Silika gel Hasil Sintesis Silika Gel dari Bagasse tebu

49 dan terbentuk intermediet [SiO 2 OH] - yang tidak stabil, kemudian terjadi dehidrogenasi dan ion hidroksil yang kedua akan berikatan dengan hidrogen membentuk molekul air. Menurut Nuryono dan Narsito 2006, pada sistem ini terdapat anion silikat sebagai gugus reaktif dengan ion natrium sebagai penyeimbang muatan. Dua ion Na akan menyeimbangkan muatan negatif yang terbentuk dan berinteraksi dengan ion SiO 3 2- sehingga terbentuk natrium silikat Na 2 SiO 3 . Persamaan reaksi pembentukan larutan natrium silikat dapat dilihat pada persamaan 4. SiO 2 s + 2 NaOHaq  Na 2 SiO 3 aq + H 2 O l Proses yang terjadi adalah pelarut NaOH menembus kapiler-kapiler dalam abu dan melarutkan silika. Selanjutnya, dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan silika yang ada dalam abu tersebut dengan larutan NaOH. Adanya gaya adhesi antara silika dengan NaOH menyebabkan terjadi pemisahan larutan yang mengandung silika dalam kuantitas tertentu didalam abu. Larutan silika yang terbentuk ini adalah natrium silikat yang merupakan reaksi antara NaOH dan silika pada abu bagasse tebu Welveni, 2010. Larutan natrium silikat yang diperoleh sebanyak 180 mL. Larutan ini berwarna bening kekuningan. Larutan yang diperoleh merupakan prekursor dari pembuatan silika gel. Setelah itu, larutan natrium silikat disaring dengan kertas saring Whatman 42. Filtrat natrium silikat didinginkan pada suhu kamar. 4 50 Tahap selanjutnya adalah tahap sol-gel. Proses sol gel dimulai dengan mengasamkan 100 mL larutan natrium silikat sambil diaduk dengan magnetic stirrer sampai terbentuk gel karena silika mempunyai kelarutan yang tinggi pada pH 10 Scott, 1993. Menurut Ilham Pratomo dkk. 2010, penambahan HCl 1 M pada larutan natrium silikat dengan teknik pengadukan dapat meningkatkan kadar silika yang dihasilkan. Pada kondisi awal, larutan natrium silikat bersifat sangat basa pH 11-12 dalam bentuk Si-O- sehingga kondensasi tidak dapat berlangsung Agus Prastiyanto dkk., 2010. Setelah penambahan asam yang berlebih menyebabkan berkurangnya gugus Si-O- dan bertambahnya gugus Si-OH. Penambahan HCl 1 M pada larutan Na 2 SiO 3 dilakukan tetes demi tetes hingga pH 7. Pada penelitian ini, HCl yang diperlukan untuk mendapatkan larutan natrium silikat dengan pH 7 sebanyak 310 ml. Menurut Sriyanti dkk. 2005 penambahan HCl pada larutan natrium silikat menyebabkan pembentukan gel yang sangat cepat, terjadi di sekitar pH 9-7, namun jika HCl ditambahkan terus menerus maka gel akan melarut kembali. Pada penelitian ini, asam yang digunakan adalah asam klorida 1 M, karena asam klorida merupakan asam yang bersifat non oksidator sehingga, asam ini tidak dapat mengoksidasi bahan-bahan organik, dalam hal ini adalah abu bagasse tebu. Apabila digunakan asam lain yang bersifat oksidator, maka abu bagasse tebu dapat dioksidasi. Abu tersebut akan habis dan menyebabkan tidak dapat dilakukan proses pemurnian menjadi silika. Penambahan HCl hingga pH 7 pada larutan natrium silikat terjadi 51 pembentukan H 2 SiO 3 . Reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut: Na 2 SiO 3 aq + 2HClaq ⟶ H 2 SiO 3 aq + 2NaClaq Gel yang terbentuk kemudian didiamkan selama 18 jam. Agar gel yang dihasilkan terbentuk secara sempurna. Selanjutnya, gel ditambahkan aqua demineralisata sebanyak 40 ml sehingga menghasilkan reaksi pembentukan sol asam SiOH 4 . Reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut: H 2 SiO 3 aq + H 2 Ol ⟶ SiOH 4 aq Reaksi pembentukan silika gel digambarkan pada Gambar 12 Scott,1993. Si OH + HO OH OH H + Si OH 2 + HO OH OH Si OH HO OH OH + -H 2 O Si O HO OH OH Si OH OH OH H -H + Si O HO OH OH Si OH OH OH + Gambar 12. Reaksi Pembentukan Silika Gel Penambahan HCl 1 M pada larutan Na 2 SiO 3 mengakibatkan terjadinya penurunan pH, sehingga konsentrasi H + dalam Na 2 SiO 3 semakin meningkat. Hal ini menyebabkan silikat berubah menjadi asam silikat H 2 SiO 3 yang menyebabkan sebagian gugus siloksan S-O - membentuk gugus silanol Si-OH 4 . Si-OH 4 terpolimerasi dengan membentuk 5 6 52 ikatan silang ≡Si-O-Si≡ hingga terbentuk gel silika melalui proses kondensasi, sesuai persamaan reaksi di bawah ini: ≡Si-O - + H + ⟶ ≡Si-OH ≡Si-OH + ≡Si-O - ⟶ ≡Si-O-Si≡ + OH - Menurut Sriyanti dkk. 2005, asam silikat bebas akan membentuk suatu dimer, trimer, hingga terbentuk polimer asam silikat. Agregat polimer akan bergabung membentuk bola polimer yang disebut primary silica particle. Primary silica particle pada ukuran tertentu akan mengalami kondensasi membentuk fasa padatan yang disebut alkogel. Alkogel yang didiamkan akan mengalami pelepasan NaCl sehingga dihasilkan gel yang kaku disebut hidrogel. Gel yang terbentuk disaring dengan penyaring Buchner kemudian dicuci dengan aquades. Pencucian dengan aquades bertujuan agar gel bebas dari ion Cl - yang terbentuk dari penambahan HCl tadi. Jika larutan hasil pencucian direaksikan dengan AgNO 3 menghasilkan filtrat yang berwarna keruh maka disimpulkan masih adanya ion Cl - di dalam gel. Pencucian dilakukan sampai larutan hasil pencucian tetap bening jika direaksikan dengan AgNO 3 . Setelah bebas dari ion Cl - , residu dikeringkan dalam oven pada suhu 80 o C sampai massa konstan. Serbuk yang dihasilkan merupakan silika gel kering atau xerogel yang akan digunakan sebagai adsorben. Selanjutnya, silika gel digerus menggunakan mortar agar memperluas permukaan pori silika sebelum digunakan untuk adsorben. 7 53

2. Hasil Analisis Secara Difraksi Sinar-X

Analisa secara difraksi sinar-X ini bertujuan untuk mengetahui struktur dari serbuk silika hasil sintesis. Berdasarkan hasil analisis secara difraksi sinar-X, dapat dinyatakan bahwa silika gel memiliki puncak landai pada sudut 2θ = 22 dan 20,96. Menurut Kalaphaty 2000, puncak di sekitar 2θ = 21-22 menunjukkan puncak untuk silika. Sedangkan bukit yang landai ini menunjukkan bahwa abu bagasse tebu memiliki struktur padatan amorf. Struktur amorf dalam silika gel dari bagasse tebu sangat bergantung pada suhu pengabuan saat pemurnian silika.

3. Hasil Analisis Secara Spektroskopi FTIR

Tujuan analisis menggunakan spektrofotometer FTIR adalah untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsi yang terdapat pada silika gel sehingga -gugus fungsi memiliki karakteristik serapan di daerah inframerah yang ditunjukkan dengan bilangan gelombang tertentu sehingga dapat dengan mudah untuk mengidentifikasi secara kualitatif. Spektra FTIR silika dari bagasse tebu dibandingkan dengan silika Kiesel gel 60 dari Merck sebagai silika pembanding. Spektra FTIR silika Kiesel gel 60 dari Merck dan silika gel ditunjukkan pada Gambar 8 halaman 44. Tabel yang menunjukkan gugus-gugus fungsi pada spektra hasil sintesis ditunjukkan pada Tabel 2. 54 Tabel 2. Interpretasi Spektra FTIR Silika Kiesel Gel 60 Merck dan Silika Gel Gugus Fungsional Bilangan Gelombang cm -1 Silika Kiesel Gel 60 Merck Silika gel Vibrasi ulur –OH dari Si-OH 3448,5 3472,39 Vibrasi ulur asimetris Si-O dari Si-O-Si 1101,3 1097,43 Vibrasi ulur simetris Si-O dari Si-O-Si 800,4 799,06 Vibrasi tekuk –OH dari molekul air 1637,5 1639,88 Vibrasi ulur Si-O dari Si-OH 970,1 970 Vibrasi tekuk Si-O-Si 472,5 465,57 Vibrasi ulur –CH 2 - - Vibrasi ulur –SH - - Vibrasi –SO dari –SO 3 H - - Berdasarkan Tabel 2, hasil spektra FTIR silika gel dari bagasse tebu menunjukkan kemiripan dengan spektra silika pembanding yaitu silika Kiesel gel 60 Merck. Pada spektra keduanya terdapat pita-pita serapan pada bilangan gelombang yang hampir sama. Pita lebar dengan puncak pada bilangan gelombang 3472,39 cm -1 mengindikasikan adanya gugus -OH pada silanol. Pelebaran pita terjadi karena gugus fungsi -OH dan air terserap pada permukaan silika melalui ikatan hidrogen. Munculnya pita serapan pada 1097,43 cm -1 merupakan vibrasi ulur asimetri dari –Si-O pada siloksan, sedangkan pita serapan pada bilangan 55 gelombang 799,06 cm -1 merupakan vibrasi ulur simetri dari –Si-O yang ada pada siloksan Silverstein, 1991. Munculnya pita serapan pada 970 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi ulur Si-O pada gugus silanol. Vibrasi tekuk gugus –OH pada molekul air yang terikat ditunjukkan pada bilangan gelombang 1639,88 cm -1 , sedangkan vibrasi tekuk dari gugus siloksan Si- O-Si ditunjukkan pada bilangan gelombang 465,57 cm -1 Hardjono, 1992. Secara umum, gugus fungsional pada silika gel adalah silanol Si- OH dan siloksan Si-O-Si. Adanya kemiripan pola serapan pada silika gel hasil sintesis dan silika pembanding untuk gugus silanol dan siloksan dapat disimpulkan bahwa silika gel dari bagasse tebu memiliki kemiripan gugus fungsional dengan Kiesel gel 60. Hal ini menunjukkan bahwa bagasse tebu dapat dijadikan bahan untuk pembuatan silika gel.

4. Kesetimbangan Adsorpsi Silika Gel terhadap Kation Mg

2+ Kesetimbangan adsorpsi adalah suatu keadaan dimana tidak terjadi lagi perubahan konsentrasi adsorbat baik dalam fasa cair maupun pada adsorben. Kesetimbangan adsorpsi digunakan untuk mengetahui kemampuan maksimum adsorben dalam mengikat adsorbat. Kesetimbangan adsorpsi dapat diketahui dari eksperimen pengikatan kation Mg 2+ oleh silika gel pada berbagai variasi konsentrasi sorbat. Variabel tetap pada eksperimen ini adalah suhu, waktu pengadukan, pH, massa adsorben. Pada penelitian ini dilakukan pada suhu 25 o C dengan lama pengadukan 30 menit dan pH dibuat tetap yaitu 5. Sebanyak 0,2 gram 56 adsorben dilarutkan ke dalam aqua dimineralisata, kemudian ditambahkan larutan 0,001 M Mg 2+ . Konsentrasi Mg 2+ divariasikan dengan menambahkan larutan Mg 2+ ke dalam aqua dimineralisata, sebanyak 1, 4, 8, 13, 18, dan 23 mL. Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang diperoleh, didapatkan grafik hubungan antara konsentrasi awal Mg 2+ dengan daya adsorpsi yang ditunjukkan pada Gambar 9 halaman 45. Berdasarkan grafik dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi awal Mg 2+ maka semakin besar daya ikat adsorpsinya.

5. Model Isoterm Adsorpsi Kation Mg

2+ oleh Silika Gel Kesetimbangan adsorpsi dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis kurva isoterm adsorpsi. Kurva ini merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang terjerap pada padatan terhadap konsentrasi larutan. Adsorpsi fase cair-padat pada umumnya menganut tipe isoterm Freundlich dan Langmuir Atkins, 1997. Menurut Serly Sekewael dkk. 2013, pola isoterm adsorpsi dapat menentukan kapasitas atau kemampuan jerap adsorben. Menurut Kusmiyati dkk. 2012 jumlah adsorbat yang teradsorp per satuan berat adsorben meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi. Penentuan model isoterm adsorpsi diperoleh dari eksperimen pada berbagai variasi konsentrasi adsorbat. Pola isoterm Langmuir diperoleh berdasarkan grafik hubungan Ce terhadap Ceq e , sedangkan isoterm