commit to user 2
Petani agroforestri hutan lindung di daerah klaten, kurang tertarik menanam kedelai karena berdasarkan pengalaman tanaman kedelai yang
ditanam mengalami kehampaaan polong yang relatif tinggi. Polong hampa berarti pada tanaman terjadi kendala tertentu dalam pembentukan pengisian
biji. Kendala utama pada pengisian biji diduga berasal dari kesuburan tanah, bukan cahaya dan air karena kedelai adalah tanaman C3 relatif toleran cahaya
rendah sedang kebutuhan air terpenuhi dari hujan. Proses pembentukan dan pengisian biji tanaman kedelai memerlukan ketersediaan N P yang tinggi.
Secara umum faktor pembatas utama kinerja sistem agroforestri adalah faktor biofisik yaitu kesuburan tanah, air dan cahaya berhubungan dengan interaksi
antara tanaman dan pohon Purnomo dan Sitompul, 2005. Pemanfaatan pupuk organik sebagai pupuk dasar diharapkan dapat
meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman kedelai dalam sistem agroforestri, tetapi pupuk organik belum bisa menyediakan semua unsur mikro
yang dibutuhkan oleh tanaman. Ketersediaan unsur hara harus seimbang sehingga tidak terjadi penyediaan yang berlebihan untuk unsur-unsur tertentu.
Supaya mampu mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman maka dilakukan pemberian pupuk organik sebagai pupuk dasar serta pemberian pupuk makro
unsur N P dan pupuk mikro unsur Mo Mn dengan konsentrasi yang tepat untuk pertumbuhan tanaman kedelai. Tanaman kedelai sangat
membutuhkan beberapa unsur hara mikro seperti besi Fe, mangan Mn, Molibdenum Mo dan cobal Co, unsur mikro berperan pada berbagai
komponen dari enzim atau sebagai katalisator pada proses metabolisme Tanaman.
B. Perumusan Masalah
Perlu adanya usaha ekstensifikasi di areal hutan yang masih bisa dioptimalkan fungsinya untuk lahan kedelai. Dalam penelitian ini akan
dibahas mengenai pengaruh pemupukan N dan P terhadap dua varietas kedelai unggul berbasis agroforestri. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam
penelitian ini dapat diambil perumusan masalah yaitu :
commit to user 3
a. Bagaimana pengaruh tegakan pohon Eukaliptus terhadap kehampaan polong kedelai?
b. Bagaimana pengaruh pemupukan N dan P terhadap kehampaan polong kedelai?
c. Apakah ada interaksi antara varietas kedelai dengan pemupukan N dan P unsur mikro terhadap peningkatan berat biji kedelai?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui penyebab kehampaan polong kedelai pada tegakan Eukaliptus
b. Mengetahui kombinasi dosis pupuk yang tepat dalam membantu pembentukan pengisian polong kedelai
c. Mengetahui interaksi antara varietas kedelai dengan pemupukan N dan P terhadap peningkatan berat biji kedelai
commit to user 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kedelai Glycine max L.
Kacang kedelai Glycine max L. Merr adalah tanaman semusim yang telah lama dikenal di Indonesia, namun belum semua rakyat
mengenalnya, apalagi menanamnya. Penggunaan kedelai di Indonesia diutamakan dalam rangka perbaikan gizi keluarga, namun sampai sekarang
untuk memenuhi kebutuhan kedelai masih harus diimpor Departemen Pertanian, 1986.
Sistematika tanman kedelai adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae Divisi
: Spermathophyta Sub-divisi
: Angiospermae Kelas
: Dicotyleffdonae Ordo
: Polypetales Familia
: Leguminosae Papilionaceae Subfamilia
: Papilionoideae Genus
: Glycine Spesies
: Glycine max L. Merill atau Glycine soya L. Rukmana dan Yuyun, 1996.
Tipe pertumbuhan tanaman kedelai dibedakan atas tiga macam, yaitu tipe determinate, semi-determinate dan indeterminate. Tipe determinate
memiliki ciri-ciri ujung batang tanaman hampir sama besarnya dengan batang bagian tengah dan tidak melilit. Pembungaan berlangsung secara serempak,
pertumbuhan vegetative berhenti setelah berbunga, tinggi tanaman pendek sampai sedang. Daun atas dan bagian tengah mempunyai ukuran sama. Tipe
indeterminate berciri dengan ujung tanaman lebih kecil dengan batang tengah, ruas batangnya panjang melilit, pembungaan berangsur-angsur dari
bagian pangkal ke bagian atas. Tipe semideterminate mempunyai ciri diantara tipe determinate Indeterminate Suprapto, 1999.
commit to user 5
Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang.
Pada akar-akar cabang terdapat bintil – bintil akar berisi bakteri Rhizobium jafonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas N
2
dari udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah Andrianto
dan Indarto, 2004. Penanaman kedelai di lahan yang belum pernah ditanami kedelai,
benih sebaiknya dicampur dengan rhizobium seperti legin. Bila Rhizobium tidak tersedia dapat menggunakan tanah yang sudah pernah ditanami kedelai.
Inokulasi Rhizobium bertujuan untuk mengurangi pemakaian pupuk nitrogen karena tanaman kedelai dapat memanfaatkan nitrogen yang ada di udara
setelah diinokulasi dengan Rhizobium Suastika et al, 1997. Varietas Kaba menghasilkan produktivitas 2,50 tha. Tipe
pertumbuhan determinit, memiliki jumlah cabang produktif sebesar 2,8 cabang per tanaman, tahan rebah agak tahan penyakit karat daun, polong
tidak mudah pecah, umur panen 85 hari, awal pembungaan pada saat 39,75 hari, berat biji cukup besar 11,03 g100 biji dan ukuran biji sedang 10,4
g100 biji Sudjudi, Sabar Untung dan Abdul Gaffar, 2005. Varietas Grobogan menghasilkan mencapai di atas 3,5 - 4 ton, tapi
bisa naik lagi hingga 4,5 ton kedelai kering. Kualitas panen baik dengan usia panen 72 hari. Harga jual mencapai Rp 5.800-Rp 6.200kg mencapai, Sejak
10 tahun terakhir kabupaten Grobogan mengembangkan varietas Malabar versi Grogoban ini. Sebab verietas ini jika dimulai dari pembenihan,
penanaman, pemeliharaan hingga pemupukan secara baik dan benar bisa meningkat hasilnya Karim, 2008.
Kualitas produk kedelai lokal ternyata tidak kalah dengan produk impor. Kedelai lokal berkualitas unggul dan harga lebih murah. Kedelai ini
dinamakan malabar versi Grobogan. Kedelai lokal cenderung lebih kusam, sedangkan kedelai Grobogan lebih bersih dan besar. Grobogan menghasilkan
3-4 tonha padahal kedelai lokal hanya 2,5 ton per hektare. Waktu panennya
commit to user 6
juga lebih pendek hanya 72 hari sementara kedelai impor bisa mencapai 90 hari Wijaya, 2008.
B. Sistem Agroforestri