pula dilakukan dengan menginduk ke sekolah formal yang ada untuk proses evaluasi. Menurut dia, harusnya ini bisa dilakukan karena sekolah rumah bukan sekolah liar. Homeschooling seusai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 1. bunyi Undang-Undang tersebut adalah:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”11.

Selain itu, dalam UU SISDIKNAS Nomor 20, Pasal 27 disebutkan bahwa: “(1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri dan (2) Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.”12

11

UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1

12


(29)

Sementara itu, menurut data yang dihimpun oleh Direktorat Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional, ada sekitar 600 peserta homeschooling di Indonesia. Sebanyak 83,3 % atau sekitar 500 orang mengikuti homeschooling majemuk dan komunitas sedangkan sebanyak 16,7 %, atau sekitar 100 orang mengikuti homeschooling tunggal. Untuk lebih jelasnya tentang definisi dari homeschooling majemuk dan homeschooling tunggal akan dituliskan pada item selanjutnya.

2. Sejarah Adanya Homeschooling

Filosofi berdirinya sekolah rumah adalah “manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar; kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya” (John Cadlwell Holt dalam bukunya How Children Fail, 1964). Dipicu oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadilah perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri.

Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka13.

Sejak tahun 1970-an, pergerakan sekolah di rumah sudah tumbuh dengan pesat. Beberapa sumber memperkirakan bahwa di Amerika Serikat ada 1.5 sampai 2 juta anak yang bersekolah di rumah.

13


(30)

Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan luas, Holt sendiri kemudian menerbitkan karyanya yang lain Instead of Education; Ways to Help People Do Things Better, (1976). Buku ini pun mendapat sambutan hangat dari para orangtua homeschooling di berbagai penjuru Amerika Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang diberi nama: Growing Without Schooling.

Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan penting homeschooling. Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs) , pertumbuhan homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.

3. Homeschooling di Indonesia

Homeschooling bukanlah sesuatu yang baru bagi dunia pendidikan di Indonesia. Sesungguhnya bangsa Indonesia sudah lama mengenal homeschooling. Sebelum sistem pendidikan Belanda hadir di bumi tercinta ini, homeschooling sudah berkembang di Indonesia. Di pesantren-pesantren, misalnya, banyak para kyai, bunya, dan tuan guru secara khusus mengajar anak-anaknya di rumah. Begitu pula para pendekar dan bangsawan zaman dahulu. Mereka suka mendidik anak-anaknya secara mandiri di rumah atau padepokannya ketimbang memercayakan pendidikannya kepada orang lain. “Mengenai tempat belajar, homeschooling tidak memiliki batasan tempat karena proses belajar itu dapat terjadi di mana saja, baik dalam ruang fisik maupun ruang maya.”14.

Perkembangan homeschooling di Indonesia belum diketahui secara persis karena belum ada penelitian khusus tetang akar perkembangannya. Istilah homeschooling merupakan khazanah relatif baru di Indonesia. Namun jika dilihat dari konsep homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di sekolah formal alias otodidak, maka sekolah rumah sudah tidak merupakan hal baru. Tak kurang para tokoh besar semacam KH. Agus Salim,

14


(31)

Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka Juga mengambangkan cara belajar dengan system persekolahan rmah (homeschooling), bukan sekedar agar lulus ujian kemudian memperoleh ijazah, namun agar lebih mencintai dan mengembangkan ilmu itu sendiri.15.

Sejak tanggal 4 Mei 2006, di Jakarta telah dideklarasikan berdirinya ASAH PENA (Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif oleh beberapa tokoh dan praktisi pendidikan di kantor departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pelindungnya adalah Dr. Ace Suryadi (Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah) dengan para penasehat, antara lain Prof. Dr. Mansyur Ramli (Kepala Balitbang Depdiknas) dan Dr. Ella Yuliawati (Direktur Kesetaraan Depdiknas) Apresiasi Depdiknas terhadap lahirnya ASAH PENA tentu memperkuat keyakinan bahwa homeschooling bisa merupakan salah satu alternatif pendidikan pada masa depan16.

Dalam pengertian homeschooling ala Amerika Serikat, sekolah rumah di Indonesia sudah sejak tahun 1990-an. Misalnya Wanti, seorang ibu yang tidak puas dengan sistem pendidikan formal. Melihat risiko yang menurut Wanti sangat mahal harganya, dia banting setir. Tahun 1992 Wanti mengeluarkan semua anaknya dari sekolah dan memutuskan mengajar sendiri anak-anaknya di rumah. Ia mempersiapkan diri selama 2 tahun sebelum menyekolahkan anaknya di rumah. Semua kurikulum dan bahan ajar diimpor dari Amerika Serikat.Wanti sadar keputusannya mengandung konsekuensi berat. Dia harus mau capek belajar lagi, karena bersekolah di rumah berarti bukan anaknya saja yang belajar, tetapi justru orangtua yang harus banyak belajar.

Dalam level komunitas, akar homeschooling ini dapat juga ditelusuri dari pendidikan berbasis agama seperti pesantren atau komunitas adat yang melakukan pembelajaran secara mandiri tanpa ketergantungan pada model pendidikan formal yang ada.

Saat ini, perkembangan homeschooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka dan membuat para orang tua

15

Chris Verdiansyah, Homeschooling; Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2007), h. 19

16


(32)

memi- liki semakin banyak pilihan untuk pendidikan anak- anaknya. Banyak keluarga Indonesia yang belajar di luar negeri menyelenggarakan homeschooling untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Selain itu, ketidakpuasan terhadap kualitas pendidikan di sekolah formal juga menjadi pemicu bagi keluarga-keluarga Indonesia untuk menyelenggarakan homeschooling yang dinilai lebih dapat mencapai tujuan- tujuan pendidikan yang direncanakan oleh keluarga17

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan program pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan jalur informal. Badan penyelenggara PKBM sudah ada ratusan di Indonesia. Di Jakarta Selatan aja, ada sekitar 25 lembaga penyelenggara PKBM dengan jumlah siswa lebih kurang 100 orang. Setiap program PKBM terbagi atas Program Paket A (untuk setingkat SD), B (setingkat SMP), dan Paket C (setingkat SMA). PKBM sebenarnya menyelenggarakan proses pendidikan selama 3 hari di sekolah, selebihnya, tutor mendatangi rumah para murid. Para murid harus mengikuti ujian guna mendapatkan ijazah atau melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Perbedaan Ijazah dengan sekolah umum, PKBM langsung mengeluarkannya dari pusat

Pendidikan yang dilakukan oleh orang tua sangatlah penting artinya, karena orang tua adalah manusia yang paling deket dengan anak-anak. “Ketika orang tua baik mungkin anak akan menjadi baik, dan sebaliknya.” 18.

Meskipun belum sempurna, namun alumni homeschooling cukup banyak yang menjadi tokoh pergerakan nasional, di antaranya adalah Ki Hadjar Dewantara dan Buya Hamka.

Bersekolah di rumah bukan sekedar ide mengasyikkan tentang kebebasan dalam pendidikan, tetapi juga kesuksesan. “Melintasi gerbang abad 21, kebebasan keluarga dalam soal pendidikan memicu imajinasi ratusan ribu orang. Kebebasan itu bernama “bersekolah di rumah”. Ini bukan merupakan hal yang baru. Bersekolah di rumah sudah dikenal sudah beberapa lama dan

17

_______, “Konsep Homeschooling”, dari http://www.elexmedia.co.id, 25 Agustua 2003

18


(33)

bertumbuh dengan cukup pesat, sehingga membangunkan kesadaran masyarakat tentang cara kita mendidik”19.

Dari sini dapat terbaca, bahwa adanya homeschooling bukanlah sesuatu yang baru lagi bagi bangsa Indonesia khususnya dunia pendidikan. Meskipun keadaan homeschooling pada masa lalu lebih banyak dikenal dengan sebutan “Pembelajaran Otodidak”, namun pada eksistensinya sama dengan homeschooling yang kita kenal saat ini.

Belakangan model sekolah rumah mulai tidak asing dan menjadi pilihan orang tua. Di dunia maya bertebaran berbagai blog, situs dan mailing list tempat para homeschooler bertukar informasi mulai dari perkembangan kegiatan anak-anak mereka sehari-hari hingga berbagai kurikulum atau materi.

Sekolah rumah bisa dilaksanakan secara tunggal oleh keluarga itu sendiri atau bergabung dalam komunitas belajar. Komunitas yang telah terbentuk anatara lain: Morning Star Academy, Komunitas Homeschooling Berkemas, Homeschooling Kak Seto, dan Kerlip, ada pula Asosiasi Homeschooler.

Belakangan artis dewi Hugess meluncurkan sekolah rumah berbasis elekteronik pertama di Indonesia, Homeschooling Selain pembelajaran dengan materi pendidikan akademik juga disediakan materi non-akademik dalam bentuk eksploration advancement, dan project yang disesuaikan dengan bakat dan minat anak.

Walaupun pendidikan di dalam rumah sebagai pendidikan in formal merupakan kewengangan penuh keluarga/orang tua, dalam rangka menjamin terpenuhinya hak pendidikan dan perkembangan anak, orang tua yang akan mennyelenggarakan sekolah ini diwajibkan melaporkan kepada pemerintah. Penyelenggaraan sekolah rumah teap perlu mendaftarkan komunitas belajar pada bidang yang mnangani pendidikan kesetaraan yaitu dians pendidikan kabupaten/ kota setempat.

Di negara tertentu ada juga yang diwajibkan menandatangani kesepakatan antara orang tua dan pemerintah. Intervensi pemerintah ini

19

Linda Dobson, Tamasya Belajar; Panduan Merancang Program di Rumah Untuk Anak Usia Dini, (Bandung: Mizan LC, 2005), h. 15


(34)

dilakukan dalam rangka menjamin kualitas pelayanan pendidikan yang akan diberikan di rumah, sejalan dengan tingkat kompetensi yang harus dcapai anak sesuai denga jenjang pendidikan yang diikutinya. Pemerintah juga memfasilitasi terselenggaranya ujian nasional bagi peserta yang terdaftar di komunitas belajar

Sebagai lembaga pendidikan alternatif, persekolahan di rumah jaga akan mendapat Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) atau semacam Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolah formal. Semua penyelenggara pendidikan alternatif memang berhak mendapat BOP.

4. Faktor-FaktorPemicudan Pendukung Homechooling

Kegagalan sekolah formal

Baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia, kegagalan sekolah formal dalam menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pemicu bagi keluarga-keluarga di Indonesia maupun di mancanegara untuk menyelenggarakan homeschooling. Sekolah rumah ini dinilai dapat menghasilkan didikan bermutu.

Teori Inteligensi ganda

Salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan homeschooling adalah Teori Inteligensi Ganda (Multiple Intelligences) dalam buku Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences (1983) yang digagas oleh Howard Gardner. Gardner menggagas teori inteligensi ganda. Pada awalnya, dia menemukan distingsi 7 jenis inteligensi (kecerdasan) manusia. Kemudian, pada tahun 1999, ia menambahkan 1 jenis inteligensi baru sehingga menjadi 8 jenis inteligensi manusia. Jenis-jenis inteligensi tersebut adalah:Inteligensi linguistik; Inteligensi matematis-logis; Inteligensi ruang-visual; Inteligensi kinestetik-badani; Inteligensi musikal; Inteligensi interpersonal; Inteligensi intrapersonal; Inteligensi ligkungan; dan Inteligensi eksistensial.

Teori Gardner ini memicu para orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi inteligensi yang dimiliki anak. Kerapkali sekolah formal tidak mampu


(35)

mengembangkan inteligensi anak, sebab sistem sekolah formal sering kali malahan memasung inteligensi anak.

(Buku acuan yang dapat digunakan mengenai teori inteligensi ganda ini dalam bahasa Indonesia ini, Teori Inteligensi Ganda, oleh Paul Suparno, Kanisius: 2003).

Sosok homeschooling terkenal

Banyaknya tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani sekolah formal juga memicu munculnya homeschooling. Sebut saja, Benyamin Franklin, Thomas Alfa Edison, KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan tokoh-tokoh lainnya.

Benyamin Franklin misalnya, ia berhasil menjadi seorang negarawan, ilmuwan, penemu, pemimpin sipil dan pelayan publik bukan karena belajar di sekolah formal. Franklin hanya menjalani dua tahun mengikuti sekolah karena orang tua tak mampu membayar biaya pendidikan. Selebihnya, ia belajar tentang hidup dan berbagai hal dari waktu ke waktu di rumah dan tempat lainnya yang bisa ia jadikan sebagai tempat belajar.

Tersedianya aneka sarana

Dewasa ini, perkembangan homeschooling ikut dipicu oleh fasilitas yang berkembang di dunia nyata. Fasilitas itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi (internet dan audivisual). Sehingga dimanapun anak didik berada, disitu menjadi kelas dan tempat mereka belajar.

5. Jenis jenis Homeschooling

Banyak orang tua yang berfikir bahwa homeschooling itu hanya dapat dilakukan di rumah serta diajar oleh orang tua sendiri. Padahal kenyataannya tidak demikian. Menurut Dr. Seto Mulyadi Psi, Msi ada beberapa klasifikasi jenis homeschooling yaitu homeschooling majemuk dan homeschooling


(36)

tunggal. Sedangkan kegiatan yang terdapat dalam homeschooling ada tiga, yaitu homeschooling majemuk, tunggal dan komunitas.

Homeschooling tunggal adalah: homeschooling yang dilaksanakan oleh

orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya. Biasanya homeschooling jenis ini diterapkan karena adanya tujuan atau alas an khusus yang tidak dapat diketahui atau dikompromikan dengan komunitas homeschooling lainnya. Alasan lain adalah karena lokasi atau tempat tinggal si pelaku homeschooling yang tidak memungkinkan berhubungan dengan komunitas homeschooling lain.

Homeschooling majemuk adalah: homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu. Sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua amsing-masing. Alasannya terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari konsorsium, kegiatan olahraga, (misalnya keluarga atlet tenis), keahlian musik/seni, kegiatan social, dan kegiatan keagamaan.

Sedangkan komunitas homeschooling adalah gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga, musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana, dan jadwal pembelajaran. 20.

Sedangkan Alasan orang tua memilih komunitas homeschooling sebagai pilihan untuk pembelajaran anak-anaknya antara lain:

1. Terstuktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia, dan pencapaian hasil belajar.

2. Tersedia fasilitas pembelajaran yang baik, misalnya bengkel kerja, laboratorium IPA/bahasa, auditorium, fasilitas dolahraga dan kesenian. 3. Ruang gerak sosialisasi anak didik lebih luas tetapi dapat dikendalikan 4. Dukungan lebih besar karena masing-masing bertaggungjawab untuk saling

mengajar sesuai keahlian masing-masing 5. Sesuai untuk anak usia di atas sepuluh tahun

20


(37)

6. Menggabungkan keluarga tinggal berjauhan melalui internet dan alat-alat informasi-komunikasi lainnya untuk tolak banding (benchmarking) termasuk untuk standarisasi21.

Bagi orang tua yang melakukan homeschooling majemuk dan komunitas homeschooling bisa membentuk network untuk berbagi pengalaman dengan orang tua lain yang juga mendidik anaknya secara homeschooling.

Dengan demikian penentuan dari jenis-jenis Homeschooling mana yang akan dilakukan, tidaklah lepas dari peran orang tua dan anak dalam menentukannya, sehingga terwujudlah suasana belajar yang diinginkan bebas, refleksi, menyenangkan dan sesuai dengan minat anak. Sebagai lingkungan terdekat perilaku orang tua sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak. Seperti bagaimana pola asuh yang diterapkan orang tua , sikap orang tua, suasana dalam keluarga, hubungan antar saudara dan stimulasi psikologis yang diberikan.22

6. Manfaat dan Keunggulan Homeschooling

Ada beberapa hal yang harus kita tahu tentang beberapa keuntungan atau manfaat dari pelaksanaan homeschooling. Berikut beberapa manfaat dari pelaksanaan homeschooling, antara lain:

1. Anak-anak Menjadi Subjek Belajar, selama ini ada kesan, ketika anak belajar dia seolah-olah menjadi objek kurikulum. Dengan kata lain, kegiatan belajar-mengajar yang selama ini diselenggaraan bukan menjadikan kurikulum itu untuk anak, tetapi bahkan sebaliknya, yaitu anak untuk kurikulum. Akibatnya, terjadilah kegiatan belajar yang “memaksa” anak untuk menyesuaikan dengan kurikulum. Idealnya memang, kurikulumlah yang menyesuaikan diri dengan kebutuhan setiap anak.

2. Objek yang Dipelajari Sangat Luas dan Nyata, homeschooling akan membawa anak-anak untuk belajar didunia nyata, di alam yang sangat

21

Kak Seto, Homeschooling Keluarga Kak Seto, (Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 2007), h. 38-40

22

Wied Harry, Supriyapto Yahya, Kumpulan Artikel Psikologi Anak I, (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 18


(38)

terbuka. Disamping itu, objek yang dipelajari anak pun bisa sangat luas. Meskipun pada saat ini telah menjamur sekolah-sekolah formal yang memanfaatkan alam sebagai media belajar, namun ketika ank-anak tersebut mulai memasuki pendidikan yang lebih tinggi, mereka pun kembali lagi pada suasana ruang-ruang kelas yang serbabaku dan tertutup. 3. Ajang Menanamkan Cinta Belajar, selama ini tidak sedikit orangtua yang

yang karena kesibukannya, cenderung memasrahkan pendidikan anak-anaknya kepada sekolah-sekolah formal. Ini tidak salah. Namun, terkadang pemasrahan itu disertai juga dengan ketidakpedulian terhadapnasib pendidikan anak-anaknya. Bahkan, ada anggapan umum bahwa belajar hanyalah sebatas di sekolah formal, bukan ditempat yang lebih luas. Dengan adanya homeschooling maka anak diajarkan untuk mencintai belajar dimanapun dia berada, tidak terkait dengan pelajaran yang dilaksanakan di bangku sekolah, tapi anak-anak dapat belajar pada lingkungan sekitarnya dan itu disertai dengan kepedulian orangtua terhadap mereka.

4. Memberikan Kemudahan Belajar Karena Fleksibel, sebagai bentuk dari system pendidikan informal kunci utama penyelenggaraan homeschooling adalah adanya kelenturan atau fleksibilitas. Jadi todak boleh kaku dan terlalu berstruktur sebagaimana sekolah formal. Kalau terlalu disusun dalam kurikulum yang baku, maka homeschooling justru akan kehilangan makna utamanya.

5. Mendukung Belajar secara Kontekstual23

Selain memiliki banyak manfaat, homeshooling memiliki keunggulan, adapun beberapa keunggulan dari homeshooling adalah: Homeshooling sebagai salah satu alternatif proses pendidikan akan membuka peluang seluas-luasnya kepada anak didik untuk mengembangkan diri, memilih akses terbaik guna meraih “kehausan” mereka terhadap materi pendidikan. Selain itu orang tua dapat memaksimalkan diri dalam memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya.

23


(39)

Homeschooling mendorong adanya interaksi antara oang tua dengan anak lebih intensif. Orang tua memainkan fungsi sentral mendidik anak-anak mereka sehingga tahu perkembangan otak, emosi, dan sosial anak secara langsung.

Pengawasan orang tua lebih intensif kepada anak-anaknya. Orang tua tidak khawatir anaknya jauh dari rumah. Homeschooling memungkinkan orangtua untuk terus menerus mendampingi sekaligus memonitor perkembangan mental, pembelajaran, kontak sosial, dan penguasaan intelekual mereka. Dalam homeschooling, tugas “guru” yang diambil orang tua lebih berfungsi untuk menanamkan sikap mental mandiri.

7. Kiat-kiat melaksanakan homeschooling

Pelaksanaan program pendidikan homeschooling cukup banyak perbedaannya, mulai dari pengaturan materi, jadwal belajar, pengajar dan kegiatan kegiatan yang lainnya. Sehingga orang tua yang sekaligus menjadi guru bagi anaknya harus betul-betul memahami bagaimana strategi dan kiat-kiat untuk melaksanakan pendidikan homeschooling bagi anaknya. Agar pelaksanaan program bersekolah di rumah bisa berjalan dengan optimal dan menghasilkan output yang diharapkan.

Setiap anak memiliki cara dan gaya belajar yang unik. Ada anak yang belajar dengan duduk di bangkunya dan menekuni bukunya dengan rajin. Ada anak yang hanya bisa belajar bila tubuhnya boleh bergerak bebas dan masih banyak gaya dan cara anak-anak belajar. Disini orang tua yang sekaligus menjadi guru bagi anaknya yang belajar di rumah akan mengetahui cara dan gaya belajar anak-anak yang dididiknya. Dengan demikian kurikulum atau buku ajar yang digunakan dapat disesuaikan dengan anak tersebut.24

Untuk melaksanakan sekolah rumah, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang tua dan anak didik. antara lain:

1. Menyukai anak dengan sepenuh hati dan senang berada bersamanya 2. Memiliki rasa humor

24

Lilik Mawartiani, Homeshooling Untuk Anak, Mengapa Tidak?, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 79


(40)

3. Mampu membaca, menulis, dan mengerjakan matematika dasar dan mau meningkatkan ketrampilan jika diperlukan

4. Berpegang teguh pada filosofi yang mendorong kita untuk melaksanakan pengajaran di rumah

5. Bersedia mengambangkan ketrampilan komunikasi atau mendengarkan 6. Bersiap menerima kritik atau keputusan untuk melaksanakan program

bersekolah di rumah

7. Memiliki system atau jaringan pendukung atau mitra pendukung 8. Bisa belajar dari kesalahan

9. Mau mengembangkan ketrampilan menetapkan batas 10. Mau mengembangkan kesabaran

11. Mau membangun ketrampilan mengamati 12. Mau berubah25.

8. Tujuan Homeschooling

Pendidikan informal melalui homeschooling berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional, sekaligus memperluas akses terhadap pendidikan dasar dan menengah. Tujuan diselenggarakannya homeschooling , yaitu:

a. Untuk menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari keluarga yang menentukan pendidikan anaknya melalui homeschooling.

b. Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan belajar bagi semua manusia muda dan orang dewasa melalui akses yang adil pada program – program belajar dan kecakapan hidup.

c. Untuk menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah d. Untuk melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan

kecakapan hidupsecara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupan 26 Jadi homeschooling merupakan pendidikan alternative yang disesuaikan pada kebutuhan pribadi dan kebutuhan lingkungan, serta tantangan perkembangan zaman. Walaupun belajar dengan beberapa orang anak seperti sekolah formal, namun esensinya tetap homeschooling. Karena mereka tetap belajar secara bebas, fleksibel, menyeangkan dan sesuai dengan minat mereka. Tidak ada ketentuan waktu untuk belajar.

25

Marty Layne, Ibuku Guruku; Belajar di Rumah dalam Balutan Kearifan dan Kehangatan, (Bandung: Mizan LC, 2005), h. 32-33

26


(41)

9. Model Homeschooling

Pendidikan yang dilakukan orang tua terhadap anak sangatlah penting artinya, karena kedua orang tua adalah manusia yang paling dekat dengan anak/peserta didik. Anak akan diarahkan baik atau jahat tergantung tanggung jawab oarng tua. Hal yang harus menjadi perhatian oaring tua sekarang adalah bagaimana menciptakan sebuah keluarga yang penuh kasih dan komunikatif, karena kedua hal ini merupakan fondamen terbentuknya anak yang baik.

Hubungan keluarga yang penuh cinta kasih dan komunkatif akan menjadikan anak merasa dirinya dihargai dan diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Berbagai permaslahan yang timbul sekarang mungkin akan terjawab ketika orang tua itu memperhatikan permasalahan yang dihadapi anak-anaknya.27 Dengan pendekatan yang penuh cinta kasih dan komunikatif ini, anak akan terbuka dengan orang tuanya, sehingga orang tua akan memberikan pengarahan tentang baik buruknya suatu perbuatan, dan pada akhirnya anak akan dapat berfikir positif tanpa ada paksaan.

Dengan demikian, upaya orang tua mendidik dan mencerdaskan anak pada dasarnya adalah mendidik dan mencerdaskan diri mereka sndiri. Diharapkan agar tidak selalu mengedepankan ego manusia dewasa yang selalu menomorsatukan logika dan kalkulasi itu hanya mengotori pikiran pikiran dan rohani mereka.

Apabila orang tua mendidik anak dengan sikap pasti benar, dan anak dipihak lain, selalu salah sikap seperti ini kan mudah tercermin dalam setiap prilaku dan pilihan kata-kata yang terlontar ke hadapan anak. “Sekali lagi anak-anak hidup di masa sekarang, sedangkan masa depan adalah proyeksi orang dewasa Merenggut masa sekarang anak-anak sama saja merusak masa depan mereka“.28

Begitu bnayak metode pendidikan yang dapat diterapkan untuk homeschooling. Orang tua bisa memilih model yang sesuai dengan gaya

27

Setiawan Benni, Manifesto Pendidikan,... h. 62

28


(42)

anak belajar. Model homeschooling sangat beragam, mulai yang sangat tidak terstruktur (unschooling) hingga yang sangat terstruktur (school at-home).Unschooling adalah membiarkan anak-anak belajar apa saja sesuai minatnya dan orang tua hanya menfasilitasinya. School at-home adalah model belajar seperti sekolah regular, dengan menggunakan buku pegangan seperti sekolah, hanya saja belajarnya di rumah. Diantara dua model itu, ada banyak sekali model belajar yang dapat diterapkan dalam homeschooling, misalnya : Montessori, waldorf, unit studies, dll.

Beberapa Model homeschooling sebagai berikut : 1. Model Homeschool Charlotte Mason

Charlotte Mason mengajukan Filosofi Pendidikannya yang meliputi 'Narration, Copywork, Nature Notebook, Fine Arts, Languages, Literature-based curriculum' dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. model homeschool ini adalah konsep "Buku Hidup". Lain dengan text book yang ditulis oleh beberapa penulis mengenai satu subjek tertentu, 'buku hidup' ditulis oleh satu penulis. Buku ini 'bercerita' dan tidak hanya menyampaikan fakta. Anak biasanya akan lebih ingat bila mereka membaca cerita daripada membaca textbook.

Dalam model Charlotte Mason, anak membaca buku kemudian menceritakannya kembali dengan bahasanya sendiri. Hal ini memastikan bahwa mereka mengerti apa yang dibacanya. Model ini juga menekankan 'nature notebook'. Orang tua dan anak perlunya keluar rumah, melakukan pengamatan dan mencatatnya dalam buku, bila perlu dengan gambar.

2. Model Homeschool Klasik

Model ini padat literatur (bukan padat gambar) dan berdasar pada trivium 'grammar, logic dan rhetoric', yang sebanding dengan konsep yang lebih mudah yaitu Pengetahuan, Pengertian, dan Kebijakan.

a. Tahapan 'grammar' (sampai usia 12) adalah saat anak menerima dan mengumpulkan informasi-Pengetahuan. Anak menerima fakta, walaupun belum memahami namun sejalan dengan bertambahnya usia mereka, mulai mencerna fakta tersebut.


(43)

b. Tahapan 'logic' (usia 13 - 15) adalah saat pemahaman anak mulai matang. Mereka mulai mengerti sebab akibat. Pengetahuan membawa logika.

c. Tahapan 'rhetoric' (usia 16 - 18) adalah saat anak bisa menggunakan pengetahuan dan logika untuk berkomunikasi, menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, berdiskusi dan berdebat - Kebijakan. Setiap mata pelajaran yang dipelajari mempunyai 3 tahapan tersebut. Dengan memberikan fakta, membantu anak untuk mengerti, dan menguji anak dalam pemahamannya.

3. Model Homeschool Montessori

Maria Montessori menyatakan bahwa anak mempunyai kemampuan untuk belajar. Orang dewasa hanya perlu mengatur lingkungan anak agak mendukung proses anak belajar. Orang dewasa tidak mengatur anak, tetapi membantu anak belajar dengan lingkungannya, dalam situasi natural, dalam kelompok yang tidak dibatasi oleh umur.

a. Unschooling : Anak belajar materi apa yang dia sukai. Sangat tidak

terstruktur tapi sering cocok untuk sebagian anak, terutama anak kecil.

b. Unit studies : Semua mata pelajaran terpadu menjadi satu tema. Sebagai

contoh, membaca buku Little House on the Prairie dan belajar sejarah, seni, ilmu pengetahuan alam, matematika, semua melalui buku tersebut.

c. Belajar jarak jauh

4. Model Homeschool Waldorf

Konsep pengajaran Waldorf bertumpu pada anak secara keseluruhan (the whole child), yang meliputi Kepala, Hati dan Tangan. Model ini menekankan dongeng (storytelling) and seni (art). Rudolf Steiner (penggagas Waldorf) mengatakan "model ini bukan sistem pedagogi, melainkan sebuah seni, sehingga apa yang sudah ada pada manusia dapat dibangkitkan. Pendidikan Waldorf bukan untuk mendidik, melainkan untuk membangkitkan."


(44)

Model ini tidak berusaha untuk menanamkan materi intelektual kepada anak, tetapi membangkitkan kemampuan anak untuk mencari pengetahuan dan untuk menikmati proses belajar.29

Homeschooling memiliki keunggulan karena bimbingan dan layanan pengajaran dilakukan secara individual. Proses pembelajaran lebih bermakna karena terintegrasi dengan aktifitas sehari-hari. Lebih dari itu, waktunya pun lebih fleksibel karena dapat disesuaikan dengan kesiapan anak dan orang tua. Menyelenggarakan homeschooling menuntut kemauan orang tua untuk belajar,mencipatakan yang kreatif dan menyenangkan, dan memelihara minat dan antusias belajar anak. Homeschooling juga memerlukan kesabaran orang tua, kerja sama antar anggota keluarga, dan konsisten dalam penanaman kebiasaan.

Menurut pakar pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Arief Rahman Hakim, orang tua yang ingin menjalankan konsep pendidikan rumah harus memenuhi tiga syarat. Pertama, syarat akademis, yaitu memiliki latar belakang pendidikan yang cukup. Kedua, syarat psikologis, yaitu memiliki jiwa pendidik. Dan ketiga, harus memiliki syarat pedagogis, yaitu keahlian menularkan pengetahuan kepada orang lain. Selain itu, menurut Kepala Lab School di Rawamangun ini, praktisi homeschooling juga harus memiliki program pelajaran dan system evaluasi yang jelas.30

Dengan demikian para orang tua hanya bisa memilih dan melaksanakan dari beberapa model di atas. Hanyalah untuk pendidikan yang terbaik untuk anak, sehingga anak pun tidak merasa tersiksa dalam belajar dengan kegiatan belajar yang menyenangkan. Maka anak dapat termotivasi belajarnya.

Menurut Kak Seto, berkat konsep homeschooling dengan model dan kurikulum yang disusun bersama, motivasi belajar akan muncul dari dalam diri anak. Belajar sambil bermain, membuat anak merasa nyaman, meskipun belajar sepanjang hari. “Anak-anak jadi senang belajar dengan motivasi

29

_______, “Konsep Homeschooling”, dari http://www.elexmedia.co.id, 25 Agustua 2003

30

Liza desylanhi, “Homeschooling, Siapa Mau Coba?, dari www. VHR media.net-Voice of Human rights, 20 September 2006


(45)

internal, motivasi dari anak itu sendiri. Sehingga kegiatan home schooling ini, jika ditanya kapan belajarnya, dari bagun tidur sampai tidur lagi.

Di mana belajarnya? Di mana saja! Bisa di kamar tidur, ruang tengah, kamar tamu, di halaman, atau juga di luar. Entah pergi ke sawah, ke panti asuhan, penitipan bayi-bayi terlantar, sampai mungkin juga belajar di mall. Tapi yang penting, anak-anak dilibatkan untuk menyusun model dan kurikulumnya, mencari sumber belajar,”31

31

Liza desylanhi, “Homeschooling, Siapa Mau Coba?, dari www. VHR media.net-Voice of Human rights, 20 September 2006


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Metode Kualitatif. ”Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut mereka pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandang sebagai bagian dari kebutuhan”1

Karakteristik penelitian kualitatif antara lain berlangsung pada latar yang alamiah, peneliti merupakan instrumen atau alat pengumpulan data utama, dan analisis data yang dilakukan dengan mendeskripsikan segala sesuatu yang terjadi pada latar penelitian dengan selengkapnya. Oleh karena itu data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang datanya berupa kata-kata (bukan angka) yang berasal dari wawancara, catatan laporan, dokumen dan lain-lain, atau penelitian yang        

Lexy J Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya.2004) h. 4 

35   


(47)

didalamnya mengutamakan untuk mendiskripsikan secara analisis suatu peristiwa atau proses sebagaimana adanya dalam lingkungan yang alami untuk memperoleh makna yang dalam, dari hakekat proses tersebut

Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengeani fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Penelitian ini bertujuan menggambarkan realitas empiris sesuai dengan fenomena yang terjadi secara rinci dan tuntas serta untuk mengungkapkan gejala secara holistik kontekstual melalui pengumpulan data dari latar yang alami dengan peneliti sebagai instrumen kunci.

Adapun jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian studi kasus. Menurut Suharsimi Arikunto penelitian studi kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu.

Studi kasus merupakan penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Peneliti ingin memepelajari secara spesifik mengenai latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subyek dari fokus penelitian. Lebih lanjut penelitian ini bermaksud untuk melukiskan secara lengkap dan akurat tentang fenomena sosial, sehingga peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif.

B. Lokasi dan Waktu penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Maret s/d Juni 2010, dan sebagai tempat penelitiannya adalah Komunitas Homeschooling Pelangi Jl. Kutilang C24/7 Sarua Permai Ciputat Tangerang Selatan

C. Variabel Penelitian dan Indikator Variabel

Variabel diartikan bermacam-macam dalam metodologi penelitian variable dimaksud adalah segala sesuatau yang akan menjadi obyek penelitian dalam penelitian ini terdapat satu variabel yaitu Implementasi Model Homeschooling.

Adapun Indikator variabel dalam penelitian ini meliputi :

   


(1)

   

HASIL WAWANCARA

DENGAN PPIMPINAN KOMUNITAS HOMESCHOOLING

Nama : ERLINA.

Tempat/Tgl Lahir :

Agama : KRISTEN

Pendidikan terakhir :

Pekerjaan : KEPALA KOMUNITAS

Alamat/Tlp : VILLA DAGO ALAM ASRI I BLOK H5/3 PAMULANG

(081932059774)

NO PERTANYAAN / JAWABAN

1

Dari manakah awal anda mengetahui tentang homeschooling, dan bagaimana sikap

anda pertama mengetahui adanya homeschooling ?

2

Bagaimana proses awal untuk bisa melaksanakan komunitas homeschooling disini,

sehingga mampu diterima oleh masyarakat?

3

Dalam pelaksanaan homeschooling, model dan jenis homeschooling apakah yang

terapkan di komunitas ini ?

4

Kenapa anda memilih melaksanakan model homeschooling ini, apa tujuannya ?

5

Bagaimanakah materi kurikulum, serta sistem evaluasi yang anda gunakan dalam

melaksanakan model homeschooling tersebut ?


(2)

6

Bagaimana metode pembelajaran yang digunakan, untuk bisa membangun motivasi belajar anak?

7

Apakah faktor pendukung, penunjang dan penghambat dalam pelaksanaan model homeschooling yang anda laksanakan ?

8

Bagaimanakah upaya anda dalam mengatasi hambatan-hambatan yang ada dalam

pelaksanaan model homeschooling tersebut ?

9

Apakah selama pelaksanaan homeschooling ini, perkembangan belajar anak semakin

menurun atau meningkat, sebelum dan setelah dilaksanakannya model homeschooling?

10

Sarana dan media belajar apa yang orang tua siapkan untuk menunjang pendidikan

anak di komunitas Homeschooling

11

Apakah biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua untuk mengikuti Pendidikan homeschooling itu mahal, biaya pendidikan apa saja yang dikeluarkan oleh orang tua ?

12

Apa yang menjadi keunggulan dari homeschooling dilembaga anda dengan pendidikan

yang terdapat di sekolah formal?

13 Sejauh mana masyarakat mengetahui tentang homeschooling di lingkungan anda dan

bagaimana respon masyarakat terhadap keberadaan komunitas Homeschooling disini?

14 Bagaimana anda mensosialisasikan Homeschooling kepada masyarakat di sekitar


(3)

15 Apakah faktor lingkungan disini, sangat mendukung anak lebih nyaman dalam proses belajar berlangsung ?

16 Apa yang anda harapkan terhadap pendidikan, khususnya homeschooling yang

sekarang sedang anda jalankan?

17 Apakah komunitas homeschooling disini mendapatkan izin dan bantuan dari

pemerintah setempat?

18 Apakah pemerintah juga memberikan bantuan kepada komunitas homeschooling,

seperti bantuan BOS atau BOP?

19 Apakah ada batasan minimal dan maksimal anak bisa mengikti pendidikan homeschooling di komunitas homeschooling ini?

20 Bagaimana dan melalui jalur apa keikutsertaan anak didik pada pelaksanaan Ujian Nasional?

21 Apakah ijazah yang diperoleh dari jalur pendidikan homeschooling bisa diterima di

lembaga pendidikan formal pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi?

22 Bagaimana tingkat kelulusan anak didik homeschooling pada Ujian Nasional?

21 Apakah ada kegiatan ekstra kulikuler yang dilaksanakan di komunitas homeschooling


(4)

21 Bagaimana pengaturan anak didika dalam proses kenaikan tingkat kelas di komunitas homeschooling?

KET : WAKTU WAWANCARA  


(5)

 

Biodata Penulis

Nama    Moh Fauzi Ibrahim  TTL    Sampang, 27 Maret 1981 

Alamat  Jl. Bendungan Udik RT/RW 005/004 Karet Semanggi Kecamatan  Setia Budi Jakarta selatan 

Status    Mahasiswa 

Telp/HP  08129452793/021‐94140630 

Emai    :

 

fair_ozy@yahoo.com 

Blog    :

 

www. Bunudjaya.blogspot.com

 

 

 

PENDIDIKAN

 

FORMAL

 

 

¾ Madrasah ibtidaiyah Almas’udiyah Sampang jawa timur 

¾ SMP Alma’udiyah Sampang Jawa Timur 

¾ MA Almas’udiyah Sampang Jawa Timur  

¾ S1 Manajemen Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta   

PENDIDIKAN

 

NON

 

FORMAL

 

 

¾ Lembaga Pengembangan Bahasa Arab  Pondok pesantren RUA Sampang  Jawa Timur (2000‐2003) 

¾ Kursus Bahasa Ingris ILCS Ciputat (2007)  

¾ Pendidikan dan pelatihan Wawasan Kebangsaan LEMHANAS RI (2009) 

¾ Diklat Wawasan Kebangsaan Kesbangpol Provinsi Banten (2008)   

PENGALAMAN

 

ORGANISASI

 

 

¾ Sekjen DPP HIMPUNAN MAHASISWA KOSGORO 1957 (2008‐2013) 

¾ Departemen Kajian Strategi dan Kebijakan DPP AMPI 

¾ Presiden BEM Manajemen pendidikan (2006‐2007) 

¾ Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Mahasiswa Manajemen pendidikan  (FOKSIMADI) (2006‐Sekarang) 

¾ Menteri Litbang BEM UIN Jakarta (2007‐2008) 

¾ Ketua  Bid.  Pendidikan,  Kebudayaan  dan  keagamaan  Lingkar  Studi  Mahasiswa Indonesia (LISUMA) (2008‐2009) 

¾ Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nusantara (GEMANTARA) (2009) 

¾ Wakil Sekjend PB Forum Mahasiswa dan Santeri RUA (2006‐2009) 

¾ Ketua I Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PC Ciputat (2008‐2009) 

 

 


(6)

 

 

 

PENGALAMAN

 

KERJA

 

 

¾ Kepala Lajnah tarbiyah Asasiyah Sampang Jawa Timur (2003‐2004) 

¾ Sekretaris Koperasi Al Mas’udiyah sampang jawa timur (2002‐2004) 

¾ Wartawan Majalah Nasional LINTAS Ciledug ( 2006) 

¾ Direktur Sekolah Guru Kreatif (2007‐Sekarang)   

PUBLIKASI

 

KARYA

 

 

¾ Liberalisasi  pendidikan, ancaman  terhadap keadilan sosial (Satelit  News  2006) 

¾ Rancang Bangun Pendidikan Multikultural di Indonesia (Satelit News 2006) 

¾ Anggaran Pendidikan sudah Memenuhi amanat Undang‐undang 45 (Jentera  2007) 

     

                  Jakarta, 12 Maret 2010