Pengambilan Sampel Daun Pembuatan Sediaan Mikroskopis

abaksial, tebal jaringan palisade adaksial dan abaksial, tebal jaringan bunga karang, serta tebal jaringan hipodermis adaksial dan abaksial.

3.3.2 Data Sekunder

Data yang menunjang dalam penelitian ini berupa data kualitas udara, suhu dan kelembapan udara pada sebelum dan sesudah letusan Gunung Merapi di Kota Yogyakarta, serta data kualitas udara pada sebelum dan sesudah letusan Gunung Merapi di Kota Solo. 3.4 Metode Pengambilan Data 3.4.1 Penentuan Jenis Pohon Penentuan jenis pohon sampel dilakukan setelah pengamatan langsung pada kedua lokasi penelitian. Jenis-jenis pohon yang dijadikan sampel adalah jenis pohon yang paling banyak di kedua lokasi penelitian yaitu pohon beringin dan angsana. Posisi pohon yang diambil di Kota Yogyakarta yaitu di alun-alun utara, alun-alun selatan, Jalan Faridan M. Noto, Jalan Gejayan, Kelurahan Muja-muju, Jalan Kusumanegara, dan Jalan Timoho. Posisi pohon yang diambil di Kota Solo yaitu di Balai Kota Surakarta, Jalan Ronggowarsito, Asrama Assalam, dan Kecamatan Lawean.

3.4.2 Pengambilan Sampel Daun

Daun diambil secara acak, untuk sayatan paradermal digunakan daun yang diambil di posisi ke 6 dari pucuk ranting pohon pada 3 cabang yang berbeda dari 5 ulangan pohon dan untuk sayatan transversal digunakan daun yang diambil di posisi ke 5 dari pucuk ranting pohon pada 3 cabang yang berbeda dari 3 ulangan pohon Gambar 1. Daun-daun tersebut dimasukkan ke dalam tabung film yang sudah diisi alkohol 70 dan diberi label Gambar 2. a b Keterangan : P = Posisi daun keenam untuk sayatan paradermal T = Posisi daun kelima untuk sayatan transversal C1 = Posisi daun yang diambil pada cabang pertama C2 = Posisi daun yang diambil pada cabang kedua C3 = Posisi daun yang diambil pada cabang ketiga Gambar 1 Posisi sampel daun yang diambil pada ranting a dan cabang b. a b Gambar 2 Fiksasi daun dalam alkohol 70 pada wadah a dan sampel daun dalam tabung film yang telah berlabel b.

3.4.3 Pembuatan Sediaan Mikroskopis

Sampel daun yang telah diambil kemudian dianalisis di Laboratorium Anatomi Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas MIPA IPB. Pengamatan dilakukan terhadap sayatan paradermal dan transversal daun. 1. Sayatan paradermal dibuat dalam bentuk preparat semi permanen dengan perwarnaan safranin 1 mengikuti metode Wholemount Sass 1951 Lampiran 3 yaitu: a. Daun Difiksasi dalam alkohol 70 b. Larutan fiksatif dibuang lalu diganti dengan akuades. c. Daun dilunakkan dengan merendamnya di dalam larutan HNO 3 50 selama 1 - 4 hari Gambar 3, sebelum dibuat sayatan paradermal, daun dicuci terlebih dahulu dengan akuades. Gambar 3 Perendaman daun di dalam larutan HNO ₃ 50. d. Jaringan epidermis permukaan atas dan bawah daun disayat dengan pinset. Kemudian jaringan palisade yang terbawa dikerik sampai bersih dengan pisau silet sehingga diperoleh lapisan epidermis yang tipis Gambar 4. Gambar 4 Penyayatan epidermis daun dengan silet. e. Sayatan epidermis daun diwarnai dengan pewarna tunggal yaitu safranin 1 aquosa selama 3-5 menit, diberi media gliserin 10 dan ditutup dengan gelas penutup Gambar 5. Gambar 5 Hasil sayatan paradermal. 2. Sayatan transversal digunakan metode parafin Johansen 1940 Lampiran 4. Adapun tahapan pembuatan preparat daun adalah: a. Fiksasi : bahan difiksasi selama 48 jam dalam larutan FAA yang terdiri dari formaldehid, asam asetat glasial dan alkohol 70 dengan perbandingan 5:5:90. b. Pencucian : larutan fiksatif dibuang dan dicuci dengan alkohol 50 sebanyak 4 kali dengan waktu penggantian masing-masing selama 1 jam. c. Dehidrasi dan penjernihan : dilakukan secara bertahap dengan merendam bahan dalam larutan seri Johansen I-VII, adapun komposisi masing- masing larutan seri Johansen Lampiran 1 d. Infiltrasi : wadah berisi material dan campuran TBA, minyak parafin serta parafin beku disimpan pada suhu kamar selama 1-4 jam tutup dibuka Gambar 6; lalu dimasukkan ke dalam oven 58 ºC selama 12 jam tutup dibuka. Keesokan harinya dilakukan 3 kali penggantian parafin setiap 6 jam dalam oven dengan suhu 58 ºC Gambar 7. Gambar 6 Infiltrasi parafin murni. Gambar 7 Oven ABC Labo Corporation KP-30AT. e. Penanaman blok : satu jam sebelum penanaman material, dilakukan penggantian parafin dengan parafin cair murni dan disimpan dalam oven pada suhu 58 ºC. Selanjutnya material siap ditanam dalam blok parafin Gambar 8. a b Gambar 8 Penanaman dalam blok parafin a dan pengaturan posisi sampel b. f. Pelunakkan jaringan : blok yang berisi material dilunakkan dengan merendam dalam larutan Giffort Lampiran 2 selama satu minggu Gambar 9 Gambar 9 Perendaman blok di dalam larutan Gifford. g. Penyayatan : blok yang sudah dirapikan ditempel pada holder dan disayat dengan mikrotom putar Yamato RV-240 setebal 9 µm Gambar 10. a b Gambar 10 Penempelan blok pada holder a dan mikrotom putar Yamato RV- 240 b. h. Perekatan : sayatan direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi gelas albumin-gliserin dan ditetesi air. Kemudian gelas berisi pita parafin dipanaskan pada hot-plate dengan suhu 40 ºC selama 24 jam Gambar 11. Gambar 11 Pemanasan pita parafin pada hot-plate. i. Pewarnaan : dilakukan pewarnaan ganda yang terdiri dari safranin 2 dalam air dan fast-green 0,5 dalam etanol 95. j. Penutupan : bahan diberi media entellan lalu ditutup dengan gelas penutup Gambar 12. Gambar 12 Pemberian media perekat entellan. k. Pengeringan : preparat di masukkan ke dalam oven Memmert dengan suhu 41ºC agar media entellan cepat kering Gambar 13. a b Gambar 13 Preparat yang siap dimasukkan ke oven a dan Oven Memmert b.

3.4.4 Pengamatan Sediaan Mikroskopis