perhatian secar proposional. Masalah ini yang merupakan pelanggaran hak asasi perempuan sebagai manusia, tidak pernah dianggap sebagai sesuatu yang serius.
Aturan yang melindungi kaum perempuan masih sangat lemah. Imam, 2004 : 43
2.1.4. Perempuan dan Media
Citra perempuan image of women dengan tugasnya sebagai pengurus rumah tangga yang sudah jauh lebih dahulu terbentuk ketimbang kemunculan media
massa. Ketika kita melihat iklan di televisi yang menayangkan perempuan sedang memasak dengan memakai bumbu masak tertentu. Disitu kita disuguhi citra tentang
posisi sosial perempuan yang sudah baku dalam kehidupan masyarakat, yakni sebagai pengelola utama kebutuhan konsumsi rumah tangga.
Tayangan iklan ini itu tidak menampilkan sesuatu yang baru tentang citra perempuan. Iklan itu hanya ”mengambilalih” sesuatu yang dianggap wajar dan
seharusnya terjadi dalam kehidupan, yakni salah satu jenis pekerjaan yang melekat pada perempuan sebagai pemasak makanan untuk memenuhi kebutuhan makan
keluarga. Meskipun mungkin perempuan yang memasak itu memakai pakaian yang bersih, baru dan modis, peralatan masaknya serba barucanggih, serta dapur yang luas
dan bersih, secara subtansial iklan itu tidak mengubah atau membuat kreasi baru tentang citra perempuan. Iklan itu tidak hanya memperlihatkan tiruan langsung,
kemasan dari pola pembagian kerja antara laki – laki dan perempuan dalam realitas histories masyarakat. Media, disana katakanlah hanya sekedar perpanjangan tangan
atau instrument yang dipakai untuk menyebarluaskan citra tentang perempuan yang sudah terbentuk dalam kenyataan tidak bermasyarakat. Dengan katalain, media
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
tersebut lebih merepresentasikan sisi normatif pandangan masyarakat tentang citra perempuan. Media hanya menayangkan atau menggambarkan kembali melalui iklan,
berita, features, dan sebagainya. Sifat – sifat feminim yang dilekatkan pada diri perempuan. Umpamanya keharusan untuk lebih mempertimbangkan emosi
ketimbang pikiran, berperilaku halus dan lemah lembut daripada kasar, serta peran sosialnya yang mesti berkiprah rumah tangga domestik bukan di publik yang sejak
lama dibentuk masyarakat. Melalui ragam media, citar perempaun ditampilkan dengan berbagai daya
tarik feminitasnya, apakah itu tubuhnya yang langsing, suaranya yang merdu, pakaiannya yang modis dan up to date, serta perilaku yang mengesankan
keanggunan. Kalaupun ditampilkan maskulin, seperti agresif dan kasar serta berpakaian layak laki – laki, hak itu akan dianggap sebagai penyimpangan belaka.
Demikian juga, kerapkali kita melihat ragam media yang menghidangkan tampilan aktivitas perempuan yang sedang mencuci, mengasuh anak, memasak, serta menyapu
dan mengepel rumah dengan penuh keceriaan. Dan jika ditampilkan peekerjaan perempuan di luar rumah, kalupun tidak disosialisakan dalam penyimpangan, selalu
dikaikan dengan pengertian seperti membantu menambah pendapatan suami atau sekedar mengisi waktu senggang setelah pekerjaan di rumah selesai. Tetapi yang
lebih tendensius, perempuan yang bekerja di luar rumah itu digolongkan sebagai ”wanita karier” ambisius tidak peduli suami dan keluargaanya dan hanya
mengerjakan kepentingan sendiri. Dengan mengambarkan atau menceritakan perilaku dan aktivitas perempuan
sepereti itu, media tanmpak hanya memperkuat citra perempauan yang sudah
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dibangun sebelumnya. Tampilan substansi media itu bukan sesuatu yang baru, mungkin yang baru hanya pada tingkatan performance-nya, bukan isinya. Adakah
media yang menampilkan laki – laki yang mengasuh dan mengajari anak yang memasak atau mencuci pakaian, dan yang sedang membersihkan rumah? Sangat
jarang sekali untuk tidak menyebutkan tidak ada. Dengan demikian, media tampak lebih merepresentasikan citra yang sudah dibuat masyarakat, yang mengisahkan
identitas mental feminism dan maskulin dan pembagian kerja seksual ranah domestic dan rana public antara laki – laki dan perempuan. Itu berarti ikut
memperkuat pembakuan stereotype yang sudah dikonstruksi masyarakat. Suatu analisis mengenai peran media menyebutkan, media cenderung lebih
banyak memperkuta perilaku dari pada mengubahnya. Bahkan aktivitas suatu media bisa saja tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan pada orang yang menjadi
sasarannya. Perubahan yang kecil sekalipun dapat terjadi tanpa aktivitas komunitas.
2.1.5. Perempuan dalam Film