15 Beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi antara lain Asep
Saepudin, 2009: 1. Sifat fisika dan kimia adsorben, yaitu luas permukaan, pori-pori, dan
komposisi kimia. Semakin luas permukaan adsorben maka semakin banyak adsrobat
yang teradsorpsi sebab semakin banyak pula situs-situs aktif yang tersedia pada adsorben untuk kontak dengan adsorbat. Luas permukaan
sebanding dengan jumlah situs aktif adsorben. 2. Sifat fisika dan kimia adsorbat, yaitu ukuran molekul, polaritas
molekul, dan komposisi kimia. Molekul yang besar akan lebih mudah teradsorpsi daripada
molekul yang kecil, namun pada difusi pori molekul-molekul yang besar akan mengalami kesulitan untuk teradsorpsi akibat konfigurasi
yang tidak mendukung. Sehingga adanya batas ukuran molekul tertentu pada setiap adsorpsi.
3. Konsentrasi adsorbat dalam fase cair larutan. Konsentrasi adsorbat yang tinggi akan menghasilkan daya dorong
driving force yang tinggi bagi molekul adsorbat untuk masuk ke dalam situs aktif adsorben.
4. Sifat fase cair, seperti pH dan temperatur. Suhu akan mempengaruhi kecepatan proses adsorpsi. pH
mempengaruhi terjadinya ionisasi ion hidrogen dan ion ini sangat kuat
16 teradsorpsi. Asam organik lebih mudah teradsorpsi pada pH rendah
sedangkan basa organik terjadi pada pH tinggi. 5. Lamanya proses adsorpsi tersebut berlangsung.
Waktu pengadukan yang relatif lama akan memberikan waktu kontak yang lebih lama terhadap adsorben untuk berinteraksi dengan
adsorbat.
6. Kesetimbangan Adsorpsi
Kesetimbangan adsorpsi adalah suatu keadaan dimana tidak terjadi lagi perubahan konsentrasi adsrobat. Kesetimbangan adsorpsi dapat
ditunjukkan dengan cara menganalisis kurva isoterm adsorpsi. Kurva ini merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang terjerap pada padatan
terhadap konsentrasi larutan. Adsorpsi fase cair-padat pada umumnya menganut tipe isoterm Freundlich dan Langmuir Atkins, 1997. Adsorben
yang baik memiliki kapasitas adsorpsi dan persentase penjerapan yang tinggi. Kapasitas adsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Q =
�1−�2
� � Persentase penjerapan dapat dihitung menggunakan rumus:
Jumlah ion teradsorpsi =
�1−�2 �1
� 100 Keterangan:
Q = kapasitas adsorpsi per bobot molekul molg V = volume larutan ml
C1 = konsentrasi awal larutan molL 1
2
17 C2 = konsentrasi larutan saat setimbang molL
m = bobot adsorben g
a. Model Isoterm Freundlich
Model isoterm yang paling umum digunakan adalah model isoterm Freundlich. Model ini menggambar proses adsorpsi yang terjadi secara
fisisorpsi pada banyak lapisan Model isoterm adsorpsi Freundlich mengasumsikan bahwa terdapat lebih dari satu lapisan permukaan
multilayer dan situs bersifat heterogen, yaitu adanya perbedaan energi pengikat pada tiap-tiap situs Schnoor, 1996. Kurva pada model isoterm
Freundlich merupakan hubungan antara log q
e
terhadap log Ce seperti yang disajikan pada Gambar 3 berikut:
Gambar 2. Kurva Isoterm Adsorpsi Freundlich Murni, 2009 q
e
adalah jumlah zat terlarut per gram adsorben molg dan Ce adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan molL, sehingga dari
konsep tersebut dapat diperoleh persamaan sebagai berikut. m = K
f
. �
1
log m = log K
f
+ 1n. log Ce 3
Log q
e
18 log q
e
= log K
f
+ 1n . log Ce Keterangan:
= jumlah zat yang diadsorpsi mol m
= berat adsorben g q
e
= jumlah adsorbat yang teradsorp oleh adsorben pada saat setimbang molg
�e = konsentrasi zat pada saat setimbang molL
Berdasarkan persamaan tersebut, jika dibuat kurva log q
e
terhadap log Ce akan diperoleh persamaan linier dengan intersep log k dan
kemiringan 1n, sehingga nilai k dan n dapat diketahui Murni, 2009. K
F
adalah indikator kapasitas adsorpsi, dan n adalah intensitas adsorpsi Tony, 1985. Berdasarkan isoterm ini, akan diketahui kemampuan
adsorben untuk menyerap kation. Apabila harga 01n1 maka dapat dinyatakan bahwa adsorpsi bersifat favorabel dan menandakan adsorpsi
yang kooperatif. Kekuatan interaksi antara adsorben dan adsorbat dapat dilihat dari nilai 1n, semakin kecil nilai 1n maka semakin kuat interaksi
antara adsorben dengan adsorbat. Kemampuan relatif dari suatu adsorben dalam mengadsorpsi adsorbat dapat dilihat dari nilai K
F
, semakin besar nilai K
F
maka semakin besar kemampuan suatu adsorben dalam mengadsorpsi Delle, 2001.
b. Model Isoterm Langmuir
Model isoterm Langmuir menggambarkan bahwa hanya terdapat satu lapisan adsorpsi dengan asumsi sejumlah tertentu sisi aktif adsorben
19 yang ada pada permukaan memiliki energi yang sama, serta adsorpsi
bersifat balik Atkins, 1997. Menurut Sriyanti 2005, permukaan adsorben terdiri atas situs aktif, pada model isoterm ini semua adsorbat
hanya teradsorpsi pada situs aktif dan tidak terjadi interaksi antar adsorbat,
sehingga yang
terbentuk adalah
lapisan adsorpsi
monomolekuler dengan jumlah molekul yang teradsorpsi tidak akan melebihi jumlah situs aktif.
Tipe isoterm Langmuir merupakan proses adsorpsi yang berlangsung secara kemisorpsi satu lapisan. Adsorpsi satu lapisan terjadi
karena ikatan kimia biasanya bersifat spesifik, sehingga permukaan adsorben mampu mengikat adsorbat dengan ikatan kimia. Model isoterm
adsorpsi Langmuir didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu: a pada masing-masing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul saja,
dengan demikian adsorpsi terbatas pada pembentukan lapis tunggal monolayer, illustrasinya dapat dilihat pada Gambar 3. b panas
adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan, dan c semua situs dan permukaannya bersifat homogen Oscik, 1982.
Gambar 3. Ilustrasi Adsorpsi pada Isoterm Langmuir Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara
teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-