Industri Kreatif Berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK Dalam Perekonomian Nasional
26 9 C
4 +
4 4
+ D
1 4
7 1
4 66 4
5 +
7
, ,
; +
9 4
+ ; 81 1
2 ;
; 7
7 E 4 2
4 +
= ;
F 4 8
+ 9 +
4 9
4 E4
2 ;
F 4 7
4 1
9 4
7 1 ;
B + 3
1 + 1
- .
4 4
?, ,
+ G+
35 pembangunan infrastruktur sebesar Rp 1.923,7 Triliun untuk
investasi selama tahun 2010 hingga 2014. Namun jumlah anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah pusat hanya
sebesar 29,1 persen dari total investasi yang dibutuhkan sekitar Rp 559,54 Triliun serta jumlah anggaran yang dialokasikan oleh
Pemerintah Daerah sebesar Rp 355,07 Triliun. Dengan demikian, pemerintah perlu mendorong keterlibatan sektor swasta didalam
pembangunan dan penyediaan infrastruktur yang diharapkan bisa berkontribusi guna menutupi gap anggaran infrastruktur tersebut
sebesar Rp 668,34 Trilun. Permasalahannya adalah, walaupun pemerintah telah melakukan beragam upaya untuk menarik
keterlibatan sektor swasta, tetapi respon dari pihak swasta itu sendiri masih belum memuaskan, terutama pada jenis
infrastruktur sosial seperti penyediaan air bersih. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis apa manfaat dan determinan
serta mengapa respon pihak swasta untuk bekerjasama dengan pemerintah di dalam pembangunan infrastruktur relatif masih
sangat lemah. Penelitian ini akan menggunakan metode komparasi sehingga memungkinkan Tim Peneliti membandingkan
hubunganketerkaitan diantara determinan, tipologi kerjasama, dan kebijakan yang berbeda di tiap-tiap daerah dengan struktur
dan performa kerjasama. Diharapkan hasil dari penelitian ini akan mampu membuat rumusan mengenai konsep, pola, dan strategi
ideal untuk meningkatkan kerjasama yang sinergis diantara pemerintah dan swasta di dalam pembangunan infrastruktur.
Temuan tahun pertama dan kedua pada subsektor jalan tol dan kelistrikan menunjukkan bahwa KPS masih terkendala utamanya
pada masalah kesiapan dokumen KPS, kapasitas institusi yang menangani KPS, pembebasan lahan, tumpang tindih aturan
34 multi fungsi tersebut bisa saling mendukung tetapi juga bisa
bersifat trade off. Selama ini ada anggapan bahwa perairan umum daratan hanya dianggap sebagai komoditas perikanan semata.
Padahal aktivitas ekonomi di perairan umum memiliki banyak keterkaitan dengan aspek ekosistem, sosial, serta kelembagaan.
Pemanfaatan secara bebas dan tidak terkendali antara berbagai pihak yang saling berbenturan akan menyebabkan terjadinya
degradasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan dan marjinalisasi sekelompok masyarakat. Untuk itu
diperlukan pergeseran paradigma dari polarisasi kepentingan menjadi paradigma integrasi, sehingga segenap kegiatan ekonomi
yang menjadi penyangga kawasan perairan umum dapat dikelola secara komprehensif. Penelitian dengan pendekatan ekonomi
kelembagaan dan sosio antropologi diharapkan dapat disusun konsep kebijakan optimalisasi pengelolaan kawasan perairan
umum dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.