Latar Belakang KONDISI TERUMBU KARANG DAN KAITANNYA DENGAN PROSES EUTROFIKASI DI KEPULAUAN SERIBU

1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh - puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya Dahuri 2000. Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai sumber plasma nutfah. Terumbu karang juga merupakan sumber makanan dan bahan baku substansi bioaktif yang berguna dalam farmasi dan kedokteran. Selain itu terumbu karang juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi. Kepulauan Seribu merupakan kepulauan yang terdiri dari gugus pulau dan letaknya terpisah antara satu pulau dengan pulau lainnya. Termasuk dalam gugus pulau-pulau kecil luas rata-rata kurang dari 2000 km 2 dan berelevasi rendah kurang dari 5 m di atas permukaan laut. Terdiri atas 108 pulau dan 234 gosong pesisir yang tersebar dengan jarak sekitar 4 s.d 60 km dari daratan Jakarta. Secara umum, Kepulauan Seribu merupakan ekosistem terumbu karang coral reefs yang kompleks yang dikelilingi oleh perairan Laut Jawa yang dangkal kedalaman rata-rata kurang dari 60 m. Namun di sekitar Pulau Pari dan Pulau Tidung ada yang mencapai kedalaman sekitar 100 m Dephut 2005. Perairan Teluk Jakarta telah mengalami pencemaran lingkungan yang semakin berat baik secara fisik maupun ekologis. Hal ini disebabkan karena adanya 19 daerah aliran sungai DAS yang umumnya berhulu di Bogor dan Tangerang yang memuntahkan aliran airnya ke Teluk Jakarta. Jenis pencemaran utama di kawasan Teluk Jakarta adalah pencemaran bahan organik, organisme pathogen, logam- logam dan minyak yang bersumber dari limbah rumah tangga, industri, pertanian dan sedimen. Kondisi demikian telah menyebabkan telah terlampauinya kemampuan daya dukung perairan Teluk Jakarta sebagai penampung dan pengolah limbah. Dampak negatif yang besar dari segala aktivitas tersebut adalah terjadinya banjir, pencemaran limbah padat dan cair, polusi udara, kerusakan lingkungan fisik dan kerusakan sumberdaya hayati laut Suharsono 2002. Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan oleh Estradivari et al. 2007, kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu selama periode 2004 – 2005 terus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh banyak hal seperti penangkapan ikan hias yang tidak ramah lingkungan, pencemaran, penimbunan sampah, penebangan mangrove, penambangan pasir dan karang serta penangkapan lebih. Rusaknya terumbu karang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi- fungsi ekologis terumbu karang yang sangat penting, yaitu 1 hilangnya habitat tempat memijah, tempat berkembangnya larva nursery, dan tempat mencari makan bagi banyak sekali biota laut yang sebagaian besar mempunyai nilai ekonomis tinggi dan 2 hilangnya pelindung pulau dari dampak kenaikan permukaan laut. Jika terumbu karang rusak, maka fungsi terumbu karang sebagai pemecah ombak akan berkurang karena semakin dalamnya air sehingga abrasi pantai akan secara perlahan semakin intensif. Meskipun demikian, efek lain dari masuknya limbah organik dari daratan ke Teluk Jakarta membuat perairan ini menjadi demikian subur, bahkan kelewat subur. Menurut Damar 2006, perairan Teluk Jakarta dapat dikelompokkan ke dalam 3 tingkat kesuburan perairan, yaitu: 1 Hyper-eutrophic, yaitu perairan dengan tingkat kesuburan sangat tinggi; 2 Eutrophic, yaitu perairan dengan tingkat kesuburan yang tinggi; dan 3 Mesotrophic, yaitu perairan dengan tingkat kesuburan sedang. Perairan Teluk Jakarta didominasi oleh tingkat kesuburan eutrophic perairan dengan kesuburan tinggi. Secara spasial, kelas hyper- eutrophic berada di sekitar muara sungai dan sepanjang pantai Teluk Jakarta, yang secara intensif menerima masukan langsung air sungai dari daratan. Perairan ini adalah perairan yang sangat subur, diindikasikan oleh tingginya nilai kandungan unsur hara, utamanya nitrogen, fosfat, dan silikat. Sementara itu, sisi negatif dari tingginya tingkat kesuburan perairan Teluk Jakarta, antara lain, adalah berupa timbulnya kejadian bloom fitoplankton yang rutin terjadi di kawasan ini. Selain dapat menimbulkan kematian massal ikan melalui berkurangnya nilai oksigen terlarut, blooming fitoplankton ini juga dapat mengganggu kawasan wisata bahari melalui penurunan nilai estetika perairan. Diperkirakan, ma ssa air kaya nutrien dari Teluk Jakarta dapat memasuki perairan oligotrophic Kepulauan Seribu dan dapat menimbulkan terjadinya ekspansi makro algae di kawasan terumbu karang tersebut. Tumbuhnya makro algae secara berlebihan di kawasan terumbu karang merupakan salah satu ancaman serius bagi pertumbuhan hewan karang. Alga dan terumbu karang merupakan biota yang sama-sama menempel di substrat sehingga terumbu karang dan algae berkompetisi untuk mendapatkan ruang Ladrizabal 2007. Kondisi algae yang diteliti oleh Estradivari et al. 2007 di Kepulauan Seribu pada tahun 2004 dan 2005 mengalami peningkatan sebesar 1.5. Menurut Lapointe 1989, salah satu penyebab utama terjadinya blooming makro alga pada ekosistem terumbu karang adalah meningkatnya unsur hara yang menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan alga sampai pada kondisi dimana ketersediaan populasi hewan herbivora tidak sanggup lagi mengontrol kelimpahan alga ini yang pada gilirannya menyebabkan kematian karang akibat tertutup alga. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, akan dilakukan kajian mengenai kondisi ekosistem terumbu karang dan keterkaitannya dengan proses eutrofikasi akibat pengaruh pencemaran di Teluk Jakarta dan m emberikan rekomendasi bagi pengelolaan ekosistem terumbu karang untuk mengantisipasi tingginya tingkat eutrofikasi di Teluk Jakarta .

1.2. Perumusan Masalah