Gaya Bahasa Metafora Hasil Analisis Data

Bilang, Saya Monyet Karya Djenar Maesa Ayu. Majas yang dianalisis hanya majas perbandingan karena fokus penelitian hanya meneliti penggunaan majas perbandingan, tidak seluruh kategori majas. Majas perbandingan terdiri atas gaya bahasa perumpamaan, gaya bahasa metafora, gaya bahasa personifikasi, dan gaya bahasa alegori. Ada beberapa majas yang digunakan oleh Djenar Maesa Ayu dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet. Dalam uraian ini, penulis akan menjabarkan analisis data dari majas perbandingan yang ditemukan. Mengingat jumlah kalimat yang sudah ditemukan cukup besar, maka dalam sajian ini masing-masing gaya bahasa hanya akan ditampilkan sebanyak tiga sampai empat kalimat sebagai contoh, namun untuk gaya bahasa alegori hanya ada satu karena hanya ditemukan satu gaya bahasa saja. Uraian yang lebih lengkap pada seluruh kalimat dapat dilihat pada lampiran.

1. Gaya Bahasa Metafora

Gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang diungkapkan secara singkat dan padat. Bedanya dengan simile, metafora tidak menggunakan kata-kata pembanding. Dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet ditemukan berbagai majas metafora sebagai berikut: a. “Sepanjang hidup saya melihat manusia berkaki empat. Berekor anjing, babi atau kerbau. Berbulu serigala, landak atau harimau. Dan berkepala ular, banteng atau keledai” hal 1 M.1 b. “Di depan umum ia hanyalah wanita berkepala anjing dan berbuntut babi yang kerap menyembunyikan buntutnya di kedua belah paha singanya” hal 8 M.2 c. “Saya pernah membaca di surat kabar bahwa Ibu sudah diberi julukan penyanyi Medusa” hal 14 M.3 Gaya bahasa metafora pada kalimat a mempunyai dua gagasan, yang pertama “manusia” sesuatu yang dipikirkan yang menjadi objek sedangkan yang satunya “berkaki empat. Berekor anjing, babi atau kerbau. Berbulu serigala, landak atau harimau. Dan berkepala ular, banteng atau keledai” merupakan perbandingan dari pernyataan pertama. Gaya bahasa metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi objek dan yang satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi. Majas perbandingan diungkapkan secara singkat dan padat. Penggunaan gaya bahasa metafora pada kalimat nomor a memberi makna bahwa sepanjang hidup tokoh saya melihat manusia-manusia yang mengaku memiliki akal budi dan berkelakuan baik namun sebenarnya itu hanya semacam tameng untuk menutupi kelakuan mereka yang liar seperti binatang. Analisis metafora pada kalimat b nampak pada cara pengarang membandingkan wanita dengan bagian-bagian tubuh dari anjing, babi, dan singa. Atau dengan kata lain, majas metafora di atas mempunyai dua gagasan, yang pertama “wanita” sesuatu yang dipikirkan yang menjadi objek sedangkan yang satunya “berkepala anjing, berbuntut babi, dan paha singa” merupakan perbandingan dari pernyataan pertama. Hal ini dilakukan pengarang tanpa menggunakan kata-kata seperti, bagai, bagaikan, layaknya seperti dalam majas perumpamaan yang menggunakan kata-kata pembanding tersebut. Penggunaan gaya bahasa metafora pada kalimat b memberi makna bahwa sebenarnya wanita tersebut memiliki perilaku yang buruk namun dia pandai menyembunyikannya dengan bersikap layaknya orang baik-baik di depan orang banyak. Gaya bahasa metafora pada kalimat c terdapat pada “Ibu” yang menjadi objek dan yang menjadi pembanding adalah “medusa”. Dalam mitologi Yunani, Medusa berarti penjaga atau pelindung adalah seorang wanita cantik dengan ular sebagai rambutnya. Medusa pada awalnya adalah seorang perawan cantik dan merupakan pendeta wanita di kuil milik Athena. Namun suatu ketika ia diperkosa oleh Poseidon di dalam kuil Athena. Hal ini membuat Athena marah, ia pun mengubah rambut Medusa menjadi ular dan mengutuk Medusa sehingga siapapun yang melihat matanya, akan menjadi batu. Penggunaan gaya bahasa metafora pada kalimat nomor c memberi makna bahwa Ibu dari tokoh saya adalah seorang penyanyi terkenal yang sering diundang ke luar kota. Surat kabar menuliskan bahwa ibu tersebut dijuluki penyanyi Medusa karena kecantikan yang memikat mata orang-orang, terutama mata laki-laki. Mungkin, kecantikan tersebut dianggap menjadi kutukan bagi laki- laki yang tertarik tidak hanya terhadap suara, tetapi juga dengan paras cantiknya.

2. Gaya Bahasa Perumpamaan