Penelitian Terdahulu Kerangka Konseptual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh: 1. Gendut Sukarno dan Zuraida, dkk 2005 a. Judul Penelitian: Penggunaan Consumer Decision Model CDM Dalam Pengukuran Efektifitas Iklan Shampo Merek Pentene b. Permasalahan Penelitian: Bagaimanakah efektifitas iklan shampo merek Pentene dengan menggunakan Consumer Decision Model CDM ? c. Kesimpulan Penelitian: Dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa iklan shampo Pentene belum efektif yang dinilai dari tanggapan konsumennya. Dikatakan belum efektif karena pada iklan shampo Pentene pesan yang disampaikan kurang mudah dipahami oleh konsumen sehingga iklan tidak tepat sasaran yaitu untuk menarik konsumen guna melakukan keputusan pembelian terhadap shampo Pentene. Hal ini dapat dibuktikan pada hasil penelitian yang menyatakan bahwa: • Faktor pesan iklan berpengaruh terhadap pengenalan merek dapat diterima. Faktor keyakinan konsumen berpengaruh positif terhadap niat beli konsumen dapat diterima. Faktor niat beli konsumen berpengaruh positif terhadap pembelian dapat diterima. • Faktor pesan iklan berpengaruh positif terhadap sikap konsumen tidak dapat diterima. Faktor pesan iklan berpengaruh positif terhadap keyakinan konsumen tidak dapat diterima. Faktor pengenalan merek berpengaruh positif terhadap sikap konsumen tidak dapat diterima. • Faktor pengenalan merek positif terhadap keyakinan konsumen tidak dapat diterima, dan faktor sikap konsumen berpengaruh positif terhadap niat beli konsumen tidak dapat diterima.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Manajemen Pemasaran

Pemasaran adalah proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Definisi manajerial, pemasaran yang sering digambarkan sebagai “Seni menjual produk”. Peter Drucker, ahli teori manajemen mengatakan sebagai berikut Sunarto, 2003:7: “Orang dapat mengasumsikan bahwa akan selalu ada kebutuhan akan penjualan. Akan tetapi, tujuan pemasaran bukan untuk memperluas penjualan. Tujuan pemasaran adalah untuk mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjadi dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk membeli. Semua yang dibutuhkan selanjutnya adalah menyediakan produk atau jasa itu”. Pemasaran berurusan dengan pengidentifikasian dan pemenuhan kebutuhan manusia. Salah satu definisi paling singkat tentang pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan. Sunarto, 2003:2 Memahami masalah pemasaran tidak kalah pentingnya dibandingkan memahami masalah-masalah lain, seperti masalah permodalan, personalia maupun pengelolaan kegiatan produksi, apabila seseorang ingin mempelajari kegiatan perusahaan secara menyeluruh. Maslah pemasaran ini merupakan salah satu mata rantai yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan-kegiatan perusahaan sehari-hari yang lain. Asri dan Suprihanto, 1986:177 Manajemen pemasaran adalah kegiatan menganalisa, merencanakan, mengimplementasi, dan mengawasi segala kegiatan program guna mencapai tingkat pemasaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Kegiatan utamanya terletak pada merancang penawaran yang dilakukan perusahaan agar dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan pasar dengan menggunakan politik harga, cara-cara komunikasi, cara distribusi, menyajikan informasi, memotivasi dan melayani pasar. Alma, 2002:86

2.2.1.1. Tujuan Pemasaran

Tujuan pemasaran yang utama adalah memberi kepuasan kepada konsumen. Tujuan pemasaran bukan komersial atau mencari laba. Tapi tujuan pertama ialah memberi kepuasan kepada konsumen. Dengan adanya tujuan memberi kepuasan ini, maka kegiatan marketing meliputi berbagai lembaga produsen. Istilah marketing bukan saja milik industri, perdagangan, tapi kegiatan marketing meliputi marketing yayasan, marketing lembaga pendidikan, marketing pribadi dan lain-lain. Alma, 2002:5. 2.2.1.2.Perkembangan Pemasaran Jika kita lihat sejarah perkembangan pemasaran ini maka harus kita telusurisejak zaman dulu. Dalam situasi perekonomian zaman dulu, yang dikenal dengan istilah “economic of scarcity”, barang-barang tersebut mudah diserap oleh konsumen. Produsen dengan mudah bisa mengenal konsumennya. Waktu itu dikatakan oleh Jean Baptist Say, bahwa barang-barang yang dijual akan laku dengan sendirinya sebab sudah ada pembelinya. Tapi sebaliknya, pada masa kini, terutama dimulai sejak adanya Revolusi Industri di Inggris, produsen dengan teknik-teknik produksi yang baru, mulai menghasilkan barang dan jasa secara besar-besaran dan mulailah pasar dibanjiri oleh barang – barang tersebut. Dalam hal ini produsen tidak lagi menghiraukan siapa konsumen dari produksinya, karena produksi sudah dibuat dengan otomatisasi yang bersifat massal. Produsen membuat barang untuk konsumen yang tidak dikenal. Alma, 2002:7 2.2.1.3.Konsep Dasar Pemasaran Konsep dasar pemasaran terdiri dari empat antara lain : Tandjung, 2004:2 1. Era Produksi. Pendekatan ini populer sekitar tahun 1920-an dengan suatu persepsi bahwa produk yang murah akan terjual dengan sendirinya. 2. Era Penjualan. Muncul sekitar tahun 1950-an dengan suatu persepsi bahwa kegiatan adversting dan selling akan mempengaruhi konsumen untuk membeli. 3. Era Pemasaran. Dimulai sejak tahun 1970-an dengan suatu persepsi bahwa konsumen adalah raja dan semua kebutuhan konsumen harus dipenuhi. Hal ini disebabkan terjadinya pergeseran dari seller’s market ke buyyer’s market. Era pemasaran disebut juga dengan Era Konsumen sehingga perusahaan harus lebih consumer orientatio . 4. Era Hubungan. Dimulai sejak tahun 1990-an dengan suatu persepsi kemitriaan jangka panjang dengan pelanggan dan partner lain seperti pemasok, distributor, pemerintah, dan lain-lain.

2.2.2. Informasi

Untuk mengambil keputusan pembelian, dalam beberapa situasi konsumen melakukan pencarian informasi secara ekstensif dan kemudian memproses informasi itu sebagai bahan pertimbangan. Dalam beberpaa situasi pula, pengambilan kpeutusan pembeliannya hanya memerlukan pencarian inforamsi sekadarnya saja dan memproses informasi secara sederhana pula. Pencarian dan perolehan infromasi bisa dilakukan dengan berbagai cara misalnya mencari iklan di berbagai majalah, dan koran, mendengar dan melihat iklan di televisi, mendengarkan dari teman, tetangga atau orang tua dan lain-lain. Dengan perkataan lain, infromasi bisa dari berbagai sumber yang ada. Dalam memproses informasi, persepsi menjadi hal yang paling paling penting, karena dengan persepsi konsumen menerjemahkan isi pesan iklan yang disampaikan oleh pemasar. Oleh karena itu, merancang pesan agar dipersepsi sesuai dengan tujuan dari isi pesan sangat penting. Kontinuitas isi pesan yang terbaru harus konsisten dengan isi pesan yang terdahulu. Sutisna, 2003:87 2.2.2.1.Faktor-Faktor Yang Menentukan Pencarian Informasi Mengapa seorang kosnumen begitu gencar melakukan pencarian informasi. Atau mengapa konsumen hanya mencari informasi sedikit saja dan hanya digunakan untuk meyakinkan atas pilihan yang telah ditentukan sebelumnya. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang konsumen melaukkan pencarian informasi. Sutisna, 2003:88 1. Keterlibatan konsumen yang tinggi. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa ketika konsumen merasa sangat senang terlibat dalam pembelian suatu produk, dia akan sangat intens mencari informasi dari berbagai sumber. Informasi itu kemudian dibanding-bandingkan dalam proses evaluasi informasi. Tingkat keterlibatan yang tinggi terhadap pembelian produk itu karena konsumen merasa bahwa citra dirinya bisa dipresentasikan oleh produk itu. Jadi, produk-produk yang bisa merepresentasikan citra dirinya konsumen akan dibeli secara hati-hati dan memerlukan evaluasi mereka yang hati-hati. 2. Mempuntai tingkat resiko yang tinggi. Ketika konsumen merasakan bahwa resiko pembelian atas suatu barang akan muncul, maka konsumen akan lebih selektif dalam memilih merek. Ketika konsumen merasakan adanya resiko yang tinggi atas pembelian suatu barang, konsumen akan melakukan pencarian informasi yang banyak dan evaluasi yang hati-hati. 3. Penegtahuan atas produk yang rendah. Misalnya ketika konsumen akan melakukan pembelian komputer seri terbaru. Pada umumnya konsumen kurang atau tidak mengetahui spesifikasi dan kemampuan komputer itu. Dalam ketidaktahuan itu konsumen akan berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya baik melalui brosur iklan atau melalui teknisi komputer yang telah dikenal. Jika konsumen sudah pernah melaukan pembelian produk pada masa lalu, pencarian informasi tidak begitu banyak dilakukan. 4. Tidak ada tekanan waktu.kosnumen yang tidak diburu waktu dalam pembelian produk akan mempunyai waktu luang yang banyak untuk melakukan pencarian informasi. Sebaliknya konsumen yang berada dalam tekanan waktu, akan lebih sedikit atau bahkan tidak melakukan pencarian informasi tambahan selain informasi yang sudah ada. Kondisi ini sangat mungkin terjadi untuk kategori produk high involvment. 5. Produk dengan harga tinggi. Semakin tinggi harga suatu produk, probabilitas pencarian informasi yang ekstensif semakin tinggi. Jika harga produk tinggi, mnafaat ekonomi tas pencarian informasi juga akan tinggi. Artinya waktu dan uang yang dikeluarkan untuk mencari informasi yang lengkap lebih kecil nilainya dibanding dengan manfaat yang bisa diperolehnya. Pencarian informasi yang banyak akan mengurangi resiko kerugian uang akibat pembelian produk yang salah. Sudah harganya mahal misalnya, tetapi barangnya rusak atau tidak berfungsi. 6. Terdapat perbedaan aproduk. Akan terjadi pencarian informasi yang lebih banyak jika merek-merek produk secara substansial berbeda. Misalnya produknya adalah peralatan rumah tangga seperti televisi dengan berbagai merek atau furniture dengan bebragai merek. Karena merek furniture banyak jumlahnya dan mempunyai desain dan kualitas yang berbeda-beda, maka pencarian informasi akan lebih bayak dilakukan. 2.2.2.2.Sumber Informasi Informasi kosnumen meliputi beberapa sumber yang bisa digunakan. Sumber-sumber itu bisa dikategorikan ke dalam dua dimensi. Dari dua dimensi ttersebut bisa juga dikelompokkan ke dalam sumber informasi yang dikendalikan oleh pemasar dan yang tidak dapat dikendalikan. Sutisna,2003:89 Sumber informasi personal yang bisa dikendalikan oleh pemasar meliputi petugas penjual, pemasaran jarak jauh telemarketing dan pameran dagang. Sumber informasi personal yang tida bisa dikendalikan oleh pemasar misalnya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersumber dari teman, tetangga dan keluarga, saran profesional, serta pengalaman mengkonsumsi.

2.2.3. Merek

2.2.3.1.Pengertian Merek Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembedaan dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atas jasa. Alma, 2002 : 105 Brand atau merek dapat kita sebut dengan pelabelan, brand memiliki kekuatan untuk membantu penjualan. Demikian pula bahwa brand dihubungkan dengan sebuah kepercayaan konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang dipercaya tidak saja untuk memenuhi kebutuhan mereka, namun dapat memberikan kepuasan yang lebih baik dan jaminan. Soemanagara, 2006:98 Merek, sangat penting dalam situasi persaingan yang tidak terkendali. Pelangan paling mudah untuk mengenali merek dibandingkan atribut-atribut lain yang melekat pada suatu produk. Merek yang sukses dipersepsi oleh pelanggan akan memberikan nilai superior. Tandjung, 2004:57 2.2.3.2.Tujuan Pemberian Merek Pemberian merek pada suatu produk mempunyai tujuan adalah Alma, 2002:106: a. Jaminan bagi konsumen Pengusaha menjamin bahwa barang yang dibeli sungguh berasal dari perusahaannya. Ini adalah untuk menyakinkan pihak konsumen membeli suatu dari merek dan pengusahaan yang dikehendaki, yang cocok denagn selerahnya, keinginannya dan juga kemampuannya b. Jaminan mutu barang Dengan adanya merek ini perusahaan menjamin bahwa mutu barang yang dikeluarkannya berkualitas baik sehingga dalam barang tersebut selain daripada merek juga disebutkan peringatan c. Pengingat Pengusaha memberikan nama pada merek barangnya supaya mudah diingat dan disebut sehingga konsumen dapat menyebutkan mereknya saja. 2.2.3.3.Manfaat Merek Merek dapat memberikan nilai bagi perusahaan dengan lima cara Tandjung, 2004:61: 1. Merek yang kuat biasanya memiliki harga yang lebih mahal. 2. Merek yang kuat mendapat sejumlah pangsa pasar yang lebih besar. 3. Merek yang sukses memiliki pelanggan lebih setia sehingga penghasilan perusahaan lebih stabil dan mengurangi resiko penjual. 4. Merek yang sukses memiliki pertumbuhan jangjka panjang yang lebih menjanjikan. 5. Perusahaan dengan merek-merek sukses lebih mudah untuk melakukan rekuitmen karena calon karyawan lebih suka bergabung dengan perusahaan yang sukses.

2.2.4. Keyakinan Konsumen

Kotler 2000 mendefinisikan keyakinan adalah gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu hal. Dengan memberikan keyakinan kepada pelanggan bahwa merek atau pembekal tersebut terus-menerus memberikan tingkat kepuasan tertinggi untuk manfaat-manfaat yang paling penting iklan dapat mengukuhkan sikap dan dengan demikian juga mempertahankan kesukaan merek dan kesetiaan akan merek untuk tujuan melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Mowen 2002 menyatakan bahwa kepercayaan konsumen adalah semua penegtahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang onjek, atribut dan manfaatnya. Dimana ksemuanya itu merupakan bagian dari proses pembelajaran kognitif. Keyakinan sangat dibutuhkan dalam mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembuatan keputusan pembelian. Dengan menanamkan suatu kepercayaan atau kegiatan pada diri konsumen maka akan lebih mudah untuk mendapat respon atau tanggapan dari usaha pemasar sesuai tujuannya yaitu mmepengaruhi konsumen agar memberi produknya. Mowen 2002 membagi ke dalam tiga jenis keyakinan: 1. Kepercayaan atribut-obyek, penegtahuan tentang sebuah obyek memiliki atribut khusus. Melalui kepercayaan atribut-objek, konsumen menyatakan apa yag mereka ketahui tentang sesuatu dalam hal variasi atributnya. 2. Kepercayaan atribut-manfaat, kepercayaan atribut-manfaat merupakan persepsi konsusmen tentang seberapa jauh sebuah atribut tertentu menghasilkan, atau memberikan manfaat tertentu. 3. Kepercayaan manfaat-obyek, merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh produk, orang, atau jasa tertentu yang akan memberikan manfaat tertentu. Dimana ketiga bagian tersebut dapat mempengaruhi konsmen sebagai masukan atau pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Pengetahuan dapat diperoleh dari informasi produk atau product knowledge dari produk yang disajikan pemasar melalui periklanan.

2.2.5. Sikap Konsumen

2.2.5.1.Pengertian Sikap Menurut Rakhmat 2002:40 Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Menurut Secord Backman 1964 dalam Azwar 2007:5, sikap didefinsikan sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan afeksi, pemikiran kognisi, dan predisposisi tindakan konasi seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif cognitive, komponen afektif affective, dan komponen konatif conative. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemiliki sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Azwar, 2007:24 Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, ettapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari Sherif, 1956 dalam Rakhmat, 2002:40 2.2.5.2.Pembentukan Sikap Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya. Azwar, 2007:30 Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pedidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Azwar, 2007:30 Sikap terbentuk terutama atas dasar kebutuhan-kebutuhan yang kita miliki dan informasi yang diterima mengenai hal-hal tertentu. Satu per tiganya merupakan faktor terkait yang berperan dalam pembentukan sikap, adalah kelompok tempat orang tersebut berada di dalamnya. Kelompok menentukan bagaiaman kita harus memuaskan kebutuhan kita. Dengan sendirinya, kelompok juga menekankanmempraktikannya agar sikap yang ada dalam kelompok tersebut diikuti. Polhaupessy, 2006:104 Proses penyesuaian diri yang sudah dibicarakan juga memainkan peran yang besar di sini. Selanjutnya, anggota kelompok sering merujuk pada informasi yang sama. Setiap kelompok mengenal apa yang disebut “penjaga gerbang”. Penjaga pintu gerbang menyeleksi informasi yang masuk dari lingkungan, mula- mula menginterpretasikan, kemudian meneruskannya kepada anggota lain dalam kelompok. Dalam kenyataannya, pemimpin opini ini menjaga agar anggotanya memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan kelompok. Polhaupessy, 2006:104 2.2.5.3.Struktur Sikap Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu Azwar, 2007:23: 1. Komponen Kognitif Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu-individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apay yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang dilihat atau apa yang telah diketahui. Berdasarkan apa yang telah dilihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tersebut. Dengan demikian, interaksi kita dengan pengalaman di masa datang serta prediksi mengenai pengalaman tersebut akan lebih mempunyai arti dan keteraturan. Tanda adanya sesuatu yang dipercayai, maka fenomena dunia di sekitar kita pasti menjadi terlalu kompleks untuk dihayati dan sulitlah untuk ditafsirkan artinya. Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat. Kadnag- kadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidaknya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi. 2. Komponen Afektif Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. Pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud. 3. Komponen Perilaku Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan eprasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaiaman orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaiaman kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu, adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek. Konsistensi antara kepercayaan sebagai komponen kognitif, perasaan sebagai komponen afektif, dengan tendensi perilaku sebagai komponen konatif seperti itulah yang menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak ahnya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk –bentuk perilaku berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang. 2.2.5.4.Fungsi Sikap Menurut Sutisna 2003:103 mengaklasifikasikan sikap antara lain yaitu: 1. Fungsi utilitarian Fungsi utilitarian berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. Konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah produk itu memberikan kesenangan atau justru kekecewaan. 2. Fungsi Ekspresi Nilai Sikap yang dikembangkan oleh konsumen terhadap suatu merek produk bukan didasarkan atas manfaat produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan merek produk itu mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya, Ketika kosnumen membeli suatu merek produk, manfaat inti dari produk itu tidak lagi menjadi perhatiannya, tetapi pusat perhatiannya adlaah apakah merek produk itu mampu membantu dirinya dalam mengekspresikan nilai-nilai yang diinginkannya. 3. Fungsi Mempertahankan Ego Sikap yang dkembangkan oleh konsumen cenderung untuk melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego. 4. Fungsi Pengetahuan Sikap membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang begitu banyak yang setiap hari dipaparkan pada dirinya. Dari seluruh informasi itu konsumen memilah-milah informasi yang relevan dan tidak relevan dengan kebutuhannya. Infromasi yang tidak relevan akan diabaikan begitu saja. Fungsi pengetahuan juga bisa membantu mengurangi ketidakpastian dan kebingungan. Jika seseorang konsumen sebelumnya telah mengetahui kualitas merek produk yang akan dibelinya, maka hal itu akan mengurangi ketidakpastian atas resiko pembelian.

2.2.6. Niat Beli Konsumen

2.2.6.1.Pengertian Niat Beli Niat beli merupakan keinginan yang direncanakan sepenuhnya oleh konsumen untuk melakukan pembelian nyata. Secara singkat niat beli dapat diartikan sebagai rencana pembelian. Menurut Rossiter dan Percy 1987, minat pembelian konsumen adalah “Brand Purchase the Brand or take other relevant purchase-related action ”. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa minat pembelian terhadap suatu merek adalah perintah seorang pembelian kepada dirinya sendiri untuk membeli sebuah merek produk atau untuk pembelian tindakan lain yang berhubungan dengan pembelian. Menurutnya, minat pembelian merupakan tahap perencanaan sebelum seorang pembeli melakukan tindakan. Minat pembelian merupakan salah satu tahap dari tanggapan konsumen. 2.2.6.2.Dimensi – Dimensi Pembelian Pemasar harus memahami proses di mana konsumen membuat keputusan pembelian agar pemasar dapat mengembangkan strategi dengan tepat. Henry Assael, 1984 menyebutkan pengambilan keputusan konsumen berdasarkan dua dimensi, yaitu: 1. Keluasan pengambilan keputusan 2. Kedalaman keterlibatan konsumen dalam pembelian Dimensi pertama menunjukkan kontinum dari pengambilan keputusan sampai kebiasaan. Keputusan dibuat berdasakan proses pertimbangan terhadap pencarian informasi dan evaluasi atas alternatif-alternatif merek. Disisi lain terdapat pengambilan keputusan yang hanya melibatkan sedikit informasi sama sekali. Hal ini terjadi pengambilan keputusan yang hanya melibatkan sedikit informasi sama sekali. Hal ini terjadi bila konsumen merasa tidak puas dengan merek tertentu dan membelinya terus-menerus. Kombinasi dari dua dimensi tersebut menghasilkan empat tipe pengambilan keputusan, antara lain Sukarno, 2005:141: 1. Complex Decision Making, yang timbul bila keterlibatan konsumen yang tinggi dan pengambilan keputusan yang kompleks. Pada tipe ini konsumen aktif mencari informasi untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan alternatif merek. 2. Brand loyalty, konsumen akan belajar dari pengalaman sebelumnya dan membeli merek yang paling memuaskan. Pada tipe ini konsumen mempunyai kesetiaan yang tinggi akan merek produk. 3. Variety seeking, bila keterlibatan konsumen rendah namun terdapat proses untuk mengatasi kebosanan terhadap suatu merek, sehingga kesetiaan terhadap suatu merek sangat kurang. 4. Inertia, disini konsumen membeli merek yang sama bukan karena kesetiaan mereka terhadap merek tersebut, namun karena tidak ingin menghasilkan waktu atua tenaga untuk mencari alternatif lain.

2.2.7. Perilaku Pembelian Konsumen

Perilaku pembelian konsumen merupakan proses pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian suatu roduk di awali oleh adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang oleh Assael disebut need arousal . Sutisna, 2003:15. Dalam keputusan membeli barang konsumen seringkali ada lebih dati dua pihak yang terlibat dalam proses pertukaran atau pembeliannya. Umumnya ada lima macam peranan yang dapat dilakukan seseorang. Ada kalanya kelima peran ini dipegang oleh satu orang, namun seringkali pula peranan tersebut dilakukan beberapa orang. Pemahaman mengenai masing-masing pernanan ini sangat berguna dalam rangka memuaskan kebutuhan dan kegiatan konsumen. Kelima peran tersebut meliputi Kotler, et al., 1996 dalam Tjiptono, 1997:20 : 1. Pemrakarsa initiator, yaitu orang yang pertama kali menyadari adanya keinginan atau kebutuhan yang belum terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli suatu barang atau jasa tertentu. 2. Pemberi pengaruh influencer, yaitu orang yang pandangan, nasihat atau pendapat-pendapatnya yang mempengaruhi keputusan pembelian. 3. Pengambilan keputusan decider, yaitu orang-orang yang menentukan keputusan pembelian, misalnya apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana cara membeli, atau dimana membelinya. 4. Pembeli buyer, yakni orang yang melakukan pembelian aktual. 5. Pemakai user, yaitu orang yang mengkonsumsi atau menggunakan barang atau jasa yang dibeli. Proses pengambilan keputusan pembelian sangat bervariasi. Ada yang sederhana dan ada pula yang kompleks. Hawkins et al. 1992 dan Engel et al. 1990 membagi proses pengambilan keputusan ke dalam tiga jenis, yaitu pengambilan keputusan yang luas, pengambilan keputusan yang terbatas, dan pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan.

2.2.8. Consumer Decision Model

Menurut John Howard A 1994, Consumer Decision Model CDM adalah suatu model dengan enam variabel yang saling berhubungan yaitu Pesan Iklan F, finding information, Pengenalan Merek B, brand recognition, Kepercayaan Konsumen C, confidence, Sikap Konsumen A, attitude, Niat Beli I, intention, dan Pembelian Nyata P, purchase. Consumer Decision Model merupakan proses pembedaan dan pengelompokan bentuk pikiran konsumen, sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini : Durianto, 2003:63. C F B A P I Dalam gambar tersebut terlihat bagaimana konsumen mencari dan mempertimbangkan suatu keputusan untuk membeli produk. Masing-masing variabel berinteraksi dan saling mendukung dan berakhir dengan pembelian. Alur model tersebut berawal dari konsumen yang menerima informasi atau pesan iklan F. Informasi yang diterima dapat menyebabkan tiga kemungkinan pengaruh yang dimulai dari pengenalan merek oleh konsumen B atau dari informasi yang dapat langsung menambah perbendaharaan pikiran konsumen sebagai tingkat kepercayaan C. Atau dari informasi itu yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen menunjukkan kesesuaian yang akan membentuk sikap A. Kemudian dari pengenalan merek B dievaluasi apakah pengenalan merek tersebut sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, kemudian membentuk sikap A serta menambah tingkat kepercayaan C. Pengenalan merek mempunyai sumbangan berupa penguatan terhadap sikap dan keyakinan konsumen terhadap merek yang ditawarkan, sehingga diharapkan mampu menimbulkan niat beli I konsumen. Hal ini tentu saja akan mampu mempengaruhi konsumen untuk melakukan suatu pembelian nyata P. Paparan keenam variabel yang diulas dalam Consumer Decision Model CDM menurut John Howard, adalah sebagai berikut : Keterangan : F : Pesan iklan B : Pengenalan merek C : Kepercayaan konsumen A : Sikap konsumen I : Niat beli P : Pembelian nyata Gambar 2.1. Consumer Decision Model CDM 1. Pesan Information Pesan yang ideal menurut Philip Kotler 1998, harus mampu menarik perhatian attention, mempertahankan ketertarikan interest, membangkitkan keinginan desire dan menggerakkan tindakan action. Pesan seharusnya menyatakan sesuatu yang dibutuhkan dan penting dalam suatu produk, menginformasikan sesuatu yang eksklusif yang tidak ada pada produk lain sejenis, dapat dipercaya dan dapat dibuktikan. Menurut John Howard 1994, pesan dalam Consumer Decision Model CDM merupakan variabel penentu dari keenam variabel. Pesan iklan dapat disampaikan dalam bentuk angka, huruf ataupun kalimat yang dapat menjalankan suatu sistem. Pesan iklan adalah seperti pendorong, maksudnya suatu kegiatan yang menunjukkan segala kebutuhan calon pembeli. Consumer Decision Model CDM menunjukkan bahwa pesan information dapat menyebabkan calon pembeli mengenal suatu merek, mengevaluasi merek-merek yang dibutuhkan calon pembeli, menentukan sikap dan mengukur seberapa besar kepuasan konsumen terhadap suatu merek serta atribut-atribut lainnya suatu produk. 2. Pengenalan Merek Brand Recognition Pengenalan merek B merupakan ukuran brand awareness responden. Pengenalan merek sangat penting untuk mengetahui sapai tingkat mana para pembeli mengetahui ciri-ciri suatu merek. Pengenalan ini memungkinkan terbentuknya sikap terhadap merek atau meningkatkan keyakinan konsumen pada suatu merek. John A Howard 1994 menegaskan bahwa pengenalan merek terkait dengan tingkat pengenalan pembeli akan ciri atau keistimewaan produk dibandingkan produk-produk sejenis lainnya. Dalam hal ini pengenalan merek merupakan pengenalan atribut merek secara fisik seperti halnya warna, ukuran dan bentuk, sehingga kemasan dan desain produk sangat penting. Kesan merek secara keseluruhan terbentuk dari tiga elemen, yaitu pengenalan merek brand recognition, sikap konsumen attitude, dan kepercayaan konsumen terhadap produk confidence. Pengenalan merek merupakan landasan untuk terciptanya sikap dan keyakinan konsumen. Jika pengenalan merek lebih memperhatikan bentuk suatu produk, maka sikap konsumen A lebih pada merek, hingga pada akhirnya terdapat kesesuaian fungsi yang diinginkan konsumen. Atribut fisik dalam pengenalan merek merupakan alasan bagi pemasar suatu produk barang dan jasa yang mempunyai masalah yang berlainan satu sama lain. Saat ini, meningkatkan atribut fisik harus menjadi penekanan dalam praktek. 3. Sikap Konsumen Attitude Menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Olson 1999, sikap dapat didefinisikan sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan suatu respon evaluatif. Respon hanya akan dapat timbul jika individu dihadapkan pada suatu rangsangan yang menghendaki adanya reaksi individu. Sikap konsumen merupakan elemen kedua dari elemen-elemen yang membentuk kesan merek. Sikap konsumen terhadap merek dapat diartikan sebagai penyampaian apa yang diharapkan pembeli agar dapat memuaskan kebutuhan pembeli. Oleh karena itu, sikap konsumen dapat memacu keinginan atau niat untuk membeli produk. Menurut John A. Howard 1994, sikap konsumen terhadap merek dapat timbul setelah konsumen mengenali suatu merek atau langsung mendengar pesan iklan informasi yang disampaikan produsen. 4. Kepercayaan Konsumen Confidence Menurut Russel dan Lane 1990, kepercayaan atau keyakinan merupakan tingkat kepastian konsumen yang menyatakan keyakinan dan penilaiannya terhadap suatu produk yang dinilai bebas. Kepercayaan konsumen terhadap suatu merek akan terus meningkat jika yang diperkirakan konsumen dapat dijelaskan dan digambarkan melalui keterbatasan merek lain. Dalam hal ini, pesan iklan yang disampaikan relatif konsisten dan sesuai dengan apa yang sudah disampaikan dan diketahui oleh konsumen untuk suatu merek. Kepercayaan konsumen adalah bagaimana pembeli dapat yakin akan keputusan mereka terhadap suatu merek, apakah produk tersebut dapat memuaskan kebutuhan konsumen atau tidak. Kepercayaan konsumen dapat meningkat jika calon pembeli sudah mendapatkan keterangan yang jelas yang didapat konsumen dari pesan iklan informasi yang ditayangkan televisi secara berulang-ulang, brosur, pemasaran langsung dan lainnya. 5. Niat Beli Intention Niat untuk membeli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Niat beli merupakan pernyataan mental konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Pengetahuan akan niat beli sangat diperlukan oleh pemasar untuk mengetahui niat konsumen terhadap suatu produk maupun untuk memprediksi perilaku konsumen di masa mendatang. Niat membeli terbentuk dari sikap konsumen terhadap produk dan keyakinan konsumen terhadap kualitas produk. Semakin rendah keyakinan konsumen terhadap suatu produk akan menyebabkan menurunnya niat beli konsumen. 6. Pembelian Nyata Purchase Pembelian nyata merupakan saat konsumen membayar atau membuat surat hutang dalam jumlah tertentu untuk membeli suatu produk pada waktu tertentu. Pembelian nyata muncul karena konsumen sudah mempunyai niat untuk membeli suatu produk. Pembelian nyata merupakan sasaran akhir Consumer Decision Model CDM baik untuk konsumen yang baru pertama kali membeli ataupun untuk konsumen yang melakukan pembelian ulang. Berdasarkan pendekatan CDM, pengukuran efektivitas iklan digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel F pesan iklan, B pengenalan merek, C keyakinan konsumen, dan A sikap konsumen terhadap I niat beli suatu merek atau produk dan juga untuk mencari informasi, apakah terdapat variabel antara dan bukan variabel antara dari B pengenalan merek, C keyakinan konsumen, dan A sikap konsumen yang dapat mempengaruhi F pesan iklan terhadap I niat beli.

2.2.9. Pengaruh Metode Counsumer Decision Model dalam Mengukur

Pengenalan Merek Perilaku pembelian konsumen merupakan proses pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian suatu roduk di awali oleh adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang oleh Assael disebut need arousal . Sutisna, 2003:15. Dalam keputusan membeli barang konsumen seringkali ada lebih dati dua pihak yang terlibat dalam proses pertukaran atau pembeliannya. Umumnya ada lima macam peranan yang dapat dilakukan seseorang. Consumer Decision Model CDM adalah suatu model dengan enam variabel yang saling berhubungan yaitu Pesan Iklan F, finding information, Pengenalan Merek B, brand recognition, Kepercayaan Konsumen C, confidence , Sikap Konsumen A, attitude, Niat Beli I, intention, dan Pembelian Nyata P, purchase. Consumer Decision Model merupakan proses pembedaan dan pengelompokan bentuk pikiran konsumen dalam perilaku pembeliannya. Dalam Consumer Decision Model tersebut terlihat bagaimana konsumen mencari dan mempertimbangkan suatu keputusan untuk membeli produk. Alur model tersebut berawal dari konsumen yang menerima informasi atau pesan iklan F. Informasi yang diterima dapat menyebabkan tiga kemungkinan pengaruh yang dimulai dari pengenalan merek oleh konsumen B atau dari informasi yang dapat langsung menambah perbendaharaan pikiran konsumen sebagai tingkat kepercayaan C. Atau dari informasi itu yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen menunjukkan kesesuaian yang akan membentuk sikap A. Kemudian dari pengenalan merek B dievaluasi apakah pengenalan merek tersebut sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, kemudian membentuk sikap A serta menambah tingkat kepercayaan C. Pengenalan merek mempunyai sumbangan berupa penguatan terhadap sikap dan keyakinan konsumen terhadap merek yang ditawarkan, sehingga diharapkan mampu menimbulkan niat beli I konsumen. Hal ini tentu saja akan mampu mempengaruhi konsumen untuk melakukan suatu pembelian nyata P. Consumer Decision Model CDM menunjukkan bahwa informasi dapat menyebabkan calon pembeli mengenal suatu merek, mengevaluasi merek-merek yang dibutuhkan calon pembeli, menentukan sikap dan mengukur seberapa besar kepuasan konsumen terhadap suatu merek serta atribut-atribut lainnya suatu produk. Durianto, 2003:63

2.3. Kerangka Konseptual

Infromasi F X 1 Brand Recognation B X 2 Sikap Konsumen A X 3 Keyakinan Konsumen C X 4 Niat Beli I Y Pembelian P Z Rasa Takut X 1.1 Musik X 1.2 Fantasi X 1.3 Atribut X 2.1 Manfaat X 2.2 Nilai X 2.3 Kepribadian X 2.4 Pemakai X 2.5 Komponen Kognitif X 3.1 Komponen Afeksi X 3.2 Komponen Konatif X 3.3 Kepercayaan Obyek X 4.1 Kepercayaan Manfaat X 4.2 Kepercayaan Manfaat- Obyek X 4.3 Harga Y 1 Kemasan Y 2 Kualitas Y 3 Complex Decision Making Z 1 Brand Loyalty Z 2 Variety Seeking Z 3 Inertia Z 4

2.4. Hipotesis