Internasionalisasi Bahasa dan Pemartabatan Bangsa Indonesia

9 dari bahasa Melayu, kini pun kalau kita bandingkan dengan bahasa Melayu Riau dan Melayu Deli sudah jauh berbeda. Kalau awalnya bahasa Melayu yang diangkat masih kuat pengaruh bahasa Arabnya, kini sudah mulai luntur karena bahasa Indonesia sekarang ini banyak dipengaruhi bahasa Inggrisnya, bahkan warna kemelayuannya semakin menipis seiring pengaruh bahasa Jawa dan daerah lain mewarnai bahasa Indonesia. Yang menakutkan dari dampak internasionalisasi bahasa Indonesia adalah menurunnya jiwa nasionalisme dan makin rendahnya penguasaan bahasa Indonesia. Kedua hal itu akan muncul jika proses internasionalisasi bahasa tidak diperkuat dengan penanaman rasa nasionalisme dan pembinaan kebahasaan terhadap anak-anak bangsa. Oleh karena itu, dalam merencanakan internasionalisasi bahasa itu, seluruh komponen bangsa dilibatkan. Dengan menanamkan rasa bangga dan cinta terhadap bahasa Indonesia, dan lebih bangga jika bahasa Indonesia dituturkan dan digunakan oleh berbagai bangsa lain, maka rasa nasionalisme akan terpupuk sebab anak bangsa menjadi lebih percaya diri dengan meningkatnya kedudukan bahasa nasionalnya menjadi bahasa internasional. Munculnya rasa bangga itu tentu saja akan menjadi sangat ironis bila anak bangsa sebagai sang empunya bahasa tidak menguasai bahasa Indonesia.Oleh karena itu, pembinaan bahasa secara internal juga harus lebih digalakkan seiring dengan berjalannya proses internasionalisasi.

3. Internasionalisasi Bahasa dan Pemartabatan Bangsa Indonesia

Hal yang paling mendasar untuk menangkap peluang internasionalisasi bahasa Indonesia adalah membangun komitmen internal, yakni komitmen pemerintah pusat dengan perangkat-perangkat yang berkait dan lembaga-lembaga yang dimilikinya. Komitmen tersebut harus diikuti visi, misi, dan tujuan internasionalisasi bahasa Indonesia dengan jelas. Kementerian Luar Negeri Kemlu dengan seluruh kedubes, atdikbud, dan konjennya serta Kemdikbud dengan BPKLN-nya, menjadi tangan panjang pemerintah RI untuk melakukan kerja sama dengan departemen pendidikan luar negeri, terutama dengan PTNPTS di negara-negara lain. Kemudian, perangkat-perangkat terkait seperti Kemdikbud dengan Dirjen Dikti, Badan Bahasa, dan semua PTNPTS yang mempunyai program studi bahasa dan sastra Indonesia membuat strategi-strategi teknis yang berkaitan dengan sistem pembelajaran BIPA dari penjenjangan kurikulum, materi ajar, buku ajar, teknologi dan media pembelajaran, 10 sampai dengan tenaga pengajar yang terlatih. Strategi-strategi teknis tersebut menjadi modal utama sekaligus menjadikan pembelajaran BIPA lebih profesional. Bila komitmen itu terbangun, ”impian” untuk bisa mengantar BI menjadi bahasa internasional terbuka lebar. Untuk menghasilkan peranti-peranti pembelajaran BI yang standar sebagaimana dimiliki oleh bahasa-bahasa dunia yang lain, bukanlah hal yang mudah dan sederhana, merlainkan butuh waktu yang panjang. Sebab, hal itu membutuhkan banyak tahapan, antara lain perencanaan, pengumpulan bahan, pengklasifikasian, penulisan, pe-review-an, pengujian, dan penyempurnaan. Untuk memotong langkah panjang tersebut, sebenarnya bisa dilakukan dengan mengumpulkan bahan sekaligus me-review semua sistem pembelajaran BIPA yang dimiliki PTNPTS yang ada, serta melakukan benchmarking kurikulum lembaga- lembaga penyelenggara BIPA di luar negeri. Menurut saya, peranti-peranti pengajaran BIPA yang dimiliki lembaga dalam negeri maupun luar negeri berbeda-beda, bahkan tidak jelas ukuran penjenjangan kurikulum dan target yang dihasilkannya. Beberapa orang asing yang pernah belajar Bahasa Indonesia di negaranya, kemudian belajar di dua lembaga penyelenggarakursus BI di Indonesia, mengaku merasa ”aneh” karena standar materi dan kurikulumnya berbeda. Kasus semacam itu merupakan tantangan besar bagi bangsa Indonesia, terutama para pemangku kepentingan stakeholders pembelajaran bahasa Indonesia. Hal lain yang harus kita perhatikan berkaitan dengan tantangan itu adalah, jumlah orang asing yang melamar untuk belajar Bahasa Indonesia melalui program Darma Siswa RI dari tahun ke tahun bertambah banyak. Karena makin bertambahnya jumlah peminat itu, maka kuota penerimaan pun harus ditambah oleh pemerintah. Mereka tertarik belajar bahasa dan kebudayaan Indonesia, pasti dilandasi oleh keinginan dan harapan besar akan didapatkannya sesuatu, yakni penguasaan Bahasa Indonesia dan pengetahuan budaya Indonesia; sebab mereka berasumsi bahwa belajar Bahasa Indonesia pada ”sang empunya” pasti akan jauh lebih baik. Kesiapan terhadap sistem dan komponen pembelajaran serta regulasi yang jelas tentu akan menunjukkan profesionalitas bangsa Indonesia. Profesionalitas bangsa itu menjadi salah satu indikator martabat bangsa. Semakin bangsa itu menunjukkan profesionalitasnya, bangsa itu kian bermartabat. Salah satu upaya yang dapat 11 dilakukan dalam rangka pemartabatan bangsa Indonesia di dunia internasional itulah melalui internasionalisasi bahasa Indonesia.

4. Simpulan