PENGUKURAN LAJU DOSIS SERAP MAKSIMUM PESAWAT TELETERAPI Co 60 DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA
commit to user
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KEDELAI (Glycine max L.) DALAM SISTEM AGROFORESTRI BERBASIS TEGAKAN EUKALIPTUS
MELALUI PEMUPUKAN N DAN P
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jurusan/Program Studi Agronomi
Disusun Oleh : RAHMATULLAH
H 0106021
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
(2)
commit to user
(3)
commit to user
iii
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KEDELAI (Glycine max L.) DALAM SISTEM AGROFORESTRI BERBASIS TEGAKAN EUKALIPTUS
MELALUI PEMUPUKAN N & P
Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Rahmatullah
H 0106021
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji+ pada tanggal : April 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua
Ir. Trijono D.S., MP NIP. 19560616 198403 1 002
Anggota I
Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP NIP. 19491010 197611 1 001
Anggota II
Ir. Suryono, MP. NIP. 19580316 198503 1 006
Surakarta, Mengetahui
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro W.S., MS NIP. 19551217 198203 1 003
(4)
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peningkatan Produktivitas Kedelai (Glycine max l.) Dalam Sistem Agroforestri Berbasis Tegakan Eukaliptus Melaui Pemupukan N & P ”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian UNS.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis bermaksud mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro W.S., MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS 2. Ir. Wartoyo S. P, MS selaku Ketua Jurusan Agronomi FP UNS
3. Ir. Sumijati, MP selaku Pembimbing Akademik
4. Ir. Trijono Djoko Sulistijo, MP selaku Pembimbing Utama Skripsi
5. Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP selaku Pembimbing Pendamping Skripsi 6. Ir. Suryono, MP selaku Pembahas Skripsi
7. Kedua orang tua kandung saya atas doa, ridha, dan kepercayaannya
8. Rekan-rekan mahasiswa FP UNS, IMAGO’06 & LG.com yang telah membantu
9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan mengharapkan berbagai saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca.
Surakarta, April 2011
(5)
commit to user
v DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR. ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
RINGKASAN ... xi
SUMMARY ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Hipotesis... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Tanaman Kedelai ... 4
B. Sistem Agroforestri. ... 6
C. Tegakan ... 7
D. Pupuk N, P dan mikro ... 8
III.METODE PENELITIAN ... 10
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 11
B. Bahan dan Alat Penelitian ... 11
C. Rancangan Penelitian ... 11
D. Pelaksanaan Penelitian ... 13
E. Variabel Penelitian ... 15
F. Analisis Data ... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
(6)
commit to user
vi
B. Indeks Luas Daun... 21
C. Luas Daun Spesifik ... 23
D. Harga Satuan Daun ... 25
E. Biomassa ... 26
F. Jumlah Cabang ... 27
G. Bintil akar ... 29
H. Laju Pertumbuhan ... 32
I. Polong Isi ... 35
J. Polong Hampa ... 37
K. Berat Polong isi ... 38
L. Berat 100 Biji ... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
A. Kesimpulan. ... 41
B. Saran... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
(7)
commit to user
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1. Pengaruh varietas terhadap indeks luas daun pada umur 50 HST. ... 22
2. Pengaruh varietas terhadap luas daun spesifik pada umur 50 HST ... 24
3. Pengaruh pupuk terhadap bintil akar aktif pada umur 50 HST ... 29
4. pengaruh pupuk terhadap bintil akar inaktif pada umur 50 HST ... 31
5. pengaruh varietas terhadap polong isi saat 85 HST ... 36
(8)
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1. Intersepsi cahaya pada umur tanaman 20, 35, dan 50 HST ... 16
2. Indeks luas daun pada umur tanaman 20, 35, dan 50 HST ... 23
3. Luas daun spesifik pada umur tanaman 20, 35, dan 50 HST ... 24
4. Harga satuan daun pada umur tanaman 20, 35 dan 50 HST ... 25
5. Biomassa pada umur tanaman 20, 35 dan 50 HST ... 26
6. Cabang pada umur tanaman 20, 35, dan 50 HST ... 30
7. Bintil akar aktif pada umur tanaman 20, 35 dan 50 HST ... 29
8. Bintil akar inaktif pada umur tanaman 20, 35 dan 50 HST ... 31
9. Laju pertumbuhan absolut pada umur tanaman 20, 35 dan 50 HST ... 33
10. Laju pertumbuhan relatif pada umur tanaman 20, 35 dan 50 HST ... 34
11. Polong kedelai pada umur tanaman 85 HST... 36
(9)
commit to user
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Rekap hasil analisis ragam ... 44
1a. Tabel analisis ragam jumlah cabang 20 hst ... 44
1b. Tabel analisis ragam jumlah cabang 35 hst. ... 44
1c. Tabel analisis ragam jumlah cabang 50 hst. ... 45
2a. Tabel analisis ragam jumlah bintil akar total 20 hst... 45
2b. Tabel analisis ragam jumlah bintil akar total 35 hst ... 45
2c. Tabel analisis ragam jumlah bintil akar total 50 hst... 46
3a Tabel analisis ragam bintil akar aktiv 20 hst ... 46
3b. Tabel analisis ragam bintil akar aktiv 35 hst... 46
3c. Tabel analisis ragam bintil akar aktiv 50 hst ... 47
4a. Tabel analisis ragam bintil akar inaktiv 20 hst ... 47
4b. Tabel analisis ragam bintil akar inaktiv 35 hst ... 47
4c. Tabel analisis ragam bintil akar inaktiv 50 hst ... 48
5a. Tabel analisis ragam biomassa 20 hst ... 48
5b. Tabel analisis ragam biomassa 35 hst ... 48
5c. Tabel analisis ragam biomassa 50 hst ... 49
6a. Tabel analisis ragam HSD 20 hst ... 49
6b. Tabel analisis ragam HSD 35 hst ... 49
6c. Tabel analisis ragam HSD 50 hst ... 50
7a. Tabel analisis ragam luas daun 20 hst ... 50
7b. Tabel analisis ragam luas daun 35 hst ... 50
7c. Tabel analisis ragam luas daun 50 hst ... 51
8a. Tabel analisis ragam indeks luas daun 20 hst ... 51
8b. Tabel analisis ragam indeks luas daun 35 hst ... 51
8c. Tabel analisis ragam indeks luas daun 50 hst ... 52
9a. Tabel analisis ragam indeks luas daun 20 hst ... 52
(10)
commit to user
x
9c. Tabel analisis ragam indeks luas daun 50 hst ... 53
10a. Tabel analisis ragam Intensitas cahaya 20 hst ... 53
10b. Tabel analisis ragam Intensitas cahaya 35 hst ... 53
10c. Tabel analisis ragam Intensitas cahaya 50 hst ... 54
11a. Tabel analisis ragam Laju Pertumbuhan Absolut 20 hst ... 54
11b. Tabel analisis ragam Laju Pertumbuhan Absolut 35 hst... 54
11c. Tabel analisis ragam Laju Pertumbuhan Absolut 50 hst ... 55
12a. Tabel analisis ragam Laju Pertumbuhan Relatif 20 hst... 55
12b. Tabel analisis ragam Laju Pertumbuhan Relatif 35 hst ... 55
12c. Tabel analisis ragam Laju Pertumbuhan Relatif 50 hst... 56
13. Tabel analisis ragam Jumlah Polong ... 56
14. Tabel analisis ragam Polong Isi ... 56
15. Tabel analisis ragam Polong Hampa ... 57
16. Tabel analisis ragam Berat Polong Isi... 57
17. Tabel analisis ragam Berat 100 biji... 57
18. Kondisi lingkungan penelitian ... 58
19. Kebutuhan Dosis Pupuk & Benih Kedelai Tanaman/Petak ... 59
(11)
commit to user
xi
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KEDELAI (Glycine max L.) DALAM SISTEM AGROFORESTRI BERBASIS TEGAKAN EUKALIPTUS
MELALUI PEMUPUKAN N & P
Rahmatullah H 0105081
RINGKASAN
Ketersediaan bahan pangan yang cukup merupakan faktor penting untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas pilihan karena bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat. Sistem agroforestri merupakan peluang peningkatan produksi tanaman kedelai melalui perluasan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai putih dengan menggunakan berbagai varietas kedelai dan dosis pupuk di lahan agroforestri.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2010 di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) berada di dusun Sidowayah, Klaten. Terletak pada 110o 39’ 954’ BT dan 7o 45’ 877’’ LS pada ketinggian antara 550-590 meter dari permukaan laut. Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah (Split Plot) dan disusun secara faktorial yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Faktor pertama varietas kedelai terdiri atas varietas Grobogan dan Kaba. Faktor kedua terdiri atas pupuk UREA dan SP36 dengan dosis UREA
0 Kg/Ha & SP36 0 Kg/Ha (kontrol), UREA 25 Kg/Ha & SP36 50 Kg/Ha, UREA 50
Kg/Ha & SP36 100 Kg/Ha, UREA 75 Kg/ Ha & SP36 150 Kg/Ha. Jumlah
kombinasi perlakuan ada 8, setiap kombinasi diulang sebanyak 3 kali. Variabel penelitian meliputi intersepsi cahaya, biomassa, indeks luas daun, laju pertumbuhan absolut, laju pertumbuhan relatif, harga satuan daun, jumlah cabang, bintil akar, jumlah polong isi/tanaman, jumlah polong hampa/tanaman, berat polong isi/tanaman, berat 50 biji/tanaman. Analisis data dilakukan dengan analisis keragaman tingkat kepercayaan 95%, bila berbeda nyata dilanjutkan dengan DMRT taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekahatan tanah mempengaruhi kehampaan polong kedelai di bawah tegakan Eukaliptus. Tidak ada interaksi antara varietas dengan dosis pupuk yang mempengaruhi variabel penelitian. Varietas Grobogan berpengaruh nyata dalam meningkatkan luas daun spesifik dan jumlah polong. Dosis pupuk berpengaruh nyata dalam meningkatkan jumlah bintil akar. Kombinasi terbaik untuk meningkatkan jumlah polong & berat biji pada varietas Grobogan dengan dosis pupuk 75 Kg/Ha UREA & SP36 150 kg/Ha
karena dapat meningkatkan berat polong isi per hektar tanaman kedelai sebesar 4,29 ton/ha dan berat biji total sekitar 1,62 ton/Ha.
(12)
commit to user
xii .
(13)
commit to user
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketersediaan bahan pangan yang cukup merupakan faktor penting untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Oleh Karena itu, upaya peningkatan produksi pangan nasional senantiasa diperlukan. Salah satu pilihan jenis komoditas yang bisa dibudidayakan secara komersial adalah kedelai. Kedelai (Glycine max L.) merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat, tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Pengembangan kedelai telah memberi kontribusi terhadap perekonomian nasional (PDB sub sektor tanaman pangan) meskipun nilainya masih relatif kecil dibandingkan dengan komoditi tanaman pangan lainnya (Sucipto, 2009).
Biji kedelai yang mengandung protein cukup tinggi, sekitar 40 persen, mempunyai beragam manfaat, baik untuk keperluan industri. Beragamnya pemanfaatan kedelai tersebut menyebabkan permintaan kedelai terus meningkat setiap tahun dan hingga saat ini belum seluruhnya dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Akibatnya, impor kedelai cenderung meningkat. Produksi kedelai nasional belum dapat memenuhi kebutuhan, karena luas panen aktual masih belum memadai dan produktivitas pada tingkat petani masih rendah (Anonim, 2009).
Peluang untuk meningkatkan produksi pangan khususnya kedelai melalui ekstensifikasi di lahan pertanian semakin rendah. Hal itu berhubungan dengan laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian semakin tinggi seiring berjalannya waktu. Peningkatan produksi tanaman melalui ekstensifikasi perlu dilakukan karena peningkatan produksi melalui jenis atau varietas unggul cenderung mengalami kejenuhan (leveling off). Berdasarkan hal itu sistem agroforestri merupakan peluang peningkatan produksi tanaman melalui perluasan lahan. Budidaya tegakan pohon hutan telah dlakukan petani sekitar hutan di jawa sejak lama, bahkan di pekarangan telah lebih dahulu dilakukan.
(14)
commit to user
Petani agroforestri hutan lindung di daerah klaten, kurang tertarik menanam kedelai karena berdasarkan pengalaman tanaman kedelai yang ditanam mengalami kehampaaan polong yang relatif tinggi. Polong hampa berarti pada tanaman terjadi kendala tertentu dalam pembentukan & pengisian biji. Kendala utama pada pengisian biji diduga berasal dari kesuburan tanah, bukan cahaya dan air karena kedelai adalah tanaman C3 (relatif toleran cahaya rendah) sedang kebutuhan air terpenuhi dari hujan. Proses pembentukan dan pengisian biji tanaman kedelai memerlukan ketersediaan N & P yang tinggi. Secara umum faktor pembatas utama kinerja sistem agroforestri adalah faktor biofisik yaitu kesuburan tanah, air dan cahaya berhubungan dengan interaksi antara tanaman dan pohon (Purnomo dan Sitompul, 2005).
Pemanfaatan pupuk organik sebagai pupuk dasar diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman kedelai dalam sistem agroforestri, tetapi pupuk organik belum bisa menyediakan semua unsur mikro yang dibutuhkan oleh tanaman. Ketersediaan unsur hara harus seimbang sehingga tidak terjadi penyediaan yang berlebihan untuk unsur-unsur tertentu. Supaya mampu mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman maka dilakukan pemberian pupuk organik sebagai pupuk dasar serta pemberian pupuk makro (unsur N & P) dan pupuk mikro (unsur Mo & Mn) dengan konsentrasi yang tepat untuk pertumbuhan tanaman kedelai. Tanaman kedelai sangat membutuhkan beberapa unsur hara mikro seperti besi (Fe), mangan (Mn), Molibdenum (Mo) dan cobal (Co), unsur mikro berperan pada berbagai komponen dari enzim atau sebagai katalisator pada proses metabolisme Tanaman.
B. Perumusan Masalah
Perlu adanya usaha ekstensifikasi di areal hutan yang masih bisa dioptimalkan fungsinya untuk lahan kedelai. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pengaruh pemupukan N dan P terhadap dua varietas kedelai unggul berbasis agroforestri. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dapat diambil perumusan masalah yaitu :
(15)
commit to user
a. Bagaimana pengaruh tegakan pohon Eukaliptus terhadap kehampaan polong kedelai?
b. Bagaimana pengaruh pemupukan N dan P terhadap kehampaan polong kedelai?
c. Apakah ada interaksi antara varietas kedelai dengan pemupukan N dan P unsur mikro terhadap peningkatan berat biji kedelai?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui penyebab kehampaan polong kedelai pada tegakan Eukaliptus b. Mengetahui kombinasi dosis pupuk yang tepat dalam membantu
pembentukan & pengisian polong kedelai
c. Mengetahui interaksi antara varietas kedelai dengan pemupukan N dan P terhadap peningkatan berat biji kedelai
(16)
commit to user
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kedelai (Glycine max L.)
Kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr ) adalah tanaman semusim yang telah lama dikenal di Indonesia, namun belum semua rakyat mengenalnya, apalagi menanamnya. Penggunaan kedelai di Indonesia diutamakan dalam rangka perbaikan gizi keluarga, namun sampai sekarang untuk memenuhi kebutuhan kedelai masih harus diimpor (Departemen Pertanian, 1986).
Sistematika tanman kedelai adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyleffdonae
Ordo : Polypetales
Familia : Leguminosae (Papilionaceae)
Subfamilia : Papilionoideae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max (L.) Merill atau Glycine soya (L.) (Rukmana dan Yuyun, 1996).
Tipe pertumbuhan tanaman kedelai dibedakan atas tiga macam, yaitu tipe determinate, semi-determinate dan indeterminate. Tipe determinate memiliki ciri-ciri ujung batang tanaman hampir sama besarnya dengan batang bagian tengah dan tidak melilit. Pembungaan berlangsung secara serempak, pertumbuhan vegetative berhenti setelah berbunga, tinggi tanaman pendek sampai sedang. Daun atas dan bagian tengah mempunyai ukuran sama. Tipe indeterminate berciri dengan ujung tanaman lebih kecil dengan batang tengah, ruas batangnya panjang & melilit, pembungaan berangsur-angsur dari bagian pangkal ke bagian atas. Tipe semideterminate mempunyai ciri diantara tipe determinate & Indeterminate (Suprapto, 1999).
(17)
commit to user
Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang terdapat bintil – bintil akar berisi bakteri Rhizobium jafonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari
udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).
Penanaman kedelai di lahan yang belum pernah ditanami kedelai, benih sebaiknya dicampur dengan rhizobium seperti legin. Bila Rhizobium tidak tersedia dapat menggunakan tanah yang sudah pernah ditanami kedelai. Inokulasi Rhizobium bertujuan untuk mengurangi pemakaian pupuk nitrogen karena tanaman kedelai dapat memanfaatkan nitrogen yang ada di udara setelah diinokulasi dengan Rhizobium (Suastika et al, 1997).
Varietas Kaba menghasilkan produktivitas 2,50 t/ha. Tipe pertumbuhan determinit, memiliki jumlah cabang produktif sebesar 2,8 cabang per tanaman, tahan rebah & agak tahan penyakit karat daun, polong tidak mudah pecah, umur panen 85 hari, awal pembungaan pada saat 39,75 hari, berat biji cukup besar (11,03 g/100 biji) dan ukuran biji sedang (10,4 g/100 biji) (Sudjudi, Sabar Untung dan Abdul Gaffar, 2005).
Varietas Grobogan menghasilkan mencapai di atas 3,5 - 4 ton, tapi bisa naik lagi hingga 4,5 ton kedelai kering. Kualitas panen baik dengan usia panen 72 hari. Harga jual mencapai Rp 5.800-Rp 6.200/kg mencapai, Sejak 10 tahun terakhir kabupaten Grobogan mengembangkan varietas Malabar versi Grogoban ini. Sebab verietas ini jika dimulai dari pembenihan, penanaman, pemeliharaan hingga pemupukan secara baik dan benar bisa meningkat hasilnya (Karim, 2008).
Kualitas produk kedelai lokal ternyata tidak kalah dengan produk impor. Kedelai lokal berkualitas unggul dan harga lebih murah. Kedelai ini dinamakan malabar versi Grobogan. Kedelai lokal cenderung lebih kusam, sedangkan kedelai Grobogan lebih bersih dan besar. Grobogan menghasilkan 3-4 ton/ha padahal kedelai lokal hanya 2,5 ton per hektare. Waktu panennya
(18)
commit to user
juga lebih pendek hanya 72 hari sementara kedelai impor bisa mencapai 90 hari (Wijaya, 2008).
B. Sistem Agroforestri
Kebutuhan pangan khususnya kedelai (Glicine max L.) terus bertambah mengikuti laju pertumbuhan penduduk sehingga impor komoditas tersebut terus meningkat. Ketergantungan kebutuhan kedelai pada impor mengakibatkan kegoncangan seperti yang terjadi pada dua tahun terakhir. Usaha peningkatan produksi komoditas tersebut dapat melalui sistem agroforestri. Kendala budidaya dalam bentuk kompetisi untuk mendapatkan cahaya, air dan unsur hara (Haairiah, 1999).
Agroforestri merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistemmenyerupai hutan (Hairiah, Widianto dan Sunaryo, 2002).
Sistem agroforestri merupakan peluang peningkatan produksi pertanian secara ekstensif sehubungan dengan lahan pertanian yang semakin terbatas karena telah beralih fungsi. Hutan Jati kemudian Pinus adalah hutan yang dominan di Jawa Tengah masing-masing menempati 48,9 dan 29,34%, dan 70% diantaranya terletak di ketinggian tempat dibawah 500 m diatas permukaan laut (dpl). Kawasan hutan sebagai tempat penerapan sistem agroforestri sebagian besar merupakan lahan tadah hujan sehingga potensial sebagai lahan pertanaman palawija khususnya Jagung dan Kedelai.
(19)
commit to user
Pengembangan kawasan hutan menjadi sistem agroforestri memerlukan informasi kuantitatif potensi kawasan itu terutama potensi pendukung fungsi agronomi (Purnomo, 2005).
Kebutuhan N tinggi karena kandungan protein biji kedelai relatif tinggi (34,1 g/ 100 g biji kedelai). Selain itu N pada tanah pada sistem agroforestri dapat mengalami immobilisasi sehubungan dengan laju proses dekomposisi bahan organik. Hasil biji pada proses pengisian biji (seed filling period) dan akumulasi N pada tanaman kedelai berhubungan erat. Unsur fosfor selain diperlukan selagi pembentukan energi (ATP) dan asam nukleat, juga sebagai pembentukan bintil akar pada tanaman legume (Purnomo dan Sitompul, 2005).
C. Tegakan
Eucalyptus termasuk famili Myrtaceae yang tumbuh tersebar mulai dari Australia, Selandia Baru, Papua New Guinea, Filipina, Kepulauan Pasifik Selatan, dan Indonesia bagian Timur (Kepulauan Timor dan sekitarnya, Irian Jaya, Pulau Seram, dan Sulawesi). Pada umumnya pohon Eucalyptus berbatang bulat, lurus tidak berbanir dan sedikit cabang, berbentuk semak sampai berbentuk pohon. Tingginya bervariasi mulai dari beberapa meter samapi 100m. Daun Eucalyptus pada umumnya berbentuk lanset sampai bulat telur, bagian ujung agak berkait, panjang daun 10-15cm, lebar 1,5-5 cm. Pada pohon yang masih muda kedudukan daun berhadapan, sedangkan pada pohon yang sudah tua kedudukan daun agak bersilang. Bunga Eucalyptus mengumpul atau berbongkol dan bertangkai. Buah berbentuk bulat seperti lonceng gereja dengan ukuran 6-16 mm, berwarna hijau kekuningan, berisi banyak biji (Kusnadi, 2010).
Cahaya harian pada sistem naungan buatan relative hampir konstan selama pertumbuhan tanaman. Keadaannya tidak demikian dibawah tegakan pohon pada system agroforestri. Kepadatan tajuk berubah selain karena pertumbuhan tajuk juga hampir selalu bergerak karena faktor diluar pohon (Braconnier, 1998).
(20)
commit to user
Salah satu hasil survai mengisyaratkan bahwa cahaya yang lolos dari tajuk pohon sangat menentukan pertumbuhan tanaman sehingga produksi jauh dibawah optimum. Berdasarkan hal itu peningkatan produksi tanaman dibawah tegakan pohon dapat dilakukan dengan pengaturan jarak pohon, pemangkasan tajuk pohon dan pemilihan tanaman yang adaptif terhadap cahaya rendah. Percobaan naungan dan dibawah tegakan pohon menunjukkan bahwa varietas kedelai Pangrango dan Kaba sebagai varietas yang adaptif terhadap cahaya rendah. (Purnomo, 2005).
Rata-rata intensitas cahaya tanaman semusim berkurang 25-50% di bawah Eukaliptus berumur 2-3 tahun (Chozin et al., 1999), sedangkan pada tumpangsari dengan jagung berkurang 33% (Asadi et al., 1997) dari rata-rata intensitas cahaya di lingkungan terbuka 800 kal/cm2/hari.
D. Pupuk Kandang N, P & Mikro
Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis hewan, umur hewan, keadaan hewan, jenis makanan, bahan hamparan yang dipakai, perlakuan, serta penyimpanan sebelum diaplikasikan sebagai media tanam (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).
Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yaitu penyusunan dari semua protein dan asam nukleik (Sarief, 1993). Unsur ini cepat hilang dalam tanah, baik melalui volatisasi, nitrifikasi, denitrifikasi maupun yang hanyut bersama air perkolasi (Jalid dan Salim, 1995).
Nitrogen atau zat lemas diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3
(nitrat) dan NH4 (amonium), akan tetapi nitrat ini akan tereduksi menjadi amonium melalui enzim yang mengandung Molibdenum (Sutejo, 1995). Kandungan N tanaman reta-rata 2-4% dan mungkin juga setinggi 6 %. Jalid dan Salim (1995) melaporkan bahwa 10-40 % pupuk nitrogen yang diberikan diikat oleh bahan organik tanah, 10%-20% menguap ke udara, 5-10% tercuci dan sekitar 30-70 % dimanfaatkan tanaman. Tanaman budidaya dapat mengambil ion-ion NO3 atau NO4 dan mengasimilasikannya (Gardner et al,
(21)
commit to user
Nodulasi yang sangat sedikit pada sist em perakaran beberapa tanaman polong-polongan, awalnya diduga karena kemasaman tanah. Berdasarkan analisis tanah dan pengamatan tanaman menunjukan bahwa nodulasi akar berkorelasi erat dengan konsentrasi P terlarut. Hal itu mengindikasikan bahwa P sebagai penyebab pembentukan bintil akar yang rendah meskipun populasi rhizobium tinggi (Amijee and Giller, 1998). Pada umumnya kandungan P pada lahan hutan bisa sampai tingkatan terendah (8-11 %) (Purnomo dan Sitompul, 2004).
Pada umumnya nitrogen diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar ( Sutejo, 1995), tetapi jika terlalu banyak akan menghambat pembungaan dan pembuahan tanaman (Sarief, 1993).
Urea dibuat dari gas amoniak dan gas asam arang. Persenyawaan kedua gas ini menghasilkan pupuk urea dengan kandungan N sebanyak 46 %. Urea termasuk pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air). Pada kelembaban 73 %, pupuk ini sudah mampu menarik uap air dari udara. Oleh karena itu UREA mudah larut dalam air dan mudah diserap tanaman. Kalau diberikan ke tanah, pupuk ini akan mudah berubah menjadi amoniak dan karbondioksida. Padahal kedua zat ini merupakan gas yang mudah menguap. Sifat lainnya adalah mudah tercuci oleh air dan mudah terbaka oleh sinar matahari (Lingga dan Marsono, 2000)
Tanaman legum menyerap nitrogen bebas melalui fiksasi nitrogen, sedangkan nitrogen yang difiksasi mempunyai tiga kemungkinan, yaitu: 1. Nitrogen tersebut digunakan inangnya
2. Nitrogen dieksresikan dari nodula ke dalam tanah dan digunakan oleh tanaman lain.
3. Apabila tanaman legum dibenamkan telah mati maka nitrogen dapat dibebaskan (Sarief, 1993)
Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting, terdiri dari kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah (Sarief, 1989). Pemberian pupuk
(22)
commit to user
kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air.
E. Hipotesis
1. Pemupukan N dan P dapat membantu pembentukan dan pengisian polong kedelai
(23)
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2010 di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) berada di dusun Sidowayah Desa Gunung Gajah, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. RPH Cawas mempunyai luas 638 Ha. Secara geografis RPH Cawas berada pada 110o 39’ 954’ BT dan 7o 45’ 877’’ LS berada pada ketinggian antara 550-590 meter dari permukaan laut (mdpl).
B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain lahan dengan benih kedelai kultivar Kaba dan Grobogan, pupuk kandang kotoran sapi, Urea, SP36, KCl, pupuk unsur mikro ”Growmore” (unsur
Mn&Mo), insektisida dan air. 2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah petridish, cangkul, ajir/patok bambu, tali rafia, meteran, drigen plastik, hand sprayer, tugal, perforator, gunting, luxmeter, koran bekas, kantong plastik, oven dan timbangan analitik.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini didesain menurut Rancangan Petak Terpisah (Split Plot) dengan dua faktor, varietas kedelai sebagai petak utama (main plot) dan kombinasi pupuk makro sebagai anak petak (sub plot). Faktor perlakuan dalam penelitian ini adalah:
a. Faktor I (petak utama) yaitu perlakuan varietas, yang terdiri dari 2 taraf yaitu: K = Kaba
(24)
commit to user
b. Faktor II (anak petak) yaitu perlakuan pupuk makro, yang terdiri dari 2 taraf yaitu pupuk urea dan pupuk SP36, yaitu :
M1= Pupuk urea 0 kg/ha & Pupuk SP36 0 kg/ha
M2 = Pupuk urea 25 kg/ha & Pupuk SP36 50 kg/ha
M3= Pupuk urea 50 kg/ha & Pupuk SP36 100 kg/ha
M4= Pupuk urea 75 kg/ha & Pupuk SP36 150 kg/ha
Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan, yaitu :
1. GM1 = Varietas Grobogan dengan pemberian urea 0 kg/ha & Pupuk SP36 0 kg/ha .
2. GM2 = Varietas Grobogan dengan pemberian urea 25 kg/ha & Pupuk SP36 50 kg/ha.
3. GM3 = Varietas Grobogan dengan pemberian urea 50 kg/ha & Pupuk SP36 100 kg/ha.
4. GM4 = Varietas Grobogan dengan pemberian urea 75 kg/ha & Pupuk SP36 150 kg/ha.
5. KM1 = Varietas Kaba dengan pemberian urea 0 kg/ha & Pupuk SP36 kg/ha.
6. KM2 =Varietas Kaba dengan pemberian urea 25 kg/ha & Pupuk SP36 50 kg/ha.
7. KM3 = Varietas Kaba dengan pemberian urea 50 kg/ha & Pupuk SP36 100 kg/ha.
8. KM4 = Varietas Kaba dengan pemberian urea 75 kg/ha & Pupuk SP36 150 kg/ha.
Dari kedua pelakuan tersebut diperoleh 8 kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Jumlah Lubang dalam satu petak adalah 50 lubang tanam, total populasi tanaman adalah 1200 lubang tanam.
(25)
commit to user D. Pelaksanaan Penelitian
a. Penyiapan benih
Benih kedelai dipilih yang mempunyai karakterstik baik, yaitu bernas, permukaan mengkilap, tidak keriput, tidak terkontaminasi hama, penyakit dan tidak tercampur dengan biji varietas lain ataupun kotoran. Melakukan pengujian daya kecambah dan kecepatan kecambah untuk kedelai varietas Kaba & Grobogan. Perlakuan benih sebelum melakukan penanaman yaitu dengan merendam benih kedalam air hangat.
Rumus Kecepatan Kecambah (KK): KK =
Rumus Daya Kecambah (DK):
DK =
b. Persiapan lahan dan pengolahan tanah
Lahan penanaman kedelai disiapkan dalam bentuk petakan-petakan. Ukuran petak 200 cm x 100 cm dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Jarak antar blok 40 cm dan jarak tanaman tepi dari pinggiran petak yaitu 10 cm. Pengolahan lahan kedalaman 20-30 cm dengan cangkul agar tanah gembur sehingga dapat menciptakan kondisi tanah yang memiliki aerase dan drainase yang baik.
c. Pemupukan
Untuk pupuk dasar dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang & unsur makro (Urea , SP36 dan KCl ) yang disebar di seluruh
petak. Pemberian pupuk menyesuaikan dengan perlakuan yaitu upuk urea 0 kg/ha & Pupuk SP36 0 kg/ha, Pupuk urea 25 kg/ha & Pupuk SP36
(26)
commit to user
urea 75 kg/ha & Pupuk SP36 150 kg/ha. Keempat taraf pupuk tersebut
disebar ke seluruh petak menyesuaikan rancangan percobaan.
Untuk pemupukan selanjutnya, menggunakan unsur mikro (unsur Mn dan Mo) dilaksanakan setiap pekan sekali dengan tehnik semprot dengan dosis 10 gram/liter untuk satu lahan.
d. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah lahan selesai diolah serta telah terbentuk petak-petak penelitian. Penanaman dengan cara direct seeding, kemudian dimasukkan sekitar 2-3 butir benih per lubang tanam sedalam 3-5 cm. Hal ini dikarenakan dalam penelitian dibutuhkan tanaman yang seragam dan untuk cadangan apabila ada benih yang tidak tumbuh. Penanaman dilakukan pada saat tanah dalam kondisi cukup basah. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 20 cm.
e. Pengairan
Pengairan tanaman kedelai di lahan agroforestri mengandalkan air hujan (tadah hujan). Kedelai merupakan tanaman musim kering yang tidak tarlalu banyak memerlukan air.
f. Penyulaman dan Penjarangan
Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang tidak tumbuh dengan menanam benih baru, jumlah tanaman yang disulam tiap petak berbeda- beda. Penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 1 MST, karena menghindari perbedaan umur yang mencolok dan ketidakseragaman tanaman. Penyulaman dapat dilakukan bersamaan dengan penjarangan tanaman. Penjarangan dilakukan dengan memilih tanaman yang terbaik dan seragam, disisakan satu tanaman per lubang tanam.
g. Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membebaskan tanaman dari tanaman penggangu (gulma). Penyiangan dapat dilakukan dua kali, yaitu pada saat tanaman berumur 2-3 MST atau tergantung pada keadaan gulma.
(27)
commit to user h. Pengendalian hama dan penyakit
Hama yang menyerang kedelai yaitu wereng kedelai atau kumbang daun. Hama ini bisa ditanggulangi dengan disemprot dengan insektisida pada tanaman setelah berumur di atas 20 hari. Hama lain yaitu kepik coklat dan ulat penggerek polong. Hama tersebut juga bisa ditanggulangi dengan penyemprotan insektisida setelah tanam berumur 50 hari.
i. Pemanenan
Pemanenan atau pemungutan hasil dilakukan ketika polong sudah tua, dengan tanda-tanda warna polong berwarna coklat tua dan kondisi hampir merata pada semua polong dalam satu tanaman. Tanda-tanda lain yaitu daun-daunnya sudah menguning atau gugur. Panen sebaiknya dilakukan secara serempak pada pagi hari dalam kondisi cuaca cerah. Caranya adalah dengan memotong atau mencabut batang tanaman, termasuk daunnya (Istimewa, 2008). Hal tersebut guna memastikan polong kedelai sudah cukup tua atau berisi sehingga dihasilkan biji kedelai yang berkualitas serta mengurangi kehilangan hasil saat panen.
j. Pengamatan
Pada penelitian ini pengamatan menggunakan metode destruktif. Tanaman per petak diambil sau tanaman sebagai sampel (dibongkar) pada umur 20, 35, 50 HST dan pada saat panen. Tanaman dikeringkan sehingga diperoleh biomassa akar, batang, dan daun. Saat panen diambil 1 tanaman sampel dari 24 tanaman tiap petak (komponen produksi) .
E. Variabel Pengamatan I. Pengamatan destruktif
a. Intersepsi cahaya
Intersepsi cahaya ialah banyaknya jumlah presentase cahaya yang diserap daun, dengan cara mengukur selisih antara nilai cahaya yang terlihat di luxmeter pada atas tajuk dengan nilai yang berada di bawah
(28)
commit to user
tajuk tanaman kedelai, kemudian dibagi nilai cahaya yang berada di bawah tajuk, selanjutnya nilai tersebut dikalikan 100%. Satuan intersepsi cahaya adalah persentase (% ).
b. Indeks Luas Daun (ILD)
Luas daun pada penelitian ini, diukur dengan metode punch, yaitu mengambil beberapa daun dari tanaman sampel (3-5 daun tergantung jumlah daun tanaman sampel saat pengamatan sebagai sub sampel) kemudian dilubangi dengan perforator (luas lubang tertentu). Daun subsampel diambil yang seragam warna, ketebalan dan umurnya. Sehingga bisa didapatkan berat daun yang bisa mewakili seluruh tanaman. Selanjutnya daun dari dalam perforator dibungkus dengan koran tersendiri (Dss) dan dioven bersama dengan daun sisa dan daun tanaman sampel (Ds).
Rumus ILD =
c. Luas Daun Spesifik (LDS)
Luas daun spesifik diukur untuk mengetahui ketebalan daun. Luas daun spesifik yaitu hasil bagi luas daun dengan berat daun. Satuan LDS adalah cm2.
Rumus LDS =
d. Harga Satuan Daun (HSD)
Harga satuan daun digunakan untuk mengetahui laju asimilasi bersih pada tanaman. Harga satuan daun dapat dihitung dengan menimbang berat kering daun tanaman sampel. Nilai HSD yaitu hasil selisih antara berat kedua dengan berat pertama dibagi selang waktu pengamatan keduanya. Satuan HSD adalah cm2/g.
(29)
commit to user
Keterangan : W1 : berat daun sampel sebelumnya W2 : berat daun sampel sesudahnya
LD1 : luas daun sampel sebelumnya
LD2 : luas daun sampel sesudahnya
e. Biomassa
Biomassa ialah massa bagian hidup tanaman yang mempunyai nilai yang konstan dengan cara menimbang biomassa kering total dari biomassa akar, biomassa batang dan biomassa daun. Biomassa diperoleh dengan cara mengeringkan tanaman sampel dalam oven sampai berat kering dari tanaman konstan. Untuk Mendapatkan biomassa dapat dilakukan dengan pengeringan brangkasan basah menggunakan oven dengan suhu 110oC selama 24 jam. Mulai penimbangan pada sampel tanaman umur 20HST, 35HST & 50 HST sampai panen.
Rumus Biomassa:
Biomassa akar + biomassa batang + biomassa daun
f. Jumlah Cabang
Jumlah cabang yang terbentuk dihitung dari awal pertumbuhan sampai panen. Cabang tanaman yang dihitung berasal dari tanaman sampel yang dipersiapkan untuk tanaman dekstruktif. Tanaman destruktif yang diamati sebanyak satu sampel perpetak.
g. Bintil Akar
Pengamatan bintil akar dilakukan dari awal pertumbuhan sampai panen. Bintil diamati bagian dalamnya, apabila berwarna merah atau agak kemerah-merahan maka termasuk bintil aktif. Tetapi apabila masih berwarna putih atau abu-abu, maka termasuk bintil inaktif. Sehingga dapat diketahui bintil akar aktif dan inaktif tiap sampel tanamannya.
(30)
commit to user
h. Laju Pertumbuhan
Laju pertumbuhan dapat dihitung dengan cara menimbang berat tanaman sampel pengamatan dengan berat tanaman sampel pengamatan sebelumnya, kemudian hasilnya dibagi dengan waktu pengamatan
Ø Laju Pertumbuhan Absolut (LPA) Rumus LPA:
satuannya g/ hari
Ø Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) Rumus LPR:
satuannya g/g/ hari II. Pengamatan non-destruktif
a. Jumlah Polong Isi
Penghitungan jumlah polong isi/tanaman dilakukan dengan cara menghitung jumlah polong isi per tanaman sampel setelah panen. b. Jumlah Polong Hampa
Penghitungan jumlah polong isi/tanaman dilakukan dengan cara menghitung jumlah polong polong yang tidak berbiji atau polong yang tidak berisi per tanaman sampel.
c. Berat polong isi/tanaman
Berat biji tanaman sampel diketahui dengan menimbang biji yang yang dihasilkan tanaman sampel. Dalam penimbangan, biji dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunakan sinar matahari sampai kadar airnya kurang lebih 10-15 %.
d. Berat 100 Biji per tanaman
Perhitungan berat 100 biji dilakukan dengan cara memilih biji secara acak 100 biji diulang sebanyak tiga kali kemudian hasilnya dirata-rata.
(31)
commit to user F. Analisis Data
Analisis hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam berdasarkan uji F taraf 5% dan 1%. Apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan DMRT taraf 5%. Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. DMRT taraf 5% untuk mengetahui hubungan antar variabel menggunakan analisis uji korelasi.
(32)
commit to user
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Intersepsi Cahaya
Kondisi lingkungan lahan penelitian ini dikelilingi oleh beberapa pohon. Tanaman kedelai pada penelitian ini menggunakan varietas Kaba dan Grobogan yang memiliki perbedaan morfologi daun. Varietas Grobogan memiliki ukuran daun yang lebih luas daripada varietas Kaba. Dengan demikian seharusnya intersepsi cahaya pada pada varietas Grobogan lebih tinggi. Namun pada penelitian ini intersepsi cahaya tidak berbeda nyata antar kedua varietas yang berarti volume tajuk kedelai hampir sama. Intersepsi cahaya adalah persentase cahaya matahari yang diterima oleh tubuh tanaman. Nilai Intersepsi dapat diukur dari cahaya matahari di atas tajuk dan di bawah tajuk. Karakter tajuk tanaman dapat diamati dari cahaya yang di intersepsi oleh cabang, batang, dan daun tanaman. Tajuk menerima cahaya kemudian sebagian diintersepsi, diserap, dipantulkan, dan sebagian diloloskan ke permukaan tanah.
Rerata Intersepsi cahaya tanaman kedelai umur 20, 35, 50 hst sebesar 24,14%, 36,5%, dan 47,45%. Pada penelitian ini intersepsi cahaya tidak berbeda nyata antar varietas maupun antar dosis pemupukan (anova terlampir). Intersepsi cahaya yang tidak berbeda nyata antar varietas dan pemupukan menjelaskan bahwa pertumbuhan tinggi, cabang, dan daun tanaman kedelai hampir sama. Berarti tajuk tanaman kedelai dari varietas Grobogan dan Kaba tidak berbeda nyata meskipun diberi pemupukan yang berbeda dosis.
Intersepsi cahaya oleh tanaman kedelai makin meningkat seiring peningkatan umur tanaman. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak daun sehingga semakin luas dan tebal, hasil dari proses diferensiasi jaringan tanaman yang semakin dewasa (Gambar 1).
(33)
commit to user
Gambar 1. Intersepsi cahaya pada umur tanaman 20, 35, dan 50 HST Meskipun intersepsi cahaya tidak berbeda nyata namun terdapat kecenderungan bahwa pupuk III (Urea 50 Kg/Ha dan SP36 100 Kg/Ha),
memberikan nilai intersepsi cahaya tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pupuk berpengaruh terhadap pertumbuhan tajuk tetapi pada penelitian ini belum menemukan dosis pupuk yang tepat.
2. Daun
Daun merupakan organ penting tanaman yang berperan dalam proses fotosintesis karena terdapat klorofil. Daun merupakan organ fotosintetik utama tanaman, didalamnya terjadi proses perubahan energi cahaya menjadi energi kimia dan sebagian terakumulasi dalam bentuk bahan kering. Sebagai organ fotosintesis peran daun tercermin pada luas dan tebal. Luas daun dinyatakan oleh indeks luas daun sedangkan tebal daun dinyatakan dalam luas daun spesifik.
a. Indeks Luas Daun
Indeks luas daun (ILD) adalah perbandingan luas daun di dalam tajuk dengan luas tanah yang ditutupi atau luas daun di atas suatu luasan tanah. Indeks luas daun pada penelitian ini, antar varietas kedelai dan dosis pupuk tidak berbeda nyata pada umur 20 dan 35 HST. Sedangkan
(34)
commit to user
pada umur 50 HST (anova terlampir), antar varietas kedelai berbeda nyata. Indeks luas daun tertinggi pada varietas Grobogan mencapai 0,35 dengan perlakuan pupuk III (UREA 50 Kg/Ha & SP36 100 kg/Ha) saat 50
HST (Tabel 1). Indeks luas daun di atas dapat dinyatakan sangat rendah, karena pada saat 50 HST kedelai varietas Grobogan mengintersepsi cahaya sebesar 44,45 %, yang secara teoritis ILD mencapai harga 1. Harga ILD ≤ 1 menggambarkan bahwa intersepsi cahaya sampai pada taraf 50 %, jika ILD ≤ 3 berarti 90 %, dan jika ILD ≤ 4 berarti 95 %. (Sinclair & Gardner, 1998).
Tabel 1. Pengaruh varietas terhadap indeks luas daun pada umur 50 HST
Varietas Kedelai Indeks Luas Daun
Kaba 0,28 a
Grobogan 0,35 b
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %
Indeks luas daun yang berbeda nyata menjelaskan bahwa kedua varietas mengintersepsi cahaya dalam jumlah yang berbeda. Namun intersepsi cahaya pada penelitian ini, memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Indeks luas daun yang memberikan pengaruh berbeda nyata karena dipengaruhi oleh bentuk daun. Keunggulan tanaman kedelai berdaun lancip adalah mempunyai permukaan daun 25% lebih banyak dalam menerima cahaya untuk fotosintesis dibandingkan dengan daun oval (Egli, 1970), karena daun lancip memperoleh penetrasi cahaya yang lebih banyak dalam suatu kanopi (Indradewa, 1997).
Indeks luas daun meningkat sesuai peningkatan umur tanaman (Gambar 2). Blad dan Baker mengemukakan hubungan indeks luas daun selama pertumbuhan tanaman kedelai berdasarkan hasil penelitian pada varietas Chippena 64 dan Hank, diperoleh bahwa setelah awal pertumbuhan tanaman kedelai, terlihat peningkatan sesuai bertambahnya
(35)
commit to user
umur tanaman, kemudian turun dan indeks luas daun maksimum dicapai pada saat jumlah daun dan ukuran daun maksimum.
Gambar 2. Indeks luas daun pada umur tanaman 20, 35, dan 50 HST Rerata indeks luas daun yang diterima tanaman umur 20, 35, 50 hst sebesar 0,12, 0,31, dan 0,42. Nilai indeks luas daun sesuai dengan intersepsi cahaya yang semakin banyak diterima oleh tubuh tanaman (khususnya daun). Indeks luas daun yang tinggi akan menyebabkan proses fotosintesis berjalan dengan baik. Hasil fotosintat mempengaruhi peningkatan biomassa tanaman, maka seiring dengan meningkatnya umur tanaman maka tajuk tanaman semakin lebat sehingga nilai indeks luas daun seharusnya semakin tinggi.
b. Luas Daun Spesifik
Luas daun spesifik (LDS) adalah perbandingan luas daun total dengan berat daun. Luas daun spesifik dapat mengetahui efisiensi pembentukan luas daun per satuan karbohidrat yang tersedia. Luas daun spesifik pada penelitian ini, antar varietas kedelai berbeda nyata pada umur 20, 35, dan 50 HST (anova terlampir). Luas daun spesifik yang berbeda nyata menjelaskan bahwa kedua varietas mempunyai luas permukaan dan ketebalan daun yang berbeda. Luas daun spesifik
(36)
commit to user
tertinggi pada varietas Grobogan mencapai 170 cm2/g dengan perlakuan pupuk IV (Urea 75 Kg/Ha dan SP36 150 Kg/Ha) saat 50 HST (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh varietas terhadap luas daun spesifik pada umur 50 HST
Varietas Kedelai Luas Daun Spesifik (cm2/g)
Kaba 179,30 b
Grobogan 164,28 a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %
Rerata LDS pada umur 20, 35, 50 hst sebesar 214,3 cm2/g, 187,7 cm2/g dan 156,25 cm2/g. Luas daun spesifik mengalami penurunan seiring dengan peningkatan umur tanaman (Gambar 3). Luas daun spesifik yang semakin menurun menunjukkan daun semakin tebal. Semakin tebalnya daun mengindikasikan bahwa akumulasi bahan kering yang dialokasikan ke daun pada awal pertumbuhan rendah dan kemudian meningkat pada masa pertengahan pertumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995).
Gambar 3. Luas daun spesifik pada umur tanaman 20, 35, dan 50 HST Luas daun spesifik pada penelitian ini sangat berkaitan dengan intersepsi cahaya. Semakin besar luas daun spesifik maka intersepsi cahaya akan lebih besar. Intersepsi cahaya dan luas daun spesifik
(37)
commit to user
bertambah seiring dengan peningkatan umur tanaman. Meningkatnya umur tanaman juga meningkatkan akumulasi hasil fotosintesis. Tanaman yang kekurangan cahaya biasanya mempunyai luas daun spesifik yang lebih rendah daripada tanaman yang mendapat cahaya banyak (Sitompul dan Guritno, 1995).
c. Harga satuan daun
Kemampuan setiap satuan daun dalam menghasilkan biomassa dari hasil fotosintesis inilah yang disebut sebagai harga satuan daun atau unit leaf rate (Sitompul dan Guritno, 1995). Rerata harga satuan daun (HSD) tanaman kedelai umur 20, 35, 50 hst sebesar 0,006 g/cm2, 0,007 g/cm2, dan 0,008 mg/cm2. Pada penelitian ini harga satuan daun tidak berbeda nyata antar varietas maupun antar dosis pemupukan (Anova terlampir). Harga satuan daun yang tidak berbeda nyata antar varietas dan pemupukan menjelaskan bahwa laju fotosintesis tanaman kedelai hampir sama. Berarti produksi biomassa dari varietas Grobogan dan Kaba tidak berbeda nyata meskipun diberi pemupukan yang berbeda dosis. Harga satuan daun oleh tanaman kedelai makin meningkat seiring peningkatan umur tanaman (Gambar 4).
(38)
commit to user
Meskipun harga satuan daun tidak berbeda nyata namun terdapat kecenderungan bahwa pupuk II (Urea 25 Kg/Ha dan SP36 50 Kg/Ha) saat
50 HST, memberikan nilai harga satuan daun tertinggi yaitu 0,009 g/cm2. Pemupukan sedikit mengakibatkan pertumbuhan kurang optimum, sehingga jumlah daun sedikit. Jumlah daun yang sedikit memungkinkan intersepsi cahaya lebih optimal per satuan luas daun. Semakin tinggi intersepsi cahaya maka semakin meningkat kemampuan fotosintesis tiap satuan daun.
3. Biomassa
Biomassa terbentuk dari hasil proses fotosintesis daun berupa karbohidrat yang sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Rerata biomassa tanaman kedelai umur 20, 35, 50 hst sebesar 0,72 g, 1,75 g, dan 2,58 g. Hasil penelitian ini dikategorikan rendah jika dibanding dengan penelitian Fahrurozi (2005) yang besarnya biomassa tanaman antara 8,80-22,89 g/tanaman. Biomassa tanaman kedelai makin meningkat seiring peningkatan umur tanaman (Gambar 5).
(39)
commit to user
Pada penelitian ini biomassa tidak berbeda nyata antar varietas maupun antar dosis pemupukan (anova terlampir). Biomassa yang tidak berbeda nyata antar varietas dan pemupukan menjelaskan bahwa pertumbuhan tinggi, cabang, dan daun tanaman kedelai hampir sama. Berarti laju pertumbuhan dari varietas Grobogan dan Kaba tidak berbeda nyata meskipun diberi pemupukan yang berbeda dosis. Biomassa tanaman kedelai makin meningkat seiring peningkatan umur tanaman. Hal ini disebabkan oleh akumulasi fotosintat dalam bentuk bahan kering semakin tinggi, hasil dari proses fotosintesis.
Meskipun biomassa tidak berbeda nyata namun terdapat kecenderungan bahwa pupuk IV (UREA 75 Kg/Ha dan SP36 150 Kg/Ha)
dengan biomassa 2,77 g/tanaman, memberikan nilai biomassa tertinggi. Pemupukan yang cukup dan tepat mendukung pembentukan biomassa karena terpenuhinya kandungan unsur hara. Kandungan unsur hara dalam tumbuhan dapat dihitung berdasarkan beratnya per satuan bahan kering. Biomassa menunjukan laju fotosintesis karena 90 persen akumulasi bahan kering tanaman berasal dari hasil fotosintesis. Akumulasi ini digunakan untuk pertumbuhan tanaman membentuk daun, cabang, dan akar.
4. Jumlah Cabang
Rerata jumlah cabang tanaman kedelai umur 20, 35, 50 hst sebesar 0,41 cabang/tanaman, 1,1 cabang/tanaman, dan 1,4 cabang/tanaman. Pada penelitian ini jumlah cabang tidak berbeda nyata antar varietas maupun antar dosis pemupukan (anova terlampir). Jumlah cabang yang tidak berbeda nyata antar varietas dan pemupukan menjelaskan bahwa intersepsi cahaya antara kedua varietas kedelai hampir sama.
Terbentuknya cabang tergantung pada banyaknya kabohidrat yang tersedia, sedangkan banyaknya karbohidrat ditentukan oleh banyaknya fotosintat yang dihasilkan oleh daun-daun dan organ-organ yang mengkonsumsi karbohidrat untuk pertumbuhan dan respirasinya (Konno,
(40)
commit to user
1977 cit Djoar dan Djoko, 1989). Selain itu, pembentukan cabang dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan jarak tanam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner et al. (1991) bahwa peningkatan intensitas cahaya dapat melipatgandakan percabangan per tanaman. Pada pertanaman yang rapat seringkali tidak terbentuk percabangan/bercabang sedikit (Pitojo, 2003). Jumlah cabang tanaman kedelai makin meningkat seiring peningkatan umur tanaman (Gambar 6).
Gambar 6. Cabang pada umur tanaman 20, 35, dan 50 HST Meskipun jumlah cabang tidak berbeda nyata namun terdapat kecenderungan bahwa pupuk III (Urea 50 Kg/Ha dan SP36 100 Kg/Ha),
memberikan jumlah cabang tertinggi yaitu 1,37 cabang/tanaman. Dosis pupuk tersebut cukup optimal meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai melalui terbentuknya cabang. Pupuk UREA menyuplai kandungan unsur hara khususnya N di dalam tanah. Semakin tersedianya N dalam tanah dalam bentuk senyawa, akan mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti pembesaran tajuk dan peningkatan jumlah cabang tanaman. Pemupukan mempengaruhi pembentukan dan pembesaran cabang. Jumlah cabang kedelai pada penelitian ini mempengaruhi bentuk tajuk daun. Semakin banyak cabang yang
(41)
commit to user
terbentuk maka semakin banyak jumlah daun. Semakin lebat daun maka semakin besar tajuk sehingga dapat mengurangi intersepsi cahaya. 5. Bintil Akar
Bintil akar merupakan organ simbiosis, antara akar dengan bakteri pengikat nitrogen, yang mampu melakukan fiksasi N dari udara, sehingga tanaman mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan N dari fiksasi N2.
Bintil akar mampu menyediakan sebagian besar kebutuhan nitrogen bagi tanaman kedelai dari hasil fiksasi tersebut. Semakin banyak bintil akar maka semakin baik pertumbuhan tanaman dan membantu proses pembentukan polong kedelai.
a. Bintil Akar Aktif
Bintil akar aktif berukuran besar ditandai dengan jaringan bintil akar bagian tengah yang berwarna merah karena mengandung leghemoglobin dan letak bintil akar cenderung mengumpul pada daerah akar dan daerah sekitarnya (Islami dan Utomo, 1995). Semakin besar dan semakin berwarna merah di bagian dalam bintil, mengindikasikan semakin baik akar dalam mengikat nitrogen bebas dalam tanah. Perlakuan pupuk memberikan pengaruh nyata meningkatkan bintil akar aktif umur 20, 35, dan 50 HST (anova terlampir).
Tabel 3. Pengaruh pupuk terhadap bintil akar aktif pada umur 50 HST
Varietas Kedelai Bintil akar aktif
0 Kg Urea & 0 Kg SP-36/ Ha 3,5 a
25 Kg Urea & 50 Kg SP-36/ Ha 4,5 ab
50 Kg Urea & 100 Kg SP-36/ Ha 5,67 b
75 Kg Urea& 150 Kg SP-36/ Ha 3,83 a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %
Bintil akar aktif yang berbeda nyata menjelaskan bahwa keempat perlakuan pupuk merangsang pembentukan bintil akar aktif yang berbeda (Tabel 3). Bintil akar aktif tertinggi mencapai 5,67 bintil/tanaman pada perlakuan pupuk III (Urea 50 Kg/Ha dan SP36 75 Kg/Ha) saat 50 HST.
(42)
commit to user
Dosis pupuk tersebut cukup optimal meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai melalui terbentuknya bintil akar aktif.
Gambar 7. Bintil akar aktif pada umur tanaman 20, 35 dan 50 HST Rerata bintil akar aktif pada umur 20, 35, 50 hst sebesar 0,7, 1,8 dan 4,3. Bintil akar aktif meningkat sesuai peningkatan umur tanaman (Gambar 7). Bintil akar aktif yang mengalami peningkatan menunjukkan tanaman semakin aktif mengikat N bebas di tanah. Semakin banyak bintil akar aktif maka akan meningkatkan jumlah polong isi dan biji kedelai. Bintil akar aktif menyuplai kebutuhan nitrogen untuk pengisian dan pemasakan polong kedelai. Unsur N dalam UREA dibutuhkan untuk merangsang pembentukan bintil akar dalam dosis yang tepat, tetapi jika dosis berlebih akan menghambat pembentukan bintil akar. Pada tanaman leguminosa lainnya yang berbintil akar aktif, umumnya memenuhi sekitar 2/3 dari kebutuhan nitrogen tanaman. Pada kedelai bahkan dapat memenuhi hingga 74 % kebutuhan nitrogen tanaman. (Yutomo, 1985). b. Bintil Akar Inaktif
Bintil akar inaktif mempunyai bentuk yang lebih kecil dari normalnya dan warna yang lebih muda, hal ini dikarenakan kurangnya kandungan leghemoglobin. Biasanya bagian dalam bintil berwarna
(43)
commit to user
putih kebu-abuan, menandakan bintil akar belum aktif. Perlakuan pupuk memberikan pengaruh nyata meningkatkan bintil akar inaktif pada umur 20, 35, dan 50 HST (anova terlampir). Bintil akar inaktif tertinggi mencapai 9,5 bintil dengan perlakuan pupuk III (Urea 50 Kg/Ha dan SP36 100 Kg/Ha) saat 50 HST.
Tabel 4. Pengaruh pupuk terhadap bintil akar inaktif pada umur 50 HST
Varietas Kedelai Bintil akar aktif
0 Kg Urea & 0 Kg SP-36/ Ha 5,17 a
25 Kg Urea & 50 Kg SP-36/ Ha 6,17 a
50 Kg Urea & 100 Kg SP-36/ Ha 9,50 b
75 Kg Urea& 150 Kg SP-36/ Ha 6,67 a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %
Bintil akar inaktif yang berbeda nyata menjelaskan bahwa keempat perlakuan pupuk merangsang pembentukan bintil akar aktif yang berbeda (Tabel 4). Rerata bintil akar inaktif pada umur 20, 35, 50 hst sebesar 1,0, 2,8 dan 6,9. Bintil akar inaktif mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya volume akar dan peningkatan umur tanaman (Gambar 8).
(44)
commit to user
Meningkatnya bintil akar aktif dan inaktif menandakan pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap pembentukan bintil akar. Adanya pemupukan N melalui tanah pada tanaman kedelai dalam jumlah banyak mengakibatkan berkurangnya aktivitas fiksasi N oleh nodula akar (Sarien, 1995). Menurut Yutomo (1985), fiksasi N2 akan berkurang jika
kadar nitrogen tersedia sudah tinggi. Kadar nitrogen tertentu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan merangsang fiksasi N2, tetapi
pada kadar yang lebih tinggi akan mengurangi fiksasi N2.
6. Laju Pertumbuhan
Laju pertumbuhan tanaman adalah ukuran kemampuan tanaman menghasilkan biomassa tanaman setiap harinya, yaitu ukuran tanaman yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi lingkungan tertentu. a. Laju Pertumbuhan Absolut
Laju pertumbuhan absolut (LPA) adalah produksi biomassa per satuan waktu yang dianggap konstan. Laju pertumbuhan absolut untuk mengetahui perbedaan dalam produksi biomassa kedelai yang dibentuk per satuan waktu (Sitompul dan Guritno, 1995). Penghitungan laju pertumbuhan absolut dilakukan pada saat 0-50 HST dengan interval waktu pengukuran lima belas hari.
Pada penelitian ini laju pertumbuhan absolut tidak berbeda nyata antar varietas maupun antar dosis pemupukan (anova terlampir). Laju pertumbuhan absolut yang tidak berbeda nyata antar varietas dan pemupukan menjelaskan bahwa biomassa yang dihasilkan per lima belas hari antara kedua varietas kedelai hampir sama. Laju pertumbuhan daun yang sama menghasilkan laju fotosintesis tanaman kedelai hampir sama. Berarti tidak ada perbedaan produksi biomassa antara varietas Grobogan dengan Kaba meskipun diberi pemupukan yang berbeda dosis.
Rerata laju pertumbuhan absolut umur 0 hst-20 hst, 20 hst-35 hst, 35 hst-50 hst sebesar 0,03 g/hari, 0,08 g/hari, dan 0,05 g/hari. Laju pertumbuhan absolut oleh tanaman kedelai meningkat pada saat 0-35 hst kemudian mengalami penurunan saat 35-50 HST (Gambar 9).
(45)
commit to user
Gambar 9. Laju pertumbuhan absolut pada umur tanaman 20, 35 dan 50 HST
Meskipun laju pertumbuhan absolut tidak berbeda nyata namun terdapat kecenderungan bahwa pupuk IV (Urea 75 Kg/Ha dan SP36 150
Kg/Ha), memberikan nilai laju pertumbuhan absolut tertinggi yaitu 71,36 mg/hari. Pemupukan banyak mengakibatkan laju pertumbuhan optimum, sehingga laju fotosintesis meningkat. Laju fotosintesis yang meningkat mengakibatkan akumulasi biomassa di seluruh tubuh tanaman. Sehingga berat kering awal tanaman dan laju pertumbuhan absolut yang tinggi dapat meningkatkan pembentukan biomassa (Sitompul & Guritno, 1995). b. Laju Pertumbuhan Relatif
Laju pertumbuhan relatif merupakan peningkatan berat kering dalam suatu interval waktu dalam hubungannya dengan berat asal. Pengukuran laju pertumbuhan relatif berfungsi untuk mengetahui seberapa besar kemampuan tanaman dalam menghasilkan biomassa dari biomassa yang sudah ada. Penghitungan LPR dilakukan pada saat 20-50 HST dengan interval waktu pengukuran lima belas hari.
Rerata laju pertumbuhan relatif umur 20 hst-35 hst, 35 hst-50 hst, sebesar 0,06 g/g/hari dan 0,03 g/g/hari. Pada penelitian ini laju pertumbuhan relatif tidak berbeda nyata antar varietas maupun antar
(46)
commit to user
dosis pemupukan (anova terlampir). Laju pertumbuhan relatif yang tidak berbeda nyata antar varietas dan pemupukan menjelaskan bahwa proses fotosintesis dan hasil fotosintat dari kedua varietas kedelai hampir sama. Berarti laju pertumbuhan dari varietas Grobogan dan Kaba tidak berbeda nyata meskipun diberi pemupukan yang berbeda dosis. Besarnya laju pertumbuhan relatif tanaman kedelai mengalami penurunan seiring meningkatnya umur tanaman (Gambar 10).
Laju pertumbuhan relatif pada umur mengalami penurunan seiring dengan peningkatan umur tanaman. Penurunan laju pertumbuhan relatif ini disebabkan oleh penurunan biomassa tanaman yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Semakin meningkatnya umur tanaman, selisih antara biomassa semakin rendah sehingga laju pertumbuhan relatif juga berkurang. Semakin besar nilai laju pertumbuhan relatif menunjukan bahwa tanaman tersebut lebih efisien dalam pembentukan/produktifitas biomasa awal tanaman, yang berfungsi sebagai modal dalam menghasilkan bahan baru tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).
Gambar 10. Laju pertumbuhan relatif pada umur tanaman 20, 35 dan 50 HST
Meskipun laju pertumbuhan relatif tidak berbeda nyata namun terdapat kecenderungan bahwa pupuk IV (Urea 75 Kg/Ha dan SP36 150
(47)
commit to user
g/g/hari. Pada saat tanaman mengalami pertumbuhan vegetatif, semakin besar dosis pupuk yang diberikan, maka nilai laju pertumbuhan relatifnya cenderung meningkat dibandingkan tanpa pemupukan.
7. Komponen Produksi
Panen kedelai dilakukan bila sebagian daunnya sudah menguning atau kering. Komponen produksi yang menentukan pada penelitian ini yaitu, Jumlah polong isi dan polong hampa, berat polong dan biji, serta berat 100 biji.
a. Jumlah polong isi / tanaman
Pada fase generatif hasil fotosintesis ditranslokasikan ke organ reproduktif, terutama untuk pembentukan polong dan biji. Polong isi merupakan polong yang menghasilkan biji, merupakan pokok dari komponen hasil. Polong isi dapat menunjukkan seberapa banyak hasil yang diperoleh dari tanaman. Dalam tanaman kedelai, jumlah biji tiap polong terdapat satu sampai empat biji tiap polong. Semakin besar dan terisi penuh dalam tiap polong, mengindikasikan semakin baik kualitas polong.
Polong isi pada penelitian ini, antar varietas kedelai berbeda nyata (anova terlampir). Polong isi terbanyak pada varietas Grobogan mencapai 18 polong isi dengan perlakuan pupuk IV (75 Kg/Ha UREA & SP36 150
kg/Ha saat 85 HST) saat 85 HST (Tabel 5). Polong isi yang berbeda nyata menjelaskan bahwa varietas Grobogan lebih baik dalam menyerap unsur hara sehingga produktifitas polong varietas Grobogan lebih tinggi dari varietas Kaba.
Tabel 5. Tabel pengaruh varietas terhadap polong isi saat 85 HST
Varietas Kedelai Polong Isi
Kaba 10,50 a
Grobogan 18,42 b
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %
(48)
commit to user
Polong isi pada penelitian ini sangat berkaitan dengan kandungan hara dan intersepsi cahaya. Semakin tersedianya unsur hara dan penerimaan intensitas cahaya, maka semakin mendukung pembentukan bunga pada fase generatif. Sesuai pendapat Irdiawan dan Rahmi (2002) bahwa pengisian polong diperlukan sinar matahari yang maksimal dan air yang cukup untuk selama beberapa waktu, akan tetapi jika terlampau banyak air dalam tanah maka proses pengisian polong akan terganggu.
Gambar 11. Polong kedelai pada umur tanaman 85 Hst
Polong isi dipengaruhi oleh unsur N dan P yang terkandung di dalam tanah. Semakin tinggi masukan nitrogen bagi tanaman akan meningkatkan fotosintesis tanaman sebagai faktor utama dalam pembentukan polong dan biji. Polong yang kekurangan nitrogen menyebabkan pertumbuhannya tidak sempurna, cepat masak dan kadar proteinnya kecil. Berbagai perbedaan hasil polong isi dari keempat jenis perlakuan pupuk (Gambar 11). Selain unsur N, produktifitas polong dan biji kedelai dipengaruhi oleh unsur P (fosfor). Dalam penelitian ini Kekurangan fosfor bisa menyebabkan pemasakan polong terlambat dan hasil polong atau biji berkurang. Kekurangan fosfor menyebabkan tanaman tidak menghasilkan polong.
(49)
commit to user b. Jumlah polong hampa/tanaman
Polong hampa adalah polong non-produktif yang tidak menghasilkan biji. Jumlah polong hampa mempengaruhi jumlah produksi tanaman. Semakin banyak jumlah polong hampa maka dapat dikatakan semakin berkurang pula hasil tanamannya. Polong hampa pada penelitian ini, antar varietas kedelai berbeda nyata (anova terlampir). Polong hampa terbanyak terdapat pada varietas Kaba mencapai 16 polong hampa dengan perlakuan pupuk I (UREA 0 Kg/Ha & SP36 0 kg/Ha) saat 85 HST
(table 6).
Tabel 6. Tabel pengaruh varietas terhadap polong hampa saat 85 HST
Varietas Kedelai Jumlah Polong/Tanaman
Kaba 8,83 a
Grobogan 16,33 b
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %
Semakin banyak jumlah polong hampa, mengindikasikan tanaman mengalami kekurangan unsur hara dan cahaya selama proses pengisian biji. Menurut Adisarwanto (2000), rendahnya intersepsi penyinaran pada masa pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta akan menambah jumlah polong hampa. Rusmiati et al., (2005), juga memperkuat bahwa tidak semua polong yang terbentuk terisi penuh oleh biji. Hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai gangguan diantaranya keadaan iklim yang kurang mendukung pada saat pembungaan dan adanya gangguan hama dan penyakit tanaman pada saat pengisian polong.
c. Berat polong isi/tanaman
Berat polong isi per tanaman diambil dari berat total polong yang menghasilkan biji tidak termasuk berat dari polong yang hampa. Melalui berat polong isi, dapat diprediksikan total polong produktif yang akan diperoleh dari total populasi tanaman. Pada penelitian ini berat polong isi
(50)
commit to user
tidak berbeda nyata antar varietas maupun antar dosis pemupukan (anova terlampir). Berat polong isi yang tidak berbeda nyata antar varietas dan pemupukan menjelaskan bahwa kualitas polong hampir sama.
.
Gambar 12. Berat polong isi & berat biji kedelai pada umur 85 HST Meskipun berat polong isi tidak berbeda nyata namun terdapat kecenderungan bahwa pupuk IV (Urea 75 Kg/Ha dan SP36 150 Kg/Ha),
menghasilkan nilai berat polong isi tertinggi yaitu 6,86 g/tanaman (Gambar 12). Melalui perlakuan pupuk IV (Urea 75 Kg/Ha dan SP36 150
Kg/Ha) menghasilkan berat polong isi yang dihasilkan sekitar 3,43 ton/Ha. Meningkatnya berat polong isi karena tercukupinya kebutuhan unsur N selama pembentukan dan pemasakan polong. Ketersediaan unsur N ini salah satunya karena peran bintil akar aktif yang menghasilkan unsur N bagi tanaman kedelai. Unsur P (Fosfor) juga berperan selama pembentukan dan pemasakan polong. Fosfor meningkatkan kualitas buah, sayuran, biji-bijian dan sangat penting dalam pembentukan biji. Kandungan P pada bagian generatif tanaman (khususnya biji) lebih tinggi dibandingkan dengan bagian-bagian lainnya. Selama periode pengisian biji terjadi peningkatan akumulasi bahan kering dan kekurangan hara
(51)
commit to user
pada periode ini menyebabkan biji tidak berkembang penuh. (Nyoman, 2007). Unsur hara, air dan cahaya matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman kedelai yang dialokasikan dalam bentuk bahan kering selama fase pertumbuhan kemudian pada akhir fase vegetatif akan terjadi penimbunan hasil fotosintesis pada organ-organ tanaman seperti batang dan biji (Baharsjah et al, 1985).
d. Berat 100 biji
Hasil pokok dari budidaya kedelai adalah biji yang berada di dalam polong. Biji merupakan tujuan akhir pada budidaya kedelai. Salah satu hal yang diamati untuk mengetahui banyaknya hasil yaitu berat masing-masing biji yang dihasilkan guna mengetahui banyaknya hasil dari tanaman kedelai perlu diamati berat masing-masing biji yang dihasilkan. Bentuk biji kedelai yang sangat kecil menjadi alasan untuk melakukan pengamatan dengan berat 100 biji. Semakin berat 100 biji maka dapat dikatakan semakin besar produksi yang diperoleh & semakin tinggi kualitas biji yang dihasilkan.
Kualitas biji dapat dilihat salah satunya dengan mengukur berat biji. Pada tanaman kedelai pengukuran biji didasarkan pada jenisnya yaitu kedelai dengan jenis biji yang kecil sekitar 12 g/100 biji dan kedelai dengan jenis biji besar sekitar 15 g/100 biji. Kedelai yang berat bijinya lebih kecil dari ukuran tersebut berarti kualitasnya kurang baik, vigor dan viabilitasnya rendah, keriput dan kurang bagus untuk digunakan sebagai benih (Mahantara, 2011).
Berat 100 biji yang tidak berbeda nyata antar varietas dan pemupukan menjelaskan bahwa kualitas biji hampir sama. Berarti ada intersepsi cahaya dan unsur hara yang diterima hampir sama antara varietas Grobogan dengan Kaba meskipun diberi pemupukan yang berbeda dosis. Apabila Intersepsi cahaya yang kurang pada awal pengisian polong, maka jumlah polong isi dan hasil biji lebih rendah dibandingkan tanaman tanpa naungan. Indek luas daun dan intensitas cahaya matahari memiliki peran penting dalam proses pengisian biji
(52)
commit to user
(Board, 2004). Intersepsi meningkatkan fotosintesis dan indeks luas daun meningkatkan intersepsi, kedua-duanya berperan dalam meningkatkan hasil fotosintat. Penurunan polong isi dan hasil biji ini akibat dari menurunnya karbohidrat daun hasil proses fotosintesis tanaman (Ogren, 1973 cit. Karamoi, 2009).
Meskipun berat 100 biji tidak berbeda nyata namun terdapat kecenderungan bahwa pupuk IV (Urea 75 Kg/Ha dan SP36 150 Kg/Ha),
menghasilkan nilai berat 100 biji tertinggi yaitu 9,82 g/tanaman (Gambar 12). Melalui perlakuan pupuk IV (Urea 75 Kg/Ha dan SP36
(53)
commit to user
41
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas yaitu:
1. Kehampaan polong dapat diatasi dengan menggunakan varietas Kaba dan Grobogan.
2. Dosis 75 Kg/Ha UREA & SP36 150 Kg/Ha merupakan dosis pemupukan
yang tepat untuk tanaman kedelai putih di lahan agroforestri karena dapat meningkatkan berat polong isi per hektar tanaman kedelai sebesar 6,86 ton/ha .
3. Kombinasi terbaik untuk meningkatkan berat biji yaitu varietas Grobogan dengan dosis 75 Kg/Ha UREA & SP36 150 Kg/Ha karena dapat
meningkatkan berat biji per hektar tanaman kedelai sebesar 1,62 ton/ha. B. Saran
1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak kisaran dosis atau konsentrasi agar didapatkan dosis optimal tanaman kedelai putih dalam menghasilkan berat biji per hektar di lahan agroforestri.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan varietas kedelai unggul lainnya dengan jarak tanam yang berbeda.
(1)
commit to user
Polong isi pada penelitian ini sangat berkaitan dengan kandungan hara dan intersepsi cahaya. Semakin tersedianya unsur hara dan penerimaan intensitas cahaya, maka semakin mendukung pembentukan bunga pada fase generatif. Sesuai pendapat Irdiawan dan Rahmi (2002) bahwa pengisian polong diperlukan sinar matahari yang maksimal dan air yang cukup untuk selama beberapa waktu, akan tetapi jika terlampau banyak air dalam tanah maka proses pengisian polong akan terganggu.
Gambar 11. Polong kedelai pada umur tanaman 85 Hst
Polong isi dipengaruhi oleh unsur N dan P yang terkandung di dalam tanah. Semakin tinggi masukan nitrogen bagi tanaman akan meningkatkan fotosintesis tanaman sebagai faktor utama dalam pembentukan polong dan biji. Polong yang kekurangan nitrogen menyebabkan pertumbuhannya tidak sempurna, cepat masak dan kadar proteinnya kecil. Berbagai perbedaan hasil polong isi dari keempat jenis perlakuan pupuk (Gambar 11). Selain unsur N, produktifitas polong dan biji kedelai dipengaruhi oleh unsur P (fosfor). Dalam penelitian ini Kekurangan fosfor bisa menyebabkan pemasakan polong terlambat dan hasil polong atau biji berkurang. Kekurangan fosfor menyebabkan tanaman tidak menghasilkan polong.
(2)
commit to user
b. Jumlah polong hampa/tanaman
Polong hampa adalah polong non-produktif yang tidak menghasilkan biji. Jumlah polong hampa mempengaruhi jumlah produksi tanaman. Semakin banyak jumlah polong hampa maka dapat dikatakan semakin berkurang pula hasil tanamannya. Polong hampa pada penelitian ini, antar varietas kedelai berbeda nyata (anova terlampir). Polong hampa terbanyak terdapat pada varietas Kaba mencapai 16 polong hampa dengan perlakuan pupuk I (UREA 0 Kg/Ha & SP36 0 kg/Ha) saat 85 HST (table 6).
Tabel 6. Tabel pengaruh varietas terhadap polong hampa saat 85 HST
Varietas Kedelai Jumlah Polong/Tanaman
Kaba 8,83 a
Grobogan 16,33 b
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5 %
Semakin banyak jumlah polong hampa, mengindikasikan tanaman mengalami kekurangan unsur hara dan cahaya selama proses pengisian biji. Menurut Adisarwanto (2000), rendahnya intersepsi penyinaran pada masa pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta akan menambah jumlah polong hampa. Rusmiati et al., (2005), juga memperkuat bahwa tidak semua polong yang terbentuk terisi penuh oleh biji. Hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai gangguan diantaranya keadaan iklim yang kurang mendukung pada saat pembungaan dan adanya gangguan hama dan penyakit tanaman pada saat pengisian polong.
c. Berat polong isi/tanaman
Berat polong isi per tanaman diambil dari berat total polong yang menghasilkan biji tidak termasuk berat dari polong yang hampa. Melalui berat polong isi, dapat diprediksikan total polong produktif yang akan diperoleh dari total populasi tanaman. Pada penelitian ini berat polong isi
(3)
commit to user
tidak berbeda nyata antar varietas maupun antar dosis pemupukan (anova terlampir). Berat polong isi yang tidak berbeda nyata antar varietas dan pemupukan menjelaskan bahwa kualitas polong hampir sama.
.
Gambar 12. Berat polong isi & berat biji kedelai pada umur 85 HST Meskipun berat polong isi tidak berbeda nyata namun terdapat kecenderungan bahwa pupuk IV (Urea 75 Kg/Ha dan SP36 150 Kg/Ha), menghasilkan nilai berat polong isi tertinggi yaitu 6,86 g/tanaman (Gambar 12). Melalui perlakuan pupuk IV (Urea 75 Kg/Ha dan SP36 150 Kg/Ha) menghasilkan berat polong isi yang dihasilkan sekitar 3,43 ton/Ha. Meningkatnya berat polong isi karena tercukupinya kebutuhan unsur N selama pembentukan dan pemasakan polong. Ketersediaan unsur N ini salah satunya karena peran bintil akar aktif yang menghasilkan unsur N bagi tanaman kedelai. Unsur P (Fosfor) juga berperan selama pembentukan dan pemasakan polong. Fosfor meningkatkan kualitas buah, sayuran, biji-bijian dan sangat penting dalam pembentukan biji. Kandungan P pada bagian generatif tanaman (khususnya biji) lebih tinggi dibandingkan dengan bagian-bagian lainnya. Selama periode pengisian biji terjadi peningkatan akumulasi bahan kering dan kekurangan hara
(4)
commit to user
pada periode ini menyebabkan biji tidak berkembang penuh. (Nyoman, 2007). Unsur hara, air dan cahaya matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman kedelai yang dialokasikan dalam bentuk bahan kering selama fase pertumbuhan kemudian pada akhir fase vegetatif akan terjadi penimbunan hasil fotosintesis pada organ-organ tanaman seperti batang dan biji (Baharsjah et al, 1985).
d. Berat 100 biji
Hasil pokok dari budidaya kedelai adalah biji yang berada di dalam polong. Biji merupakan tujuan akhir pada budidaya kedelai. Salah satu hal yang diamati untuk mengetahui banyaknya hasil yaitu berat masing-masing biji yang dihasilkan guna mengetahui banyaknya hasil dari tanaman kedelai perlu diamati berat masing-masing biji yang dihasilkan. Bentuk biji kedelai yang sangat kecil menjadi alasan untuk melakukan pengamatan dengan berat 100 biji. Semakin berat 100 biji maka dapat dikatakan semakin besar produksi yang diperoleh & semakin tinggi kualitas biji yang dihasilkan.
Kualitas biji dapat dilihat salah satunya dengan mengukur berat biji. Pada tanaman kedelai pengukuran biji didasarkan pada jenisnya yaitu kedelai dengan jenis biji yang kecil sekitar 12 g/100 biji dan kedelai dengan jenis biji besar sekitar 15 g/100 biji. Kedelai yang berat bijinya lebih kecil dari ukuran tersebut berarti kualitasnya kurang baik, vigor dan viabilitasnya rendah, keriput dan kurang bagus untuk digunakan sebagai benih (Mahantara, 2011).
Berat 100 biji yang tidak berbeda nyata antar varietas dan pemupukan menjelaskan bahwa kualitas biji hampir sama. Berarti ada intersepsi cahaya dan unsur hara yang diterima hampir sama antara varietas Grobogan dengan Kaba meskipun diberi pemupukan yang berbeda dosis. Apabila Intersepsi cahaya yang kurang pada awal pengisian polong, maka jumlah polong isi dan hasil biji lebih rendah dibandingkan tanaman tanpa naungan. Indek luas daun dan intensitas cahaya matahari memiliki peran penting dalam proses pengisian biji
(5)
commit to user
(Board, 2004). Intersepsi meningkatkan fotosintesis dan indeks luas daun meningkatkan intersepsi, kedua-duanya berperan dalam
meningkatkan hasil fotosintat. Penurunan polong isi dan hasil biji ini
akibat dari menurunnya karbohidrat daun hasil proses fotosintesis tanaman (Ogren, 1973 cit. Karamoi, 2009).
Meskipun berat 100 biji tidak berbeda nyata namun terdapat kecenderungan bahwa pupuk IV (Urea 75 Kg/Ha dan SP36 150 Kg/Ha), menghasilkan nilai berat 100 biji tertinggi yaitu 9,82 g/tanaman (Gambar 12). Melalui perlakuan pupuk IV (Urea 75 Kg/Ha dan SP36 150 Kg/Ha) menghasilkan berat biji total sekitar 1,62 ton/Ha.
(6)
commit to user
41
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas yaitu:
1. Kehampaan polong dapat diatasi dengan menggunakan varietas Kaba dan
Grobogan.
2. Dosis 75 Kg/Ha UREA & SP36 150 Kg/Ha merupakan dosis pemupukan yang tepat untuk tanaman kedelai putih di lahan agroforestri karena dapat meningkatkan berat polong isi per hektar tanaman kedelai sebesar 6,86 ton/ha .
3. Kombinasi terbaik untuk meningkatkan berat biji yaitu varietas Grobogan dengan dosis 75 Kg/Ha UREA & SP36 150 Kg/Ha karena dapat meningkatkan berat biji per hektar tanaman kedelai sebesar 1,62 ton/ha.
B. Saran
1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak kisaran dosis atau konsentrasi agar didapatkan dosis optimal tanaman kedelai putih dalam menghasilkan berat biji per hektar di lahan agroforestri.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan varietas kedelai unggul lainnya dengan jarak tanam yang berbeda.