Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
2 berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial…”. Atas hal
tersebut dan sesuai dengan tujuan negara, maka pada pembentukan pemerintahan Indonesia diarahkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat melalui
penyelenggaraan kepentingan umum. Adapun salah satu tugas pemerintah yang menjadi tuntutan atas kesejahteraan masyarakat adalah terselenggaranya
pelayanan publik yang baik public service. Pelayanan publik yang ideal adalah pelayanan publik yang responsif
terhadap berbagai kepentingan publik yang ada. Dengan sifat masyarakat yang dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus senantiasa berubah
mengiringi dinamika perkembangan masyarakat. Pola paragdima baru sistem pelayanan publik haruslah berbasiskan prinsip good governance dan menganut
teori demokrasi sebagai model pelayanan publik yang sesuai di Indonesia ke depannya.
2
Penilaian pelayanan publik dari tinjauan aspek hukum dipandang sebagai suatu kewajiban yang diberikan oleh konstitusi kepada pemerintah untuk
memenuhi hak-hak dasar warga negara atas suatu pelayanan. Sedangkan bagi warga negara, pelayanan publik merupakan suatu hak yang dapat dituntutnya dari
pemerintah, sehingga lahirnya kewajiban dan hak tersebut karena ditentukan dan berdasarkan dalam konstitusi asas legalitas.
3
Dalam hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau masyarakat seperti yang telah disebutkan di atas, seringkali pelayanan publik menjadi
2
Ibid, h. 68.
3
S.F. Marbun, 2013, Hukum Administrasi Negara II, Cet. I, FH UII Press, Yogyakarta, h. 8.
3 indikator untuk menilai apakah suatu organisasi pemerintahan sudah mencapai
kondisi good governance atau belum. Masyarakat setiap waktu akan selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan
tersebut seringkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih belum dapat memuaskan
masyarakat. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang “melayani” bukan yang “dilayani”.
4
Pengelolaan dan pengembangan pelayanan publik dalam rangka pemenuhan masyarakat menjadi satu tugas bagi setiap pemerintahan baik di pusat
maupun daerah.
5
Kinerja pelayanan publik yang ideal pada dasarnya harus mampu memberikan pelayanan yang cepat, murah, mudah, berkeadilan, berkepastian
hukum, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan, sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat. Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa
masyarakat masih menghadapi kinerja dan pengelolaan pelayanan publik yang masih jauh dari optimal, antara lain disebabkan oleh sistem manajemen instansi
pemerintahan yang belum efisien, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN, ketiadaan standar kualitas yang jelas untuk menjadi pedoman bagi instansi-
instansi penyelenggara pelayanan publik, dan sebagainya.
6
Hal tersebut mengakibatkan pelayanan publik pada umumnya lebih banyak menjadi sasaran
kritik dan ketidakpuasan masyarakat penerima pelayanan yang sampai batas-batas
4
H. Muh. Jufri Dewa, 2011, Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Pelayanan Publik, Cet. I, Unhalu Press, Kendari, h. 97.
5
H. Juniarso Ridwan dan Acmad Sodik Sudrajat, 2014, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Cet. IV, Nuansa Cendekia, Bandung, h. 83.
6
Indonesia Contact Center Association , 2015, “Contact Center sebagai Reformasi
Pelayanan Publik”, URL: http:icca.co.idcontact-center-sebagai-reformasi-pelayanan-publik, diakses tanggal 24 November 2015.
4 tertentu menempatkan diri sebagai konsumen dari pelayanan publik itu. Dengan
demikian pada dasarnya dibutuhkan suatu perubahan dalam bidang pelayanan publik dan mengurangi keluhan-keluhan yang disampaikan masyarakat terkait
pelayanan publik. Pengaduan atau keluhan masyarakat banyak disampaikan langsung pada
unit pelayanan yang bersangkutan ataupun secara tidak langsung seperti melalui media massa dan media internet. Dari sisi pengaduan masyarakat secara langsung
misalnya, menurut Ombudsman
7
menyatakan bahwa laporan pengaduan dari masyarakat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selama dua tahun
terakhir saja peningkatannya sebesar 30. Pada tahun 2013 terdapat 5.173 laporan dan pada tahun 2014 terdapat 6.677 laporan. Ombudsman memperkirakan
bahwa hingga lima tahun ke depan bakal ada 16.000 laporan pengaduan. Berdasarkan data laporan pengaduan tahun 2014, klasifikasi pelapor yang paling
banyak berasal dari laporan perorangan atau korban langsung yang jumlahnya 57,7 dari total laporan pada 2014. Disamping itu sisanya, 7,3 berasal dari
kelompok masyarakat, 5 dari keluarga korban, 5,6 dari media, 5,1 kuasa hukum, dan 4 dari LSM. Sementara itu, kelompok yang paling banyak
dilaporkan adalah pemerintah daerah yaitu sebanyak 43,7, di peringkat kedua adalah kepolisian yaitu sebanyak 12,06, ketiga adalah pelayanan publik di
kementerian yaitu sebanyak 9,5, keempat yaitu BUMNBUMD sebanyak 7,8, dan terakhir adalah Badan Pertanahan Nasional, yaitu sebanyak 7,6.
7
The Interseksi Foundation, 2015, “Potret Pelayanan Publik di Indonesia”, URL :
http:interseksi.orgreportpotret-pelayanan-publik-di-indonesia, diakses
pada tanggal
24 November 2015.
5 Permasalahan tersebut secara garis besar menggambarkan ketidakpuasan warga
masyarakat terhadap kualitas pelayanan dari berbagai instansi penyelenggara pelayanan publik. Keluhan atau pengaduan tersebut pada umumnya sebagian
besar mengenai prosedur birokratif yang masih berbelit-belit dan berbiaya tinggi. Penyampaian pengaduan merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan
oleh masyarakat apabila menerima pelayanan tidak prima dari penyelenggara pelayanan publik. Suatu pelayanan dapat diklasifikasi sebagai tidak prima apabila
kualitas pelayanan tersebut tidak sesuai dengan harapan dari masyarakat yang menerima pelayanan bersifat subjektif, dantidak memenuhi standar pelayanan
minimal yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan bersifat objektif. Dengan demikian, pengaduan pelayanan publik sebenarnya mekanisme untuk
mewujudkan kualitas pelayanan publik yang memenuhi harapan danatau memenuhi standar. Oleh karena itu, terdapat asumsi bahwa aktivitas pelayanan
terhadap keluhan publik atas kinerja instansi danatau pejabat publik menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan fungsi dalam suatu sistem
pelayanan publik. Di samping itu penyelenggaraan pelayanan publik juga harus mengacu
pada konsep publicity valuation penilaian publik yakni masyarakat berhak tahu dan mengerti institusi daerah danatau pemerintah daerah mana yang buruk
performanya dalam pelayanan publik, sehingga masyarakat dapat secara komparatif menilai pemerintah daerah mana saja yang buruk atau ekselen dalam
memberikan pelayanan publik. Masyarakat ditujukan sebagai seorang informan dan evaluator dari penerapan pelayanan publik dari pemerintah daerah. Oleh
6 karena itu diperlukan suatu pengaturan mekanisme tentang pelayanan publik yang
proses pelaksanaannya lebih aspiratif, akomodatif dan transparan salah satunya ialah mekanisme dan tata cara yang mengatur penyampaian dan pengelolaan
pengaduan pelayanan publik. Dengan demikian, masyarakat juga tidak hanya sekadar menyampaikan keluhan complain saja, tetapi juga secara jujur dapat
menyampaikan kepuasan satisfaction. Keduanya dapat disampaikan dalam mekanisme yang normatif dan demokratis sehingga dapat menjadi variable guna
perbaikan dan peningkatan pelayanan publik masa depan.
8
Di samping itu, menurut penelitian PATTIRO
9
Pusat Telaah dan Informasi Regional rendahnya respon instansi penyelenggara pelayanan terhadap keluhan
atau pengaduan dari masyarakat mengakibatkan sikap skeptis dari masyarakat. Masyarakat jera untuk mengadukan keluhannya sehingga angka pengaduan di
beberapa instansi pelayanan publik relatif rendah. Rendahnya angka pengaduan ini sebenarnya tidak menggambarkan kepuasan masyarakat atas pelayanan publik,
sebaliknya justru karena masyarakat merasa tidak yakin dengan hasil yang akan diperoleh dengan melakukan pengaduan. Selain itu, warga masyarakat dari
kalangan yang tidak mampu dan kurang berpendidikan juga tidak tahu cara mengadukan
keluhannya. Padahal
pelayanan publik
yang berkualitas
mensyaratkan keseimbangan posisi tawar antara instansi penyelenggara pelayanan publik dengan masyarakat penerima pelayanan, yang dapat dicapai salah satunya
8
Sinoeng N. Rachmadi, 2013, “Pelayanan Publik : Muara Otonomi”, URL:
http:www.suaramerdeka.comharian030412kha1.htm, diakses pada tanggal 30 November 2015.
9
Sad Dian Utomo, 2008, “Penanganan Pengaduan Masyarakat Mengenai Pelayanan Publik
”, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Sept-Des 2008, Volume 15, Nomor 3, h. 161- 162.
7 dengan menerapkan konsep customer complaint system sistem penanganan
pengaduan. Di sisi lain berdasarkan tinjauan normatif, secara eksplisit dalam Angka V
Huruf J Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik selanjutnya
disebut dengan Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan
penyelesaian pengaduan atau keluhan. Setiap pimpinan unit penyelenggara pelayanan wajib menyelesaikan setiap laporan atau pengaduan masyarakat
mengenai ketidakpuasan dalam pemberian pelayanan sesuai kewenangannya.
10
Penyelesaian pengaduan yang belum atau tidak menjadi sengketa hukum, setiap unit pelayanan publik juga harus melakukan antisipasi apabila menghadapi
kenyataan intensitas ketidakpuasan masyarakat meningkat menjadi sengketa hukum, sehingga lebih lanjut diselesaikan pula dengan jalur hukum. Berdasarkan
Angka V Huruf J Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 tersebut ditegaskan bahwa perlu dibuat petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik yang
digunakan sebagai landasan penyusunan standar pelayanan oleh masing-masing pimpinan unit penyelenggara pelayanan. Salah satu komponen pelayanan yang
harus dimuat dalam standar pelayanan tersebut adalah tentang penanganan pengaduan atau keluhan.
11
Dengan demikian jika dikaitkan dengan sistem pengelolaan dan penyampaian pengaduan secara keseluruhan, hal ini membawa
10
Adrian Sutedi, 2015, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Cet. III, Sinar Grafika, Jakarta, h. 117.
11
Ibid, h. 118.
8 dua kesimpulan pemikiran yakni: Pertama, standar kualitas pelayanan dalam
pelayanan pengaduan publik sudah dianggap inherent pada tugas dan wewenang publik berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, atau Kedua,
pengaturan tentang standar kualitas minimal pelayanan publik atau public complaints memang belum terlalu disadari sebagai hal penting yang
mempresentasikan fungsi kontrol sosial masyarakat terhadap jalannya penyelenggaraan administrasi publik.
12
Adapun tinjauan tersebut didukung lebih lanjut dengan peraturan hukum yang bersifat teknis dan berkaitan dengan proses pengelolaan dan penyampaian
pengaduan pelayanan publik yakni Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Selanjutnya disingkat dengan
“Perpres Nomor 76 Tahun 2013”. Dalam ketentuan Bab 2, Bagian Keempat mengenai Mekanisme Pengelolaan Pengaduan, Pasal 8 Perpres Nomor 76 Tahun
2013 tersebut dinyatakan bahwa: 1 Penyelenggara wajib menyusun mekanisme dan tata cara pengelolaan
pengaduan. 2 Mekanisme dan tata cara pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 meliputi: a.
penerimaan, terdiri dari pemeriksaan kelengkapan dokumen pengaduan dan pencatatan serta pemberian tanggapan kepada
pengadu. b.
penelaahan dan pengklasifikasian, terdiri dari identifikasi masalah, pemeriksaan substansi pengaduan, klarifikasi, evaluasi bukti, dan
seleksi. c.
penyaluran pengaduan yaitu meneruskan pengaduan kepada penyelenggara lain yang berwenang, dalam hal substansi pengaduan
tidak menjadi kewenangannya. d.
penyelesaian pengaduan, terdiri dari penyampaian saran penyelesaian kepada pejabat terkait di lingkungan penyelenggara,
12
Ibid, h. 134-135.
9 pemantauan, pemberian informasi kepada pengadu, pelaporan
tindaklanjut, dan pengarsipan. Berdasarkan ketentuan di atas, maka penyelenggara pelayanan publik sudah
sepatutnya memenuhi ketententuan Pasal 8 ayat 2 tersebut untuk menerapkan secara implementatif prosedur atau tahapan mekanisme dan tata cara pengelolaan
pengaduan seperti yang telah disebutkan dalam menjamin kesejahteraan masyarakat mendapat pelayanan publik yang prima.
Beranjak dari uraian-uraian permasalahan di atas, berbicara mengenai penerapan pelayanan publik khususnya di daerah belum secara tegas memuat
tentang proses pengelolaan dan penyampaian pengaduan pelayanan publik kepada masyarakat. Pada umumnya terkait pengaturan pelayanan publik sampai saat ini,
hanya mengatur tentang susunan organisasi suatu instansi yang bertugas dan berfungsi melakukan suatu pelayanan umum, serta uraian tugas dan fungsi setiap
bagian secara sangat umum. Dengan demikian penerapan dan pelaksanaan mekanisme pengelolaan dan penyampaian pengaduan pelayanan publik kepada
masyarakat perlu kiranya diperhatikan oleh subjek penyelenggara pelayanan publik di daerah.
Dalam penelitian skripsi ini membatasi pengamatan atas perkembangan pelayanan publik secara khusus yang ada di daerah Kabupaten Tabanan, tepatnya
di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tabanan sebagai organisasi publik merupakan unit organisasi
pemerintahan yang berada pada pemerintah kabupaten adalah salah satu unsur pelaksana dari pemerintah daerah di bidang pelayanan publik. Sebagai organisasi
publik, pada hakekatnya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan
10 bagian yang berhubungan dengan masyarakat. Fungsi utamanya adalah menjamin
pemberian pelayanan service kepada masyarakat. Dengan demikian pelayanan yang diberikan oleh
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tabanan dapat memberikan petunjuk mengenai baik-buruknya citra pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat sebagai salah satu subjek penyelenggara pelayanan publik di daerah.
Dari hasil observasi yang sudah dilakukan, diketahui bahwa pengelolaan pengaduan dalam pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Tabanan belum optimal. Hal tersebut dikarenakan mekanisme pengelolaan pengaduan baru diterapkan pada tahun 2015. Perkembangan sejauh ini masih
hanya terdapat total 12 pengaduan yang telah disampaikan oleh masyarakat kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tabanan pada tahun
2015. Terdapatnya mekanisme pengelolaan pengaduan yang masih baru dan belum optimal diterapkan dalam pelayanan Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil Kabupaten Tabanan tersebut, mengakibatkan terjadinya kesenjangan pada pemberlakuan Pasal 8 ayat 2 Perpres Nomor 76 Tahun 2013. Dengan demikian
tahapan-tahapan mekanisme yang terdapat sebagaimana dalam Pasal 8 ayat 2 Perpres tersebut tidak sepenuhnya bersifat implementatif dalam pemberian
pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tabanan. Dari sudut pandang lainnya, pemberlakuan mekanisme pengelolaan pengaduan yang
telah diberlakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tabanan juga kurang bersifat efektif dikarenakan faktor-faktor yakni secara garis besar
meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi sarana dan
11 prasarana pengaduan dan anggaran pengelolaan pengaduan yang khususnya
mendukung kinerja pengelolaan tim bidang pengelolaan pengaduan, dan dari faktor eksternal meliputi faktor masyarakat.
Berdasarakan uraian latar belakang di atas, maka tentu dipandang sudah menjadi keperluan yang mendesak akan adanya suatu pemenuhan yang dilakukan
oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tabanan terhadap masyarakat untuk melaksanakan hak-haknya dalam menyampaikan keluhan-
keluhan pelayanan publik apabila tidak dapat terpenuhi dengan baik dan optimal sesuai dengan standar pelayanan minimal. Penyampaian pengaduan pelayanan
publik harus didasarkan dalam suatu manajemen sistem yang terstruktur dan jelas sehingga memberikan kepastian proses penyelesaian secara hukum terhadap
masyarakat. Lebih lanjut upaya tersebut dituangkan dalam pelaksanaan mekanisme dan tata cara pengelolaan pengaduan pelayanan berdasarkan Pasal 8
ayat 2 Perpres Nomor 76 Tahun 2013 seperti halnya yang telah disebutkan
sebelumnya. Dengan demikian, penulis tertarik mengangkat permasalahan di atas dalam penulisan skripsi ini yang berjudul
“PENGELOLAAN PENGADUAN DALAM PEMBERIAN PELAYANAN DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN
CATATAN SIPIL KABUPATEN TABANAN DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK YANG PRIMA”
12