Kurikulum Bahasa Daerah Simpulan

8 10. Tidore Halteng, Haltim, Ternate, Tidore 10,14 36.117 11. SananaSula Kepulauan Sula 13,83 17.865 12. MangoliSula Mangoli Kepulauan Sula 4,37 5.645 13. Taliabu Kepulauan Sula 4,10 5.296 14. Bacan Halsel 4,73 9.318 15. Galela Halsel, Halut, Haltim Morotai 10,69 38.196 16. Makian Halsel, Halut, Ternate, Tidore 5,96 38.753 17. BicoliMaaba Haltim 11,83 8.649 18. Tobaru Halbar, Tidore 2,4 4.803 Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara 2010 Berdasarkan Tebel 3, ada 5 bahasa daerah yang memiliki penutur paling banyak selain Melayu Maluku Utara Melayu Ternate?, yakni Tobelo 40.213, Makian 38.735, Galela 38.196, Tidore 36.117, dan Ternate 14.115. Demikian pula, ada 5 bahasa daerah yang penutur aktifnya kurang dari 5.000 orang, yakni bahasa Gebe 1.190, SauSahu 2.702, Sawai 2.920, Loloda 4.727, dan Tabaru 4.803 orang. Kegiatan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan BD akan memproritaskan kelima bahasa daerah tersebut selain BD yang belum terdata jumlah penuturnya. Perlu juga dilaporkan di sini bahwa penutur aktif bahasa Ibu hingga saat ini tinggal 1 orang Bapak Nifu. Dua penutur lainnya tidak aktif lagi sehingga dapat dipastikan penutur bahasa Ibu dalam beberapa waktu ke depan akan habis. Di sini bahasa Makian tidak dibedakan atas Makian Timur dan Makian Barat. Hasil penelitian BPS Maluku Utara juga tidak menyebut sejumlah bahasa daerah termasuk bahasa Gamkonora yang ada di Halmahera Barat. Bahasa daerah lain yang tidak disebut oleh BPS adalah bahasa Buli, Ibu, Kao, Kayao, Module, Goraf, Laba, Togutil, Koloncucu, Mange, sibayo, Pagu, dan Kadai. Berdasarkan data di atas, setidaknya ada 35 bahasa daerah yang wajib dilindungi oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Jumlah bahasa daerah di setiap kabupatenkota tidak sama jumlahnya sehingga kebijakannya juga tidak sama terutama dari segi anggaran dan sumber daya manusia.

2.2 Kurikulum Bahasa Daerah

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan KBBI, 2007: 617. Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses berlajar mengajar di bawah 9 bimbingan dan tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya Nasution dalam Sumarsono, 2013. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidika Nasional Pasal 1 Ayat 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu Sumarsono, 2013. Berdasarkan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu kurikulum sekurang-kuragnya berisi a penanggung jawab, b pelaku, c rencana, b pengaturan, c tujuan, d isi, e cara, f kegiatanproses, dan g pedoman. Komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan dalam proses belajar mengajar, baik di dalam maupun di luar kelas. Kompenen utama kurikulum adalah silabus dan Rencana Pokok Pengajaran RPP. Silabus adalah kerangka unsur kursus pendidikan, disajikan dalam aturan yang logis; ikhtisar suatu pelajaran KBBI, 2007:1064. Komponen silabus meliputi a identitas, b kompetensi inti, c idikator, d materi pembelajaran, e proses pembelajaran, f penilaian, g alokasi waktu, dan h sumber belajar blogspot.com, 2013. Rencana Pokok Pengajaran RPP adalah agenda yang berkaitan dengan rencana pengajaran. Rencana pengajaran dirancang sesuai dengan Silabus yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan dengan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan. Komponen RPP meliputi a identitas sekolah, b identitas mata pelajaran, c kelassemester, d materi pokok, e alokasi waktu, f tujuan pembelajaran, g kompetensi dasar, h materi pembelajaran, i metode pembelajaran, j media pembelajaran, dan k sumber belajar blogspot.com, 2013. Kurikulum yang dapat melindungi semua BD adalah kurikulum yang mewajibkan setiap peserta didik “mampu” berbahasa daerah sesuai dengan bahasa daerah kedua orang tuanya. Kurikulum BD harus mempertimbangkan berbagai aspek kebahasaan dan aspek non-kebahasaan. Aspek kebahasaan, antara lain, 1 kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan daerah dan 2 materi disesuaikan dengan usia siswa. Aspek non-kebahasaan seperti 1 kondisi sosial siswa dan 2 sarana pendukung proses belajar- mengajar di sekolah. Materi kurikulum muatan lokal BD harus sederhana sehingga mudah dipahami oleh guru dan siswa. Kesederhanaan kurikulum meliputi substansi dan penyajiannya. Substansi kurikulum harus sesuai dengan tahapan pemerolehan bahasa dan daya serap siswa. Penyajiannya pun harus 10 memperhatikan kecenderungan siswa dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Bahkan, penyajian BD harus lebih menarik daripada penyajian BI atau bahasa asing. Materi kurikulum BD harus benar-benar memperhatikan sistematika penyajiannya sehingga tidak tumpangtindih. Materi yang tumpangtindih selain menlanggar hak siswa juga membosankan sehingga membuat anak tidak tertarik. Tujuan akhir kurikulum ini adalam membuat setiap siswa dapat berbahasa daerah. Karena itu, setiap kegiatan belajar-mengajar diarahkan untuk menambah penguasaan kosakata dan kalimat. Karena bahasa harus dihafal, setiap siswa diwajibkan latihan menyebut secara benar sejumlah kosakata dalam setiap kali pertemuan. Setelah mereka fasih menyebut kosakata dan menghafalnya, langkah berikutnya adalah tugas merangkai kata menjadi kalimat sederhana yang gramatikal. Materi pelajaran BD harus disusun sesuai dengan tahapan pemerolehan bahasa anak. Materi siswa kelas 1 SD dibedakan dengan materi siswa kelas 2--6. Selain untuk menghindari materi yang tumpangtindih, juga untuk menyesuaikan materi dengan daya serap siswa. Misalnya, materi menghafal kosakata diberikan sejak kelas 1--6 SD, sedangkan materi menyusun frasa hanya diberikan di kelas 4 dan 5. Pelajaran menyusun kalimat sederhana diberikan di kelas 6 dan dilanjutkan di kelas 7--9. Materi menyusun cerita mulai diperkenalkan di kelas 10 dan ditingkatkan pada jenjang kelas 11 dan 12. Ranah pembelajaran BD selain di sekolah juga di rumah dan lingkungan sosial. Pembelajaran di sekolah sesuai dengan kurikulum yang telah disusun; pemebelajaran di rumah sesuai dengan kesepakatan antara guru dan orang tua siswa; sedangkan pembelajaran di lingkungan sosial diberikan melalui berbagai tugas oleh guru dan orang tua, seperti tugas mencatat kosakata danatau ungkapan. Tugas rumah yang paling penting adalah menggunakan bahasa daerah setiap hari di lingkungan keluarga. Tugas berbahasa dapat direkam sebagai bahan evaluasi. Orang tua memberi contoh penggunaan BD kepada anak-anaknya. Orang tua yang tidak tahu BD-nya diberi sanksi dengan mewajibkan mereka belajar BD, baik melalui buku panduan maupun media lain. Model kurikulum BD ini dapat mengadopsi kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia termasuk Kurikulum 2013. Bahkan, untuk penyusunan kurikulum BD yang representatif, pemerintah daerah bekerja sama dengan instansi terkait dapat melakukan studi banding ke daerah yang telah berhasil membumikan BD-nya. Bahasa daerah yang ada di rantau cukup mengikuti kurikulum yang digunakan di tanah asalnya. Misalnya, kurikulum bahasa Ternate untuk siswa yang bersekolah di Jailolo mengikuti kurikulum bahasa Ternate yang ada di salah satu sekolah di Kota Ternate. Jumlah guru BD sesuai dengan jumlah 11 etnik siswa yang belajar di suatu sekolah. Guru BD mengajar semua siswa dari kelas 1--6. Misalnya, kelas 1 yang menampung 40 siswa yang terdiri atas 15 orang Ternate, 10 orang Tidore, 10 orang Makian, dan 5 orang Tobelo. Karena ada 4 etnik yang belajar dalam satu kelas, guru BD dapat memilih tetap di kelas atau keluar mencari tempat lain, misalnya ke perpustakaan atau laboratorium. Pilihan lain adalah mengumpulkan siswa dari beberapa sekolah yang berbeda untuk diajar di suatu sekolah pada sore hari atas persetujuan kepala sekolah dan orang tua siswa. Hal tersebut dilakukan jika siswa dari beberapaa sekolah jumlah hanya sedikit. Pengajaran bahasa daerah juga dapat dilakukan dengan kegiatan ekstrakureler di luar jam pelajaran reguler.

2.3 Peraturan Daerah Peraturan daerah tentang BD terdiri atas a dasar hukum, b bab 1 tentang